BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam dunia sastra banyak terlahir karya yang menarik untuk dipelajari
maupun dikaji. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1989:3). Sastra (karya sastra) merupakan karya seni yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya (Pradopo, 1995:121). Bahasa berfungsi sebagai penyalur imajinasi antara pengarang dengan karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra yang diciptakan oleh pengarang adalah novel. Novel merupakan prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman, 1990:55). Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, alur, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajiner (Nurgiyantoro, 1995:4). Telah dijelaskan di atas bahwa novel merupakan salah satu karya sastra. Karya sastra tersebut tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Salah satu karya sastra yang berkembang di dalam masyarakat adalah sastra Jawa. Karya sastra Jawa mulai dicetak pada tahun 1840-an (Widati , 2001:38). Masa peralihan sastra Jawa modern berlangsung sekitar abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20, ditandai dengan
1
semakin berkurangnya peran dominan penciptaan karya sastra klasik dan mulai munculnya karya sastra yang bernafas baru akibat pengaruh Barat (Widati, 2001:56). Pengaruh Barat itu diikuti oleh bergesernya sistem reproduksi dengan dipergunakannya alat cetak yang secara operasional jauh lebih praktis daripada sistem sebelumnya (Widati, 2001:56). Maka muncullah novel sebagai salah satu karya sastra yang dihasilkan dari pengaruh Barat. Genre sastra Barat seperti novel, cerita pendek, esai atau sajak bebas yang memang dimaksudkan sebagai bacaan pribadi demi manfaat atau kesukaan pribadi, belum lama benar menjadi bagian dari sastra Jawa (Ras, 1985:8). Genre ini baru dapat timbul ketika sebuah badan penerbit yang dimiliki pemerintah, yaitu Balai Pustaka, telah memberikan rangsangan terhadap penulisan cerita yang dapat dipakai sebagai “bahan bacaan yang bermanfaat bagi rakyat”, serta mengantarkan buku-buku yang dicetaknya itu kepada publik pembaca, yaitu dengan menaruhnya di perpustakaan-perpustakaan sekolah (Ras, 1985:10). Sejak saat itu, barulah muncul para penulis sastra Jawa Modern. Salah satu penulis sastra Jawa modern adalah Ardini Pangastuti. Karir kepenulisannya tumbuh sejak masih duduk di bangku SMP. Ketika itu ia memulai dengan menulis puisi sedangkan menulis cerpen dilakukan ketika ia belajar di SMEA. Cerpen pertamanya berjudul “Diary Biru” dan dimuat dalam Jaya Baya. Ardini Pangastuti mulai benar-benar menekuni dunia karang-mengarang pada tahun 1986. Kegiatan mengarangnya semakin berkembang sekitar tahun 1992-1994 ketika ia menjadi redaktur majalah Jawa Anyar di Sala. Karya-karya Ardini Pangastuti cukup beragam, antara lain cerpen anak-anak, cerpen remaja, guritan, cerita bersambung 2
(cerbung), dan novel. Cerbung pertamanya berjudul “Isih Ana Dina Esuk” dimuat dalam Djaka Lodang pada tahun 1988. Karya lainnya yang telah dipublikasikan, antara lain: “Langit Perak ing Ndhuwur Nusa Dua” (cerbung, Djaka Lodang, 1990), Bumerang (novel, Bina Ilmu, 1991), “Anggraini” (cerbung, Mekar Sari, 1990), Nalika Prau Gonjing (novel, Sinar Wijaya, 1993), “Garising Papesthen” (cerbung, Mekar Sari, 1997), dan Lintang (novel, Adhigama, 1997) (Suwondo, 2006: 83-84). Novel Lintang dipilih sebagai objek penelitian oleh penulis pertama karena memiliki unsur pembentuk cerita yang lengkap dan saling berhubungan sehingga menarik untuk dikaji. Menurut Goldman (Endraswara, 2004: 56) studi strukturalisme memiliki dua kerangka besar, yaitu (1) hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang sama, (2) hubungan tersebut membentuk suatu jaring yang saling mengikat. Jadi, pendapat Goldman membuktikan bahwa penelitian unsur karya sastra tidaklah dapat hanya bertumpu pada satu atau beberapa elemen saja, tetapi harus secara menyeluruh. Unsur-unsur tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya sehingga terwujudlah sebuah karya sastra yang dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca dan penikmatnya. Alasan kedua dipilihnya novel Lintang sebagai objek penelitian oleh penulis adalah pemaparan kehidupan sosialnya yang menyampaikan banyak amanat penting sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca. Meskipun hanya cerita rekaan atau fiksi tetapi isi ceritanya sangat menarik. Ketiga, karena keseluruhan penyajiannya menggunakan Bahasa Jawa Ngoko. Meskipun sesekali dalam dialog antar tokohnya
3
menggunakan Bahasa Jawa Krama. Ejaan yang digunakan sudah menggunakan ejaan Bahasa Jawa Baru sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Novel Lintang ini mengisahkan seorang gadis yang cantik, cerdas, berpendidikan tinggi, yaitu Nur Endah yang diberi julukan Lintang yang dapat memberikan inspirasi, motivasi, semangat hidup seorang pemuda bernama Gilar Bagaskara dalam mengubah kehidupannya yang berlatarbelakang pas-pasan. Sebelum mengenal Nur Endah, Gilar adalah seorang pengangguran yang malas. Namun kehidupannya berubah setelah mengenal Nur Endah. Nur Endah mampu mengubah cara pandang hidup Gilar sehingga Gilar berubah menjadi sosok seorang pekerja keras dan pantang menyerah. Setiap kali mengingat Nur Endah, Gilar menjadi lebih bersemangat dan terus berjuang tanpa lelah untuk meraih cita-citanya. Alasan utama Gilar dalam memperjuangkan nasib hidupnya adalah ingin dapat hidup berdampingan dengan Nur Endah. Di dalam novel Lintang ini banyak permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh tokoh utama yaitu Nur Endah dan Gilar Bagaskara. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan ditekankan pada struktur cerita serta amanat yang terkandung dalam novel sehingga dapat bermanfaat bagi pembacanya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.
4
1. Bagaimanakah fakta-fakta cerita dan sarana-sarana cerita di dalam novel Lintang karya Ardini Pangastuti ? 2. Apa saja amanat yang muncul di dalam novel Lintang karya Ardini Pangastuti?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis. Tujuan teoritis penelitian ini adalah mendapat unsur-unsur cerita rekaan yang membangun novel Lintang. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatakan pemahaman terhadap novel jawa secara struktural. Tujuan tersebut diharapkan bisa tercapai dengan mendasarkan analisis pada teori struktural. Tujuan praktis dari penelitian ini berkaitan dengan manfaat penelitian ini bagi pengajaran prosa dan apresiasi sastra Jawa. Diharapkan mampu membantu pembaca untuk menemukan pesan yang ingin disampaikan dalam novel Lintang.
1.4 Tinjauan Pustaka Dalam pelaksanaa penelitian dengan objek novel berjudul Lintang karya Ardini Pangastuti, telah dilakukan tinjauan pustaka. Sudah ada penelitian yang menggunakan objek ini tetapi menggunakan metode analisis yang berbeda. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa membuat artikel berjudul “Kajian Sosiologi Sastra Tokoh Utama dalam Novel Lintang Karya Ardini Pangastuti”, ditulis oleh Andan Wahyu Karana, Universitas Muhammadiyah 5
Purworejo, tahun 2013. Penelitian ini juga menggunakan objek yang sama yaitu novel Lintang karya Ardini Pangastuti, akan tetapi ia menggunakan kajian sosiologi sastra. Analisis Struktural Seta Kewan Karya Priyana Winduwinata yang ditulis oleh Stephanus Pramudya Swasono, Sastra Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2006. Di dalam penelitian ini, analisis struktural digunakan untuk mengungkap unsur-unsur pembentuk dongeng binatang yang meliputi penokohan, latar, dan tema. Melalui unsur-unsur tersebut dapat memudahkan pembaca dalam memahami isi cerita. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nugroho Yuwono, Jurusan Sastra Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, tahun 2008 dengan skripsinya yang berjudul “Novel Donyane Wong Culika Karya Suparto Brata: Analisis Struktural. Penelitian tersebut memiliki kesamaan teori dengan penelitian ini, yaitu teori analisis struktural. Penelitian
selanjutnya
berjudul
Kresna
–
Arjuna
Bawarasa
Karya
Mangunsalaga yang ditulis oleh Andri Astanta Jurusan Sastra Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011. Analisis struktural yang digunakan di dalam penelitian tersebut bertujuan untuk memberikan pemaparan struktur-struktur pembentuk cerita yang meliputi judul, tema, penokohan dan perwatakan, konflik, dan sudut pandang. Lulus Novi Munawaroh, Jurusan Sastra Nsantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, tahun 2012 ia menyusun skripsi yang berjudul “Analisis 6
Struktural dan Amanat Novel Pusparini (Jatining Katresnan) sanduran Any Asmara”. Penelitian ini juga membahas analisis struktural. Dalam penelitiannya, ia menggunakan metode kepustakaan. Secara teoritis, penelitian di atas memiliki tujuan yang sama dengan penelitian ini, yaitu analisis struktural. Analisis struktural tersebut meliputi tema, penokohan, alur, dan setting. Novel Lintang sudah diteliti oleh Andan Wahyu Karana tahun 2013, tetapi tinjauannya berbeda.
1.5 Landasan Teori Karya sastra merupakan sebuah struktur, itu berarti bahwa karya sastra merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan (Pradopo, 1995 : 118). Dalam penelitian ilmiah ini digunakan landasan teori dan analisis struktural, dengan tujuan agar dapat diuraikan dan ditampilkan unsur pembentuk karya sastra dan pikiran pokok di dalamnya. Penggunaan pendekatan struktural ini merupakan prioritas pertama. Unsur pembangun sebuah karya sastra dibedakan ke dalam tiga bagian, yaitu fakta, tema, dan sarana cerita (sastra). Fakta (facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh dan penokohan), plot, dan setting. Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara factual dapat dibayangkan peristiwanya dan eksistensi dalam karya sastra. Oleh karena itu, ketiganya dapat disebut sebagai struktur factual (factual structure) dalam fiksi (sastra). Dengan demikian, dapat dipandang bahwa ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan dalam rangkaian cerita, bukan sebagai suatu 7
yang berdiri sendiri atau terpisah. Sarana cerita (literary devices) adalah teknik yang dipergunakan pengarang untuk memilih dan menyusun berbagai detail cerita menjadi satu kesatuan cerita. Sarana sastra yang dimaksud dapat berupa judul, sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme, dan ironi (Stanton, 2007:11-36). Tokoh merupakan orang yang berfungsi sebagai pelaku dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995:165). Stanton menggunakan istilah karakter (character) yang membedakan dua pengertian tokoh, yaitu sebagai tokoh dalam cerita yang ditampilkan sebagai sikap ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh tokoh. Dengan demikian, character dapat berarti sebagai pelaku cerita sekaligus perwatakan. Didalam perkembangan selanjutnya, istilah „penokohan‟ lebih banyak digunakan karena dianggap lebih luas pengertiannya dari „tokoh‟ dan „perwatakan‟. Istilah penokohan mencakup masalah permasalahan tokoh dalam cerita, sekaligus perwatakan, penempatan, dan penulisannya dalam sebuah cerita, sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995:165-166). Alur (plot) merupakan manifestasi dari perbuatan dan tingkah laku para tokoh dalam cerita, baik yang bersifat verbal maupun non-verbal, baik yang bersifat fisik maupun batin. Alur merupakan cerminan perjalanan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang khas, mengandung konflik, saling berkaitan, dan menarik untuk diceritakan secara dramatik (Nurgiyantoro, 1995:114). Nurgiyantoro (1995:216) menjelaskan bahwa latar atau setting yang dijadikan sebagai landasan tumpu dalam sebuah cerita, terdiri dari beberapa unsur, yaitu 8
pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya setiap peristiwaperistiwa dalam cerita. Ditambahkan pula bahwa latar memberikan pijakan cerita untuk memperoleh kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suatu suasana yang seolah-olah ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1995:217), sehingga dapat disimpulkan bahwa latar mampu memberikan warna atau corak watak tokoh-tokoh dalam cerita. Berdasarkan teori di atas, telah dijelaskan bahwa dalam pembentukan suatu latar cerita terdiri dari tiga unsur yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Melalui latar, berbagai situasi, lokasi, tempat, atau pun wilayah mampu diwujudkan secara faktual dalam imajinasi pembaca, sehingga pembaca dengan mudah masuk dan larut dalam jalannya cerita. Latar tempat adalah latar yang menunjukkan pada lokasi terjadinya peristiwa dalam suatu fiksi. Latar tempat biasanya meliputi berbagai lokasi yang akan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan alur dan tokoh (Nurgiyantoro, 1995:224). Latar waktu dalam karya fiksi atau pun drama secara langsung berkaitan dengan “kapan” terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan. Latar waktu juga sering dihubungkan dengan waktu-waktu faktual atau waktu yang memiliki kaitan serta dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 1995:230). Latar sosial mengacu pada hal yang berhubungan dengan perilaku sosial tokoh yang diceritakan dalam sebuah karya sastra, yang berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap.
9
1.6 Metode Penelitian Metode merupakan suatu cara kerja yang mempunyai sistem untuk memulai pelaksanaan suatu kegiatan penelitian untuk mencapai tujuan. Berikut langkahlangkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Menentukan objek penelitian, yaitu Lintang karya Ardini Pangastuti. 2. Mengumpulkan data-data penelitian. Data dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa Lintang karya Ardini Pangastuti, sedangkan data sekunder berupa buku-buku pendukung data primer. 3. Merumuskan masalah yang muncul. 4. Menentukan objek penelitian serta teori yang akan digunakan, yaitu teori struktural. 5. Menganalisis data. Data yang diperoleh dipisahkan dan diolah untuk dapat dipahami secara tepat dan jelas. 6. Menyusun laporan hasil penelitian. 7. Menarik kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan.
1.7 Sistematika Penyajian Sistematika adalah cara menyusun penelitian agar dalam penyajian hasil penelitian dapat teratur, runtut, dan saling berkaitan. Dengan demikian perumusan masalah akan mempermudah pemahaman untuk langkah kerja penelitian ini. Penyajian penelitian ini dibagi dalam lima bab sebagai berikut. 10
Bab I adalah pendahuluan yang memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penyajian. Bab II sinopsis cerita Lintang karya Ardini Pangastuti. Bab III berisi analisis dengan menggunakan teori Struktural, yaitu tema dan faktafakta cerita yang meliputi: karakter, alur, dan latar. Bab IV berisi sarana-sarana cerita dan amanat yang terkandung di dalam novel Lintang. Sarana-sarana sastra tersebut meliputi judul, sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme dan ironi. Bab V Kesimpulan. Skripsi ini ditulis dan disusun berdasarkan Buku Pedoman Skripsi Program Studi Sastra Jawa Jurusan Sastra Nusantara Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2014.
11