BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia ini dan semakin terbatasnya
sumber daya alam yang tersedia membuat persaingan di dunia ini semakin ketat. Banyak perusahaan-perusahaan di dunia ini saling bersaing satu dengan lainnya. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan di masa kini harus waspada terhadap lingkungan sekitarnya, serta dapat mengambil langkah yang tepat dalam mengatur strategi agar tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Untuk dapat menyusun strategi yang baik, para pelaku bisnis dan eksekutif harus memiliki wawasan yang luas akan dunia bisnis dan ekonomi. Salah satu konsep yang sedang berkembang pesat di dunia bisnis saat ini adalah konsep mengenai Corporate Social Responsibility. Corporate Social Responsibility atau yang biasa kita kenal dengan CSR memiliki definisi dan arti yang luas. CSR pertama kali digunakan sebagai “Social Responsibility of Businessmen” (H. Bowen, 1953). Tanpa disadari, CSR telah berkembang terus dan telah diimplementasikan di berbagai tempat dengan peraturan-peraturan tertentu ditempat CSR tersebut diterapkan. Meskipun CSR memiliki banyak definisi, salah satu pengertian CSR secara lengkap adalah suatu konsep dimana perusahaan atau entitas berlaku secara etis terhadap karyawan-karyawannya sebagai bagian dari CSR dalam (internal CSR), dan kepada para pemangku kepentingan baik di dalam maupun di luar 1
perusahaan atau entitas tersebut yang mana masih memberikan kontribusi secara langsung ataupun tidak langsung terhadap perusahaan atau entitas itu. Para pemangku kepentingan yang dimaksud dapat meliputi: suplier, pemerintah, komunitas sosial, lingkungan sekitar, dan lain sebagainya yang baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi kepada perusahaan atau entitas. Apabila diterapkan dengan baik, CSR dapat meningkatkan nilai perusahaan dan menghasilkan standar kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar. Dalam beberapa dekade belakangan ini, CSR tengah menjadi perbincangan yang hangat di berbagai daerah di seluruh dunia. Hal ini dipicu oleh pemahaman dari para pelaku bisnis dan juga eksekutif akan pentingnya menerapkan CSR di dalam suatu perusahaan atau entitas. Menurut UN Global Compact – Accenture CEO Study (2010), 93% dari 766 partisipan yang mana adalah CEO dari seluruh dunia telah menyatakan bahwa CSR merupakan faktor yang penting dan sangat penting bagi kesuksesan perusahaan di masa yang akan datang. Adapun, survei yang dilakukan oleh Edelman terhadap 5.000 orang konsumen menyatakan bahwa 2/3 dari mereka setuju akan pentingnya transparansi dan bisnis yang jujur dalam membangun reputasi perusahaan. Berkembangnya pemahaman akan pentingnya CSR ini dikarenakan sering munculnya skandal-skandal di berbagai perusahaan di seluruh dunia pada tahun-tahun belakangan ini yang mana berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan dan aspek-aspek lainnya seperti: kesulitan mendapatkan dana, keuntungan yang menurun, pelanggan berkurang, dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri, CSR telah menjadi topik yang sering dibicarakan di kalangan para pelaku bisnis dan eksekutif. Pentingnya CSR di Indonesia telah 2
dibuktikan dengan disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40 tahun 2007. Pelanggaran terhadap CSR dapat menimbulkan efek yang sangat negatif bagi perusahaan, yakni protes keras dari berbagai kalangan dan pemangku kepentingan yang mana pada akhirnya dapat berdampak pada ancaman bagi kelangsungan hidup perusahaan. Sebagai contoh, kasus yang baru-baru ini terjadi, dimana diberitakan bahwa PT Silva Inhutani melakukan pelanggaran terhadap CSR yang meliputi: pembiaran pembuangan limbah di hutan, tidak melakukan kewajiban penanaman 5% tanaman kehidupan dengan pola kemitraan, dan tidak menjalankan program untuk CSR. Hal ini menyebabkan adanya protes keras dari berbagai kalangan sosial dan juga pemangku kepentingan dari PT Silva Inhutani yang mana dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan dimana perusahaan akan menderita kerugian yang sangat besar karenanya. Dengan adanya UUPT nomor 40 tahun 2007, CSR kini telah banyak dipraktikkan di banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama pada perusahaanperusahaan terbuka. Pada umumnya, orang-orang berpikir bahwa praktik CSR yang dilakukan oleh banyak perusahaan tersebut bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini terkadang membuat para pelaku bisnis dan eksekutif bertanyatanya, apakah potensi CSR hanya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang muncul akan seberapa pentingnya CSR membuat banyak peneliti telah melakukan penelitian untuk meneliti tentang CSR. Menariknya topik tentang CSR ini membuat banyak orang rela mendedikasikan hidup mereka untuk CSR. Hal ini pun telah dilakukan di Indonesia dimana hasil-hasil karya dari para peneliti CSR di Indonesia dapat diakses melalui internet dengan nama CSR Indonesia. Salah satu contoh dari hasil pengembangan CSR di Indonesia adalah hasil 3
karya dari Hendeberg Simon dan Lindgren Fredrik (2009) yang meneliti tentang fungsi CSR sebagai alat manajerial bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Adapun, berdasarakan hasil-hasil penelitian tentang CSR sebelumnya telah menjawab bahwa fungsi dari CSR tidaklah hanya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, melainkan ada banyak pengaruh lainnya yang dapat dihasilkan dari pelaksanaan CSR bagi perusahaan atau entitas. Hasil-hasil dari penelitianpun beragam dimana beberapa diantaranya berpendapat bahwa CSR adalah kewajiban bagi setiap entitas bisnis dan beberapa lagi berpendapat bahwa penggunaan CSR itu tidak diwajibkan dan porsinya tergantung dari masing-masing entitas. Beberapa peneliti juga mengatakan bahwa CSR sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dan memaksimalkan profit. Meskipun demikian, penelitian tidak berhenti hanya pada untuk mengetahui hubungan antara CSR dengan kelangsungan hidup perusahaan dan profitabilitas. beberapa penelitian kini telah dikembangkan dimana para peneliti telah mencoba meneliti dampak-dampak dari penerapan CSR terhadap aspek-aspek tertentu yang berperan penting bagi perusahaan, seperti: penciptaan nilai, pertumbuhan berkelanjutan, investasi, biaya modal, dan lain sebagainya yang memberikan dampak penting bagi perusahaan atau entitas. Salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek investasi. Aspek ini penting karena dapat mempengaruhi kinerja dan pertumbuhan perusahaan. Untuk melakukan investasi, perlu adanya dana. Dengan adanya dana yang cukup, perusahaan dapat menginvestasikan dananya tersebut untuk keperluan pengembangan perusahaan, dan cenderung tidak akan menyia-nyiakan kesempatan investasi yang menguntungkan dikarenakan tidak adanya dana yang cukup.
4
Adanya keterbatasan dana pada umumnya disebabkan karena kurangnya profit dimana biaya yang dikeluarkan tidak efisien, dan kesulitan memperoleh dana dari pihak luar seperti: pinjaman dan hasil menjual saham. Terbatasnya dana membuat perusahaan atau entitas tidak dapat mendanai kesempatan-kesempatan investasi yang ada. Pentingnya ketersediaan dana bagi suatu perusahaan membuat para peneliti di bidang CSR melakukan penelitian untuk mencari hubungan antara CSR dengan akses pendanaan. Hasilnya, mereka menemukan bahwa ada hubungan yang kuat antara CSR dengan akses pendanaan. Tidak hanya itu, mereka juga menemukan adanya dampak terhadap penurunan biaya modal saham (cost of equity) yang dimana juga berpengaruh terhadap akses untuk pendanaan. Berdasarkan hal-hal tersebut, akan dibuat penelitian dengan judul ANALISIS PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP BIAYA ATAS MODAL SAHAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP KETERBATASAN MODAL.
1.2
Rumusan Masalah Dalam beberapa dekade belakangan ini, orang-orang di seluruh dunia telah
mempelajari dan mendiskusikan kegunaan CSR dengan tujuan utama yang sama, yaitu: untuk menemukan jawaban yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Dari banyak aspek dan pengaruh dari CSR, thesis ini secara khusus akan mendiskusikan pengaruh CSR terhadap akses pendanaan di dalam entitas atau perusahaan. Untuk memperoleh akses pendanaan yang baik, suatu perusahaan harus memiliki keterbatasan modal yang rendah. 5
Dalam penelitian ini, variabel CSR dibagi ke dalam dua sub variabel, yaitu: ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement) dan pengungkapan CSR (CSR disclosure). Ikatan para pemangku kepentingan akan dikaitkan dengan biaya agen (agency cost) dan pengungkapan CSR akan dikaitkan dengan ketidaksamaan informasi (information asymmetry). Cakupan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah: mengenai pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap keterbatasan modal (capital constraint) dan biaya atas modal saham (cost of equity), serta pengaruh dari biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal itu sendiri. Dengan demikian, biaya atas modal saham harus diuji terlebih dahulu apakah dapat menjadi variabel mediasi (intervening). Berikut ini adalah rumusan masalah pada penelitian ini: 1. Apakah ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh terhadap biaya atas modal saham, 2. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap biaya atas modal saham, 3. Bagaimana ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR berpengaruh terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama. 4. Apakah biaya atas modal saham merupakan variabel mediasi (intervening) antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal dan pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal, 5. Apakah
ikatan
para
pemangku
kepentingan
berpengaruh
terhadap
keterbatasaan modal, 6. Apakah pengungkapan CSR berpengaruh terhadap keterbatasaan modal, 7. Apakah biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal,
6
8. Bagaimana ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama,
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada rumusan masalah sebelumnya, maka yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari CSR yang dilihat dari dua sub variabel, yaitu: ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement) dan pengungkapan CSR (CSR disclosure) terhadap akses pendanaan yang dilihat dari sub variable keterbatasan modal dan biaya atas modal saham, serta pengaruh dari biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal itu sendiri.
1.3.2
Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, yang mana adalah sebagai berikut: -
Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi
maupun masyarakat umum lainnya. Secara umum, penelitian ini menghasilkan
7
pandangan baru terhadap CSR dan juga memberi manfaat guna menambah pengetahuan ilmu manajemen di Indonesia khususnya di bidang CSR. Bagi penulis, hasil dari penelitian ini dapat memuaskan keinginan untuk menjawab pertanyaan apakah CSR mempunyai pengaruh terhadap akses pendanaan.
-
Manfaat praktis Dari sisi perusahaan, hasil dari disertasi ini dapat membantu mengurangi risiko
kesempatan (opportunity risk) yang dikarenakan kurangnya dana untuk melakukan investasi. Perusahaan diharapkan dapat menjalankan CSR dengan baik sehingga dapat menghasilkan laporan CSR yang baik juga guna memperkecil risiko kesempatan. Penelitian ini memberikan pengetahuan bagi para pelaku bisnis dan pemangku kepentingan di dalam suatu perusahaan untuk dapat mengetahui bahwa CSR yang dijalankan dengan baik dapat mempererat hubungan di antara para pemegang saham perusahaan (shareholders) dengan pemangku-pemangku kepentingan (stakeholders) nya, dimana secara tidak langsung, hasil dari hubungan yang erat tersebut dapat meningkatkan ketersediaan dana bagi perusahaan. Para pelaku bisnis dan juga pemangku kepentingan dari suatu perusahaan atau entitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai informasi tambahan untuk memahami pengaruh CSR terhadap akses pendanaan dan biaya atas modal sahamnya. Mereka dapat belajar dari hasil penelitian ini dan mengerti akan pentingnya CSR serta pengaruh-pengaruh yang dihasilkannya bagi ketersediaan dana perusahaan. Bagi para pihak-pihak yang tergabung di dalam manajemen suatu perusahaan atau entitas dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dalam mengambil 8
keputusan untuk CSR dan memahami dampaknya terhadap ketersediaan dana perusahaan.
9
BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN
2.1
Keterbatasan Modal Berkembangnya persaingan yang semakin ketat di dunia ini membuat
perusahaan-perusahaan di masa kini seringkali mengalami keterbatasan modal (capital constraint). Seiring banyaknya isu mengenai keterbatasan modal, perlu ada definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan keterbatasan modal. Berikut ini adalah definisi keterbatasan modal menurut Riskin Hidayat: “capital constraints adalah keterbatasan perusahaan dalam mendapatkan modal dari sumber-sumber pendanaan yang tersedia untuk berinvestasi” (Riskin Hidayat, 2010:460). Adapun, keterbatasan modal meliputi: ketidakmampuan untuk berutang, ketidakmampuan untuk mengisu saham, ketergantungan terhadap pinjaman bank, dan aktiva yang tidak likuid. (Lamont et al., 2001). Pada umumnya, perusahaan-perusahaan selalu membuat strategi investasi dengan tujuan untuk memperoleh kinerja yang unggul (superior performance). Kemampuan untuk mendanai investasi-investasi dari strategi tersebut berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasan modal (capital constraints) yang dihadapi oleh masingmasing perusahaan.
10
Mankiw dalam buku Macroeconomicsnya mengatakan, “In neoclassical economics, the investment function is derived from the firm's profit-maximizing optimization and postulates that investment depends on the marginal productivity of capital, interest rate, and tax rules” (Mankiw, 2009). Teori ini menunjukkan bahwa produktivitas marginal dari modal (marginal productivity of capital) merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap investasi. Teori tersebut menunjukkan bahwa keterbatasan modal sangat penting bagi akses pendanaan. Bukti lain yang menunjukkan bahwa keterbatasan modal mempunyai pengaruh terhadap akses pendanaan investasi adalah hasil penelitian dari Sri Sofyaningsih (2011) yang menyatakan bahwa implementasi keputusan investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana perusahaan yang berasal dari sumber pendanaan internal (internal financing) dan sumber pendanaan eksternal (external financing). Hubbard dalam Journal of Economic Literature juga mengatakan bahwa Perusahaan-perusahaan yang mengalami keterbatasan modal cenderung untuk menghilangkan investasi dari aktivitas-aktivitas strategis (Hubbard, 1998 dalam Campello et al., 2010), termasuk investasi dalam persediaan barang dagang (Carpenter et al., 1998), dan inventasi dalam aktivitas research and development (Himmelberg dan Petersen, 1994; Hall dan Lerner, 2010). Dari teori-teori mengenai hubungan antara keterbatasan modal dengan kemampuan investasi dapat disimpulkan bahwa keterbatasan modal dapat memperkecil bahkan menghilangkan kesempatan untuk melakukan investasi. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika suatu perusahaan dapat mengatasi masalah keterbatasan modal. Beberapa peneliti baru-baru ini banyak meneliti untuk mencari tahu bagaimana cara mengatasi masalah keterbatasan modal. Salah satu dari berbagai konsep yang 11
dihasilkan mengacu pada CSR. CSR dikatakan dapat mengatasi masalah keterbatasan modal. Hal ini dibuktikan dalam beberapa hasil penelitian dimana salah satunya adalah hasil penelitian dari Beiting Cheng et al. (2011) yang berjudul Corporate Social Responsibility and Access To Finance. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan CSR dengan dua sub variabelnya, yaitu: ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR dapat memperkecil keterbatasan modal. Menurut hasil penelitian dari Kaplan dan Zingales (1997), keterbatasan modal dapat dihitung dari rasio cash flow, dividen, Tobin’s Q, cash holding, dan leverage (Lamont et al., 2001). Rasio cash flow dan cash holding yang tinggi mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut memiliki keterbatasan modal yang rendah karena adanya ketersediaan dana yang lebih untuk mendanai proyek-proyek baru (Baker et.al, 2003). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cash flow dan cash holding berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal Tobin’s Q adalah rasio harga pasar perusahaan terhadap ekuitas, yang mana juga sering disebut market to book value. Perusahaan yang memiliki rasio dividen yang tinggi dan market to book value yang rendah mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan pengembangan dan investasi lagi, yang mana berarti perusahaan tersebut tidak memerlukan banyak dana (Lamont et al., 2001). Rasio market to book yang rendah menunjukkan bahwa market value (nilai di pasar) lebih rendah dari book value (nilai buku perusahaan). Apabila market value lebih kecil dari book value suatu perusahaan, harga saham dari perusahaan itu akan undervalued
12
(murah). Dalam keadaan undervalued, para investor akan cenderung membeli saham tersebut (Sukamulja, 2005). Tingkat pembayaran dividen yang tinggi mengisyaratkan pendapatan perusahaan yang tinggi juga (Chan et al., 1996). Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai rasio market to book value rendah dan tingkat pembayaran dividen yang tinggi cenderung memiliki banyak dana. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Tobin’s Q berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal dan pembayaran dividen berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal. Leverage adalah tingkat penggunaan utang, yang mana biasa dihitung dengan rumus debt to total capital (utang dibagi modal). Adapun, perusahaan yang memiliki debt to total capital yang tinggi cenderung mengalami kesulitan untuk memperoleh utang karena kemungkinan untuk tidak melunasi utangnya tinggi (Baker et al., 2003). Hal ini menyebabkan akses pendanaan menjadi terbatas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal. Owen Lamont dan kawan-kawannya melakukan penelitian yang berjudul “Financial Constraints and Stock Returns” pada tahun 2001 dan berhasil menemukan persamaan untuk mengukur keterbatasan modal bedasarkan teori yang dikemukakan oleh Kaplan dan Zingales (1997). Persamaan tersebut diberi nama KZ Index. Persamaan yang dikemukakan oleh Lamont dan kawan-kawannya sesuai dengan teori-teori keterbatasan modal lainnya yang mana mengatakan bahwa cash flow, cash holding, dan Tobin’s Q berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal. Dapat terlihat dalam persamaan KZ Index yang dikemukakan oleh Lamont, indikator cash flow, cash holding, dan Tobin’s Q mempunyai tanda negatif. Sedangkan untuk leverage dan
13
dividen, pengaruhnya positif terhadap keterbatasan modal. Dapat dilihat dalam persamaan KZ Index, indikator leverage dan dividen mempunyai tanda positif.
2.2
Biaya Atas Modal Saham Berbicara mengenai aktivitas pendanaan di suatu perusahaan pastinya tidak lepas
dari adanya biaya modal. Biaya modal pertama kali dikemukakan oleh Modigliani dan Miler dimana mereka menjelaskan biaya modal sebagai biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sumber pendanaan (source of financing) (Modigliani dan Miler, 1958 dalam Berlingeri, 2006). Menurut Sartono (2000), biaya modal adalah tingkat pengembalian yang disyaratkan (required rate of return) oleh penggunaan modal untuk suatu investasi. Biaya modal sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu: biaya modal atas utang (cost of debt) dan biaya modal atas saham (cost of equity). Adapun, biaya atas modal saham memiliki definisi sama seperti biaya modal yang mana sumber dananya lebih di khususkan dari saham saja. Menurut Damodaran (2006), biaya atas modal saham merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor terhadap dana yang mereka investasikan di suatu perusahaan. Salah satu pendekatan yang banyak dipergunakan untuk melakukan estimasi cost of equity adalah dengan menggunakan CAPM (Capital Asset Pricing Model). Pada umumnya, perusahaan cenderung menginginkan biaya modal yang rendah. Dalam kaitannya dengan biaya modal yang rendah, pelaksanaan CSR dapat membantu mengurangi biaya atas modal saham (Dhaliwal et al., 2011). Botosan (1997) dalam literaturnya pernah mengemukakan bahwa pengurangan biaya atas modal saham dapat 14
terjadi karena adanya pengurangan pada masalah keagenan (agency cost) dan informasi (information asymmetry). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Ghoul et al. (2011) memperjelas bahwa CSR mempunyai pengaruh terhadap biaya atas modal saham dimana pelaksanaan CSR yang baik dapat memperkecil biaya atas modal saham.
2.3
Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) sudah dikenal masyarakat sejak lama.
Meskipun saat itu namanya belum dikenal dengan sebutan CSR, namun masyarakat sudah mulai mengenal akan pentingnya tanggung jawab social perusahaan. Rachel Carson (1962) dalam bukunya “The Silent Spring”, memaparkan kepada dunia tentang kerusakan lingkungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh racun peptisida yang mematikan. Paparan yang disampaikan Rachel dalam bukunya tersebut menggugah kesadaran banyak pihak bahwa tingkah laku korporasi harus diluruskan sebelum menuju kehancuran bersama (Carson, 2000). Dari sinilah, CSR pun mulai diagungkan. Di era 1970-an, CSR mulai berkembang. Banyak ahli dan profesor mulai menulis buku tentang pentingnya tanggung jawab social perusahaan di samping kegiatankegiatan yang hanya bertujuan untuk mengeruk ketuntungan. Salah satu tulisan terkemuka tentang CSR adalah hasil karya Milton Friedman tentang bentuk tunggal tanggung jawab social dari kegiatan bisnis. Dari sini, konsep CSR terus berkembang dan semakin diperjelas oleh James Collins dan Jerry Porras (1994). Dalam bukunya yang berjudul “Built to Last: Successful Habits of Visionary Companies”, mereka menyampaikan bukti bahwa perusahaan yang terus hidup adalah yang tidak semata 15
mencetak limpahan uang saja, tetapi perusahaan yang sangat peduli dengan lingkungan social dan turut andil dalam menjaga keberlangsungan lingkungan hidup. Banyaknya penelitian tentang CSR yang semakin berkembang membuat CSR banyak diaplikasikan ke dalam berbagai konsep. Salah satu konsep CSR yang sangat populer adalah konsep yang dipaparkan oleh John Elkington (1997) lewat bukunya yang berjudul “Cannibals with Fork, the Triple Botom Line of Twentieth Century Business”. Dalam bukunya ini, Elkington mengatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan 3P agar dapat terus berkembang di masa yang akan datang. 3P tersebut terdiri dari: -
Keuntungan (profit) Profit merupakan unsur yang penting yang kerap kali menjadi tujuan utama dari perusahaan. Dalam kaitannya dengan CSR, arti profit lebih dari sekedar keuntungan. Profit di sini berarti menciptakan perdagangan yang adil (fair trade) dan perdagangan yang beretika (ethical trade) dalam berbisnis.
-
Masyarakat (people) Suatu entitas harus dapat menyadari bahwa masyarakat sekitar merupakan pemangku kepentingan yang penting. Kelangsungan hidup dan perkembangan suatu entitas sering kali tidak lepas dari pengaruh masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi suatu entitas untuk dapat menyertakan tanggung jawab akan masyarakat sekitarnya dalam beroperasi.
-
Lingkungan (planet) Sering kali, suatu entitas kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya karena tidak ada manfaatnya secara langsung. Namun, pada kenyataannya ada terdapat hubungan sebab akibat antara suatu individu atau entitas dengan lingkungannya. 16
Jika kita merawat lingkungan, maka lingkungan akan memberikan manfaat bagi kita. Dengan demikian, jika suatu entitas peduli terhadap peningkatan labanya, maka entitas tersebut harus memperhatikan lingkungan sekitarnya.
Definisi CSR menurut World Council of Sustainable Development dalam Kodrat (2008) adalah komitmen berkelanjutan perusahaan untuk berperilaku secara etis dan memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup di tempat kerja, keluarga, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas. ISO 26000 mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampakdampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatan pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat (Suharto, 2008). Chih Hung Chen (2011) dalam penelitiannya baru-baru ini yang berjudul “The Major Components of Corporate Social Responsibility” juga menambahkan bahwa ada empat komponen utama dari CSR, yang mana adalah: akuntabilitas, transparansi, kompetitif, dan tanggung jawab. Apabila suatu perusahaan telah memenuhi empat komponen utama dari CSR yang tersebut sebelumnya, berarti perusahaan tersebut telah menjalankan CSR dengan baik. Perusahaan dengan performa CSR yang baik pasti memiliki akuntabilitas dan tanggung jawab yang baik juga. Kedua hal tersebut dapat dilihat dari ikatan para pemangku kepentingannya (stakeholders engagement). Pelaksanaan CSR yang baik identik dengan ikatan para pemangku kepentingan yang kuat, dimana didasari oleh kepercayaan untuk saling menguntungkan dan saling bekerja
17
sama (Jones, 1995). Menurut European Commission dalam Suharto (2008), CSR adalah sebuah konsep dimana suatu entitas mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan berdasarkan prinsip kesukarelaan. Adapun, sehubungan dengan transparansi yang menjadi salah satu dari empat komponen utama CSR, Dhaliwal dan rekan (Dhaliwal et al., 2011) dalam penelitiannya baru-baru ini mengemukakan bahwa perusahaan dengan performa CSR yang baik cenderung untuk menyingkapkan kegiatan-kegiatan CSR-nya (CSR disclosure) kepada publik dengan mengisu laporan-laporan sustainabilitas perusahaan tersebut sehubungan dengan transparansi yang menjadi salah satu dari empat komponen utama CSR. Menurut Wibisono, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang menjalankan CSR, diantaranya adalah: -
Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan Perbuatan destruktif dapat menghancurkan atau menurunkan reputasi perusahaan. Sebaliknya, kontribusi positif dapat mendongkrak reputasi dan image positif perusahaan.
-
Layak mendapatkan social license to operate Masyarakat sekitar berperan penting bagi perusahaan. Ketika mereka mendapatkan benefit dari keberadaan perusahaan, maka pasti dengan sendirinya mereka akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari perusahaan. Sebagai imbalan dari masyarakat, pastinya ada keleluasaan bagi perusahaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut.
18
-
Mereduksi risiko bisnis perusahaan Dalam mengelola bisnisnya, perusahaan dihadapkan pada satu kewajiban untuk memenuhi ekspektasi pemangku kepentingannya. Bila perusahaan gagal memenuhi kewajiban tersebut, maka ada kecenderungan terjadi ketidakharmonisan
diantara
perusahaan
dengan
para
pemangku
kepentingannya. Hal tersebut dapat menurunkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu perlu menempuh langkah pencegahan dan antisipasi dengan menerapkan CSR. -
Melebarkan akses sumber daya Pada umumnya, apabila suatu perusahaan sudah dikenal akan pelaksanaan CSR-nya yang baik, pastinya perusahaan tersebut akan selalu menemukan jalan yang mulus menuju sumber daya yang diperlukan.
-
Membentangkan akses menuju pasar (market) Sudah banyak bukti bahwa masyarakat sudah semakin peduli akan isu sosial dan lingkungan. Perusahaan yang sudah dikenal melaksanakan CSR dengan baik, pasti produk-produknya akan disukai oleh para konsumen. Sebaliknya, para konsumen cenderung tidak suka menggunakan produk dari perusahaan yang tidak mematuhi aturan dan tidak tanggap terhadap isu sosial dan lingkungan.
-
Mereduksi biaya CSR secara tidak langsung juga dapat mereduksi biaya. Sebagai contoh, apabila
suatu
perusahaan
manufaktur
memperhatikan
pembuangan
limbahnya dengan baik, maka secara tidak langsung perusahaan tersebut
19
telah mencegah timbulnya biaya-biaya seperti ganti rugi yang diminta masyarakat atas sakit dan lingkungan tempat tinggalnya yang kotor. -
Memperbaiki hubungan dengan para pemangku kepentingan Implementasi program CSR yang semakin erat kaitannya dengan para pemangku kepentingan pastinya akan menambah frekuensi komunikasi antara perusahaan dengan para pemangku kepentingannya. Kondisi seperti itu dapat meningkatkan kepercayaan (trust) dari para pemangku kepentingan kepada perusahaannya yang mana dapat meningkatkan kinjera perusahaan tersebut.
-
Memperbaiki hubungan dengan regulator Perusahaan yang menjalankan CSR dengan baik pada dasarnya telah meringankan beban dari regulator (pengatur / pembuat peraturan) yang dalam kaitannya dalam suatu negara adalah pemerintah. Tujuan utama pemerintah secara
tidak
langsung
adalah
sama
dengan
tujuan
CSR,
yaitu
mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan. -
Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan Kesejahteraan dari hasil pelaksanaan CSR pada umumnya sudah jauh melebihi standar normatif kewajiban perusahaan. Oleh karenanya, wajar bila karyawan menjadi terpicu untuk meningkatkan kinerjanya.
-
Peluang mendapatkan penghargaan Pada masa-masa ini, semakin banyak masyarakat secara global yang memperhatikan pelaksanaan CSR. Oleh karena itu, banyak penghargaan baik dari internasional, nasional, maupun daerah yang ditawarkan bagi pelaksana CSR. 20
Dari keuntungan-keuntungan pelaksanaan CSR, dapat dilihat bahwa sebenarnya CSR berpotensi untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Perusahaan dengan reputasi yang baik cenderung lebih mudah untuk mendapatkan dana dan biaya atas dana yang diperlukan juga cenderung lebih kecil karena banyak investor yang percaya. Adapun, pelaksanaan CSR juga dapat melebarkan akses perusahaan untuk mendapatkan sumber daya, serta membuka lebih banyak peluang untuk berinvestasi. Dengan adanya dana yang cukup dan peluang investasi yang banyak, maka perusahaan akan menjadi lebih sejahtera. Keuntungan-keuntungan lainnya seperti pengurangan risiko bisnis, perluasan pangsa pasar, dan peningkatan produktivitas juga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan perusahaan. Demikian, pelaksanaan CSR pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan perusahaan yang melaksanakannya, serta membuat perusahaan tersebut menjadi berkelanjutan (going concern).
2.3.1
Ikatan Para Pemangku Kepentingan Pengertian pemangku kepentingan (stakeholder) menurut Freeman (1984:46)
dalam Sadorsky (1996) adalah sebagai individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan suatu organisasi. George Steiner dan John Steiner (2003), menambahkan terhadap pengertian pemangku kepentingan adalah kelompok orang yang memperoleh manfaat atau beban atau yang disusahkan karena kegiatan perusahaan, lebih lanjut Ann (1998) dalam Word Business Council for Sustainable Development (2002) yang dikutip oleh Budimanta dari Indonesia Centre for Sustainable Development (ICSD), pemangku kepentingan adalah
21
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas korporat. Dalam kaitannya dengan perusahaan, para pemangku kepentingan dari suatu perusahaan pasti mempunyai ikatan dengan perusahaannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Definisi ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement) adalah gambaran hubungan perusahaan dengan lingkungannya dimana individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dapat mempengaruhi atau sangat mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Andriof dan Waddock (2002) ikatan para pemangku kepentingan diartikan sebagai suatu kolaborasi berbasis kepercayaan antara para individu dan/atau institusi sosial dengan objektif-objektif berbeda yang hanya dapat diraih dengan kebersamaan. Dengan demikian, organisasi perlu untuk mengetahui permintaan dari para pemangku kepentingannya yang mana dapat dilakukan dengan mencari tahu tentang apakah ada perbedaan kepentingan, kepedulian, dan ekspektasi dari bermacam-macam kelompok para pemangku kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan organisasi. Dalam kaitannya dengan hal-hal tersebut, ikatan para pemangku kepentingan dapat memfasilitasi organisasi untuk mengenal permintaan-permintaan/keinginan-keinginan dari pada pemangku kepentingannya (Isenmann dan Kim, 2006). Ikatan (engagement) sendiri juga berarti pertanggungjawaban organisasi terhadap para pemangku kepentingan dan memastikan bahwa keputusan-keputusan organisasi didasari oleh pengertian yang penuh dan
akurat
dari
asprirasi-aspirasi
dan
kebutuhan-kebutuhan
para
pemangku
kepentingannya (ISEA, 1999). Oleh karena itu, hubungan atau ikatan di antara perusahaan dengan para pemangku kepentingannya sangatlah penting. 22
Ikatan para pemangku kepentingan merupakan prasyarat dasar dalam mengimplementasi CSR (Clement, 2005). Adapun, ikatan para pemangku kepentingan dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk melibatkan pemangku kepentingan dalam hal-hal positif (Greenwood, 2007). Ikatan para pemangku kepentingan dapat dilakukan dengan menjalankan hal-hal sebagai berikut: -
Mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh pemangku-pemangku kepentingan yang memiliki peran besar bagi perusahaan,
-
Memasukkan mereka dalam membuat strategi perusahaan, dan
-
Memperhatikan tingkat kepuasan mereka.
(Blowfield, 2005)
2.3.2
Pengungkapan CSR Henriksen dan Van Breda (2000) mengemukakan pengungkapan (disclousure)
diartikan sebagai penjelasan atas suatu laporan keuangan yang dihasilkan dari suatu proses akuntansi sebagai alat akuntabilitas dalam bentuk informasi, secara lebih luas adalah peyampaian informasi keuangan yang dapat bersifat wajib (mandatory) atau yang bersifat sukarela (Voluntary). Mathew dalam Vintila (2013) mendefinisikan pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan pengungkapan informasi sukarela, baik secara
kualitatif
maupun
kuantitatif
yang
dibuat
oleh
organisasi
untuk
menginformasikan aktivitasnya dimana pengungkapan kuantitatif berupa informasi keuangan dan non keuangan. 23
Prinsip full disclousure dalam pengungkapan
laporan keuangan dengan
menyajikan ringkasan transaksi keuangan perlu diperhatikan oleh perusahaan seperti yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 paragraf 09 : “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai laporan lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai pengguna laporan yang memegang peranan penting.”
2.3.3
Praktik CSR di Indonesia Di Indonesia, CSR telah menjadi suatu kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh
perusahaan pada umumnya perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib seperti yang tertuang dalam Undang Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40 pasal 74 tahun 2007. Kalla (2006) menuliskan bahwa isu CSR di Indonesia baru ditekankan pada aspek keamanan dan kenyaman operasional. Pelaporan CSR pun masih bersikap sukarela, karena untuk mewajibkan penyusunan laporan CSR masih perlu waktu terutama kesiapan dalam sistem pendukung seperti adanya standar pelaporan yang berterima umum dan ketersediaan tenaga yang berkompeten untuk menyusun laporan tersebut, termasuk tenaga yang melakukan fungsi assurance (Darwin, 2006).
24
Walaupun begitu, Indonesia masih terus melakukan usaha pengembangan dan perbaikan implementasi CSR dari waktu ke waktu, seperti mengadopsi G3 GRI sebagai standar CSR reporting dan pembuatan UU Perseroan Terbatas (UUPT). Selain itu, banyak penghargaan dari berbagai organisasi yang peduli akan CSR seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terus bermunculan.
2.4
Pengaruh CSR Terhadap Akses Pendanaan
2.4.1
Ikatan
para
Pemangku
Kepentingan
dan
Hubungannya
Dengan
Keterbatasan Modal Seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, CSR identik dengan ikatan para pemangku kepentingan (stakeholders engagement). Dalam kaitannya dengan arus dana perusahaan, Foo (2007) mengemukakan bahwa ikatan para pemangku kepentingan dapat menurunkan biaya keagenan (agency cost). Pengertian dari agency cost menurut Abdul Halim (2007) adalah: biaya yang timbul agar manajer bertindak selaras dengan tujuan pemilik. Agency cost meliputi hal-hal berikut: -
Biaya audit untuk mengawasi wewenang manajer.
-
Berbagai perjanjian atau kontrak yang menyatakan bahwa manajer tidak menyalahgunakan wewenangnya.
-
Pengeluaran insentif sebagai kompensasi untuk manajer atas prestasinya.
-
Kontrak antara perusahaan dengan pihak ketiga, di mana pihak ketiga akan membayar perusahaan jika manajer tersebut bertindak merugikan perusahaan. 25
-
Kontrak antara manajer dengan pemilik perusahaan, di mana pemilik perusahaan menjamin bahwa manajer akan mendapat kompensasi sejumlah tertentu. (Halim, 2007)
Adapun, agency cost juga bisa timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemilik yang mana dapat menyebabkan manajer cenderung menggunakan utang yang tinggi bukan atas dasar memaksimalkan nilai perusahaan, tetapi untuk kepentingan oportunistik (Christianti, 2006). Pada umumnya, apabila tingkat penggunaan utang semakin tinggi, maka kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan biaya bunga yang semakin besar yang disertai dengan asumsi pendapatan tetap. Perusahaan dapat terancam bankrut apabila tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang timbul akibat dari penggunaan utang tersebut. Apabila agency cost dapat berkurang, maka efisiensi untuk menghasilkan profit pun akan meningkat. Jadi, secara tidak langsung, ikatan para pemangku kepentingan juga dapat meningkatkan profitabilitas. Menurut Choi dan Wang (2009), ikatan para pemangku kepentingan yang kuat dapat meningkatkan pendapatan dan profit. Tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh pendanaan dari laba ditahan (Lukas, 2003). Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa ikatan para pemangku kepentingan dapat memperkecil keterbatasan modal (capital constraint) dikarenakan
26
adanya penurunan biaya keagenan dan peningkatan profit sebagai dampak dari ikatan tersebut.
2.4.2
Ikatan para Pemangku Kepentingan dan Hubungannya Dengan Biaya
Modal Atas Saham Dalam sub bab sebelumnya telah dibahas bahwa ikatan para pemangku kepentingan dapat menurunkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan pada umumnya timbul karena perbedaan kepentingan di antara pihak menajemen dengan pihak pemegang saham perusahaan. Biasanya perbedaan terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai hal tersebut karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan dividen yang akan diterima pemegang saham. Pengaruh dari biaya keagenan ini dapat menyebabkan menurunnya nilai perusahaan (Rozeff, 1982). Menurunnya nilai perusahaan akan menyebabkan para investor cenderung untuk menawar harga saham perusahaan dengan harga yang lebih rendah. Penurunan harga saham ini berakibat pada kenaikan biaya modal atas saham (cost of equity) (Sutapa, 2006). Penurunan harga saham menyiratkan peningkatan biaya modal ekuitas perusahaan dan mendorong manajer untuk mengungkapkan lebih banyak informasi (Dhaliwal et al., 2011), Dengan kata lain, apabila biaya keagenan dapat diperkecil, maka biaya modal atas saham pun juga akan menjadi lebih rendah.
27
Dengan demikian, CSR yang identik dengan ikatan para pemangku kepentingan dapat menurunkan biaya keagenan, dan biaya keagenan yang menurun tersebut dapat juga memperkecil biaya modal atas saham.
2.4.3
Pengungkapan CSR dan Hubungannya Dengan Keterbatasan Modal Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki performa CSR yang baik
cenderung untuk menyingkapkan CSR mereka, yang mana dilakukan dengan mengisu laporan sustainabilitas (Dhaliwal et al., 2011). Adapun, pengungkapan CSR yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi (informational asymmetry) (Hubbard, 1998). Asimetri informasi adalah kondisi dimana satu pihak mempunyai lebih banyak informasi. Pihak-pihak yang biasa dibandingkan dalam hal ini adalah pihak manajemen dengan pihak investor (Lukas, 2003). Dalam kaitannya dengan keterbatasan modal, asimetri informasi akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan cara membatasi akses pada sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf (1984) dalam Leary dan Roberts (2008) menunjukkan bahwa dengan adanya asimetri informasi, para investor biasanya akan menginterpretasikan sebagai berita buruk apabila perusahaan mendanai investasinya dengan menerbitkan ekuitas. Pada umumnya, investor-investor beranggapan bahwa penerbitan ekuitas baru akan dilakukan oleh para manajer di saat saham perusahaan dinilai lebih tinggi. Hal ini menyebabkan para investor enggan membeli saham tersebut. Selain itu, asimetri informasi juga membuat para investor terkadang merasa ragu apakah perusahaan dimana mereka akan membeli sahamnya 28
tersebut mempunyai sustainabilitas yang baik atau tidak. Dengan demikian, para investor cenderung tidak akan membeli saham dari perusahaan-perusahaan yang mempunyai asimetri informasi. Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa pengungkapan CSR dapat mengurangi asimetri informasi atas suatu perusahaan, yang mana berdampak pada meningkatnya minat investor untuk membeli saham dari perusahaan tersebut, yang mana tentu saja dapat memperkecil keterbatasan modal perusahaan tersebut.
2.4.4
Pengungkapan CSR dan Hubungannya Dengan Biaya Modal Atas Saham Telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya bahwa pengungkapan CSR dapat
mengurangi asimetri informasi. Asimetri informasi menyebabkan pihak investor tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang perusahaan dimana investor tersebut akan melakukan investasi. Hal ini menyebabkan pihak investor cenderung untuk menginterpretasikan hal-hal yang negatif. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Merton (1987:489), ia mengemukakan bahwa seorang investor hanya akan menginvestasikan dananya untuk saham perusahaan k apabila investor tersebut telah mengetahui tentang saham perusahaan k tersebut. Merton juga menambahkan bahwa untuk mentransfer informasi dari perusahaan k kepada investor, beberapa biaya perlu dikeluarkan. Biaya semacam ini termasuk dalam biaya atas modal saham (cost of equity). Lundholm (1996) mengemukakan bahwa adanya pengurangan asimetri informasi menunjukkan dampak terhadap pengurangan biaya atas modal saham. Botosan (1997) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa 29
semakin besar tingkat pengungkapan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan, semakin rendah biaya atas modal sahamnya. Pengungkapan akuntansi mencakup keseluruhan informasi, baik informasi keuangan maupun non keuangan. Salah satu informasi yang penting untuk diungkapkan adalah informasi tentang CSR. Adapun, dalam sub bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa biaya atas modal saham berbicara tentang tingkat pengembalian atas dana yang diperoleh dari saham. Heinkel et al., (2001) dalam literatur model ekuilibrium pasar modalnya mengemukakan bahwa para investor cenderung untuk meminta tingkat pengembalian yang diharapkan (expeted rate of return) yang lebih tinggi atas saham-saham dari perusahaan yang mencemari lingkungan. Hong dan Kacperczyk (2009) dalam penelitiannya mengenai saham dosa (sin stock) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang alkohol, tembakau, dan sejenisnya cenderung mengalami keterbatasan investor. Kalaupun ada beberapa investor yang mau membeli saham dari perusahaan-perusahaan tersebut, pasti mereka akan meminta tingkat pengembalian yang tinggi. Jadi, pada dasarnya, para investor lebih senang untuk membeli saham dari perusahaan-perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial yang baik. Dalam kaitannya dengan konsep high risk high return, para investor cenderung untuk tidak terlalu mengharapkan tingkat pengembalian yang terlalu besar dari perusahaan yang mempunyai risiko yang rendah. Pelaksanaan CSR cenderung dapat meminimalisasi risiko perusahaan. Teori-teori dalam sub bab ini menjelaskan bahwa pengungkapan CSR dapat memberikan informasi yang jelas kepada para investor, serta memberikan kesan yang baik tentang perusahaan kepada para investor, yang mana berdampak pada kesediaan para investor untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan tersebut dengan 30
harga yang sesuai dan tingkat pengembalian yang wajar atau rendah. Dengan demikian, pengungkapan CSR dapat menurunkan biaya atas modal saham.
2.4.5
Biaya Atas Modal Saham dan Hubungannya Dengan Keterbatasan Modal Biaya modal yang tinggi dapat menurunkan profitabilitas perusahaan,
sebaliknya, biaya modal yang rendah dapat meningkatkan profitabilitas. Kartini dan Arianto (2008) menyatakan bahwa biaya modal yang tinggi dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas perusahaan. Menurut Susilawati (2004), “Hubungan biaya modal terhadap profitabilitas menunjukkan hubungan yang negatif, yaitu ketika biaya modal naik, maka profitabilitas akan turun, dan demikian sebaliknya”. Dalam hubungannya dengan keterbatasan modal, Lukas (2003) mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh pendanaan dari laba ditahan. Adapun, laba ditahan diperoleh dari profit. Hal ini menunjukkan bahwa berarti biaya modal memiliki pengaruh terhadap keterbatasan modal. Selain itu, dari sub-sub bab sebelumnya telah dikemukakan oleh beberapa peneliti bahwa biaya modal yang rendah dari suatu perusahaan mengisyaratkan bahwa para investor tidak mengharapkan tingkat pengembalian yang tinggi, yang mana berarti para investor akan membeli saham perusahaan tersebut pada harga berapapun. Dengan demikian, akses untuk memperoleh dana menjadi lebih besar, yang mana berarti keterbatasan modal menjadi lebih kecil.
31
2.5
Penelitian Terdahulu Penelitian untuk mencari hubungan antara CSR dengan keterbatasan modal dan
biaya atas modal saham ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumya. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menjadi acuan dalam membuat thesis ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al. (2011), terdapat pengaruh positif antara CSR dengan keterbatasan modal yang mana hipotesis dari teori-teori sebelumnya telah dibuktikan pada hasil penelitiannya, dimana ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR yang menjadi sub variabel dalam penelitiannya telah dibuktikan memiliki hubungan positif untuk memperkecil keterbatasan modal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ghoul et al. (2011), terdapat pengaruh negatif antara CSR dengan biaya atas modal saham yang mana hipotesis dari teori-teori sebelumnya telah dibuktikan pada hasil penelitiannya, dimana ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR yang menjadi sub variabel dalam penelitiannya telah dibuktikan memiliki hubungan negatif untuk memperkecil biaya atas modal saham.
2.6
Paradigma Penelitian Berdasarkan atas teori-teori yang telah dibahas sebelumnya, dapat dibuat
paradigma sebagai berikut:
32
SE CE
CC
CD Keterangan: -
SE
=
Stakeholders
Engagement
(ikatan
para
pemangku
kepentingan)
2.7
-
CD
=
CSR Disclosure (pengungkapan CSR)
-
CE
=
Cost of Equity (biaya atas modal saham)
-
CC
=
Capital Constraint (keterbatasan modal)
Pengukuran Variabel Untuk mengukur variabel, ada banyak cara yang dapat digunakan. Dalam
penelitian ini, ada 4 variabel yang harus diukur. Variabel-variabel tersebut meliputi: variabel keterbatasan modal, variabel biaya atas modal saham, variabel ikatan para pemangku kepentingan, dan variabel pengungkapan CSR. Pada variabel keterbatasan modal, pengukuran dilakukan dengan menggunakan KZ Index dari hasil penelitian Kaplan dan Zingales yang kemudian diperbaharui menjadi sebuah rumusan baku oleh Lamont dan kawan-kawan (Lamont et al., 2001). 33
Pengukuran variabel biaya atas modal saham dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: model Claus dan Thomas, model Gebhardt, model Ohlson dan Juettner, model Eatson, model Gordon, model CAPM, dan model-model lainnya. Dalam penelitian ini, dipilih model CAPM untuk mengukur variabel biaya atas modal saham karena data-data yang dibutuhkan lebih tersedia. Selain itu, CAPM juga lebih umum digunakan dan dikenal oleh masyarakat di dunia ini. Penelitian dari Welch menunjukkan bahwa ada sekitar 75% profesor-profesor keuangan merekomendasi CAPM untuk mengestimasi biaya modal (Welch dalam Da et al., 2012). Hasil survei kepada para Chief Financial Officer (CFO) yang dilakukan oleh Graham dan Harvey menunjukkan bahwa 73.5% dari para CFO tersebut menggunakan CAPM (Graham dan Harvey dalam Da et al., 2012). Untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, diantaranya adalah dengan menggunakan indeks dari peneliti Beiting Cheng et al. Indeks ini dibentuk dari penggabungan beberapa aturan mengenai lingkungan, sosial, dan tata kelola yang digunakan di perusahaan-perusahaan. Adapun, beberapa cara lainnya untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan adalah dengan menggunakan indeks stakeholders engagement dari Global Reporting Initiative (GRI) dan indeks stakeholders engagement dari The Environment Council (TEC). Pada penelitian ini, indeks dari Beiting Cheng et al. tidak dapat digunakan karena indeks tersebut tidak dapat diperoleh sepenuhnya. Indeks dari GRI juga tidak dapat digunakan karena jumlahnya terlalu banyak yang mana kurang baik digunakan untuk meneliti di negara berkembang seperti Indonesia dengan tingkat pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan yang diprediksi masih minim. Dengan demikian, 34
indeks yang dipilih untuk mengukur ikatan para pemangku kepentingan dalam penelitian ini adalah indeks dari TEC. TEC adalah sebuah yayasan di Inggris yang telah mengembangkan kriteria-kriteria ikatan para pemangku kepentingan dalam praktik agar dapat digunakan untuk mengevaluasi dan membandingkan (Kaur and Lodhia, 2013) Pengukuran variabel pengungkapan CSR dalam penelitian ini menggunakan indeks Environment, Social, and Governance (ESG) dari Thomson Reuters. Adapun, Thomson Reuters adalah sebuah perusahaan di Swiss yang mengembangkan informasi lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan untuk dijadikan alat analisis investasi professional (Cheng et al., 2011).
2.8
Hipotesis Dari teori-teori yang telah dibahas dan paradigma yang telah digambarkan
sebelumnya, dapat dikemukakan hipotesis-hipotesis atas teori-teori yang tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ikatan para pemangku kepentingan cenderung memperkecil biaya keagenan. Adanya biaya keagenan mengisyaratkan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dan pihak manajemen yang mana menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan ini menyebabkan meningkatnya harga saham dari harga yang seharusnya. Hal ini menyebabkan adanya peningkatan pada biaya atas modal saham. Selain itu, adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dan pihak manajemen cenderung membuat pihak manajemen melakukan hal-hal yang ditujukan untuk kepentingan pribadi yang mana juga dapat membuat pihak manajemen menyebarkan informasi yang tidak baik mengenai perusahaan yang mana
35
dapat menyebabkan meningkatnya biaya atas modal saham. Dari teori-teori tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1
:
Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap biaya
atas modal saham. Dalam teori-teori yang telah dibahas sebelumnya menyatakan bahwa pengungkapan CSR dapat memperkecil asimetri informasi. Adanya asimetri informasi dari suatu perusahaan dapat menyebabkan investor cenderung ragu-ragu untuk membeli saham dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan cenderung mengeluarkan biaya lagi untuk mentransfer informasi kepada investor. Hipotesis yang dapat dirumuskan dari teori-teori tersebut adalah: H2
:
Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap biaya atas modal
saham. Berdasarkan atas hipotesis lima (H1) dan enam (H2), perlu juga diketahui apakah ada pengaruh secara bersama-sama antara kedua hipotesis tersebut terhadap biaya atas modal saham. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3
:
Ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR berpengaruh
terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama. Ikatan para pemangku kepentingan yang merupakan sub variabel dari CSR yang kuat dinyatakan dalam berbagai teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya dapat memperkecil biaya keagenan. Biaya keagenan ini terdiri atas berbagai macam biaya yang mana dapat memperkecil profit apabila jumlahnya meningkat. Biaya keagenanpun
36
juga dapat menggambarkan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dengan pihak manajemen yang mana cenderung menyebabkan pihak manajemen menggunakan utang untuk kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya tingkat kesulitan keuangan. Dari hasil penjelasan teori-teori tersebut, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H5
:
Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif terhadap
keterbatasan modal. Pengungkapan CSR cenderung dilakukan oleh perusahaan-perusahaan apabila mereka melaksanakan kegiatan CSR yang baik guna menunjukkan kepada masyarakat dan investor agar perusahaan-perusahaaan tersebut dapat memiliki kelangsungan hidup yang terjamin. Dalam berbagai teori, dinyatakan bahwa pengungkapan CSR yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat memperkecil asimetri informasi yang mana membuat para investor cenderung untuk membeli saham perusahaan tersebut. Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H6
:
Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal.
Menurut teori, biaya atas modal saham dapat menurunkan profit yang dimana secara tidak langsung juga dapat menurunkan laba ditahan. Menurunnya laba ditahan membuat ketersediaan dana perusahaan berkurang. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H7
:
Biaya atas modal saham berpengaruh positif terhadap keterbatasan
modal.
37
.
Berdasarkan atas hipotesis satu (H4), dua (H5), dan tiga (H6), perlu juga
diketahui apakah ada pengaruh secara bersama-sama antara kedua hipotesis tersebut terhadap keterbatasan modal. Oleh karena itu, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H8
:
Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas
modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama.
38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Obyek dan Subyek Penelitian Thesis ini bertujuan untuk mencari pengaruh dari CSR terhadap akses pendanaan
pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Dalam penelitian ini, yang menjadi obyek adalah ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, biaya atas modal saham, dan keterbatasan modal. Adapun, subyek dari ini adalah perusahaanperusahaan manufaktur di Indonesia, yang mana dalam hal ini dilakukan observasi terhadap laporan tahunannya untuk memperoleh data-data yang diperlukan dan dibutuhkan untuk keperluan penelitian.
3.2
Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian
deskriptif dan analisis verifikatif. Metode desain penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data sesuai dengan keadaan yang sebenenarnya, memberikan gambaran dan analisis mengenai masalah yang ada, dan pada akhirnya nanti akan ditarik kesimpulan (Nazir, 2003). Melalui penelitian ini, maka akan diperoleh deskripsi mengenai:
39
-
Gambaran ikatan para pemangku kepentingan dari perusahaanperusahaan manufaktur di Indonesia, dan
-
Gambaran pengungkapan CSR dari perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia,
Sedangkan analisis verifikatif pada dasarnya digunakan untuk menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan (Arikunto, 2006:8). Desain penelitian deskriptif pada penelitian ini lebih dispesifikasikan pada penelitian cross sectional study, yaitu penelitian dilakukan hanya dengan meneliti laporan tahunan perusahaan-perusahaan terkait untuk periode tahun 2010 dan 2011 dalam periode waktu yang bersamaan.
3.3
Operasionalisasi Variabel Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Koentjarangningrat, 1991:23). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata dapat diobservasi. Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel dependen yang akan diteliti, yaitu: biaya atas modal saham (Y1) dan keterbatasan modal (Y2). Variabel-variabel dependen 40
tersebut akan diteliti seberapa besar pengaruhnya dari efek CSR yang mana merupakan variabel independen di dalam penelitian ini. Variabel CSR terbagi ke dalam dua sub variabel, yang mana adalah: ikatan para pemangku kepentingan (X1) dan pengungkapan CSR (X2). Gambaran operasionalisasi variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel No
Nama Variabel
Penjelasan Variabel
Alat Ukur
1.
Keterbatasan Modal (Variabel Dependen)
Keterbatasan perusahaan KZ Index dalam mendapatkan modal dari sumbersumber pendanaan yang tersedia untuk berinvestasi, yang meliputi: ketidakmampuan untuk berutang, ketidakmampuan untuk mengisu saham, ketergantungan terhadap pinjaman bank, dan aktiva yang tidak likuid.
2.
Biaya Atas Modal Saham (Variabel Dependen)
Tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para investor terhadap dana yang mereka investasikan di suatu perusahaan.
CAPM (Capital Asset Pricing Model)
41
3.
Ikatan Para Pemangku Hubungan perusahaan Kepentingan dengan lingkungannya (Variabel Independen) dimana individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dapat mempengaruhi atau sangat mempengaruhi terhadap pencapaian tujuan perusahaan.
Kriteria-kriteria ikatan para pemangku kepentingan dari The Environmental Council
4.
Pengungkapan CSR (Variabel Independen)
Indikator-indikator lingkungan, sosial, dan tata kelola dari Thomson Reuters ASSET4
3.3.1
Pengungkapan informasi sukarela, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang dibuat oleh organisasi untuk menginformasikan aktivitasnya CSRnya.
Variabel Dependen
Keterbatasan Modal Agar terus dapat berkembang dengan baik dan tidak menyia-nyiakan kesempatan
yang ada, perusahaan harus memiliki ketersediaan dana yang cukup. Perusahaanperusahaan yang mengalami keterbatasan modal cenderung untuk menghilangkan investasi dari aktivitas-aktivitas strategis. Keterbatasan modal sangat berperan penting
42
dalam pengambilan keputusan investasi. Guna dapat mengambil keputusan investasi yang tepat, perusahaan harus ditunjang dengan ketersediaan dana yang cukup. Sesuai dengan penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan KZ (Kaplan and Zingales) Index untuk menghitung keterbatasan modal, dimana keterbatasan modal dapat dihitung berdasarkan persamaan linear berikut: KZ Index = –1.001909 x Cash Flows / K + 0.2826389 x Q + 3.139193 x Leverage – 39.3678 x Dividends / K – 1.314759 x Cash / K (Lamont et al., 2001) Keterangan: -
Cash Flows = Laba bersih sebelum akun-akun luar biasa + Total depresiasi dan amortisasi
-
K = PP&Et-1 (Property, Plant, and Equipment tahun sebelumnya)
-
Q (Tobin’s Q) = (Market capitalization + Jumlah Saham Preferen – Deferred Tax Asset) / Total Ekuitas
-
Leverage = (Liabilitas jangka panjang + Pinjaman jangka panjang dalam waktu kurang dari 1 tahun + Wesel bayar) / Total Aktiva
-
Dividends = Total Dividen (biasa dan preferen)
-
Cash = Kas dan Investasi Jangka Pendek
Perusahaan yang memiliki rasio cash flow to total capital dan cash holdings to total capital yang tinggi mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut memiliki keterbatasan modal yang rendah karena adanya ketersediaan dana yang lebih untuk
43
mendanai proyek-proyek baru (Baker et.al, 2003). Perusahaan yang memiliki rasio dividend to total capital yang tinggi dan market to book value yang rendah mengisyaratkan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan pengembangan dan investasi lagi, yang mana berarti perusahaan tersebut tidak memerlukan banyak dana (Lamont et al., 2001). Adapun, perusahaan yang memiliki debt to total capital yang tinggi cenderung mengalami kesulitan untuk memperoleh utang karena kemungkinan untuk tidak melunasi utangnya tinggi. Hal ini menyebabkan akses pendanaan menjadi terbatas. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki keterbatasan modal rendah berarti perusahaan tersebut memiliki rasio cash flow to total capital, cash holdings to total capital, dan dividend to total capital yang tinggi, serta rasio market to book value dan debt to debt to total capital yang rendah.
Biaya Atas Modal Saham Suatu perusahaan pada umumnya tidak dapat terluput dari biaya modal. Biaya
modal terbebankan ketika suatu perusahaan mendapatkan dana dari pihak eksternal yang mana dana tersebut digunakan oleh perusahaan tersebut untuk keperluan pengembangan dan investasi. Pada umumnya, perusahaan menginginkan biaya modal yang rendah guna meningkatkan keuntungan. Berdasarkan prinsip cost and benefit yang banyak dianut oleh perusahaan-perusahaan, mereka cenderung ingin selalu mendapatkan keuntungan yang besar dengan biaya yang rendah. Untuk itu, banyak perusahaan melakukan perhitungan pada biaya modal ketika ingin memperoleh dana untuk keperluan pengembangan dan investasi agar keuntungan yang diperoleh dapat lebih besar.
44
Salah satu jenis dari biaya modal adalah biaya modal atas saham, yang mana terbebankan ketika suatu perusahaan mendapatkan dana dari hasil penjualan saham. Pada penelitian ini, biaya modal atas saham dihitung dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Rumus dari CAPM tersebut adalah: R = Rf + β (Rm - Rf) Keterangan: -
R
=
Expected return on a given risky security (tingkat
pengembalian dari saham bersama dengan risikonya). -
Rf
=
Risk free rate (tingkat pengembalian yang diinginkan oleh
investor dari sebuah investasi bebas risiko). Rf diambil dari tingkat pengembalian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama periode yang digunakan dalam penelitian ini. -
Rm
=
Expected return on the stock market as a whole (tingkat
pengembalian pada pasar modal secara keseluruhan). Perhitungan Rm dilakukan dengan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari t dikurangi dengan nilai IHSG hari t-1, kemudian dibagi dengan nilai IHSG hari t-1, dan seterusnya sampai akhir periode data yang digunakan untuk penelitian ini, lalu dirata-ratakan. -
Β
=
Ukuran dari hubungan paralel dari sebuah saham biasa
dengan seluruh tren dalam pasar saham. β dihitung dengan regresi nilai Ri dengan Rm, yang kemudian diambil nilai koefisiennya. Koefisien dari
45
nilai Ri terhadap Rm menunjukkan tingkat hubungan antara Ri dengan Rm. β > 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih tinggi daripada pasar, β < 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih rendah daripada indek pasar secara umum (general market index). Ri
=
Tingkat pengembalian atas saham individu. Ri dihitung
dengan harga pasar saham individu t dikurangi dengan harga pasar saham individu t-1, kemudian dibagi dengan harga pasar saham individu hari t1, dan seterusnya sampai akhir periode data yang digunakan untuk penelitian ini, lalu dirata-ratakan. Adapun, biaya atas modal saham juga merupakan variabel independen dalam penelitian ini, yang mana berarti biaya atas modal saham ini adalah variabel intervening.
3.3.2
Variabel Independen
Ikatan para Pemangku Kepentingan Ikatan para pemangku kepentingan adalah salah satu dari sub-sub variabel CSR.
Pada umumnya, kegiatan-kegiatan positif CSR didasari pada adanya ikatan para pemangku kepentingan yang baik. Dalam teori-teori yang telah dibahas sebelumnya menyatakan bahwa kegiatan CSR identik dengan ikatan para pemangku kepentingan. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan didasarkan pada kriteria dari The Environment Council (TEC). Kriteria-kriteria tersebut pernah digunakan oleh ACCA Australia untuk menyingkapkan 46
ikatan para pemangku kepentingan di 50 perusahaan terbaik di Australia melalui data dari Australia Stock Exchange (ASX). Kriteria-kriteria tersebut meliputi: 1. Identifikasi Pemangku Kepentingan (Stakeholder identification) -
Apakah perusahaan ada mendefinisikan/menerangkan tentang para pemangku kepentingannya,
-
Apakah perusahaan mempunyai daftar para pemangku kepentingannya,
-
Apakah perusahaan menyingkapkan adanya atribut-atribut penting dari setiap kelompok para pemangku kepentingan, dan
-
Apakah perusahaan dapat mengetahui dan menyingkapkan ketika ada terdapat hubungan dengan para pemangku kepentingannya.
2. Dasar untuk identifikasi dan seleksi pemangku kepentingan (Basis for stakeholder identification and selection) -
Apakah
perusahaan
dapat
membedakan
antara
para
pemangku
kepentingan yang memegang peranan penting dan tidak, -
Apakah perusahaan memiliki cara untuk mengidentifikasi dan menyeleksi para pemangku kepentingannya, dan
-
Apakah para pemangku kepentingan di perusahaan mempunyai keinginan untuk menjalin ikatan/hubungan dengan perusahaan dan para pemangku kepentingan lainnya.
3. Pendekatan / media yang digunakan untuk ikatan pemangku kepentingan (Approaches / media used for stakeholder engagement)
47
-
Apakah ada media-media atau cara-cara pendekatan tertentu yang sering dijadikan sebagai alat untuk membangun ikatan para pemangku kepentingan,
-
Apakah dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan-kegiatan penting perusahaan, banyak pemangku kepentingan di perusahaan yang terlibat, dan
-
Apakah para pemangku kepentingan perusahaan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan perusahaan.
4. Kepedulian-kepedulian dan Isu-isu yang muncul akibat ikatan pemangku kepentingan (Key concerns and issues raised through stakeholder engagement) -
Apakah ada terdapat/terdengar hal-hal atau isu-isu yang muncul akibat ikatan/hubungan antar para pemangku kepentingan di perusahaan dengan perusahaan,
-
Apakah ada terdapat komentar, saran, atau pertanyaan dari hasil ikatan para pemangku kepentingan di perusahaan untuk kemajuan perusahaan, dan
-
Apakah komentar, saran dan pertanyaan dari hasil ikatan para pemangku kepentingan di perusahaan disampaikan dengan baik dan tepat.
5. Bukti ikatan pemangku kepentingan (Evidence of stakeholder engagement) -
Apakah ada yang pernah membuat kasus mengenai ikatan para pemangku kepentingan dari perusahaan,
-
Apakah ada foto-foto atau gambar-gambar yang pernah diambil dari kegiatan-kegiatan untuk mempererat para pemangku kepentingan, dan
48
-
Apakah ada terdapat sertifikat yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai ikatan para pemangku kepentingan yang baik.
6. Target ikatan pemangku kepentingan di masa yang akan datang (Future targets for stakeholder engagement) -
Apakah perusahaan mempunyai rencana ke depan untuk mempererat ikatan dengan para pemangku kepentingannya, dan
-
Apakah di perusahaan ada terdapat laporan atas pencapaian target untuk memperat ikatan dengan para pemangku kepentingan dari tahun-tahun sebelumnya.
7. Kesempatan untuk memberikan umpan balik (Opportunities for feedback) -
Apakah perusahaan terbuka untuk saran-saran dari para pemangku kepentingannya,
-
Apakah di perusahaan ada terdapat formulir khusus untuk pemberian saran dari para pemangku kepentingannya,
-
Apakah perusahaan menyediakan kontak-kontak yang dapat dihubungi seperti: nomor handphone, email, atau website, dan
-
Apakah perusahaan ada memberikan keterangan atau penjelasan atas saran-saran yang pernah digunakan.
(Kaur and Lodhia, 2013) Ikatan para pemangku kepentingan dihitung berdasarkan indikator-indikator ESG dari TEC yang telah dibahas sebelumnya dengan total indikator berjumlah 7. Observasi akan dilakukan pada laporan tahunan masing-masing perusahaan yang akan diteliti untuk mencari tahu apakah 7 indikator-indikator dari TEC tersebut telah diadopsi oleh 49
masing-masing perusahaan atau tidak. Batasan untuk masing-masing dimensi adalah nilai 0 sampai 1, yang berarti diungkapkan atau tidak. Rumus penghitungan ikatan para pemangku kepentingannya adalah sebagai berikut: Σxi j SEI j
= nj
Keterangan: SEI j : Stakeholder Engagement Index (Indeks ikatan para pemangku kepentingan) perusahaan j n j : jumlah item untuk perusahaan j, nj = 7 Xi j : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan. Dengan demikian, 0 < SEI j < 1
Pengungkapan CSR Pengungkapan CSR terjadi apabila suatu perusahaan mengungkapkan CSRnya
kepada publik. Dalam penelitian ini, pengungkapan CSR diukur berdasarkan diungkapkan atau tidaknya kegiatan-kegiatan CSR di dalam laporan tahunan perusahaan. Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur variabel pengungkapan CSR didasarkan pada kategori ESG (Environmental Social Governance) performance 50
score (nilai performa ESG) yang digunakan oleh Thomson Reuters. Thomson adalah sebuah perusahaan berbasis di Swiss yang mempunyai spesiaisasi dalam menghasilkan informasi ESG dan analisis investasi yang objektif, relevan, teraudit, dan sistematis. Adapun, indikator-indikator dari ikatan para pemangku kepentingan tersebut adalah: A. Kategori performa lingkungan (environmental performance), dengan dimensi-dimensi sebagai berikut: 1. Pengurangan Sumber Daya (Resource Reduction) kapasitas perusahaan dalam mengurangi penggunaan material, energi, dan air, serta peningkatan supply chain management (manajemen rantai suplai). 2. Pengurangan Emisi (Emission Reduction) kapasitas perusahaan dalam mengurangi polusi udara 3. Inovasi Produk (Product Innovation) kapasitas perusahaan dalam menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan dengan penggunaan material yang lebih sedikit dengan durabilitas yang besar.
B. Kategori performa sosial (social performance), dengan dimensi-dimensi sebagai berikut: 4. Kualitas Kerja (Employment Quality) kapasitas perusahaan dalam meningkatkan kesetiaan dan produktivitas para karyawannya melalui pemberian reward (penghargaan) dan benefit (keuntungan) yang adil, serta adanya fokus terhadap pertumbuhan karyawan-karyawan untuk jangka panjang. 5. Kesehatan dan Keselamatan (Health and Safety) kapasitas perusahaan dalam memperhatikan kesehatan fisik dan mental para karyawan-karyawannya.
51
6. Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development) kapasitas perusahaan dalam meningkatkan intellectual capital (modal intelektual) dan kemampuan kerja dari para karyawan-karyawannya melalui pemberian pelatihan dan edukasi. 7. Keragaman dan Kesempatan (Diversity and Opportunity) kapasitas perusahaan dalam menciptakan kehidupan kerja yang seimbang dan bersifat kekelurgaan dimana tidak ada perbedaan jenis kelamin, umur, ras, dan agama. 8. Hak Asasi (Human Rights) kapasitas perusahaan dalam memberikan jaminan kebebasan berasosiasi dan jaminan tidak adanya buruh-buruh anak. 9. Komunitas
(Community)
kapasitas
perusahaan
dalam
mempertahankan
reputasinya di dalam komunitas (global, nasional, ataupun lokal) melalui perlindungan kesehatan umum, menghormati etika bisnis (menghindari sogok, korupsi, dan sebagainya). 10. Pelanggan / Responsibilitas Produk (Customer / Product Responsibility) kapasitas perusahaan dalam memberikan jaminan kualitas produk dan jasa yang baik, kesehatan dan keselamatan pelanggan, serta adanya pemeliharaan integritasnya melalui penggunaan informasi dan label produk yang akurat.
C. Kategori kepemimpinan perusahaan (corporate governance), dengan dimensi-dimensi sebagai berikut: 11. Board Structure kapasitas perusahaan dalam memastikan adanya pertukaran ide dan proses pembuatan keputuan secara independen diantara pihak-pihak di dalam manajemen.
52
12. Compensation Policy kapasitas perusahaan dalam memprediksi target-target keuangannya atas kompensasi-kompensasi yang diberikan kepada para eksekutifnya yang memiliki keahlian. 13. Board Functions kapasitas perusahaan dalam menghasilkan efektifitas manajemen dengan pengalokasian tugas dan tanggung jawab yang baik. 14. Shareholder Rights kapasitas perusahaan dalam memberikan kepastian akan adanya hak-hak yang adil kepada para pemegang saham minoritas. 15. Vision and Strategy kapasitas perusahaan dalam menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan dimensi-dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam proses pengambilan keputusan. (Thomson Reuters ASSET4 Categories) Adapun, pengungkapan CSR dihitung berdasarkan indikator-indikator ESG dari Thomson Reuters tersebut yang mencakup 15 indikator. Observasi akan dilakukan pada laporan tahunan masing-masing perusahaan yang akan diteliti untuk mencari tahu apakah 15 indikator-indikator ESG tersebut telah diadopsi oleh masing-masing perusahaan atau tidak. Batasan untuk masing-masing dimensi adalah nilai 0 sampai 1, yang berarti diungkapkan atau tidak. Rumus penghitungan pengungkapan CSRnya adalah sebagai berikut: Σxi j CSRI j
= nj
Keterangan: 53
CSRI j : CSR Index (Indeks CSR) perusahaan j n j : jumlah item untuk perusahaan j, nj = 15 Xi j : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan. Dengan demikian, 0 < CSRI j < 1
ada atau tidaknya informasi tentang CSR yang diungkapkan oleh masing-masing perusahaan dalam masing-masing laporan tahunannya, yang mana juga berarti batasannya adalah nilai 0 sampai 1.
3.4
Prosedur Pengumpulan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder perusahaan-
perusahaan manufaktur yang terdaftar (listed) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data-data dapat diperoleh dari Bursa Efek Indonesia baik melalui website BEI (www.idx.co.id) maupun pengambilan data langsung dari gedung BEI. Data-data yang dibutuhkan adalah laporan tahunan (annual report) perusahaan dengan sampel tahun 2010 dan 2011. Pada dasarnya, laporan tahunan perusahaan sudah mencakup data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Meskipun demikian, beberapa data lain di luar laporan tahunan perusahaan juga akan mungkin diambil apabila kebutuhan penelitian belum terpenuhi.
54
3.5
Populasi dan Sampel Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek
Indonesia (BEI). Data yang digunakan adalah data dari laporan tahunan perusahaanperusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI. Populasi dalam penelitian ini adalah 129 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 sampai dengan 2011. Dalam melakukan pengambilan sampel pada penelitian ini, ada beberapa teori yang digunakan sebagai acuan. Menurut Gary dan Diehl (1992), sampel minimum untuk penelitian deskriptif adalah sebesar 10% dari populasi. Roscoe (1975) mengemukakan bahwa ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. Malhotra (1993) memberikan panduan ukuran sampel yang diambil dapat ditentukan dengan cara mengalikan jumlah variabel dengan 5, yang mana dalam penelitian ini berarti 4 x 5 = 20 sampel. Arikunto Suharsimi (2005) menambahkan bahwa jika peneliti memiliki beberapa ratus subjek dalam populasi, sampel yang baik adalah 20 – 30% dari jumlah tersebut. Menyeuaikan dengan teori-teori sampling tersebut, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 sampel. Untuk menghindari adanya outliers, sampel ditambahkan menjadi 33 sampel. Penggunaan perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian dikarenakan perusahaan manufaktur dalam menjalankan usahanya bersinggungan langsung terhadap faktor lingkungan dan sosial oleh karenanya perusahaan manufaktur dinilai peneliti sebagai perusahaan yang lebih bertanggung jawab terhadap faktor lingkungan dan sosial dibandingkan perusahaan-perusahaan lainnya. Selain itu, perusahaan manufaktur sebagai
55
salah satu perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) nomor 40 tahun 2007 untuk melakukan tanggung jawab sosial. Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive judgement sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel penelitian ini adalah: -
Sampel merupakan listed company (perusahaan terbuka untuk publik) yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 sampai dengan 2011,
-
Sampel laporan tahunan atau dokumen lain yang dibutuhkan bagi penelitian ini tersedia secara lengkap, baik secara hard copy (data fisik) maupun soft copy (data komputer). Tabel 3.2 Sampel Penelitian
(Perusahaan-perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2009 -2011) NO. KODE
NAMA PERUSAHAAN
SEKTOR INDUSTRI
1.
SMCB
Holcim Indonesia Tbk
Semen
2.
UNVR
Mulia Industrindo Tbk
Kosmetik dan Barang RT
3.
HMSP
Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk
Rokok
4.
KLBF
Kalbe Farma Tbk
Farmasi
5.
BRPT
Mulia Industrindo Tbk
Keramik, Porselen, dan Kaca
6.
AMFG
Asahimas Flat Glass Tbk
Keramik, Porselen, dan Kaca
56
7.
NIKL
Pelat Timah Nusantara Tbk
Logam dan Sejenisnya
8.
FASW
Fajar Surya Wisesa Tbk
Pulp an Kertas
9.
MLBI
Multi Bintang Indonesia Tbk
Makanan dan Minuman
10.
IMAS
Indomobil Sukses International Tbk
Otomotif dan Komponen
11.
ASII
Astra International Tbk
Otomotif dan Komponen
12.
GDYR
Goodyear Indonesia Tbk
Otomotif dan Komponen
13.
GGRM Gudang Garam Tbk
Rokok
14.
INAF
Indofarma Tbk
Farmasi
15.
KAEF
Kimia Farma Tbk
Farmasi
16.
KBLM
Kabelindo Murni Tbk
Kabel
17.
KBRI
Kertas Basuki Rachmat Tbk
Pulp dan Kertas
18.
RMBA Bentoel International Tbk
Rokok
19.
ULTJ
Ultrajaya Milk Industry Tbk
Makanan dan Minuman
20.
VOKS
Voksel Electric Tbk
Kabel
21.
APLI
Asiaplast Industries Tbk
Plastik dan Kemasan
22.
BATA
Sepatu Bata Tbk
Alas Kaki
23.
BRNA
Berlina Tbk
Plastik dan Kemasan
24.
BTON
Beton Jaya Manunggal Tbk
Logam dan Sejenisnya
25.
ERTX
Eratex Djaya Tbk
Tekstil dan Garment
26.
ETWA
Eterindo Wahanatama Tbk
Kimia
27.
INTP
Indocement Tunggal Prakasa Tbk
Semen
28.
MERK
Merck Indonesia Tbk
Farmasi
29.
SMGR
Semen Indonesia Tbk
Semen 57
30.
TCID
Mandom Indonesia Tbk
Kosmetik
31.
PBRX
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
Pulp dan Kertas
32.
TKIM
Pan Brothers Tbk
Tekstil dan Garment
33.
PRAS
Prima Alloy Steel Universal Tbk
Logam dan Sejenisnya
3.6
Metode Analisis Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 sampai menjadi data
yang siap dianalisis. Program yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah SPSS 20.0. 3.6.1
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal, (Gujarati, 2003). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal. Untuk melihat seberapa besar kecenderungan populasi dari suatu data sampel mendekati distribusi normal, dapat dianalisis menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Konsep dasar uji normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data dengan distribusi yang dipilih. Data yang berdistribusi normal memiliki asymp.sig.(2-tailed) > 0.05 (Nugroho, 2011:33). 3.6.2
Uji Asumsi Klasik 3.6.2.1 Uji Multikolinearitas
58
Multikolinearitas berarti adanya hhubungan linear yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas dalam suatu model OLS (Ordinary Least Square). Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat hasil estimasi tidak mencerminkan pengaruh suatu variabel itu sendiri, melainkan ada pengaruh lain yang terkorelasi (Gujarati, 2003:319). Uji multikorelasi digunakan untuk menguji apakah adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi apakah model regresi linier mengalami multikolinearitas, akan diuji dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel independen, yaitu jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF > 10 berarti telah terjadi multikolinearitas, sedangkan apabila VIF kurang dari 10 dapat dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model adalah dapat dipercaya dan objektif (Ghozali, 2001).
3.6.2.2 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari metode yang diamati tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya (Hanke dan Reitsch, 1998:259). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, harus diuji terlebih dahulu. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. 59
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedartisitas. Uji heteroskedastisitas akan dilakukan dengan melihat grafik Flot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Namun, cara ini menjadi fatal karena pengambilan keputusan apakah suatu model terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau tidak hanya berpatok pada pengamatan gambar saja tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam penelitian ini, akan digunakan uji Spearman’s rho (Santoso, 2010) untuk menguji apakah ada heteroskedastisitas atau tidak.
3.6.3
Model Statistik
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), metode regresi linear berganda adalah metode yang digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukur atau rasio dalam suatu persamaan linier. Variabel-variabel pada penelitian ini diambil dari paradigma dari teori-teori yang telah ada. Adapun, variabel-variabel dependen dalam penelitian ini adalah keterbatasan modal dan biaya atas modal saham. Sedangkan variabel-variabel independennya adalah ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR. Adapun, variabel biaya atas modal saham adalah variabel intervening, yang mana adalah variabel yang dapat 60
berfungsi untuk membantu menjelaskan pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya. Berikut adalah persamaan-persamaan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan pada penelitian ini: Persamaan 1: CE it+1 = β01 + β1 SE it + β2 CD it + e it
Persamaan 2: CC it+1 = β02 + β3 SE it + β4 CD it + β5 CÊ it+1 + e it
Keterangan -
CE it+1
=
Cost of Equity (biaya atas modal saham)
untuk periode satu tahun ke depan -
CC it+1
=
Capital Constraint (keterbatasan modal)
untuk periode satu tahun ke depan -
SE it
=
Stakeholders Engagement (ikatan para
pemangku kepentingan) index berdasarkan indikator-indikator Thomson Reuters ASSET4 -
CD
=
CSR
Disclosure
(pengungkapan
CSR)
index berdasarkan indikator-indikator dari The Environment Council (TEC) -
β01, β02, β1,…, β5 =
Koefisien regresi 61
-
e it
=
Error term
-
i
=
Banyaknya observasi (1, 2,…,n)
-
t
=
Periode dalam satu tahun (1,2,…,n)
3.6.4
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan metode regresi linear berganda. Hipotesis-hipotesis dari teori-teori yang ada akan diuji dengan: uji signifikansi simultan (F-test), dan uji signifikansi parameter individu (t-test).
3.6.4.1 Uji Hubungan Antar Variabel Pada sub bab 2.6 dapat dilihat bahwa ikatan para pemangku kepentingan dapat berpengaruh langsung terhadap keterbatasan modal, tetapi dapat juga berpengaruh tidak langsung melalui variabel biaya atas modal saham lebih dahulu baru ke variabel keterbatasan modal. Hubungan langsung terjadi jika satu variabel mempengaruhi variabel lainnya tanpa ada variabel ketiga yang memediasi (intervening) hubungan kedua variabel tadi. Hubungan tidak langsung adalah jika ada variabel ketiga yang memediasi hubungan kedua variabel tersebut. Kemudian pada setiap variabel dependen (endogen variabel) akan ada anak panah yang menuju ke variabel ini dan berfungsi untuk menjelaskan jumlah variance yang tidak dapat dijelaskan (unexplained variance) oleh variabel itu (Ardini, 2006).
62
Menurut Trihendradi (2012), untuk mengetahui apakah suatu variabel dapat menjadi mediasi untuk variabel lainnya perlu diuji korelasinya terlebih dahulu, yang mana dapat dilakukan dengan uji Pearson. Apabila dari hasil uji Pearson diperoleh hasil bahwa variabel CE (biaya atas modal saham) yang pada paradigma penelitian memediasi variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) dan CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal mempunyai korelasi dengan semua variabel yang dimediasi, maka model paradigma penelitian pada sub bab 2.6 adalah benar dan akan diuji dengan uji Two Stage Least Square. Apabila dari hasil uji Pearson diperoleh hasil bahwa variabel CE (biaya atas modal saham) hanya memediasi salah satu dari variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) atau CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal, maka model penelitian akan menjadi:
SE CE
CC
CD Persamaan penelitian: 1. CE it+1 = β01 + β1 SE it + e it 2. CC it+1 = β02 + β2 SE it + β3 CD it + β4 CÊ it+1 + e it
63
atau
SE CE
CC
CD Persamaan penelitian: 1. CE it+1 = β01 + β1 CD it + e it 2. CC it+1 = β02 + β2 SE it + β3 CD it + β4 CÊ it+1 + e it
Untuk menguji pengaruh pada paradigma ini digunakan metode analisis jalur (path analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda. Analisis jalur menggunakan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model kausal) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Analisis jalur sendiri tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat dan juga tidak dapat digunakan sebagai substitusi bagi peneliti untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel. Hubungan kausalitas antar variabel telah dibentuk dengan model berdasarkan landasan teoritis. Apa yang dapat dilakukan oleh analisis jalur adalah menentukan pola hubungan antara tiga atau lebih variabel dan tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi atau menolak hipotesis kausalitas imajiner.
64
Koefisien jalur dihitung dengan membuat 2 persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Koefisien jalur adalah standardized coefficient regresi, yang mana berarti nilai (β) yang digunakan dalam analisis jalur adalah bukan unstandardized coefficient, melainkan standardized coefficient. Jadi, pengaruh langsung variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) dan CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal (CC) adalah sebesar β3 dan β4, dimana seperti yang disebutkan sebelumnya, nilai (β) adalah nilai standardized coefficient. Sedangkan pengaruh tidak langsung variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) dan CD (pengungkapan CSR) terhadap CC (keterbatasan modal) adalah sebesar β1 x β5 dan β2 x β5 (Trihendradi, 2012). Apabila hasil uji Pearson menunjukkan bahwa variabel CE (biaya atas modal saham) tidak memiliki korelasi dengan semua variabel pada paradigma penelitian di sub bab 2.6, berarti variabel CE (biaya atas modal saham) tidak dapat menjadi variabel mediasi untuk variabel SE (ikatan para pemangku kepentingan) ataupun CD (pengungkapan CSR) terhadap keterbatasan modal. Maka model penelitian akan dipecah menjadi: Model 1:
SE CE CD 65
Model 2:
SE CE
CC
CD Persamaan penelitian: 1. CE it+1 = β01 + β1 SE it +β2 CD it + e it 2. CC it+1 = β02 + β3 SE it + β4 CD it + β5 CE it+1 + e it
3.6.4.2 Uji Signifikansi Parameter Individu (t-test) Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam penelitian ini, uji t dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t dari masing-masing variabel pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 ( = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Hal tersebut berarti variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen secara individual. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari , maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Hal tersebut berarti variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen secara individual.
66
3.6.4.3 Uji Signifikansi Simultan (F-test) Uji F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan fit. Dalam penelitian ini, uji F dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significance level 0,05 (= 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari , maka hipotesis ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa model regresi tidak fit. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari , maka hipotesis diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa model regresi fit.
3.6.4.4 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2 / R kuadrat) pada intinya digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi 67
mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.
68
BAB IV ANALISIS DAN BAHASAN TEMUAN
4.1
Gambaran Umum Penelitian Sampel penelitian diambil dari 33 perusahaan industri manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia. Kriteria perusahaan yang harus dipenuhi adalah perusahaan harus telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2009 dan mempublikasikan secara lengkap laporan tahunan dan laporan keuangannya dari periode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011. Kriteria lainnya adalah perusahaan tidak berubah industri selama kurun waktu 2009 – 2011. Data- data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: -
Data primer untuk variabel ikatan para pemangku kepentingan.
-
Data sekunder untuk variabel pengungkapan CSR, biaya atas modal saham, dan keterbatasan modal.
Seluruh data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan lengkap. Namun, data primer yang dibutuhkan untuk mengukur variabel ikatan para pemangku kepentingan tidak dapat diperoleh dikarenakan langkanya lembaga survei di Indonesia. Pencarian data primer yang dapat dilakukan di Indonesia adalah dengan melakukan survei sendiri di perusahaan-perusahaan yang menjadi populasi penelitian 69
ini. Survei dilakukan dengan mengirim kuesioner yang berisikan 21 pertanyaan untuk 7 indikator ikatan para pemangku kepentingan melalui email kepada perusahaanperusahaan yang menjadi populasi penelitian ini, yaitu 129 perusahaan manufaktur Indonesia yang terdaftar di BEI periode 2009 – 2011. Dari seluruh kuesioner yang dikirimkan, hanya 3 perusahaan yang memberikan respon. Jumlah yang sangat minim tersebut tidak valid untuk membuktikan kebenaran hipotesis-hipotesis yang berkenaan dengan ikatan para pemangku kepentingan dalam penelitian ini. Adapun, berdasarkan teori-teori yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, jumlah sampel yang cocok untuk penelitian ini adalah sebanyak 33 sampel. Untuk mengatasi masalah ini, data primer diubah menjadi data sekunder, yaitu data dari laporan tahunan perusahaan. Kelemahan dari data sekunder untuk variabel ikatan para pemangku kepentingan ini adalah berita mengenai ikatan para pemangku kepentingan yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan di Indonesia pada umumnya tidak maksimal. Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian adalah data dari masingmasing perusahaan yang telah ditetapkan menjadi sampel penelitian pada sub-bab sebelumnya. Data-data sekunder tersebut meliputi: Tabel 4.1 Data-data Sekunder Penelitian Variabel Ikatan para pemangku kepentingan
Data Sekunder Laporan tahunan (annual report) periode 2009 dan 2010
Pengungkapan CSR
Laporan tahunan (annual report) periode
70
2009 dan 2010 Biaya atas modal saham
Harga penutupan (closing price) per lembar saham harian periode 2010 dan 2011
Keterbatasan modal
Laporan keuangan (financial report) periode 2010 dan 2011
4.2
Analisis Outliers Outliers digunakan untuk mengeliminasi data-data observasi yang ekstrim.
Berdasarkan analisis outliers yang dilakukan untuk penelitian ini, ditemukan terdapat 3 sampel outliers. Sampel-sampel tersebut dinyatakan outliers karena variabel cost of equity-nya negatif dimana pada umumnya variabel cost of equity adalah posiif. Adapun, karena variabel cost of equity merupakan variabel intervening, maka ketiga data outliers tersebut tidak dapat digunakan baik dalam model regresi pertama maupun kedua. Datadata outliers yang dimaksud adalah: IMAS, KBLM, dan BATA. Dengan demikian, jumlah sampel yang digunakan untuk penelitian adalah sebanyak 30 sampel.
4.3
Analisis Variabel 4.3.1
Analisis Keterbatasan Modal
Penelitian terhadap keterbatasan modal dilakukan dengan menggunakan KZ Index. Data penelitian diambil dari laporan keuangan masing-masing perusahaanyan 71
kemudian diolah dengan menggunakan rumus-rumus yang ada. Adapun, gambaran indikator-indikator rasio yang digunakan dalam KZ Index untuk masing-masing perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Cash Flow Diagram Analisis Rasio Cash Flow 3.5 3 2.5 2 1.5 Cash Flow 2011
0.5
Cash Flow 2010
0 -0.5
SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
1
-1 -1.5 -2
Gambar 4.1 Dapat terlihat dalam grafik cash flow bahwa rasio arus kas tertinggi ada pada PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) pada tahun 2010 yang mana kemudian menurun drastis pada tahun 2011 dikarenakan perusahaan merugi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan seperi Pelat Timah Nusantara adalah perusahaan yang menjual dalam jumlah yang langsung banyak pada periode-periode tertentu. Rasio arus kas dengan kategori rendah ada pada perusahaan-perusahaan seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), PT. Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), PT. Fajar Surya Wisesa, Tbk (FASW), dan bahkan PT Eratex, Tbk (ERTX) yang mencapai minus di tahun 2010. Ini 72
berarti perusahaan-perusahaan tersebut kurang mampu mengoptimalkan aset-asetnya untuk memperoleh laba. Dengan demikian, keterbatasan modal dari perusahaanperusahaan tersebut cenderung tinggi. Adapun, perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), Kalbe Farma (KLBF), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS), PT Beton Jaya Manunggal, Tbk (BTON), Merck Indonesia (MERK), dan PT Eratex, Tbk (ERTX) pada tahun 2011 memiliki rasio arus kas yang termasuk dalam kategori tinggi. Rasio arus kas tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat keterbatasan modal yang rendah karena ada banyaknya dana yang masuk dari laba. Dilihat dari indikator cash flow, PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), Kalbe Farma (KLBF), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), dan PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS) memiliki keterbatasan modal yang rendah.
2. Q atau Tobin’s Q Diagram Analisis Rasio Tobin’s Q
73
45 40 35 30 25 Q 2011
20
Q 2010
15 10
0 -5
SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
5
Gambar 4.2 Dari grafik Q dapat terlihat kalau Tobin’s Q dari Unilever sangat tinggi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan manufaktur lainnya. Ini menunjukkan bahwa harga saham Unilever di pasar dihargai tinggi. Perusahaan-perusahaan lain yang terlihat memiliki Tobin’s Q tinggi adalah PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI) dan PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP). Perusahaan yang memiliki Tobin’s Q yang tinggi cenderung untuk memiliki harga saham yang overvalued (mahal) dimana para investor akan cenderung untuk menjual saham dari perusahaan-perusahaan tersebut yang mana membuat keterbatasan modal meningkat. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang memiliki Tobin’s Q yang rendah seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), PT. Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), dan PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) cenderung membuat para investor membeli saham dari perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan demikian, apabila dilihat dari indikator Tobin’s Q, PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), PT. Asahimas Flat Glass, Tbk (AMFG), Holcim (SMCB), PT. Pelat Timah
74
Nusantara, Tbk (NIKL), PT Beton Jaya Manunggal, Tbk (BTON), dan PT Eratex, Tbk (ERTX) memiliki tingkat keterbatasan modal yang rendah.
3. Leverage Diagram Analisis Rasio Leverage 1.4 1.2 1 0.8 Leverage 2011
0.6
Leverage 2010
0.4
0
SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
0.2
Gambar 4.3 Dapat terlihat dari grafik leverage kalau rasio leverage tertinggi ada pada PT. Eratex Djaya, Tbk (ERTX). Tingginya leverage pada ERTX disebabkan karena jumlah penggunaan utangnya yang jauh lebih besar dari modalnya. Pada
PT. Fajar Surya
Wisesa, Tbk (FASW), tingginya leverage pada tahun 2010 disebabkan oleh peningkatan jumlah utang yang mencapai angka + 2 triliun rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa PT. Fajar Surya Wisesa, Tbk (FASW) memiliki tingkat penggunaan utang yang tinggi dimana terdapat kemungkinan adanya kesulitan untuk memperoleh utang lagi. Dengan demikian, keterbatasan modal pun akan meningkat. Adapun, perusahaan-perusahaan lain 75
yang juga memiliki leverage tinggi seperti PT. Barito Pacific, Tbk (BRPT), Holcim (SMCB), PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS), dan Kalbe Farma (KLBF) berarti juga memiliki keterbatasan modal yang tinggi. Sebaliknya, perusahaanperusahaan seperti PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), Kalbe Farma (KLBF), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), PT Voksel Electric, Tbk (VOKS), dan PT Eterindo, Tbk (ETWA) yang memiliki leverage yang rendah berarti memiliki tingkat keterbatasan modal yang rendah.
4. Dividend Diagram Analisis Rasio Dividend 2.5 2 1.5 Dividend 2011
1
Dividend 2010
0
SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
0.5
Gambar 4.4 Dari grafik dividend dapat terlihat kalau PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) memiliki rasio dividen tertinggi yang mana berarti bahwa perusahaan ini membayar dividen yang sangat besar. Tingkat pembayaran dividen yang tinggi setelah PT. Hanjaya 76
Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) diikuti oleh Unilever (UNVR) dan PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS). Perusahaan yang dapat membayar dividen tinggi berarti pendapatan perusahaannya juga cenderung besar. Dilihat dari indikator dividend, PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP), Unilever (UNVR), dan PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS) memiliki keterbatasan modal yang rendah. Sebaliknya,
perusahaan-perusahaan
lainnya
yang terlihat
dalam
grafik
tidak
membagikan dividen cenderung memiliki keterbatasan modal yang tinggi.
5. Cash Diagram Analisis Rasio Cash 12 10 8 6
Cash2011 Cash 2010
4
0
SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
2
Gambar 4.5 Dari grafik cash, dapat terlihat kalau NIKL memiliki jumlah kas yang besar, yang mana juga berarti bahwa PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) memiliki ketersediaan dana yang besar juga. Seperti yang telah dibahas pada bagian cash flow, ada kemungkinan 77
perusahaan tersebut menjual produk-produknya langsung dalam kuantitas yang besar dalam periode-periode tertentu. Dilihat dari jumlah kasnya, perusahaan-perusahaan seperti PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL), PT Indomobil Sukses Internasional, Tbk (IMAS), Kalbe Farma (KLBF), PT Kertas Basuki Rachmat, Tbk (KBRI), Bentoel International (RMBA), PT Eratex Djaya, Tbk (ERTX), dan PT Eterindo, Tbk (ETWA) cenderung untuk memiliki keterbatasan modal yang rendah. Adapun, indikator-indikator KZ Index yang meliputi cash flow, Tobin’s Q, leverage, dividend, dan cash dari perusahaan-perusahaan sampel disatukan ke dalam persamaan KZ Index yang telah dibuat oleh Lamont dan kawan-kawan (2001) untuk mengetahui tingkat keterbatasan modal dari perusahaan-perusahaan sampel tersebut. Grafik persamaan KZ Index-nya adalah sebagai berikut: Diagram Analisis Keterbatasan Modal
0 -10
SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
10
-20 -30
KZ Index 2011
-40
KZ Index 2010
-50 -60 -70 -80
Gambar 4.6
78
Semakin negatif KZ Index, semakin rendah keterbatasan modalnya, berarti semakin baik. Dari grafik KZ Index dapat terlihat bahwa keterbatasan modal paling rendah dari seluruh perusahaan sampel dimiliki oleh PT. Hanjaya Mandala Sampoerna, Tbk (HMSP) dengan jumlah KZ Index sebesar -61.82 pada tahun 2010 dan -75.63 pada tahun 2011, yang kemudian diikuti oleh Merck Indonesia (MERK), PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL), Unilever (UNVR), PT Multi Bintang Indonesia, Tbk (MLBI), dan Kalbe Farma (KLBF). Perhitungan KZ Index ini didasari oleh 5 indikator yang telah dibahas sebelumnya dimana dapat terlihat bahwa perusahaan-perusahaan yang tersebut sebelumnya memiliki keterbatasan modal rendah berdasarkan masing-masing indikator juga memiliki keterbatasan modal rendah secara keseluruhan melalui persamaan KZ Index yang dibuat oleh Lamont dan kawan-kawan (2001). Adapun, seperti yang dapat dilihat pada grafik KZ Index, keterbatasan modal pada perusahaan-perusahaan listed cenderung tidak tinggi. Sebesar-besarnya keterbatasan modal yang dialami tidak jauh dari angka 0, kecuali pada Eratex (ERTX) yang dimana tengah mengalami defisiensi modal.
4.3.2
Analisis Biaya Atas Modal Saham
Biaya atas modal saham dalam penelitian ini dihitung dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Rumus dari CAPM tersebut adalah: R = Rf + β (Rm - Rf) Hasil dari CAPM untuk masing-masing perusahaan sampel adalah sebagai berikut:
79
Diagram Analisis Biaya Atas Modal Saham 100.00% 80.00% Cost of Equity 2011
60.00% 40.00%
Cost of Equity 2010
0.00%
SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
20.00%
-20.00%
Gambar 4.7 Dari grafik cost of equity terlihat bahwa biaya atas modal saham di tahun 2010 jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun 2011. Hal ini diakibatkan oleh tingginya nilai beta dari sebagian besar perusahaan sampel pada tahun 2010. Tingginya nilai beta ini diakibatkan oleh perubahan harga saham dari masing-masing perusahaan sampel yang tidak diimbangi dengan perubahan harga saham gabungan (IHSG). Dapat dilihat pada bar PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) yang mana memiliki biaya atas modal saham tertinggi, yaitu 93.67% pada tahun 2010. Besarnya biaya atas modal saham pada PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) ini dikarenakan betanya mencapai 1.67. Tingginya beta pada PT. Pelat Timah Nusantara, Tbk (NIKL) dipicu oleh gejolak harga saham dari perusahaan ini yang naik turun secara drastis, seperti pada bulan Maret 2010 ke bulan April 2010, yang mana peningkatan harga sahamnya adalah 76.43%. Beta yang tinggi menandakan risiko yang tinggi juga. Karena risikonya tinggi, tingkat pengembalian yang diharapkan dari para investor juga akan tinggi. Oleh sebab itu, biaya 80
atas modal saham dari PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk (INTP) pada tahun 2010 juga tinggi. Kejadian serupa juga dialami oleh sebagian besar perusahaan-perusahaan sampel lainnya pada tahun 2010. Pada tahun 2011, biaya atas modal saham dari masing-masing perusahaan sampel terlihat mengecil. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya beta dari perusahaanperusahaan sampel pada tahun 2011. Rendahnya beta ini diakibatkan oleh perubahan harga saham dari masing-masing perusahaan sampel yang juga tidak berbeda jauh dengan perubahan harga saham gabungan (IHSG). Beta yang rendah menunjukkan bahwa risikonya juga rendah, yang mana berarti tingkat pengembalian yang diharapkan dari para investor juga rendah. Oleh sebab itu, masing perusahaan sampel pada tahun 2011 memiliki biaya atas modal saham yang rendah. Melihat perbedaan biaya atas modal saham yang sangat jauh dari tahun 2010 dan 2011, tidak menutup kemungkinan bahwa pada tahun-tahun sebelum dan sesudahnya juga akan gonjang-ganjing. Dengan demikian, dapat diprediksikan bahwa pengaruh variabel independen terhadap biaya atas modal saham pada perusahaan-perusahaan listed di Indonesia akan cenderung memperlihatkan hasil yang tidak signifikan.
4.3.3
Analisis Ikatan para Pemangku Kepentingan
Data mengenai ikatan para pemangku kepentingan diambil dari laporan tahunan dengan menggunakan indikator-indikator dari The Environment Council (TEC). Hasil dari data yang diperoleh berdasarkan indikator-indikator ikatan para pemangku kepentingan tersebut adalah: 81
Diagram Analisis Ikatan Para Pemangku Kepentingan
30 25 20 15 10 5
Tahun 2010
0
Tahun 2009
Gambar 4.8 Dari grafik stakeholder engagement, dapat terlihat bahwa indikator ikatan para pemangku kepentingan yang paling banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan adalah pengungkapan stakeholder identification. Jika dicermati lebih lagi, indikator ini diungkapkan di seluruh perusahaan sampel, karena pada kenyataannya seluruh perusahaan mengidentifikasi para pemangku kepentingannya pada laporan tahunan mereka. Indikator yang paling banyak dilakukan setelah stakeholder engagement adalah media and approaches. Media and approaches yang dimaksud ini adalah media-media atau pendekatan-pendekatan yang digunakan perusahaan untuk membangun ikatan para pemangku kepentingan seperti: pertemuan-pertemuan untuk memberi nasihat, kelompok fokus, dan forum komunitas. Banyak perusahaan sampel yang mengadakan kegiatankegiatan tersebut untuk membina ikatan para pemangku kepentingan. Perusahaanperusahaan di Indonesia sudah semakin sadar akan perlunya ikatan para pemangku kepentingan, walaupun belum seluruhnya menyadari hal ini. Seperti yang dapat dilihat 82
dari grafik, hanya setengah dari seluruh perusahaan sampel yang melakukan kegiatan pertemuan-pertemuan ini. Indikator ikatan para pemangku kepentingan yang paling jarang diungkapkan adalah key concern and issues dan future targets. Indikator key concern and issues jarang dilakukan oleh perusahaan karena indikator ini mencakup isu-isu yang mencuat akibat adanya ikatan para pemangku kepentingan, yang mana pada kenyataannya isu-isu seperti ini masih jarang diberitakan. Indikator future targets mencakup target-target di masa yang akan datang untuk pengembangan ikatan para pemangku kepentingan. Hanya segelintir perusahaan saja yang memasang target-target untuk ikatan para pemangku kepentingan. Sebagian besar perusahaan lebih mengutamakan dalam memasang targettarget untuk mengoptimalkan laba. Berdasarkan hasil yang dapat dilihat dari grafik stakeholder engagement, dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia masih kurang peduli dengan ikatan para pemangku kepentingan.
4.3.4
Analisis Pengungkapan CSR
Data untuk meneliti pengungkapan CSR diperoleh dari laporan tahunan perusahaan. Hasil dari data yang diperoleh adalah sebagai berikut: Diagram Analisis Pengungkapan CSR
83
120 100 80 Tahun 2010
60
Tahun 2009 40 20 0 Environmental Performance
Social Performance
Governance
Gambar 4.9 Dari grafik CSR disclosure, terlihat bahwa indikator social performance adalah yang paling banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan sampel. Angka tertinggi dicapai pada tahun 2010, yaitu sebanyak 116 pengungkapan yang terdiri dari: 16 perusahaan mengungkapkan
adanya tindakan peningkatan kualitas kerja, 19 perusahaan
mengungkapkan adanya tindakan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja, 29 perusahaan mengungkapkan adanya pemberian pelatihan untuk karyawan, 8 perusahaan mengungkapkan adanya keadilan untuk mendapatkan hak yang sama bagi setiap karyawannya, 4 perusahaan mengungkapkan adanya penghargaan atas hak asasi, 13 perusahaan mengungkapkan adanya tindakan untuk membangun hubungan dengan komunitas-komunitas
sekitar,
dan
27
perusahaan
mengungkapkan
adanya
pertanggungjawaban terhadap pelanggan atas produk-produk yang dijualnya.. Adapun, kegiatan-kegiatan seperti ini mulai banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia, yang mana perusahaan-perusahaan tersebut mulai menyadari
84
kegunaannya, yaitu disamping untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, juga dapat untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk. Setelah social performance, indikator governance-lah yang juga banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Walaupun masih jauh dibawah social performance, namun perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia mulai menyadari pentingnya tata kelola perusahaan yang baik yang mana juga dapat berfungsi untuk meningkatkan kinerja perusahaannya. Pada umumnya, perusahaanperusahaan manufaktur lebih memperhatikan produktivitas karyawan-karyawannya dalam menghasilkan produk-produk berkualitas. Tata kelola perusahaan tidaklah menjadi perhatian utama. Indikator environmental performance adalah yang paling jarang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur. Hal ini mungkin disebabkan karena perusahaanperusahaan manufaktur lebih mengutamakan kecepatan produksi dan kualitas produknya yang mana menyebabkan mereka tidak terlalu peduli dengan pengurangan polusi, emisi, dan apakah produk-produk mereka dapat di daur ulang setelah dikonsumsi.
4.4 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif merupakan ringkasan statistik dari data-data yang digunakan dalam penelitian. Data-data statistik deskriptif dapat berguna sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan / inferensi statistik. Dalam penelitian ini, statistik deskriptif dilakukan dengan cara eksak, yaitu dengan langsung menggunakan tampilan ringkasan berisi angka. Statistik deskriptif untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 85
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Statistics SE N
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median
CD
CE
CC
60
60
60
60
0
0
0
0
.3738
.4900
.2584
-9.1580
.02962
.02484
.03077
2.22653
.2857
.4667
.0901
-2.1734
.22943
.19245
.23832
17.24659
Variance
.053
.037
.057
297.445
Skewness
.912
.538
1.102
-2.400
Std. Error of Skewness
.309
.309
.309
.309
Kurtosis
.349
-.580
.178
5.353
Std. Error of Kurtosis
.608
.608
.608
.608
.86
.73
.87
81.14
Minimum
.14
.20
.07
-75.74
Maximum
1.00
.93
.94
5.40
10
.1429
.2667
.0743
-33.2281
90
.7000
.8000
.6394
1.2140
Std. Deviation
Range
Percentiles
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat 4 variabel penelitian, yaitu: SE, CD, CE, dan CC. Jumlah data valid yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 data untuk masing-masing variabel, dan tidak ada data yang hilang (missing). Penjelasan dari hasil statistik deskriptif menurut Ghozali (2001) untuk masing-masing variabel dari tabel 4.1 adalah sebagai berikut: -
SE Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel SE adalah sebesar 0.3738. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan pada perusahaan manufaktur di Indonesia ini masih tergolong minim. Standar error of mean sebesar 0.02962 menunjukkan
86
bahwa rata-rata pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan dari seluruh populasi diprediksikan berada di antara 0.3146 dan 0.4330 (mean + 2 x standard error of mean) yang mana juga masih tergolong minim. Median sebesar 0.2857 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel SE mempunyai nilai diatas 0.2857 dan sebaliknya. Standard deviation sebesar 0.22943 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari sampel yang mana diprediksikan berada di antara -0.08506 dan 0.83266 (mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda tipis dengan nilai minimum dan maksimum, yang mana berarti sebaran data adalah baik. Rasio skewness dari variabel SE dapat dihitung dengan membagi nilai skewness dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar 2.9515. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti ada kecenderungan bahwa data tidak berdistribusi normal. Dengan confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari variabel SE ini berada di antara 0.9307 dan 1.4527 dimana terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak memiliki kurtosis dan memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Untuk lebih meyakinkan apakah data-data dari variabel SE ini berdistribusi normal untuk digunakan dalam model-model statistik pada penelitian ini, akan dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari variabel SE ini adalah 0 dan nilai maksimumnya adalah 1 dengan range sebesar 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel SE dari sampel berada diantara 87
0 dan 1 dengan tingkat persentase 10% di bawah 0.1429 dan 90% di bawah 0.7.
-
CD Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CD adalah sebesar 0.49. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pelaksanaan pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur di Indonesia ini sudah berada dalam tingkat cukup. Standar error of mean sebesar 0.02484 menunjukkan bahwa ratarata pengungkapan CSR dari seluruh populasi diprediksikan berada di antara 0.44032 dan 0.5397 (mean + 2 x standard error of mean) yang mana juga berarti sudah berada dalam tingkat cukup. Median sebesar 0.4667 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel CD mempunyai nilai diatas 0.4667 dan sebaliknya. Standard deviation sebesar 0.19245 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari sampel yang mana diprediksikan berada di antara 0.1051 dan 0.8749 (mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda tipis dengan nilai minimum dan maksimum, yang mana berarti sebaran data adalah baik. Rasio skewness dari variabel CD dapat dihitung dengan membagi nilai skewness dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar 1.7411. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti data berdistribusi normal. Dengan confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari variabel CD ini berada di antara -0.58 dan 1.1917 dimana terdapat nilai 0 88
di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak memiliki kurtosis dan memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Nilai minimum dari variabel CD ini adalah 0.2 dan nilai maksimumnya adalah 0.93 dengan range sebesar 0.73. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel CD dari sampel berada diantara 0.2 dan 0.93 dengan tingkat persentase 10% di bawah 0.2667 dan 90% di bawah 0.8.
-
CE Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CE adalah sebesar 0.2584. Hal ini menunjukkan bahwa biaya atas modal saham pada perusahaan manufaktur di Indonesia pada umumnya berada dalam tingkat 25.84%. Standar error of mean sebesar 0.03077 menunjukkan bahwa rata-rata biaya atas modal saham dari seluruh populasi diprediksikan berada di antara 0.3199 dan 0.1969 (mean + 2 x standard error of mean). Median sebesar 0.0901 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel CE mempunyai nilai diatas 9.01% dan sebaliknya. Standard deviation sebesar 0.23832 dapat digunakan untuk melihat dispersi rata-rata dari sampel yang mana diprediksikan berada di antara 0.21824 dan 0.73504 (mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda sedikit lebih besar dengan nilai minimum dan maksimum dibandingkan dengan variabel lainnya, yang mana berarti sebaran data adalah sedikit kurang begitu baik. Hal ini disebabkan karena goncangan harga saham pada perusahaan-perusahaan listed di Indonesia ini masih tidak stabil. Rasio 89
skewness dari variabel CE dapat dihitung dengan membagi nilai skewness dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar 3.5702. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti ada kecenderungan bahwa data tidak berdistribusi normal. Dengan confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari variabel CE ini berada di antara -1.0137 dan 1.3697 dimana terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak memiliki kurtosis dan memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Untuk lebih meyakinkan apakah data-data dari variabel CE ini berdistribusi normal untuk digunakan dalam model-model statistik pada penelitian ini, akan dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari variabel CE ini adalah 0.07 dan nilai maksimumnya adalah 0.94 dengan range sebesar 0.87. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel CE dari sampel berada diantara 7% dan 94% dengan tingkat persentase 10% di bawah 7.43% dan 90% di bawah 63.94%.
-
CC Pada tabel 4.1 terlihat mean dari variabel CC adalah sebesar -9.1580. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata keterbatasan modal pada perusahaan manufaktur di Indonesia ini tergolong cukup rendah. Standar error of mean sebesar 2.22653 menunjukkan bahwa rata-rata keterbatasan modal dari seluruh populasi diprediksikan berada di antara -13.6111 dan -4.7049 90
(mean + 2 x standard error of mean) yang mana juga berarti tergolong cukup rendah. Median sebesar -2.1734 menunjukkan bahwa 50% dari data sampel CC mempunyai nilai diatas -2.1734 dan sebaliknya. Standard deviation sebesar 17.24659 dapat digunakan untuk melihat dispersi ratarata dari sampel yang mana diprediksikan berada di antara -43.6512 dan 25.33518 (mean + 2 x standard deviation). Kedua batas angka tersebut berbeda cukup signifikan dengan nilai minimum dan maksimum, yang mana berarti sebaran data tidak baik. Hal ini disebabkan karena memang pada kenyataannya tingkat keterbatasan modal antar perusahaan juga memiliki perbedaan yang drastis. Oleh sebab itu, sebaran data pada variabel CC dalam penelitian ini dianggap normal. Rasio skewness dari variabel CC dapat dihitung dengan membagi nilai skewness dengan standard error of skewness yang mana hasilnya adalah sebesar -7.7670. Hasil tersebut tidak berada di antara -2 dan +2, yang mana berarti ada kecenderungan
bahwa
data
tidak
berdistribusi
normal.
Dengan
confidence level 95%, dapat dihitung rasio kurtosis dengan rumus nilai kurtosis + 1.96 x standard error of kurtosis. Hasil rasio kurtosis yang diperoleh dari variabel CC ini berada di antara 4.16132 dan 6.54468 dimana tidak terdapat nilai 0 di antara rasio kurtosis tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa distribusi data memiliki kurtosis dan tidak memenuhi syarat untuk data yang berdistribusi normal. Meskipun demikian, untuk mengetahui lebih pasti apakah data-data dari variabel CC ini berdistribusi normal untuk digunakan dalam model-model statistik pada penelitian ini, akan dilakukan uji normalitas. Nilai minimum dari 91
variabel CC ini adalah -75.74 dan nilai maksimumnya adalah 5.4 dengan range sebesar 81.14. Hal ini menunjukkan bahwa nilai variabel CC dari sampel berada diantara -75.74 dan 5.4 dengan tingkat persentase 10% di bawah -33.2281 dan 90% di bawah 1.2140, yang mana berarti tingkat keterbatasan modal pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia tergolong rendah.
4.5
Hasil Uji Asumsi Klasik 4.5.1
Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal. Hipotesis yang diajukan adalah: Ho
:
Data berasal dari populasi berdistribusi normal
Ha
:
Data berasal dari populasi tidak berdistribusi normal Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Model Pertama
92
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual 60
N Mean Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
.0000000
Std. Deviation
.23334944
Absolute
.254
Positive
.254
Negative
-.110
Kolmogorov-Smirnov Z
1.970
Asymp. Sig. (2-tailed)
.001
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Berdasarkan hasil output diketahui bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) memiliki nilai 0,001, yang mana lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga diputuskan bahwa data residual memiliki distribusi yang tidak normal atau Ha diterima dan Ho ditolak.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Model Kedua One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual 60
N Mean Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences
Std. Deviation Absolute
.0000000 10.25230191 .114
Positive
.078
Negative
-.114
Kolmogorov-Smirnov Z
.882
Asymp. Sig. (2-tailed)
.418
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
93
Berdasarkan hasil output diketahui bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) memiliki nilai 0,418, yang mana lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga diputuskan bahwa data residual memiliki distribusi yang normal atau Ho diterima dan menolak Ha.
4.5.2
Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah ada korelasi antar variabel bebas (SE, CD, CE) dalam model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi apakah ada multikolinearitas dapat melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF)nya. Indikator multikorelasi dapat dilihat dari VIF lebih besar dari 10. Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas Model Pertama Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
(Constant)
.195
Std. Error .086
SE
.246
.207
-.058 a Dependent Variable: CE
.247
CD
Collinearity Statistics
Beta
t 2.273
Sig. .027
Tolerance
VIF
.236
1.183
.242
.421
2.373
-.047
-.233
.817
.421
2.373
Rincian VIF dari hasil uji model pertama adalah sebsagai berikut: -
VIF SE
=
2.373 <
10
-
VIF CD
=
2.373 <
10
94
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas Model Kedua Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Standardized Coefficients
Collinearity Statistics
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
17.438
3.968
4.395
.000
SE
-43.469
9.310
-.578
-4.669
.000
.411
2.431
CD
-25.728
10.971
-.287
-2.345
.023
.421
2.375
8.748 a Dependent Variable: CC
5.871
.121
1.490
.142
.959
1.043
CE
Rincian VIF dari hasil uji model kedua adalah sebagai berikut: -
VIF SE
=
2.431 <
10
-
VIF CD
=
2.375 <
10
-
VIF CE
=
1.043 <
10
Dari hasil uji multikolinearitas yang telah dilakukan, diketahui bahwa VIF seluruh variabel bebas lebih kecil dari 10. Dengan demikian, tidak terjadi multikorelasi pada kedua model penelitian.
4.5.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari metode yang diamati tidak memiliki varian yang konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Tabel 4.7
95
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Pertama Correlations
Unstandardized Residual
Unstandardize d Residual 1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
SE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
CD .000
1.000
1.000
60
60
60
.000
1
.761(**)
1.000
N CD
SE .000
60
60
.000
.761(**)
1
1.000
.000
60
60
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.000
60
N
60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji model pertama dengan uji Spearman’s rho menunjukkan tidak ada gangguan heteroskedastisitas yang terjadi dalam proses estimasi parameter model penduga, dimana tingkat signifikansi (sig) dari seluruh variabel lebih dari 0,05 (p>0,05).
Tabel 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Kedua Correlations Unstandardize d Residual Unstandardized Residual
Pearson Correlation
1
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N CD
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
CE
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
CD
CE
.000
.000
.000
1.000
1.000
1.000
60
60
60
60
.000
1
.761(**)
.201
.000
.124
Sig. (2-tailed) SE
SE
1.000 60
60
60
60
.000
.761(**)
1
.133
1.000
.000
60
60
60
60
.000
.201
.133
1
1.000
.124
.310
60
60
60
.310
60
96
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji model kedua dengan uji Spearman’s Rho menunjukkan tidak ada gangguan heteroskedastisitas yang terjadi dalam proses estimasi parameter model penduga, dimana seluruh variabel memiliki nilai t hitung yang signifikan dengan tingkat signifikansi (sig) dari seluruh variabel independen adalah lebih dari 0,05 (p>0,05).
4.6
Hasil Pengujian Hipotesis 4.6.1
Hasil Uji Hubungan Antar Variabel
Untuk melihat gambaran hubungan antar variabel kausal, digunakan analisis korelasi menggunakan uji Pearson. Hasil dari uji Pearson adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Hasil Uji Hubungan Antar Variabel Correlations rsa SE
SE Pearson Correlation
1
CD .761(**)
CE .201
CC -.772(**)
.000
.124
.000
Sig. (2-tailed) N CD
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
CE
60
60
60
1
.133
-.711(**)
.310
.000
.000 60
60
60
60
Pearson Correlation
.201
.133
1
-.034
Sig. (2-tailed)
.124
.310
60
60
60
60
-.772(**)
-.711(**)
-.034
1
.000
.000
.799
60
60
60
N CC
60 .761(**)
Pearson Co…rrelation Sig. (2-tailed) N
.799
60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
97
Dari hasil analisis korelasi, dapat diketahui hubungan antar variabel dengan melihat Sig (2-tailed)-nya. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.9, Sig (2-tailed) setiap variabel mempunyai nilai lebih kecil dari nilai alpha 5% kecuali pada variabel CE (biaya atas modal saham). Oleh karena itu, variabel biaya atas modal saham tidak dapat dijadikan variabel mediasi (intervening) baik antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal, maupun pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal, karena tidak memiliki korelasi dengan variabel-variabel lainnya. Dengan demikian, H4 tidak dapat diterima dan baik regresi Two Stage Least Square maupun analisis jalur tidak dapat digunakan dalam penelitian ini karena model paradigma penelitian harus dipecah dengan tidak menjadikan biaya atas modal saham sebagai variabel mediasi (intervening). Adapun, model paradigma penelitian dipecah menjadi: Model 1:
SE CE CD Model 2:
SE CE CD
CC 98
Setelah pemecahan, terdapat 2 model yang mana pengaruhnya dapat diuji dengan menggunakan regresi linear berganda dimana nilai (β) nya kembali menggunakan unstandardized coefficient. Dengan melihat tidak adanya korelasi antara variabel biaya atas modal saham dengan variabel lainnya, maka dapat diprediksikan bahwa tidak terdapat pengaruh baik dari variabel ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham maupun dari variabel biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal. Agar lebih akurat, kedua model tersebut akan diuji dengan regresi linear berganda.
4.6.2
Regresi Linear Berganda
Metode regresi linear berganda digunakan di dalam penelitian ini untuk mencari kebenaran hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya. Adapun, hasil regresi dari penelitian ini adalah: Tabel 4.10 Hasil Regresi t Model Pertama Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
(Constant)
.195
Std. Error .086
SE
.246
.207
CD
-.058
.247
Beta
t 2.273
Sig. .027
.236
1.183
.242
-.047
-.233
.817
a Dependent Variable: CE
99
Dari tabel 4.8 dapat diperoleh persamaan regresi model pertama, yang mana adalah: CE it+1 = 0.195 + 0.246 SE it – 0.058 CD it
Tabel 4.11 Hasil Regresi t Model Kedua Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B 17.438
Std. Error 3.968
Standardized Coefficients Beta
t 4.395
Sig. .000
SE
-43.469
9.310
-.578
-4.669
.000
CD
-25.728
10.971
-.287
-2.345
.023
CE
8.748
5.871
.121
1.490
.142
a Dependent Variable: CC
Dari tabel 4.7 dapat diperoleh persamaan regresi model kedua, yang mana adalah: CC it+1 = 17.438 – 43.469 SE it – 25.728 CD it + 8.748 CE it+1
4.6.3
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individu (t-test)
Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 5% atau 0.05 untuk menentukan apakah hubungan antar variabel independen dengan variabel dependennya signifikan atau tidak. Hasil regresi model pertama menunjukkan bahwa variabel SE dan CD mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0.242 dan 0.817. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan diantara variabel tidak signifikan karena p value dari masing-masing variabel < 5%. Dengan demikian, Ho tidak ditolak, yang mana berarti belum ada cukup
100
bukti bahwa ada hubungan antara ikatan para pemangku kepentingan ataupun pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham. Hasil regresi pada model kedua menunjukkan bahwa variabel SE
dan CD
mempunyai nilai koefisien masing-masing sebesar -43.469 dan -25.728 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000 dan 0.023. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa hubungan antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal dan pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal bersifat signifikan. Hasil uji t menunjukkan bahwa Ho ditolak, H4 dan H5 diterima, yang mana berarti: -
H5
:
Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif
terhadap keterbatasan modal. -
H6
:
Pengungkapan
CSR
berpengaruh
negatif
terhadap
keterbatasan modal. Arti dari hasil regresi tersebut adalah apabila ikatan para pemangku kepentingan meningkat sebesar 1 satuan, maka keterbatasan modal akan menurun sebesar 43.469 satuan. Begitupun dengan pengungkapan CSR, apabila pengungkapan CSR meningkat sebesar 1 satuan, maka keterbatasan modal akan menurun sebesar 25.728 satuan. Pada hasil regresi model kedua, dapat terlihat juga bahwa variabel CE dengan nilai koefisien sebesar + 8.748 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.142, yang mana berarti biaya atas modal saham berpengaruh postif terhadap keterbatasan modal. Namun, hasil tersebut tidak signifikan karena p value < 5%. Dengan demikian, Ho tidak ditolak, yang mana berarti belum ada cukup bukti bahwa ada hubungan antara biaya atas modal
101
saham terhadap keterbatasan modal. Akan tetapi, dengan confidence level sebesar 85.8%, H6 dapat diterima, yang mana berarti: -
H7
:
Biaya atas modal saham berpengaruh positif terhadap
keterbatasan modal
4.6.4
Hasil Uji Signifikansi Simultan (F-test)
Uji signifikansi simultan (F-test) digunakan untuk mencari tahu apakah ada hubungan secara bersama-sama antara seluruh variabel independen dalam model penelitian dengan variabel dependennya. Hasil regresi F dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 4.12 Hasil Regresi F Model Pertama ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares .138
2
Mean Square .069
3.213
57
.056
3.351 a Predictors: (Constant), CD, SE b Dependent Variable: CE
59
Regression Residual Total
df
F 1.228
Sig. .300(a)
Dari hasil regresi F untuk model pertama, dapat terlihat p value (0.300) > 0.05, yang mana berarti Ho tidak ditolak. Dengan demikian, tidak terdapat hubungan antara ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama.
102
Tabel 4.13 Hasil Regresi F Model Kedua ANOVA(b)
Model 1
Regression Residual
Sum of Squares 11347.785
df
6201.472
Total
17549.257 a Predictors: (Constant), CE, CD, SE b Dependent Variable: CC
3
Mean Square 3782.595
56
110.741
F 34.157
Sig. .000(a)
59
Dari hasil regresi F untuk model kedua, dapat terlihat kalau p value = 0.000 lebih kecil dari batas tingkat signifinasi 0,05, yang mana berarti terdapat hubungan yang signifikan antara ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama. Dengan demikian, Ho ditolak, dan H4 diterima, yang mana berarti: H8
:
Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas
modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama.
4.6.5
Hasil Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2 / R kuadrat) pada intinya digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil regresi dari penelitian ini yang menunjukkan koefisien determinasi adalah sebagai berikut:
103
Tabel 4.14 Hasil Regresi Koefisien Determinasi Model Pertama Model Summary(b)
Model 1
R .203(a)
R Square .041
Adjusted R Square .008
Std. Error of the Estimate .23741
a Predictors: (Constant), CD, SE b Dependent Variable: CE
Dari hasil regresi, dapat dilihat bahwa R2 = 0.041. Angka tersebut menunjukkan bahwa 4% fluktuasi biaya atas modal saham dijelaskan oleh ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR, dan 95.9% selebihnya dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak tercakup di dalam penelitian ini.
Tabel 4.15 Hasil Regresi Koefisien Determinasi Model Kedua Model Summary(b)
Model 1
R
R Square
Adjusted R Square
.804(a) .647 .628 a Predictors: (Constant), CE, CD, SE b Dependent Variable: CC
Std. Error of the Estimate 10.52333
Dari hasil regresi, dapat dilihat bahwa R2 = 0.647. Angka tersebut menunjukkan bahwa 64.7% fluktuasi keterbatasan modal dijelaskan oleh ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham, dan 25.3% selebihnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak tercakup di dalam penelitian ini. Ikatan para
104
pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham merupakan variabel penjelas yang baik bagi keterbatasan modal.
4.7
Pembahasan Pada dasarnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebenaran dari
hipotesis-hipotesis yang telah dibuat berdasarkan teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya apakah dapat diterapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Dari hasil uji hipotesis model persamaan pertama dalam penelitian ini, terlihat bahwa
data-data
yang
digunakan
tidak
berdistribusi
normal
dan
terdapat
heteroskedastisitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa data model persamaan pertama tidak dapat digunakan untuk menganalisis hipotesis. Adapun, dari hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan, terbukti juga bahwa hasilnya tidak signifikan dan R2-nya hanya sebesar 0.038. Dengan demikian, hipotesis 1, 2, dan 3 tidak berlaku di perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia. Hipotesis-hipotesis yang ditolak tersebut adalah adanya pengaruh negatif dari ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR terhadap biaya atas modal saham. Hal ini disebabkan karena gejolak harga saham di Indonesia ini bergantung pada faktor-faktor lain di luar ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa perbedaan beta saham masing-masing perusahaan sampel antara tahun 2010 dengan tahun 2011 sangat signifikan. Perbedaan ini pastinya tidak dipengaruhi oleh ikatan para pemangku kepentingan maupun pengungkapan CSR dari perusahaan105
perusahaan manufaktur Indonesia yang cenderung tidak berbeda jauh dari tahun ke tahun. Di samping itu, ada juga kemungkinan bahwa ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR kurang dipedulikan di Indonesia ini. Berdasarkan uji hipotesis model kedua yang telah dilakukan, hipotesis-hipotesis yang sebelumnya diperoleh dari teori-teori yang sudah ada, dapat diterima. Hipotesis-hipotesis yang diterima: -
H5
:
Ikatan para pemangku kepentingan berpengaruh negatif
terhadap keterbatasan modal. -
H6
:
Pengungkapan
CSR
berpengaruh
negatif
terhadap
keterbatasan modal. -
H8
:
Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR,
dan biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersama-sama. Dari hipotesis-hipotesis yang diterima ini, dapat diketahui bahwa teori-teori yang membentuk hipotesis-hipotesis tersebut dapat berlaku di perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia. Adapun, telah terbukti bahwa ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal di perusahaan-perusahaan manufaktur Indonesia. Jadi, apabila ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR meningkat, maka keterbatasan modal akan berkurang. Meskipun pengaruh biaya atas modal saham terhadap keterbatasan modal tidak signifikan dengan confidence level 95%, namun dengan confidence level 85.8% dapat dibuktikan bahwa teori yang menyatakan bahwa biaya atas modal saham 106
berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal dapat diterima. Adapun, secara bersama-sama, ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara signifikan.
4.8
Temuan Penelitian Setelah seluruh proses penelitian dilakukan, ada beberapa temuan yang diperoleh
dari penelitian ini. Temuan-temuan tersebut meliputi: -
Berdasarkan kegiatan penyebaran kuesioner yang telah dilakukan untuk mendukung penelitian ini, ditemukan bahwa ada kesulitan untuk mendapatkan data ikatan para pemangku kepentingan secara kualitatif. Hal ini dibuktikan dengan hanya 3 responden yang memberikan jawaban.
-
Berdasarkan hasil analisis laporan tahunan dan statistik deskriptif, ditemukan bahwa pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia masih tergolong minim. Hal ini dibuktikan dengan jumlah indikator yang paling sering muncul di setiap perusahaan adalah 1 dari 7 indikator. Pembuktian berdasarkan hasil statistik deskriptif dapat dilihat dari mean variabel ikatan para pemangku kepentingan yang hanya sebesar 0.3738.
-
Berdasarkan hasil statistik deskriptif, ditemukan bahwa pelaksanaan pengungkapan
CSR
pada
perusahaan-perusahaan
manufaktur
di
Indonesia sudah tergolong cukup. Hal ini dibuktikan dengan mean dari variabel pengungkapan CSR sebesar 0.49. 107
-
Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel biaya atas modal saham, ditemukan bahwa gejolak harga saham dari perusahaanperusahaan
manufaktur
di
Indonesia
sangat
besar.
Dari
hasil
operasionalisasi variabel, dapat terlihat bahwa data harga saham tahun 2010 berbeda cukup signifikan dengan tahun 2011. -
Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel keterbatasan modal dan statistik deskriptif, ditemukan bahwa terdapat perbedaan keterbatasan modal yang drastis di antara perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Dari hasil analisis operasionalisasi variabel, dapat terlihat adanya perbedaan keterbatasan modal yang cukup signifikan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Salah satu contohnya dapat dilihat melalui hasil perhitungan KZ Index tahun 2011 dari Unilever yang mencapai nilai sebesar -33.3202. Nilai tersebut berbeda cukup signifikan dengan perusahaan lainnya seperti Indomobil yang hanya mencapai nilai sebesar -2.6137. Adapun, dari hasil statistik deskriptif juga dapat terlihat bahwa nilai standar deviasi dari variabel keterbatasan modal sangat besar, yaitu sebesar 17.2466. Standar deviasi yang besar menggambarkan besarnya volatilitas data.
-
Berdasarkan hasil analisis operasionalisasi variabel pengungkapan CSR, ditemukan keselamatan
bahwa kerja
pengungkapan karyawan,
akan
performa
pelatihan
sosial,
karyawan,
seperti dan
pertanggungjawaban produk kepada konsumen sudah cukup diungkapkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia, yaitu dengan jumlah rata-rata sebesar 17 perusahaan dari 33 perusahaan sampel. 108
Sebaliknya,
pengungkapan
akan
performa
lingkungan,
seperti
pengurangan bahan-bahan yang tak habis dikonsumsi dan mampu mencemari lingkungan, pengurangan emisi, serta inovasi produk belum banyak diungkapkan
pada perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia, yaitu dengan jumlah rata-rata sebesar 6 perusahaan dari 33 perusahaan sampel.
-
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ditemukan bahwa ada hubungan positif antara biaya atas modal saham dengan keterbatasan modal dengan tingkat confidence level sebesar 85.8% yang mana sebelumnya belum pernah ada penelitian atau
109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil uji model pertama dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Ikatan para pemangku kepentingan tidak berpengaruh terhadap biaya atas modal saham. 2. Pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap biaya atas modal saham. 3. Ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap biaya atas modal saham secara bersama-sama. Dari hasil uji model kedua dari penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut: 4. Biaya atas modal saham bukan merupakan variabel mediasi (intervening) baik antara ikatan para pemangku kepentingan terhadap keterbatasan modal maupun pengungkapan CSR terhadap keterbatasan modal. 5. Ikatan
para
pemangku
kepentingan
berpengaruh
negatif
terhadap
keterbatasan modal. 6. Pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap keterbatasan modal. 7. Biaya atas modal saham tidak berpengaruh terhadap keterbatasan modal. 8. Ikatan para pemangku kepentingan, pengungkapan CSR, dan biaya atas modal saham berpengaruh terhadap keterbatasan modal secara bersamasama.
110
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa semua perusahaan sampel yang masuk dalam kategori perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di BEI untuk periode 2009 – 2011 sudah melakukan ikatan para pemangku kepentingan dan pengungkapan CSR. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pelaksanaan ikatan para pemangku kepentingan di perusahaan-perusahaan listed di Indonesia tidak terlalu kuat. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang ditunjukkan oleh grafik stakeholder identification sebelumnya dengan rata-rata perusahaan yang menggunakannya masih dibawah setengah, kecuali indikator identifikasi para pemangku kepentingan. Adapun, walaupun pada penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa CSR berpengaruh negatif terhadap biaya atas modal saham, namun melalui hasil penelitian ini dapat dibuktikan bahwa CSR tidak selalu berpengaruh terhadap biaya atas modal saham karena tidak tertutup kemungkinan pada negara-negara tertentu seperti Indonesia ini memiliki perusahaan-perusahaan yang tidak stabil, sehingga risiko sistematik dari tahun ke tahunnya dapat berbeda cukup signifikan. Sebaliknya, dari penelitian ini telah dibuktikan bahwa CSR berpengaruh positif terhadap keterbatasan modal. Dengan demikian, semakin baik pelaksanaan CSR dari suatu perusahaan, maka akses pendanaannya akan semakin baik juga.
5.2
Saran Akan menjadi lebih baik bagi perkembangan ekonomi bangsa apabila
perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat terus mengembangkan CSR terutama pada peningkatan ikatan para pemangku kepentingan yang masih sangat minim di Indonesia ini. Pelaksanaan CSR sangatlah berguna, yang mana selain dapat meningkatkan 111
kelangsungan hidup perusahaan, juga dapat meningkatkan akses pendanan perusahaan agar perusahaan dapat selalu siap untuk mengambil kesempatan-kesempatan investasi yang menguntungkan setiap saat kesempatan-kesempatan tersebut datang. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengembangkan CSR, yang mana meliputi: -
Meningkatkan pelaksanaan CSR di bidang lingkungan (environment) Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan CSR di bidang lingkungan adalah dengan memperhatikan pengurangan bahan-bahan yang tidak dapat di daur ulang, pengurangan emisi, dan
inovasi
produk. Sebagai pedoman, dapat dicontoh dari Kalbe Farma Tbk dimana pelaksanaan CSR di bidang lingkungannya sudah sangat baik. Beberapa tindakan yang dilakukan oleh Kalbe Farma dalam pelaksanaan CSR di bidang lingkungan meliputi pengolahan air limbah sehingga dapat digunakan kembali untuk fungsi lainnya, substitusi bahan bakar solar dengan gas yang lebih ramah lingkungan, pemilihan air sebagai bahan dasar formula lebih diprioritaskan dibandingkan dengan pelarut organik, dan pendirian Kalbe Green Data Center untuk meriset penghematan energy. -
Meningkatkan
ikatan
para
pemangku
kepentingan
(stakeholder
engagement) Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ikatan para pemangku kepentingan adalah dengan membuat kegiatan-kegiatan kebersamaan, diskusikan isu-isu mengenai ikatan para pemangku 112
kepentingan, berikan target-target ikatan para pemangku kepentingan untuk masa yang akan datang, dan berikan kesempatan lebih bagi para pemangku kepentingan untuk dapat memberikan umpan balik (feedback). Sebagai pedoman, dapat dicontoh Merck Indonesia Tbk yang telah melaksanakan ikatan para pemangku kepentingan dengan baik. Dalam pelaksanaan kegiatan ikatan para pemangku kepentingan, Merck membuat program Klik Hati dan Youth Takes Action (YTA). Program Klik Hati bertujuan untuk memberikan inspirasi pada banyak orang yang merupakan pemangku kepentingan eksternal (external stakeholders) untuk melakukan aksi sosial bersama dengan Merck
dengan
memanfaatkan
jaringan
media
sosial
untuk
menciptakan dampak yang besar. Sedangkan YTA dibentuk untuk memberikan pelatihan bagi pemuda sekitar lokasi perseroan agar mereka dapat mengerti tentang pentingnya kerja sama tim, pengembangan proposal, dan komitmen yang mana tentunya bertujuan untuk meningkatkan ikatan diantara mereka dengan Merck. Dengan karyawan internal-pun, Merck telah banyak melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ikatan para pemangku kepentingan yang meliputi persiapan Systems Application and Products (SAP) yang melibatkan banyak karyawan internal, programprogram seperti penanaman pohon yang melibatkan seluruh karyawan perusahaan, pemberian penyuluhan mengenai nilai perseroan kepada seluruh karyawan, dan pemberian survei kepuasan karyawan sebagai sarana umpan balik bagi karyawan. 113
5.3
Keterbatasan-keterbatasan Beberapa keterbatasan dari penelitian ini adalah: -
Jumlah sampel dari penelitian ini hanya terbatas pada satu industri saja sehingga hasil penelitian ini hanya dapat digunakan untuk perusahaan yang berada dalam industri manufaktur saja.
-
Di dalam penelitian ini, ikatan para pemangku kepentingan tidak dinilai langsung dari pelaksanaannya, melainkan hanya melalui laporan tahunan, yang mana berarti ada kemungkinan tidak seluruhnya diungkapkan.
114
DAFTAR PUSTAKA
Andriof, J & Waddock, S., 2002. Unfolding stakeholder thinking: Theory, responsibility and engagement, Greenleaf Publishing, Sheffield, UK, pp. 19-42.
Ardini, L., 2009. Analisis Perbandingan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Faktor Budaya Organisasi dan Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan Pada UPTD Parkir Kota Surabaya. Jurnal Ekuitas, 13(2): 238-258.
Arikunto, S., 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Baker, M., Stein, J.C., and Wurgler, J., 2003. When does the market matter? Stock prices and the investment of equity-dependent firms. The Quarterly Journal of Economics 118: 969-1005.
Berlingeri, H. O., 2006. Yes, After All, In an MM World, Dividends are Irrelevant. Working Paper, Pontificia Universidad Católica Argentina.
Blowfield, M., 2005. Corporate Social Responsibility: reinventing the meaning of development? International Affairs, 81(3): 515-524.
Botosan, C., 1997. Disclosure Level and the Cost of Equity Capital. The Accounting Review, 72: 323-349.
115
Budimanta. Arif., 2004, Corporate Social Responsilbility, Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, Indonesia Center Sustainable Development, Jakarta.
Campello, M., Graham, J.R., and Harvey, C.R., 2010. The real effects of financial constraints: Evidence from a financial crisis. Journal of Financial Economics, 97(3): 470-487.
Carpenter, R.E., Fazzari, S.M., and Petersen, B.C., 1998. Financing constraints and inventory investment: A comparative study with high-frequency panel data. Review of Economics and Statistics, 80: 513-519.
Carson, R., 2000. Silent Spring (New Edition). London: Penguin Modern Classics.
Chan, L., Jegadeesh, N., Lakonishok, J., 1996. Momentum strategies. Journal of Finance, 51: 1681–1713.
Chen, C. H., 2011. The Major Components of Corporate Social Responsibility. Journal of Global Responsibility, 5(1): 85-99.
Cheng, B, Ioannis, I, and Serafeim, G., 2011. Corporate Social Responsibility and Access to Finance. Working Paper, Harvard Business School.
116
Choi, J., and Wang, H., 2009. Stakeholder relations and the persistence of corporate financial performance. Strategic Management Journal, 30: 895-907.
Christianti, A., 2008. Pengujian POT: Pengaruh Leverage terhadap Pendanaan Surplus dan Defisit Pada Industri Manufaktur Di BEI. The 2nd National Conference, UKWMS.
Clement, M., & Tse, S.Y., 2005. Financial Analyst Characteristics and Herding Behavior in forecasting. The Journal of Finance, 60: 307-341.
Collins, J. and Porras, J. I. Built to Last – Successful Habits of Visionary Companies. Century, 1994.
Damodaran, A., 2006. Damodaran on Valuation 2nd edition: Security Analysis For Investment And Corporate Finance. New jersey: John Wiley & Sons.
Darwin, A. (2006). Akuntabilitas, kebutuhan, pelaporan dan pengungkapan CSR bagi perusahaan di Indonesia. Economics Business Accounting Review, 3, 83-95.
Da, Z., Guo, R. J., and Jagannathan, R., 2012. CAPM for estimating the cost of equity capital: Interpreting the empirical evidence. Journal of Financial Economics, 103: 204-220.
117
Dhaliwal, D., Li, O.Z., Tsang, A.H., and Yang, Y.G., 2011. Voluntary non-financial disclosure and the cost of equity capital: The case of corporate social responsibility reporting. The Accounting Review, 86(1): 59-100.
El Ghoul, S., Guedhami, O., Kwok, C.C.Y., and Mishra, D.R., 2011. Does corporate social responsibility affect the cost of capital? Journal of Banking and Finance, 35 (9): 2388-2406.
Elkington, J., 1997. Cannibal With Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century. Oxford.
Foo, L.M., 2007. Stakeholder engagement in emerging economies: considering the strategic benefits of stakeholder engagement in a cross-cultural and geopolitical context. Corporate Governance, 7(4):379-387.
Gay, L.R. dan Diehl, P.L., 1992. Research Methods for Business and. Management, MacMillan Publishing Company, New York.
Vintila, G., 2013. A Study of the Relationship between Corporate Social Responsibility Financial Performance - Firm Size. Revista Română de Statistică. Trim I, 62–67.
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis dengan Program SPSS, Undip: Semarang.
118
Greenwood, P. M., 2007. Functional plasticity in cognitive aging: Review and hypothesis. Neuropsychology, 21, 657–673.
Gujarati, D, 2003. Ekonometri Dasar, Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga.
Halim, A., 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hall, B.H., and Lerner, J., 2010. The Financing of R&D and Innovation. In: Hall, B.H., and Rosenberg, N. (eds.), Handbook of The Economics of Innovation. Elsevier, Chap 14.
Heinkel, R., Kraus, A., Zechner, J., 2001. The effect of green investment on corporate behavior. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 36: 431-449.
Hendriksen, Eldon S., Michael F., and Breda, V.,2002. Teori akunting Terjemahan oleh Herman Wibowo. Buku 2 Jakarta: Interaksara.
Henriques, I, and P. Sadorsky (1996) The Determinants of an Environmentally Responsive Firm An Empirical Approach, Journal of Environmental Economics and Management, 30 (3), May, 381-395.
Hidayat, R, 2010. Keputusan Investasi dan Financial Constraints: Studi Empiris Pada Bursa Efek Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April, 457-480.
119
Himmelberg, C.P., and Petersen, B.C., 1994. R&D and Internal Finance: A Panel Study of Small Firms in High-Tech Industries. Review of Economics and Statistics, 76(1): 38-51.
Hong, H., Kacperczyk, M., 2009. The price of sin: The effects of social norms on markets.Journal of Financial Economics, 93:15-36.
Hubbard, R.G., 1998. Capital-market imperfections and investment. Journal of Economic Literature, 36: 193-225.
ISEA 1999, AccountAbility 1000 (AA1000) framework - Standard, guidelines and professional qualification, London.
Isenmann, R & Kim, K-C., 2006, Interactive sustainability Accounting: Developing Clear Target Group Tailoring and Stimulating Stakeholder Dialogue, in Schaltegger, S, Bennett, M & Burritt, R (eds), Sustainability Accounting and Reporting, Springer, pp. 533-555.
Jones, T. M., 1995. Instrumental Stakeholder Theory: A Synthesis of Ethics and Economics. The Academy of Management Review, 20(2): 404-437.
Kaur, A and Lodhia, S., 2013. The state of disclosures on stakeholder engagement in sustainability reporting in Australian local councils. Pacific Accounting Review: Special issue on Sustainability Accounting and Reporting. 120
Kaplan, Steven, Zingales, L., 1997. Do Financing Constraints Explain Why Investment: Evidence From Japanese Panel Data. Quarterly Journal of Economics. 106: 3360.
Kartini, dan Arianto, T., 2008, Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Pertumbuhan Aktiva dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 12(1): 11-21.
Kodrat, D.S., 2008. Studi penerapan corporate social responsibility untuk menciptakan sustainable growth di Indonesia. Paper dipresentasikan pada The 2nd National Conference UKWMS.
Lamont, O., Polk, C., and Saa-Requejo, J., 2001. Financial constraints and stock returns. Review of Financial Studies 14(2): 529-554.
Leary, M.T., and Roberts, M. R., 2008. The Pecking Order, Debt Capacity, and Information Asymmetry. Journal of Financial Economics, 40: 429-458.
Lukas, A, S., 2003. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Andi Offset.
Lundholm, R, J., 1996. Corporate Disclosure Policy and Analyst Behavior. Accounting Review, 71(4): 467-492. 121
Malhotra K. Naresh., 1993. Marketing Research An Applied Orientation, second edition, Prentice Hall International Inc, New Jersey.
Merton, R.C., 1987. A simple model of capital market equilibrium with incomplete information. Journal of Finance, 42,:483–510.
Mankiw, N. G., 2009. Macroeconomics. Worth Publishers, chap. 17.
Roscoe dikutip dari Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
Rozeff , M.S., 1982. Growth, Beta and Agency Costs as Determinants of Dividend Payout Ratios. The Journal of Financial Research, 5(3): 249-259.
Santoso, S., 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Plus Aplikasi Program SPSS, Cetakan Pertama, Ponorogo:P2-FE.
Sartono, A., 2000. Manajemen Keuangan, Edisi 3, Yogyakarta: BPFE.
Sofyaningsih, S, 2011. Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen, Kebijakan Utang dan Nilai Perusahaan. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Mei, 68-87.
122
Steiner, G., Steiner, J., 2003, Business, Government and society, A Manajerial Perspective Texs and Cases, Tenth Edition, Mc Graw-Hill Irwin.
Suharto, E., 2008. Menggagas standar audit program CSR. Paper dipresentasikan pada 6th Round Table Discussion Menggagas Standar Audit Program CSR: Implementasi UU Perseroan Terbatas, Asosiasi Auditor Internal (AAI), Financial Club Jakarta, 27 Maret 2008.
Sukamulja, S., 2005, Analisis Fundamental, Teknikal, dan Program Metastock. Finance Club Training.
Supomo, B., 2002, Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, Yogyakara: Penerbit BFEE UGM.
Susilawati, 2004. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pendanaan Perusahaan Manufaktur. Working Paper, Universitas Sumatera Utara.
Sutapa, 2006, Analisis Faktor Penentu Struktur Modal: Studi Empiris pada Emiten Syariah di Bursa Efek Jakarta 2001-2004. Jurnal Akuntansi Keuangan, 5(2): 203-215.
Trihendradi, C., 2012. Step by Step SPSS 20 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
123
Wibisono, Y., 2007. Membedah konsep dan aplikasi CSR. Gresik : Fascho Publishing. www.globalreporting.co.id
124
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Perhitungan Indikator-indikator KZ Index
Cash Flow 0.213488333 1.090785528 2.105960407 1.071703272 0.041941187 0.47448263 0.201904545 0.101187669 1.168170791 1.332614576 0.908941023 0.217695834 0.787916559 0.519001865 0.506521498 0.130510818 0.024526662 0.25167795 0.227048302 0.632203343 0.197704932 0.458208428 0.355824082 2.837837123 2.775974347 0.978786204 0.553803891 3.142359516 0.590113581 0.522545173 0.564058233 0.130312143 0.160231515
Q 2.167795247 38.16753571 16.34790966 0.188157604 0.55758402 1.291451846 1.447769431 6.023383346 13.70094441 0.829469265 0.343954031 0.832091354 4.790627947 0.78150159 1.462185126 0.513653125 0.640637622 2.517008509 2.207404979 1.323562836 0.508170252 1.933265064 0.024534881 0.627761052 0.297088862 1.105943914 3.929320486 5.692954776 4.52652413 1.447924859 0.482534075 0.117500796 0.475417882
2011 Leverage 0.183045689 0.031174516 0.028947155 0.197095081 0.003470226 0.078890729 0.049168663 0.520480173 0.025124241 0.281917867 0.346148084 0.100572932 0.025671303 0.042141576 0.045728731 0.019971761 0.018695939 0.04065847 0.11662215 0.015540733 0.039181354 0.025832709 0.217264953 0.015977272 0.81516898 0.02281878 0.054308028 0.042396984 0.113681382 0.047075287 0.054583935 0.558839066 0.280558823
Dividend 0.044814234 1.092422877 1.973098383 0.448245149 0.005965503 0.033471093 0.3635749 0.042995868 0.84962534 0 0.28145502 0.018473304 0.233230165 0 0.065015054 0.009614214 0 0.109863429 0 0 0.169883373 0.200448711 0.06854477 0 0 0 0.125690239 1.297467295 0.193833443 0.172304085 0 0.001998002 0
Cash 0.14284127 0.081022171 0.506472183 1.427386966 0.133239732 0.565741488 1.225811704 0.013716413 0.390609194 1.823915205 0.450348642 0.195048672 0.147826299 1.376324151 0.467252207 0.05533885 0.025595074 0.051557138 0.257742835 0.629824511 0.195726607 0.069281763 0.160088892 0.018726009 0.074207389 0.096765262 0.891181614 3.292293365 0.447501373 0.226492738 0.877704474 0.148290754 0.065106056 125
Cash Flow 0.167966108 1.213742809 1.608891154 1.102087918 0.004664239 0.447973943 2.96746768 0.160570871 1.273629961 0.829050517 0.870539319 0.274502376 0.714802298 0.380723558 0.426033566 0.055845861 0.449109798 0.217511096 0.230760522 0.178046599 0.201600726 0.508283654 0.334236814 1.402931239 1.307167485 0.905241784 0.494787206 1.68566104 1.029600319 0.479738065 0.332176646 0.109806818 0.215707668
Q 2.425899026 29.51334417 5.579106401 0.129251396 1.037324365 1.321080912 2.155357307 3.875271143 11.23519774 1.113366743 0.333826621 1.099792501 3.477881981 0.709674515 0.728782683 0.52392701 2.413489702 2.581673795 2.665717028 0.934477637 0.538329666 2.447494595 0.016268241 0.80135205 0.015950956 0.709621196 4.42502752 5.427941257 4.401916763 1.405525701 0.234319969 0.177974347 0.284248644
2010 Leverage 0.247710484 0.028670439 0.035414696 0.25011421 0.338708231 0.085928139 0.043128305 0.288475861 0.029626711 0.334376217 0.280186431 0.161530221 0.03056014 0.065515101 0.04431012 0.03230829 0.040519106 0.316521835 0.189404087 0.020577138 0.061841323 0.022705404 0.256984991 0.080029136 1.316378378 0.015201295 0.060616913 0.044099139 0.063121659 0.039715927 0.235596546 0.59685014 0.394178929
Dividend 0 1.002784992 1.551836182 0.1888882 0.001586274 0.015175542 0.566514012 0.022345619 0.182733615 0 0.258275472 0.014180223 0.18247191 0 0.045382883 0 0 0 0 0 0 0.197793959 0.065843962 0 0 0 0.10655439 1.429438788 0.45902007 0.160911166 0 0.001237346 0
Cash 0.133078314 0.104666633 0.702882283 1.360298866 0.176172668 0.473013586 9.816518923 0.066606529 0.590235801 0.674313262 0.282778944 0.179771143 0.177969287 1.1973166 0.642419259 0.060150072 0.026529236 0.056824999 0.473629253 0.174988291 0.360569236 0.029912404 0.193741297 4.127442045 0.027726242 0.067848577 0.602689033 1.402621718 0.943953777 0.322877408 0.132036319 0.120266471 0.120680227
126
Lampiran 2 Hasil Perhitungan Beta β SMCB UNVR HMSP KLBF BRPT AMFG NIKL FASW MLBI IMAS ASII GDYR GGRM INAF KAEF KBLM KBRI RMBA ULTJ VOKS APLI BATA BRNA BTON ERTX ETWA INTP MERK SMGR TCID PBRX TKIM PRAS
2011 0.873963 0.619704 0.49571 1.244246 1.02375 0.748002 1.233799 0.590364 0.044906 0.336352 1.206909 0.439866 0.949816 0.764761 0.842711 0.147702 0.635475 0.998321 0.847888 0.275096 1.012421 0.067422 0.737879 0.59892 0.278024 1.123273 1.507152 0.003328 1.005897 0.203383 0.510092 0.954561 0.618809
2010 1.105547 1.527441 1.107952 0.89552 1.162295 0.989269 0.901165 0.239299 0.033881 -0.40106 1.361684 0.671205 0.785387 0.584414 0.818968 -0.14715 0.066289 0.839993 0.608945 0.123307 0.463763 -0.17318 0.722944 0.55146 0.415128 0.697846 1.671163 0.049046 1.062888 0.152824 0.451017 0.655265 0.660465
127
Lampiran 3 Hasil Perhitungan Ikatan Para Pemangku Kepentingan Keterangan: A = B = C = D = E = F = G =
Stakeholder identification Basis for stakeholder identification and selection Media and approaches used for stakeholder engagement Key concerns and issues raised through stakeholder engagement Evidence of stakeholder engagement Future targets for stakeholder engagement Opportunities for feedback
Th 2011 A B C D E F G
SMCB
UNVR 1 1 1
1 0.57
1 1 1 1 1 1 0.86
HMSP 1 1 1 1 1 1 0.86
KLBF
BRPT 1 1 1
AMFG 1 1 1 1
1
NIKL
FASW 1
MLBI 1
IMAS 1
ASII 1
1 1 1 1
0.14
0.57
1 1 1
0.43
0.57
0.14
1 0.57
0.14
0.29
128
Th 2011
GDYR
A B C D E F G
GGRM 1
A B C D E F G
1
KAEF 1 1 1
1
KBLM 1 1
KBRI 1
RMBA 1
ULTJ 1
VOKS 1
APLI 1
BATA 1
1
1
0.14
Th 2011
INAF
BRNA
1 0.43
BTON 1
0.43
ERTX 1 1
0.29
ETWA
0.14
INTP
1 1
MERK 1 1 1 1
1
0.14
1 0.57
0.14
0.14
0.14
0.57
1 1 1 1 1 1 1 1.00
0.14
SMGR
0.14
TCID 1 1
0.14
PBRX 1
1 0.29
TKIM
1 0.43
PRAS
1
1 1
1
1 1
1 1 0.43
0.43
0.14
0.29
0.29
129
Th 2010
SMCB
A B C D E F G
Th 2010 A B C D E F G
UNVR 1
HMSP
1 1
1 1 1 0.29
0.57
GDYR
GGRM 1
KLBF
BRPT
1
1
1 1 1
1
1 1
KAEF 1 1 1
1 1 1
NIKL
1
1 1 1
FASW 1
MLBI 1
0.14
KBLM
KBRI 1
1 0.57 0.14
RMBA 1
ULTJ 1 1
ASII 1
1 1 1 1
1 1 1
1
0.43
IMAS 1
1
1 1
1 0.71 0.57
INAF
AMFG
1
0.57
0.14
VOKS
APLI 1
1 0.71
BATA 1
1
1
0.14
1 1 0.57
0.43
0.43
0.14
0.14
0.29
0.14
0.14
1 0.29
1 0.43
130
Th 2010 A B C D E F G
BRNA
BTON 1 1
0.29
ERTX
ETWA
1 1
1
1
1
0.43
INTP
MERK 1
1
0.29
1 1
0.14
0.43
1 1 1 1 1 1 1 1.00
SMGR
TCID
PBRX 1
TKIM
PRAS
1
1 1
1
1 1
1 1 0.14
0.43
0.14
0.29
0.29
131
Lampiran 4 Hasil Perhitungan Pengungkapan CSR Th 2010 Environmental Performance Resource Reduction Emission Reduction Product Innovation Social Performance Employment Quality Health and Safety Training and Development Diversity and Opportunity Human Rights Community Customer / Product Responsibility Governance Board Structure Compensation Policy Board Functions Shareholder Rights Vision and Strategy
SMCB
UNVR
HMSP
1
KLBF
BRPT
1 1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1 1 1 1 1 1
1
1 1
1 1 1
1
0.47
1 0.73
1 1 1 1 1 0.87
1
1
1 1 1
AMFG
MLBI
IMAS
ASII
1 1 1
1 1
1
1
1 1
1 1
1 1
0.60
FASW
1
1 1
1
NIKL
1
0.40
1 1 0.40
1 1 1 1 1 1
1 1 0.53
1
1 1
1 1 1
1 1 1 1
1
1 1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
0.33
1 0.53
0.40
1 1 1 1 1 0.93
1
132
Th 2010 Environmental Performance Resource Reduction Emission Reduction Product Innovation Social Performance Employment Quality Health and Safety Training and Development Diversity and Opportunity Human Rights Community Customer / Product Responsibility Governance Board Structure Compensation Policy Board Functions Shareholder Rights Vision and Strategy
GDYR
GGRM
1
1
1
1 1
1 1 1 1
INAF
KAEF
KBLM
1
1
1
1
1 1
KBRI
RMBA
1 1
1 1
ULTJ
VOKS
APLI
1 1 1
1 1
1
1 1
1
1
BATA
1
1
1 1 1 1
1
1
1
1
1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
0.33
1 1 1 0.73
1
1 1 0.47
1
1 1
1
1
1
1
1
1
0.53
1 0.33
1 0.27
1 0.53
1 0.27
1 0.33
1 0.60
1 1 1 1 0.53
133
Th 2010 Environmental Performance Resource Reduction Emission Reduction Product Innovation Social Performance Employment Quality Health and Safety Training and Development Diversity and Opportunity Human Rights Community Customer / Product Responsibility Governance Board Structure Compensation Policy Board Functions Shareholder Rights Vision and Strategy
BRNA
BTON
ERTX
ETWA
1 1 1
INTP
MERK
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1
1
0.47
1
1
1
1 1 1
0.33
1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1 1 1 1 1 0.87
1 1 0.40
1 1
1 0.33
1 0.53
SMGR
1 1 1
TCID
PBRX
1 1 1
TKIM
PRAS
1
1 1 1
1 1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1 0.33
1 0.20
1 0.33
1 1 0.53
0.67
134
Th 2009 Environmental Performance Resource Reduction Emission Reduction Product Innovation Social Performance Employment Quality Health and Safety Training and Development Diversity and Opportunity Human Rights Community Customer / Product Responsibility Governance Board Structure Compensation Policy Board Functions Shareholder Rights Vision and Strategy
SMCB
UNVR
1
1 1
1 1
1 1 1
1
1 1
1
1 1 1
0.33
1 0.73
HMSP
KLBF
BRPT
AMFG
1 1
1 1 1 1 1 1 1
1
1 1 1 1 1 0.80
1
1
1 1
1 1 1 0.60
NIKL
FASW
1 1 1
1 1
1
1
1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1 1 1 1 0.87
1 1
1
1 1
1 1
1 0.33
0.47
ASII
1 1
1 1
1 1
IMAS
1 1
1 1 1
1
MLBI
1 1 1 1 0.73
1
1 1
1
0.47
1 0.40
0.33
135
Th 2009 Environmental Performance Resource Reduction Emission Reduction Product Innovation Social Performance Employment Quality Health and Safety Training and Development Diversity and Opportunity Human Rights Community Customer / Product Responsibility Governance Board Structure Compensation Policy Board Functions Shareholder Rights Vision and Strategy
GDYR
GGRM
1 1 1
1 1
1 1
1 1 1 1
INAF
KAEF
KBLM
1
1
1
1
1 1
1 1
KBRI
1
1
1 1 1 1 1 0.80
1 1 0.60
1
ULTJ
VOKS
APLI
1
1
1
1 1 1
1 1
1 0.47
1
1 1 1
1
1 1
1
1 1
BATA
1
1 1
RMBA
1
1 1
1
1
1
1
1
1
0.47
1 0.33
1 0.27
1 0.27
1 0.20
1 0.33
1 0.40
1 1 1 1 0.53
136
Th 2009 Environmental Performance Resource Reduction Emission Reduction Product Innovation Social Performance Employment Quality Health and Safety Training and Development Diversity and Opportunity Human Rights Community Customer / Product Responsibility Governance Board Structure Compensation Policy Board Functions Shareholder Rights Vision and Strategy
BRNA
BTON
ERTX
ETWA
1 1
MERK
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1
1
1 1
1
1
1
1
1
1 0.47
INTP
1 0.53
0.20
1 1
SMGR
1 1 1
TCID
PBRX
TKIM
PRAS
1
1 1 1
1
1 1 1
1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1 1 1 1 1 0.87
1 1 1
1
1
1 1 1 0.60
1
1
1
1 0.27
1 0.20
1 0.27
1 0.40
1 0.53
0.67
1 1
1
1
1
1
137
Lampiran 5 Data Hasil Olahan Untuk Regresi Nama No Perusahaan 1 SMCB 2 UNVR 3 HMSP 4 KLBF 5 BRPT 6 AMFG 7 NIKL 8 FASW 9 MLBI 10 IMAS 11 ASII 12 GDYR 13 GGRM 14 INAF 15 KAEF 16 KBLM
Tahun 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010
SE 0.285714286 0.571428571 0.571428571 0.857142857 0.714285714 0.857142857 0.571428571 0.428571429 0.428571429 0.571428571 0.142857143 0.142857143 0.571428571 0.571428571 0.142857143 0.142857143 0.571428571 0.285714286 0.142857143 0.142857143 0.714285714 0.571428571 0.142857143 0.142857143 0.571428571 0.428571429 0.428571429 0.428571429 0.428571429 0.285714286 0.142857143 0.142857143
CD 0.466666667 0.333333333 0.733333333 0.733333333 0.866666667 0.8 0.6 0.6 0.4 0.333333333 0.4 0.466666667 0.533333333 0.733333333 0.333333333 0.466666667 0.533333333 0.4 0.4 0.333333333 0.933333333 0.866666667 0.333333333 0.6 0.733333333 0.8 0.466666667 0.466666667 0.533333333 0.466666667 0.333333333 0.333333333
CE (t+1) 0.082514409 0.641651633 0.077651624 0.86171113 0.075280199 0.642906373 0.089596202 0.532101902 0.085379132 0.671251248 0.080105376 0.581001461 0.089396397 0.535046463 0.077090493 0.189818276 0.066658434 0.082672247 0.072232429 0.144192763 0.088882109 0.775252431 0.074212164 0.415099608 0.083965128 0.474656977 0.080425899 0.369829417 0.081916711 0.492172823 0.068624437 0.011752784
CC (t+1) 0.978616533 1.120011783 33.32018468 32.39948909 75.74098617 61.94041371 19.92494423 9.507081608 0.283559461 1.067059135 1.924217677 -1.02502181 15.15895505 37.43732361 1.524262797 0.872736966 31.18054853 5.977391653 2.613732592 0.352840375 11.39920063 10.43781281 0.650907515 0.251707646 8.730930132 7.054752304 1.976353912 1.549386963 3.124490422 2.713017279 -0.3741341 0.114468795
138
Nama No Perusahaan 17 KBRI 18 RMBA 19 ULTJ 20 VOKS 21 APLI 22 BATA 23 BRNA 24 BTON 25 ERTX 26 ETWA 27 INTP 28 MERK 29 SMGR 30 TCID 31 PBRX 32 TKIM 33 PRAS
Tahun 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010
SE (t-1) 0.142857143 0.142857143 0.285714286 0.142857143 0.142857143 0.142857143 0.142857143 0.142857143 0.285714286 0.285714286 0.428571429 0.428571429 0.285714286 0.142857143 0.428571429 0.571428571 0.285714286 0.142857143 0.142857143 0.142857143 0.428571429 0.571428571 1 1 0.142857143 0.428571429 0.428571429 0.428571429 0.14 0.14 0.29 0.29 0.29 0.29
CD (t-1) 0.266666667 0.266666667 0.533333333 0.266666667 0.266666667 0.2 0.333333333 0.333333333 0.6 0.4 0.533333333 0.533333333 0.466666667 0.466666667 0.4 0.533333333 0.333333333 0.2 0.333333333 0.4 0.533333333 0.533333333 0.866666667 0.866666667 0.533333333 0.666666667 0.666666667 0.6 0.33 0.27 0.20 0.20 0.33 0.27
CE 0.077953251 0.099576031 0.084892807 0.503139166 0.082015725 0.382625078 0.071060894 0.129316551 0.085162471 0.306898286 0.067089064 0.025330333 0.079911758 0.442086593 0.07725414 0.352640678 0.071116897 0.281530363 0.08728254 0.428995581 0.094624364 0.936676514 0.065863249 0.090582475 0.085037691 0.619401134 0.069689359 0.144713042 7.56% 30.02% 8.41% 40.68% 7.76% 40.95%
CC 0.230681405 1.224430965 3.805985832 1.430667067 0.423646503 0.494101946 1.038601959 0.079738582 6.876723799 0.329762477 7.813886966 7.572260747 2.576467343 2.370406375 2.640289309 6.354480845 0.403834629 5.401066972 0.723662381 0.747888066 5.393636127 4.041961388 56.81322078 58.13426576 7.174153203 18.90094388 -7.04754054 6.717946254 1.411372469 0.299404255 1.383329524 1.607080796 0.768963711 0.94295859
Data-data yang merupakan outliers terdiri dari: IMAS, KBLM, dan BATA.
139
Lampiran 6 Kuesioner Ikatan Para Pemangku Kepentingan
Kuesioner Penelitian Kepada YTH. Manajer Umum Perusahaan Terbuka di Indonesia
diajukan oleh Wendy Tandiawan Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Tarumanagara Jakarta
Jakarta 2012
140
Kepada Yth. Manajer Umum/Sumber Daya Manusia Perusahaan Terbuka di Indonesia
Saya adalah mahasiswa Program Magister Pascasarjana Universitas Tarumanagara yang sedang melakukan penelitian dalam rangka penyusunan tesis. Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk menganalisis hubungan pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) terhadap akses pendanaan. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia praktik karena dapat memberikan masukan tentang aktivitas tanggung jawab sosial terhadap para pemangku kepentingan yang sebaiknya dilaksanakan oleh manajemen perusahaan sebagai langkah perencanaan strategis sehingga akan dapat membantu mengurangi keterbatasan dana.
Saya berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dengan mengisi daftar pertanyaan berikut sesuai dengan kondisi yang Bapak/Ibu hadapi. Kuesioner telah disusun agar memudahkan pengisian dan hanya membutuhkan waktu paling lama 8 menit. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan akan kami jaga kerahasiaannya dan semata-mata hanya untuk kepentingan akademis. Data yang akan kami analisis bersifat agregat/menyeluruh, tidak mencerminkan data individu perusahaan Bapak/Ibu. Saya sangat menghargai waktu yang Bapak/Ibu luangkan untuk mengisi kuesioner ini. Keberhasilan penelitian ini sangat bergantung pada partisipasi Bapak/Ibu dalam memberikan jawaban. Atas perhatian dan dukungan yang diberikan saya ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya.
Hormat saya,
Wendy Tandiawan Peneliti
141
DAFTAR PERTANYAAN
Mohon Bapak/Ibu menjawab pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan antara “Ya” atau “Tidak”. Skala tersebut menunjukan tingkat ikatan para pemangku kepentingan perusahaan. Mohon dipilih yang paling sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di perusahaan Bapak/Ibu. Pertanyaannya adalah sebagai berikut:
PERTANYAAN
YA
TIDAK
1. Apakah perusahaan anda ada mendefinisikan/menerangkan tentang para pemangku kepentingannya? 2. Apakah perusahaan anda mempunyai daftar para pemangku kepentingannya? 3. Apakah perusahaan anda menyingkapkan adanya atributatribut penting dari setiap kelompok para pemangku kepentingan? 4. Apakah perusahaan anda dapat mengetahui dan menyingkapkan ketika ada terdapat hubungan dengan para pemangku kepentingannya? 5. Apakah perusahaan anda dapat membedakan antara para pemangku kepentingan yang memegang peranan penting dan tidak? 6. Apakah perusahaan anda memiliki cara untuk mengidentifikasi dan menyeleksi para pemangku kepentingannya? 7. Apakah para pemangku kepentingan di perusahaan anda mempunyai keinginan untuk menjalin ikatan/hubungan dengan perusahaan dan para pemangku kepentingan lainnya? 8. Apakah dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan142
kegiatan penting perusahaan, banyak pemangku kepentingan di perusahaan anda yang terlibat? 9. Apakah para pemangku kepentingan perusahaan anda sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan perusahaan? 10. Apakah ada terdapat/terdengar hal-hal atau isu-isu yang muncul akibat ikatan/hubungan antar para pemangku kepentingan di perusahaan anda dengan perusahaan? 11. Apakah ada terdapat komentar, saran, atau pertanyaan dari hasil ikatan para pemangku kepentingan di perusahaan anda untuk kemajuan perusahaan? 12. Apakah komentar, saran dan pertanyaan dari hasil ikatan para pemangku kepentingan di perusahaan anda disampaikan dengan baik dan tepat? 13. Apakah ada yang pernah membuat kasus mengenai ikatan para pemangku kepentingan dari perusahaan anda? 14. Apakah ada foto-foto atau gambar-gambar yang pernah diambil dari kegiatan-kegiatan untuk mempererat para pemangku kepentingan? 15. Apakah ada terdapat sertifikat yang menyatakan bahwa perusahaan anda mempunyai ikatan para pemangku kepentingan yang baik? 16. Apakah perusahaan anda mempunyai rencana ke depan untuk mempererat ikatan dengan para pemangku kepentingannya? 17. Apakah di perusahaan anda ada terdapat laporan atas pencapaian target untuk memperat ikatan dengan para pemangku kepentingan dari tahun-tahun sebelumnya? 18. Apakah perusahaan anda terbuka untuk saran-saran dari para pemangku kepentingannya? 19. Apakah di perusahaan anda ada terdapat formulir khusus untuk pemberian saran dari para pemangku
143
kepentingannya? 20. Apakah perusahaan anda menyediakan kontak-kontak yang dapat dihubungi seperti: nomor handphone, email, atau website? 21. Apakah perusahaan anda ada memberikan keterangan atau penjelasan atas saran-saran yang pernah digunakan?
***Pertanyaan diajukan berdasarkan Stakeholder Engagement Index dari The Environment Council (TEC) yang berbasis di United Kingdom (UK).
144