BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif yang diciptakan oleh manusia, sastra juga dianggap sebagai sebuah karya seni yang di dalamnya mengandung unsur keindahan. Wellek dan Austin Warren (1989:3) menegaskan bahwa sastra adalah sebuah kegiatan kreatif sebuah karya seni. Unsur keindahan yang ada dalam karya sastra menjadikannya berbeda dengan karya tulis lainnya, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Muzakki (2006: 35) bahwa karya sastra memiliki ciri kekhasan yang mutlak, yaitu keindahan dan keartistikan. Karya sastra yang bermutu adalah karya yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang tinggi. Pradopo (1995:19) mengungkapkan bahwa, “karya-karya sastra yang bermutu mengungkapkan nilai-nilai kehidupan yang tinggi, yang secara tidak langsung mempertinggi taraf kehidupan masyarakat, memperhalus budi dan perasaan, mempertajam pikiran, mempertinggi kejujuran, mencintai kebenaran, dan memperdalam rasa perikemanusiaan pembacanya”. Sastra sebagai sebuah karya seni, sesuai dengan hakikatnya, dapat merepresentasikan dimensi-dimensi kebudayaan tertentu. Salah satu sifat sastra adalah sebagai sistem komunikasi terbuka yang memungkinkan dapat berkait dengan disiplin ilmu lain. Seperti yang diungkapkan Ratna (2004:332) bahwa sastra adalah sistem komunikasi terbuka sehingga memiliki kemungkinan luas untuk dikaitkan dengan disiplin ilmu lain. Hal ini juga diperkuat oleh Hardjana
(1985:66) bahwa karya sastra pada hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia. Sesuai dengan hakikatnya yang merepresentasikan kebudayaan tertentu, sastra memiliki keunikan tersendiri dalam setiap kebudayaan dan bangsa. Perkembangan karya sastra antarkebudayaan memiliki ciri khas dan periode masing-masing sesuai dengan zamannya. Hal ini pun berlaku dalam dunia kesusastraan Arab. Al-Muhdar (1983:25) mengungkapkan bahwa, kesusastraan Arab dibagi menjadi lima periode. Pembagian tersebut dibagi berdasarkan periode zamannya, yaitu masa Jahiliyyah, masa permulaan Islam sampai masa pemerintahan Umawi>, masa pemerintahan ‘Abbasiyah, masa pemerintahan Turki
‘Us}mani>, dan sastra Arab modern. Dalam periode-periode tersebut genre kesusastraan Arab berkembang menjadi beberapa genre. Pada periode terakhir dalam dunia kesusastraan Arab yakni periode sastra Arab Modern, Farh}u>d (1981:122) menyebutkan bahwa sastra Arab modern dibagi menjadi tiga genre, yaitu prosa (nas{r), puisi (syi‘r), dan drama (masrah}iyyah). Perkembangan kesusastraan Arab modern ditunjukkan dengan suburnya rasa nasionalisme bangsa Arab untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah. Hal ini seperti yang diungkapkan Al-Muhdar (1983:25) bahwa, timbulnya kesusastraan Arab modern ditandai dengan timbulnya rasa nasionalisme bangsa Arab di masa modern. Perkembangan ini menurut Starkey (2006:80) terkait dengan politik dan perubahan sosial.
Gassa>n Kanafa>ni> adalah salah satu sastrawan Arab Palestina modern yang berkarya dengan tema nasionalisme. Allen (1982: 108) menyebutkan bahwa karya Kanafa>ni> adalah karya yang diterbitkan pada dua dekade yang lalu, satu periode dalam sejarah dunia Arab yang diwarnai dengan perubahan cepat dan penuh pergolakan, baik sosial maupun politik. Allen (1982:118) juga memuji Kanafa>ni> bahwa rasanya tidak ada seorang novelis Arab pun yang mampu memproyeksikan tragedi rakyat Palestina dalam sebuah tulisan fiksi dengan cara yang seluar biasa Gassa>n Kanafa>ni>. Sebagai seorang politisi, jurnalis, sastrawan, sekaligus kritikus sastra, Kanafa>ni>> menjadi salah satu penulis yang sangat produktif dalam berbagai bidang, terutama dalam perjuangan rakyat Palestina. Salah satu karya Gassa>n Kanafa>ni> adalah cerpen “al-Ufuqu Wara>´a alBawwa>bati” dalam antologi Ard{u al-Burtuqa>li al-H{azi>ni yang menceritakan seorang pemuda bernama ‘Ali> yang terpisah dengan keluarga dan kerabat serta kehilangan adiknya yang meninggal, karena masuknya orang-orang Yahudi ke kota ‘Akka>. Sepuluh tahun sejak saat itu, dia membuat kebohongan dengan mengabarkan dirinya dan adiknya selalu dalam keadaan baik-baik saja. Semua hal tersebut membuat dia tidak berani menemui keluarganya yang terpisah di tanah yang dijajah, sedangkan dirinya berada di tanah yang merdeka. Cerpen ini memiliki kompleksitas peristiwa yang membuatnya menarik untuk dianalisis unsur-unsur intrinsik dan keterkaitan antarunsurnya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan analisis struktural sehingga struktur dan unsur-unsur pembentuk cerpen ini dapat dianalisis dengan menyeluruh dan lengkap.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
di
atas
dapat
dikemukakan
bahwa
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen “al-Ufuqu Wara>´a al-Bawwa>bati” serta keterkaitan antarunsurnya. 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis unsur-unsur
intrinsik pembentuk cerpen “al-Ufuqu Wara>´a al-Bawwa>bati” serta keterkaitan antarunsurnya. 1.4
Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap karya sastra Gassa>n Kanafa>ni telah dilakukan oleh
peneliti lain, seperti dilakukan oleh Talal Harb (1972) yang meneliti novel Rija>lun
fi> asy-Syamsi dengan analisis struktural. Kesimpulan dari penelitian ini adalah novel Rija>lun fi> asy-Syamsi menceritakan ketidakmampuan rakyat palestina dalam menentukan posisi dan peran yang tepat bagi dirinya di tengah kerasnya realitas dan eksploitasi negara-negara Arab lain. Selain citraan serta kehati-hatian dalam penyusunan plot, efek-efek simbolik novel ini juga terasa sangat kuat. Adapun Roger Allen (1982) meneliti novel Ma Tabaqqa> la-kum dengan analisis struktural. Kesimpulan dari penelitian ini adalah efek yang dihasilkan dalam cerita tersebut sangat filmis, perubahan dari orang ketiga ke orang pertama seolah membawa lensa narasi lebih dekat dengan peristiwanya. Novel ini bisa
dianggap sebagai sebuah treatment yang subtil dan inovatif dari sebuah tema paling popular bagi para pengarang Arab modern. Adapun penelitian tentang karya Gassa>n Kanafa>ni oleh mahasiswa Sastra Asia Barat, Universitas Gadjah Mada juga pernah dilakukan. Antara lain Wikanti Iffah Julianti (2011) dengan judul “Unsur-unsur Intrinsik cerpen Ard{u al-
Burtuqa>li al-H{azi>ni karya Gassa>n Kanafa>ni>: Analisis Struktural”. Penelitian ini menemukan bahwa unsur-unsur intrinsik dari cerpen tersebut adalah (1) tema, (2) fakta cerita meliputi tokoh utama, alur, latar, dan (3) sarana cerita meliputi judul, sudut pandang, simbolisme, dan ironi. Selain itu masing-masing unsur tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. M. Afif Miftahul Ulum (2012) dengan judul “Unsur-unsur intrinsik Cerpen “Ab‘adu min al-H{udu>di” dalam antologi
Ard{u al-Burtuqa>li al-H{azi>ni Karya Gassa>n Kanafa>ni>: Analisis Struktrural”. Penelitian ini menemukan bahwa unsur-unsur intrinsik dari cerpen tersebut adalah (1) tema, (2) fakta cerita meliputi tokoh utama, alur, latar, dan (3) sarana cerita meliputi judul, sudut pandang, dan ironi. Selain itu masing-masing unsur tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Mariana Suci Swastika (2012) dengan judul “Unsur-unsur Intrinsik Cerpen “as-Sila>h}u al-Muh}arramu” dalam antologi
Ard{u al-Burtuqa>li al-H{azi>ni karya Gassa>n Kanafa>ni>”. Penelitian ini menemukan bahwa unsur-unsur intrinsik dari cerpen tersebut adalah (1) tema, (2) fakta cerita meliputi tokoh dan penokohan, alur, latar, dan (3) sarana cerita meliputi judul dan sudut pandang. Selain itu masing-masing unsur tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Kautsar Roki Gilman (2012) dengan judul “Unsur-unsur Intrinsik cerpen “Mautu Sari>r Raqm 12” dalam antologi cerpen Mautu Sari>r
Raqm 12 karya Gassa>n Kanafa>ni”. Penelitian ini menemukan bahwa unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut adalah (1) tema, (2) fakta cerita meliputi tokoh dan penokohan, alur, latar, dan (3) sarana cerita meliputi judul dan sudut pandang. Selain itu, masing-masing unsur tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penelitian terhadap karya Gassa>n Kanafa>ni yang lain juga pernah dilakukan oleh Tika Musfita (2013) dengan judul Fenomena Sosial dalam Novel ‘A<´idun ila> Haifa> karya Gassa>n Kanafa>ni:> Analisis Sosiologi Sastra. Penelitian ini menemukan bahwa dalam novel tersebut terdapat fenomena sosial yang terjadi di Palestina dalam rentang tahun 1948-1967. Adapun untuk Cerpen “al-Ufuqu Wara>´a al-Bawwa>bati” belum pernah dilakukan penelitian, baik dari segi sastra maupun linguistik. Oleh karena itu, penelitian
ini
layak
dilakukan
untuk
memperkaya khazanah
keilmuan
kesusastraan Arab dengan menggunakan analisis struktural. 1.5
Landasan Teori Penelitian sebuah karya sastra memerlukan teori sebagai alat untuk
mengarahkan dan menjadi acuan dalam sebuah penelitian. Menurut Ratna (2004:9-10), teori sastra dapat diartikan sebagai perangkat konsep yang saling berhubungan secara ilmiah, yang disajikan secara sistematis, dan berfungsi untuk menjelaskan sejumlah gejala sastra. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori struktural memandang karya sastra merupakan susunan hubungan dari susunan benda-benda (Teeuw, 1984:130). Oleh karena itu, setiap unsur dalam struktur karya sastra tidak mempunyai maknanya sendiri melainkan maknanya berhubungan dengan unsur-unsur yang lain, Hawkes
(1977:16) mengungkapkan bahwa kodrat dari setiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu. Teeuw (1984:235) mengungkapkan, untuk dapat memahami sebuah karya sastra secara optimal, maka analisis struktural merupakan tahapan awal yang harus dilalui oleh peneliti sebelum beranjak ke analisis yang lain. Penggunaan pendekatan struktural akan mampu menelaah karya sastra secara objektif tanpa melihat aspek-aspek yang berasal dari luar. Konsep dasar pendekatan struktural, menurut Pradopo (1994:55), adalah anggapan bahwa dalam diri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berkaitan. Sebuah struktur karya sastra harus dilihat secara totalitas karena sebuah struktur terbentuk dari serangkaian unsur-unsur pembentuknya yang masing-masing unsur memiliki potensi menghasilkan makna yang menyeluruh. Perubahan yang terjadi dalam sebuah unsur akan berakibat berubahnya semua keterkaitan unsur-unsur di dalamnya. Hal ini seperti diungkapkan Sangidu (2004:16) bahwa perubahan yang terjadi dalam sebuah unsur pembentuk akan berakibat berubahnya hubungan antarunsur dalam karya tersebut. Pendekatan struktural dipilih dalam penelitian ini karena dengan pendekatan ini secara objektif dapat diketahui unsur-unsur intrinsik pembentuk
cerpen “al-Ufuqu Wara>´a al-Bawwa>bati”. Unsur-unsur instrinsik tersebut menurut Stanton (1965:20-24) adalah tema, fakta cerita, dan sarana cerita. Tema merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya sastra, gagasan ini tidak diungkapkan secara eksplisit, melainkan secara implisit melalui berbagai peristiwa yang dilalui tokoh. Menurut Stanton (1965:41), tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam cerita dengan cara yang paling sederhana. Keberadaan tema dalam suatu karya sastra membuat cerita menjadi lebih berfokus dan menyatu serta memiliki nilai di luar karya sastra (Stanton, 1999:27). Cara paling efektif untuk mengenali tema menurut Stanton (1965:42), adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Fakta cerita merupakan unsur fiksi yang secara jelas dapat ditemukan eksistensinya dalam sebuah karya sastra. Hal ini seperti diungkapkan Nurgiyantoro (1995:25) bahwa fakta cerita merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwa dan eksistensinya. Fakta cerita menurut Stanton (1999:19-26) meliputi alur, tokoh dan penokohan, dan latar. Sarana cerita menurut Stanton (1999:32) merupakan cara pengarang untuk menyeleksi dan menyusun bagian-bagian cerita sehingga tercipta karya sastra yang bermakna. Sarana ini memungkinkan pembaca memahami dan melihat karya sastra dari sudut padang pengarang. Hal ini seperti diungkapkan Nurgiyantoro (1995:25) bahwa tujuan dari sarana cerita adalah supaya pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita melalui sudut pandang pengarang, mampu menafsirkan makna
fakta sebagaimana yang dimaksud pengarang, dan dapat merasakan pengalaman seperti yang dirasakan pengarang. Stanton (1965:51-74) menjelaskan, sarana cerita terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain judul, sudut pandang, gaya dan tone (nada), simbolisme dan ironi. Judul dalam suatu cerita berhubungan erat dengan karya sastra tersebut secara keseluruhan. Menurut Stanton (1965:25), dalam suatu cerita pendek, judul seringkali menunjukkan makna cerita yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Sudut pandang penceritaan adalah posisi yang menjadi dasar berpijak pembaca melihat peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita (Stanton, 1999:34). Dilihat dari sisi pengarang, Abrams (1999, 231) mengungkapkan sudut pandang merupakan cara bagaimana sebuah cerita disampaikan. Cara ini dibentuk oleh seorang pengarang dengan menunjukkan tokoh, dialog, aksi, latar, dan kejadian yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Stanton (1965:34-35) membagi sudut pandang menjadi empat tipe utama, yaitu: aku sebagai tokoh utama, aku sebagai tokoh bawahan, ia sebagai pencerita terbatas, ia sebagai pencerita yang serba tahu. Simbolisme adalah salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosi agar tampak nyata seperti fakta fisik. Stanton (1965:64) mengungkapkan bahwa gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis padahal sejatinya, kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Simbol-simbol
diwujudkan dengan detail yang kongkret dan faktual untuk memunculkan emosi dan dalam pemikiran pembaca. Ironi secara umum, menurut Stanton (1965:71), dimaksudkan sebagai cara menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Hadirnya ironi dalam sebuah cerita dapat membuat cerita tersebut menjadi menarik, menguatkan tema, dan menunjukkan sikap pengarang. Stanton (1965:71) menjelaskan bahwa jika dimanfaatkan dengan benar ironi dapat memperkaya cerita seperti menjadikannya menarik, menghadirkan efek tertentu, humor
atau
pathos,
memperdalam
karakter,
merekatkan
struktur
alur,
menggambarkan sikat pengarang, dan menguatkan tema. Gaya bahasa dalam sastra adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa (Stanton: 1965:61). Setiap pengarang mempunyai ciri khas masing-masing dalam mengungkapkan cerita. Gaya bahasa seorang pengarang juga akan menunjukkan visi, pemikiran dan karakter dari pengarang. Stanton (1965:61) mengungkapkan bahwa, gaya juga bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah cerita. Seorang pengarang mungkin tidak ’memilih’ gaya yang sesuai bagi dirinya, tetapi gaya tersebut justru pas dengan tema cerita. Satu elemen lagi yang berkaitan erat dengan gaya adalah tone (nada). Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. 1.6
Metode Penelitian Berdasarkan landasan teori di atas, maka metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian analisis struktural yang bertujuan
membongkar dan memaparkan secara cermat dan mendalam unsur-unsur pembentuk karya sastra serta keterkaitan antar unsurnya yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Sebuah karya sastra seperti sebuah bangunan yang terdiri atas berbagai unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, menurut Sangidu (2004:16), perubahan yang terjadi dalam sebuah unsur pembentuk akan berakibat berubahnya unsur dalam karya sastra tersebut. Analisis struktural pada cerpen “al-Ufuqu Wara>´a al-Bawwa>bati” dalam
Ard{u al-Burtuqa>li al-H{azi>ni dilakukan dengan cara mengungkapkan unsur-unsur intrinsiknya, yaitu (1) tema, (2) fakta cerita yang terdiri dari unsur alur, tokoh dan penokohan, latar, dan (3) sarana cerita yang dibatasi pada judul, sudut pandang, simbolisme, ironi, gaya dan tone (nada). Setelah itu, cerpen tersebut dianalisis secara
keseluruhan
dengan
melihat
hubungan
di
antara
unsur-unsur
pembentuknya. 1.7
Sistematika Penelitian Sistematika penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I pendahuluan berisi
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penelitian, dan pedoman transliterasi Arablatin. Bab II berisi biografi singkat Gassa>n Kanafa>ni>, karya-karyanya, dan sinopsis cerpen “al-Ufuqu Wara>´a al-Bawwa>bati”. Bab III berisi analisis struktural cerpen “al-Ufuqu Wara>´a al-Bawwa>bati” meliputi unsur-unsur intrinsiknya, yaitu (1) fakta cerita yang terdiri dari alur, tokoh dan penokohan, dan latar, (2) sarana cerita
yang terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi , (3) tema, dan (4) keterkaitan antarunsur intrinsik tersebut. Bab IV berisi kesimpulan. 1.8
Pedoman Transliterasi Arab-Latin Transliterasi huruf Arab ke Latin yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari buku pedoman transliterasi Arab-Latin yang diterbitkan berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia no: 158 tahun 1987 dan no: 0543b/u/1987. Berikut pedoman transliterasinya. A. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dengan tanda, dan sebagian lain lagi dengan huruf dan tanda sekaligus, di bawah ini daftar huruf Arab itu dan transliterasinya dengan huruf latin. Huruf Arab
ا
Nama alif
Huruf Latin tidak dilambangkan
Nama tidak dilambangkan
ﺏ
ba
B
be
ﺕ
ta`
T
te
ﺙ
sa
s\
es (dengan titik di atas)
ﺝ
jim
J
Je
ﺡ
h{a
h}
ha (dengan titik di bawah)
ﺥ
kha
kh
ka dan ha
ﺩ
dal
d
De
ﺫ
zal
z\
zet (dengan titik di atas)
ﺭ
ra
r
er
Huruf Arab
ﺯ
Nama zai
Huruf Latin z
Nama zet
ﺱ
sin
s
es
ﺵ
syin
sy
es dan ye
ﺹ
sad
s}
es (dengan titik di bawah)
ﺽ
d}ad
d}
de (dengan titik di bawah)
ﻃ
ta
t}
te (dengan titik di bawah)
ظ
za
z}
zet (dengan titik di bawah)
ﻉ
ain
‘
koma terbalik di atas
ﻍ
gain
g
ge
ف
fa
f
ef
ق
qaf
q
ki
ك
kaf
k
ka
ﻝ
lam
l
el
م
mim
m
em
ﻥ
nun
n
en
ﻭ
wau
w
we
ﻫ
ha
h
ha
ﺀ
hamzah
´
apostrof
ﻲ
ya
y
Ye
B. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda
Nama
Huruf Latin
Nama
ــَــ
Fath{ah
a
a
ــِــ
Kasrah
i
i
ــُـــ
D}ammah
u
u
Contoh:
ﻛﺘﺐ- kataba ذﻛﺮ-z|ukira Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu : Tanda Dan Huruf
Nama
Gabungan Huruf
Nama
ـ ـَـﻲ
fath{ah dan ya
Ai
a dan i
ـَــﻮ
fath{ah dan wau
Au
a dan u
Contoh: ﻛﻴﻒ ﻗﻮل
-kaifa -qaulun
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu : Harakat dan
Huruf dan
Nama
Huruf
Tanda
Nama
اَ ى
fath{ah dan alif atau ya
a>
a dengan garis atas
ـــِي
kasrah dan ya´
i>
i dengan garis atas
ــُو
d{ammah dan wau
u>
u dengan garis atas
Contoh:
C. Ta´ Marbu>t}ah
ﻗﺎل ﻗﻴﻞ
-qi@la
ﻳﻘﻮل
-yaqu@lu
- qa@la
Transliterasi ta´ marbu>t}ah ada dua yaitu ta´ marbu>t}ah hidup dan ta´
marbu>t}ah mati. Ta´ marbu>t}ah hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, atau dammah transliterasinya adalah /t/. Adapun ta´ marbu>t}ah mati atau mendapat
harakat sukun transliterasinya adalah /h/. Apabila ada kata yang berakhir dengan
ta´ marbu>t}ah dikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata tersebut terpisah maka ta´ marbu>t}ah tersebut ditransliterasikan /h/ Contoh: روﺿﺔ اﻷﻃﻔﺎل- raud}ah al-at}fa@l - al-Madi@nah al-Munawwarah اﳌﺪﻳﻨﺔ اﳌﻨﻮرة ﻃﻠﺤﺔ - T}alh}ah D. Syaddah
Syaddah atau tasydi>d dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda syaddah atau tasydi>d. Dalam transliterasinya, tanda syaddah itu dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh:
رﺑّﻨﺎ اﳊﺞ ّ
-rabbana@ -al-h}ajju
E. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf al. Kata sandang tersebut dalam transliterasi dibedakan menjadi kata sandang yang diikuti huruf syamsiyyah dan huruf qamariyyah. Kata sandang yang diikuti huruf syamsiyyah di transliterasikan sesuai dengan bunyinya yaitu /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh: اﻟﺮﺟﻞ اﻟﺸﻤﺲ
ar-rajulu asy-syamsu
Adapun kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda simpang (-). Contoh: اﻟﻘﻠﻢal-qalamu اﻟﻜﺘﺎبal-kita@bu F. Hamzah Hamzah yang ditransliterasikan dengan apostrof hanya berlaku untuk hamzah yang terletak di tengah dan belakang. Hamzah yang terletak di depan tidak dilambangkan dengan koma di atas karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh: ﺷﻲءsyai´un إ ّنinna G. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah. Bagi kata-kata tertentu yag penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau h{arakat yang dihilangkan, maka dalam transliterasi ini, penulisan kata tersebut bisa dilakukan dengan dua cara yaitu bisa dipisah perkata dan bisa pula dirangkaikan. Contoh: – و إن اﷲ ﳍﻮ ﺧﲑ اﻟﺮازﻗﲔWa innalla@ha lahuwa khair ar-ra@ziqi@n - Wa innalla@ha lahuwa khairur-ra@ziqi@n
H. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini, huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti yang berlaku dalam EYD, di antaranya adalah huruf kapital yang digunakan untuk menulis huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Contoh: – و ﻣﺎ ﳏﻤﺪ إﻻ رﺳﻮلWa ma@ Muh}ammadun illa@ rasu@l