1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu jenis karya sastra Jawa adalah cerkak atau di dalam bahasa Indonesia dikenal dengan cerpen. Cerkak merupakan salah satu karya sastra Jawa yang berbentuk prosa. Adapun cerkak adalah akronim dari cerita cekak yang memiliki arti cerita pendek. Cerkak adalah prosa Jawa seperti cerpen pada sastra Indonesia. Cerpen atau cerkak dalam kamus istilah sastra adalah sebuah cerita yang memiliki panjang kurang dari sepuluh ribu kata. Umumnya cerita pendek memiliki pusat cerita pada satu tokoh dalam satu situasi pada suatu saat tertentu. Cerita pendek yang efektif terdiri dari satu tokoh atau sekelompok tokoh di dalam latar tertentu dan tampak pada satu situasi. Inti cerita pendek umumnya terbentuk melalui perbenturan dua kekuatan yang berlawanan (Sudjiman, 1990: 16). Cerita pendek adalah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk (William Henry Hudson dalam Pradopo, 1983: 1) Cerita pendek Jawa pertama kali sulit diketahui di mana, kapan, siapa penulisnya dan tebitan majalah apa karena dokumentasi sastra Jawa kurang terurus (Hutomo, 1975: 38).
Menurut penelitian sementara cerkak muncul pada
majalah Panyebar Semangat yang terbit petama kali pada tanggal 2 September 1933 di Surabaya. Cerita pendek yang dimuat di dalam majalah ini pertama kali menggunakan istilah lelakon. Adapun judul cerpen berbahasa yang dimuat dalam majalah Panyebar Semangat adalah berudul “Netepi Kwajiban”(Panyebar
2
Semangat, No.45, Tahun III, 9 November 1935) karangan Sambo (Hutomo, 1975: 38). Adapun majalah Kejawen yang lebih dulu terbit pernah memuat cerita yang berukuran mini di dalam rubrik Panglipur Manah yang berjudul “Jejodhoan Wurung” yang terbit pada tanggal 1 Maret 1930 (Prabowo, 2013: 2). Namun cerita tersebut menurut Tjitrosubono belum dapat dikatakan sebagai cerpen karena unsur pembentuknya masih samar-samar (Tjitrosubono dalam Prabowo, 2013: 2). Perkembangan cerita pendek berbahasa Jawa mulai melambat saat penjajahan Jepang. Namun pada tahun 1950-an cerita pendek berbahasa Jawa mulai ditulis kembali melalui majalah berbahasa Jawa seperti
Waspada, Djaja
Baja, Mekar Sari, Praba, Kunthi, dsb (Prabowo, 2013: 3). Hingga pada tahun 1958 sudah muncul majalah yang khusus berisi cerita pendek yaitu majalah Tjrita Tjekak (Brata dalam Prabowo, 2013: 1). Adapun penulis cerita pendek pada tahun 1950 diantaranya seperi Suparto Brata, Andjar Ani, Any Asmara, Tamsir AS. Kemudian penulis cerpen dekade selanjutnya yaitu pada tahun 1960 diantaranya seperti J.F.X Hoery, Arswendo Atmowiloto, Djajus Pete, dan Esmiet (Prabowo, 2013: 14). Pengarang-pengarang tersebut menuangkan karya-karyanya melalui majalah berbahasa Jawa yang berkembang pada saat itu (Prabowo, 2013: 4). Penelitian berikut ini meneliti sebuah buku kumpulan cerpen karya J.F.X Hoery yang berjudul Banjire Wis Surut. Buku ini diterbitkan pertama pada tahun 2006 oleh sanggar sastra Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB) bekerja
3
sama dengan penerbit Narasi Yogyakarta. Cerpen dalam buku tersebut telah dimuat di beberapa majalah berbahasa jawa sejak tahun 1975 sampai tahun 2005. Majalah yang memuat karyanya yaitu Mekarsari, Jaya Baya, Damar Jati, dan Panjebar Semangat. J.F.X Hoery adalah penulis sastra Jawa modern yang lahir di Pacitan 7 Agustus 1945. Kemudian dia pindah ke Bojonegoro sejak tahun 1962 hingga sekarang. Beliau sudah gemar menulis sejak masih bersekolah di SMP Pacitan, tulisan pertamanya dimuat di majalah berbahasa Jawa yaitu Taman Putra Panyebar Semangat di tahun 1960. Karyanya meliputi cerkak, geguritan,cerita bersambung, cerita misteri, reportase, dan roman yang telah termuat di majalah-majalah berbahasa Jawa sejak tahun 1971 sampai sekarang. Hal yang menarik pada buku kumpulan cerpen Banjire Wis Surut adalah penulis memiliki ciri khas pada sudut pandang penceritaan. Sudut pandang penceritaan yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama “aku” sebagai tokoh utama. Pusat cerita pada seluruh cerita di dalam kumpulan cerkak tersebut berada pada tokoh utama. Penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis kepribadian tokoh utama di dalam cerita. Adapun teori yang digunakan adalah teori psikoanalisis Sigmund Freud. Tokoh utama menghadirkan konsep psikologi di dalam dirinya melalui perwatakan, konflik, dan bagaimana tokoh utama menghadapi konflik dan peristiwa yang dihadapi baik di dalam dirinya maupun dengan keadaan yang dihadapi. Penelitian psikologi sastra perlu
4
dilakukan untuk mengetahui kepribadian tokoh utama fiksional di dalam karya sastra dan psikologi yang dimiliki tokoh tersebut. Ketertarikan terhadap penelitian psikologi sastra untuk meneliti cerpen karena secara umum cerpen terpusat kepada satu tokoh utama. Tokoh utama menjadi pusat konflik dan cerita. Terlebih di dalam kumpulan cerpen Banjire Wis Surut menggunakan sudut pandang orang pertama “aku” sebagai tokoh utama. . Teknik penceritaan gaya sudut pandang orang pertama ini biasanya lebih subyektif dan umumnya masalah psikologis cocok dengan teknik ini (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005: 107). Oleh karena itu analisis dengan psikologi cocok dilakukan untuk menganalisa cerpen karangan J.F.X Hoery karena selain menggunakan penyudut pandangan yang sama yaitu orang pertama dari sisi cerita terpusat kepada tokoh utama baik konflik dan perwatakannya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut 1
Bagaimana id, ego dan superego tokoh utama di dalam cerita?
2
Bagaimanakah perkembangan kepribadian tokoh utama ?
1.3 Tujuan Penelitian 1 Mengetahui id, ego dan superego tokoh utama di dalam kumpulan cerkak Banjire Wis Surut 2 Mengetahui perkembangan kepribadian tokoh utama dalam kumpulan cerkak Banjire Wis Surut
5
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan penelitian bahasa dan sastra Jawa. Secara umum manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis. Secara praktis manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai wawasan tambahan para pembaca sastra berbahasa Jawa dan pengamat sastra. Melalui penelitian psikologi sastra dapat mengembangkan potensi dan kreatifitas dalam penulisan karya sastra. Secara teoritis manfaat yang dapat diperoleh adalah memberikan kontribusi terhadap perkembangan kajian sastra Jawa melalui teori psikoanalisis. Selain itu dapat pula mengembangkan kajian sastra Jawa dengan keragaman teori dan metode telaah karya sastra khususnya di dalam aspek psikologi sastra. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian psikologi sastra sudah banyak dilakukan oleh para peneliti karya sastra. Beberapa penelitian psikologi sastra yang dijadikan tinjauan pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Reny Rahmawati dalam skripsinya (2006) dari Universitas Negeri Malang berjudul “Kepribadian Tokoh Utama Novel Larung Karya Utami”, penelitian yang dilakukan oleh Atika Sari dalam skripsinya (2009) dari Universitas Diponegoro yang berjudul “Sandi Yuda sebagai Alter Ego Pengarang: Telaah Psikoanalisis Tokoh Utama Novel Bilangan Fu Karya Ayu Utami”, dan penelitian yang dilakukan oleh Thirta Indah Mayasari (2011) dari
6
Universitas Negeri Semarang dengan skripsinya yang berjudul “Eufimisme dalam kumpulan cerkak Banjire Wis Surut”. Penelitian yang digunakan oleh Reny Rahmawati, yaitu “Kepribadian Tokoh Utama Novel Larung Karya Utami” menjelaskan di dalamnya gambaran kekuatan id, ego, dan superego dari tokoh novel tersebut. Penelitian ini mengungkap hal yang menarik, yaitu ketertarikan tokoh terhadap organ dalam manusia dan perilaku Oedipus Complex. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan meneliti tingkah laku tokoh, jalan pikiran tokoh, dialog tokoh, dan deskripsi pengarang terhadap tokoh tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari analisa terhadap tokoh dalam karya sastra, kemudian dilakukan deskripsi dan klasifikasi kemudian ditinjau secara psikoanalisis. Penelitian yang dilakukan oleh Atika Sari yaitu “Sandi Yuda sebagai Alter Ego Pengarang: Telaah Psikoanalisis Tokoh Utama Novel Bilangan Fu Karya Ayu Utami”. Metode penelitian sama dengan metode penelitian yang dilakukan oleh Reny Rahmawati yaitu dengan melakukan analisa terhadap tokoh utama. Keunggulan penelitian yang dilakukan oleh Atika Sari dibandingkan Reny Rahmawati adalah penelitian tokoh dijadikan sebagai refleksi kepribadian pengarang yaitu pengarang sebagai penderita alter ego. Hal ini dapat dijadikan inspirasi penelitian psikoanalisis yang melibatkan kepribadian pengarang dan proses kreatif sastra terjadi. Penelitian buku kumpulan cerpen “Banjire Wis Surut” juga telah dilakukan oleh Thirta Indah Mayasari (2011) dari Universitas Negeri Semarang. Penelitian
7
yang dilakukan Thirta yaitu tentang semantik khususnya unsur eufimisme. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan mendata kosa - kata yang mengandung unsur eufimisme. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengumpulan data secara distributif. Dalam kumpulan cerkak, antara cerkak satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Berdasarkan skripsi ini dapat dijadikan inspirasi metode distributif dan pengumpulan data-data yang dilakukan. Oleh karena itu meskipun objek material yang digunakan sama namun kajian yang digunakan berbeda. Apabila skripsi yang ditulis oleh Thirta mengungkap eufimisme maka penelitian berikut mengungkap psikologi kepribadian tokoh dengan menggunakan teori psikoanalisis sastra. 1.6 Kerangka Teori
Pengkajian terhadap karya sastra tentunya membutuhkan teori sebagai landasan kerja dalam menelaah objek yang dikaji. Berdasarkan rumusan masalah yang ada, psikoanalisis menjadi alat analisa untuk mengetahui kepribadian dan psikologi tokoh utama di dalam kumpulan cerpen Banjire Wis Surut.
Psikoanalisis adalah sistem menyeluruh dalam psikologi yang dikembangkan oleh Freud secara perlahan ketika ia menangani orang yang mengalami neurosis dan masalah mental lainnya (Eagleton dalam Minderop, 2013: 10). Teori Kepribadian Psikoanalisis merupakan salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi. Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Dalam teori psikoanalisa, kepribadian dipandang sebagai stuktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem,
8
yaitu id, ego, dan superego (Minderop, 2013: 21). Ketiga unsur atau sistem tersebut adalah sebagai berikut :
1) Id
Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Id terletak di dalam alam bawah sadar manusia dan tidak memiliki kontak dengan realita. Id diibaratkan sebagai raja yang sewenang-wenang dan meminta untuk segala keinginannya dituruti. Cara kerja id berdasarkan konsep kesenangan, yaitu senantiasa mencari kenikmatan dan menghindari ketidaknyamanan. (Minderop, 2013: 21-23).
2) Ego
Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak mengerahkan individu untuk memuaskan individu serta patuh pada konsep realitas. Ego terletak di antara id dan superego. Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego adalah untuk menentukan keputusan, penyelesaian masalah dan penalaran. Ego dapat dikatakan sebagai pimpinan dalam kepribadian seseorang. Baik id dan ego tidak memiliki moralitas karena keduanya tidak mengenal nilai baik dan buruk. (Minderop, 2013: 21-23).
3) Superego
Superego adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai dan aturan-aturan yang menyangkut baik-buruk. Menurut Freud, superego terbentuk melalui
9
internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru (Minderop, 2013: 21-23).
Psikoanalisis Sigmund Freud yang populer dilakukan menggunakan teori analisis mimpi. Jadi para pasien diminta untuk menceritakan mimpi-mimpinya. Karya sastra oleh Freud dihubungkan sebagai mimpi (Minderop, 2013: 16). Mimpi memiliki peranan khusus dalam studi psikologi sastra. Inti pengamatan Freud adalah bahwa sastra muncul dari mimpi dan fantasi (Endraswara dalam Minderop, 2013:17). Maka dari itu sebuah karya sastra erat hubungannya dengan kepribadian pencipta sastra.
1.7 Metode Penelitian Objek penelitian adalah buku kumpulan cerpen berjudul Banjire Wis Surut. Buku ini merupakan karangan J.F.X Hoery. Buku ini berisi tujuh belas cerpen. Untuk itu perlu diambil sampel cerpen yang akan dianalisis. Adapun sampel yang diambil adalah sebanyak lima judul cerpen yaitu “Angin Wengi Segara Kidul”, “Sunar Dewanti”, “Mojang Kamojang”, “Lien Nio Atimu Putih”, dan “Gambare Ora Dadi, Mas!”. Pengambilan sampel diambil lima cerita tersebut karena ke lima cerita tersebut adalah cerita yang memiliki konflik interal tokoh yang kuat dan memiliki runtutan masalah yang lebih padat. Selain itu, kelima cerita tersebut mempunyai penyudut pandangan yang sama yaitu sudut pandang “aku” orang pertama. Meskipun yang menjadi judul buku, cerita pendek dengan judul “Banjire Wis Surut” di dalam kumpulan cerita pendek
10
tersebut dirasa kurang sesuai untuk dijadikan sampel penelitian karena ceritanya kurang menarik dan tidak memiliki konflik yang kuat. Telaah sastra yang mencerminkan konsep psikologi disajikan dengan dua cara yaitu dengan menyajikan sinopsis tiap-tiap cerita kemudian diberikan telaah perwatakan para tokoh yang relevan dengan tujuan psikoanalisis ini. Telaah perwatakan merupakan hal penting dalam analisis psikologi pada karya sastra fiksi karena dapat diketahui timbulnya masalah-masalah psikologi dan yang melatarbelakangi muncul dari tokoh tersebut (Minderop, 2013: 98) Secara umum seorang penulis dalam menyajikan perwatakan tokoh dalam sebuah karya fiksi menggunakan dua cara, yaitu secara langsung (telling) dan tidak langsung (showing) (Minderop, 2005: 6). Metode langsung adalah pengarang memaparkan perwatakan tokoh secara langsung melalui eksposisi dan komentar sedangkan metode tidak langsung menampakkan pengarang berada di luar kisahan sehingga memberikan kesempatan para tokoh untuk menampilkan perwatakan melalui dialog dan aksi (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005: 6). Adapun dialog (percakapan) dan aksi merupakan suatu aktifitas tokoh dalam sebuah cerita. Dalam literatur berbahasa Inggris sering ditemukan istilah action (aksi) dan event (peristiwa). Untuk menyederhanakan permasalahan kedua hal tersebut dapat dirangkum menjadi istilah: peristiwa atau kejadian (Nurgiyantoro, 1995: 117). Oleh karena itu di dalam telaah perwatakan tokoh yang menggunakan metode tak langsung unsur peristiwa tersebut penting untuk diperhatikan.
11
Selain metode telling dan showing metode karakterisasi atau perwatakan dapat dilakukan melalui sudut pandang. Metode ini adalah sebuah metode narasi yang menentukan posisi atau sudut pandang mana cerita disampaikan (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005: 87). Lima cerita dalam kumpulan cerkak Banjire Wis Surut seluruhnya menggunakan sudut penceritaan orang pertama “Akuan”. Sudut pandang ini adalah memberikan posisi tokoh “aku” sebagai tokoh utama atau pusat cerita dan tokoh tambahan (Minderop, 2005: 105) Adapun pada lima cerita tersebut menggunakan tokoh “aku” sebagai tokoh utama. Teknik penceritaan gaya sudut pandang orang pertama ini biasanya lebih subyektif dan umumnya masalah psikologis cocok dengan teknik ini (Pickering dan Hoeper dalam Minderop, 2005: 107). Pada penelitian psikoanalisis pada lima cerita dalam kumpulan cerkak Banjire Wis Surut untuk memperoleh data perwatakan dan penokohan dapat digunakan metode karakterisasi teknik sudut pandang dengan tidak meninggalkan metode yang pertama, yaitu telling dan showing. Karena metode tersebut sangat cocok untuk menguraikan permasalahan psikologis. Selain data tokoh dan perwatakan, data peristiwa dan konflik dapat menjadi pendukung dalam analisa perwatakan dan kepribadian tokoh karena unsur peristiwa merupakan salah satu metode penyampaian perwatakan tokoh secara tidak langsung. Maka data yang akan dikumpulkan dan dideskripsikan adalah data tokoh, perwatakan dan peristiwa/ konflik. Data yang dideskripsikan meliputi tokoh, perwatakan, dan konflik. Langkah deskripsi data, yaitu dengan mendeskripsikan tokoh dan perwatakan serta konflik
12
kemudian diberi kutipan serta terjemahan yang relevan dari masing-masing cerita dari lima judul cerpen, yaitu “Angin Wengi Segara Kidul”, “Sunar Dewanti”, “Mojang Kamojang”, dan “Lien Nio Atimu Putih”.
1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan memuat substansi bab per bab, berawal dari pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah , rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metode penelitian. Bab kedua berisi sinopsis dari lima cerita dari kumpulan cerkak “Banjire Wis Surut” yaitu “Angin Wengi Segara Kidul”, “Sunar Dewanti”, “Mojang Kamojang”, “Lien Nio... Atimu Putih”, dan “Gambare Ora Dadi, Mas!”. Bab tiga merupakan pembahasan yang memuat deskripsi data tokoh, perwatakan dan konflik dan analisis kepribadian tokoh utama. Bab keempat merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran.