BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat manusia seperti yang dapat terlihat pada kalimat “Armed conflict is as old as humankind itself. 1” Dengan dikatakannya memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat manusia, maka dapat disimpulkan bahwa peperangan telah ada sejak manusia ada. Oleh karena perang lahir bersamaan dengan adanya manusia, maka tidaklah mengherankan apabila hingga saat ini, banyak peperangan yang telah terjadi. Beberapa diantaranya ialah peperangan besar yang hingga saat ini masih diingat oleh manusia, misalnya Perang Dunia I (World War I atau First World War) yang terjadi pada tahun 1914 hingga tahun 1918, yang mengambil tempat di Eropa 2, serta Perang Dunia II (World War II atau Second World War) yang terjadi pada tahun 1939 hingga tahun 1945 3, yang melibatkan sebagian besar negara yang ada di dunia, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan perang-perang lainnya.
1
“War and International Humanitarian Law, dimuat dalam http://www.icrc.org/eng/war-andlaw/overview-war-and-law.htm , diakses pada 24 November 2013 pukul 08.00 WIB” 2 “World War I, dimuat dalam http://en.wikipedia.org/wiki/World_War_I , diakses pada 24 November 2013 pukul 08.27 WIB” 3 “World War II, dimuat dalam http://en.wikipedia.org/wiki/World_War_II , diakses pada 24 November 2013 pukul 08.31 WIB”
1 Universitas Sumatera Utara
2
Istilah “Perang” tidak lagi asing bagi manusia. Namun, ada baiknya apabila dilihat pengertian istilah “perang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Istilah “Perang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki setidaknya 4 (empat) pengertian, diantaranya :
4
1. Permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dsb.); 2. Pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih (tentara, laskar, pemberontak, dsb.); 3. Perkelahian; konflik; 4. Cara mengungkapkan permusuhan. Adapun pengertian perang yang dimaksud di dalam penelitian ini ialah pengertian perang yang kedua, yakni pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih. Perang tidak dapat terelakkan. Pendapat ini tercermin dari hasil beberapa studi yang menyebutkan bahwa dalam diri manusia ada suatu naluri untuk melukai atau menyerang. 5 Oleh karena perang tidak dapat terelakkan, maka dibuatlah suatu peraturan hukum yang mencoba mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan yakni peraturan hukum yang saat ini dikenal dengan Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law).6
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 854 5 Ambarwati, dkk., Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Cetakan Pertama, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal. 4 6 Kalimat tersebut didukung dengan kutipan kalimat “There have always been customary practices in war, but only in the last 150 years have States made international rules to limit the effects of armed conflict for humanitarian reason.” yang dimuat dalam “War and International Humanitarian
Universitas Sumatera Utara
3
Penting untuk diingat bahwa Hukum Humaniter tidak melarang perang, walaupun ada ketentuan lain dalam Hukum Internasional yang ditafsirkan melarang perang. 7 Hukum Humaniter dahulunya dikenal dengan istilah Hukum Perang (Laws of War) ataupun Hukum Konflik Bersenjata (Laws of Armed Conflict). 8 Perubahan yang terjadi ini tidak hanya terbatas pada perubahan nama semata, melainkan juga memperluas cakupan yang diatur. Hukum Humaniter tidak saja mencakup Ius ad bellum, tetapi juga mencakup Ius in bello. Ius ad bellum ialah hukum tentang perang, yang membahas mengenai kapan atau dalam keadaan bagaimana suatu negara dibenarkan untuk berperang.
9
Sedangkan Ius in bello ialah hukum yang berlaku dalam perang, yang tidak saja mengatur mengenai cara dan alat berperang melalui Hukum Den Haag, tetapi juga mengatur mengenai perlindungan terhadap korban perang melalui Hukum Jenewa. Pengaturan lebih lanjut terdapat di dalam Protokol-Protokol Tambahan 1977. Adapun Hukum Den Haag, Hukum Jenewa, serta Protokol-Protokol Tambahan 1977 tersebut dipandang sebagai sumber hukum humaniter yang utama.
10
Walaupun hukum
humaniter terdiri dari 2 (dua) bagian, namun yang biasanya dipelajari ialah Ius in bello.
Law, http://www.icrc.org/eng/war-and-law/overview-war-and-law.htm , diakses pada 24 November 2013 pukul 08.52 WIB” 7 Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Cetakan Pertama, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 3. 8 Ibid., hal. 1. 9 Ibid., hal. 2. 10 Ibid., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
4
Lahirnya suatu pengaturan tertentu tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai. Begitu pula dengan lahirnya hukum humaniter. Adapun beberapa tujuan hukum humaniter yang dapat dijumpai dalam beberapa kepustakaan, antara lain sebagai berikut : 11 1. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering). 2. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang. 3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di sini, yang terpenting adalah asas perikemanusiaan. Berdasarkan tujuan hukum humaniter di atas, dapatlah terlihat tiga asas utama di dalam hukum humaniter, yaitu :
12
1. Asas Kepentingan Militer (military necessity) Pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. 2. Asas Perikemanusiaan (humanity) Pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. 3. Asas Kesatriaan (chivalry) Di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang. Asas perikemanusiaan di atas ialah asas yang paling tercermin di dalam pengaturan, baik di dalam Hukum Den Haag maupun Hukum Jenewa. Dalam Hukum Den Haag, asas perikemanusiaan tercermin dari dilarangnya penggunaan senjata-
11
Arlina Permanasari, dkk., Pengantar Hukum Humaniter, Cetakan Pertama, International Committee Of The Red Cross, Jakarta, 1999, hal. 12 12 Ibid., hal. 11
Universitas Sumatera Utara
5
senjata tertentu yang dirasakan mampu menimbulkan luka yang berlebihan maupun penderitaan yang tidak perlu. Dalam menerapkan asas perikemanusiaan ini, Hukum Den Haag melarang penggunaan beberapa senjata, salah satu diantaranya ialah penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata. Sedangkan di dalam Hukum Jenewa, asas tersebut tercermin dari perlindungan-perlindungan yang diberikan kepada tawanan perang, serta kepada penduduk sipil yang tidak ikut berperang. Tawanan perang ialah suatu status yang diberikan kepada seorang kombatan yang jatuh ke tangan musuh. 13 Pemberian status ini penting bagi seorang kombatan karena akan mempengaruhi perlakuan yang diberikan kepada mereka ketika mereka sedang berada di tangan musuh. Senjata kimia dilarang penggunaannya di dalam konflik bersenjata oleh karena dampak digunakannya dirasakan tidak manusiawi. Seseorang yang tidak terkena serangannya secara langsung pun dapat menjadi korban daripada penggunaan senjata kimia karena senjata kimia dapat menyerang melalui beberapa bentuk, termasuk di dalamnya dalam bentuk cairan maupun gas. Selain tidak mengenal lawan, alasan lainnya ialah bahwa senjata kimia dapat memberikan luka permanen maupun suatu penyakit permanen, yang menyiksa korban bahkan setelah perang tersebut berakhir. Keseriusan terhadap pelarangan penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata terlihat dari dilahirkannya The 1993 Chemical Weapons Convention (untuk selanjutnya akan disingkat “CWC”), walaupun penggunaan senjata yang demikian
13
Ibid., hal. 2
Universitas Sumatera Utara
6
telah dilarang sebelumnya. 14 Contoh daripada penggunaan senjata kimia ialah adanya kasus Agent Orange 15 yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Vietnam pada Perang Vietnam, yang mengakibatkan terjadinya kelaparan di daerah tersebut. Bahkan pada tanah serta air di beberapa daerah memiliki konsentrasi zat kimia yang jauh dari level aman oleh Agen Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S. Environmental Protection Agency). Akibat lain daripada penggunaan senjata kimia oleh Amerika Serikat tersebut ialah terdapat 400.000 (empat ratus ribu) orang yang terbunuh atau menjadi cacat, dan 500.000 (lima ratus ribu) anak lahir dengan cacat lahir. 16 Penggunaan
senjata
kimia
di
dalam
konflik
bersenjata
tidaklah
berperikemanusiaan karena dampak yang dihasilkannya tidak berperikemanusiaan. Oleh karena itu, penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional yang menyita perhatian berbagai negara, bahkan negara yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata tersebut.
14
Pelarangan hukum internasional terhadap penggunaan senjata yang demikian pertama sekali dapat ditemukan pada 1925 Geneva Protocol for the prohibition of the Use in war of Asphyxiating, Poisonous of the Gasses, and of Bacteriological Methods of Warfare, yang merupakan salah satu sumber Hukum Humaniter, yang dikutip dari buku Haryomataram, Op. cit., hal. 51 15 Kasus Agent Orange ialah suatu kasus dimana Amerika Serikat menggunakan senjata kimia terhadap tanaman-tanaman yang ada di Vietnam, en.wikipedia.org/wiki/Agent_Orange, diakses pada 10 Februari 2014 pukul 21.54 WIB. 16 Agent Orange, en.wikipedia.org/wiki/Agent_Orange, diakses pada 10 Februari 2014 pukul 21.54 WIB.
Universitas Sumatera Utara
7
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional mengenai larangan penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata? 2. Bagaimana kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam kasus penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata menurut Hukum Internasional? 3. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional terhadap kasus penggunaan senjata kimia oleh Suriah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang larangan penggunaan senjata kimia dalam konflik bersenjata; 2. Untuk mengetahui peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menangani kasus terkait digunakannya senjata kimia dalam konflik bersenjata; 3. Untuk mengetahui penggunaan senjata kimia oleh Suriah dalam perspektif Hukum Internasional. Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
8
1. Manfaat teoritis, yakni untuk menambah bahan penelitian bagi literatur yang berkenaan dengan penggunaan senjata kimia, serta sebagai dasar penelitian selanjutnya pada bidang yang sama. 2. Manfaat praktis, yakni sebagai pengingat bagi pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia agar tidak melanggar ketentuan yang ada yang berkenaan dengan penggunaan senjata kimia, baik secara langsung ataupun tidak langsung, serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat Indonesia bahwa penggunaan senjata kimia ialah dilarang oleh hukum internasional.
D. Keaslian Penulisan Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka penelitian ini mengangkat suatu materi dari mata kuliah wajib, yaitu hukum humaniter internasional, khususnya yang membahas mengenai penggunaan senjata di dalam konflik bersenjata. Oleh karena itu, masalah penggunaann senjata di dalam konflik bersenjata dituangkan dalam sebuah judul penelitian “Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Kasus Penggunaan Senjata Kimia Oleh Suriah”. Dalam rangka pengajuan judul penelitian ini, maka harus terlebih dahulu mendaftarkan judul tersebut ke bagian Hukum Internasional dan telah diperiksa pada arsip bagian Hukum Internasional. Judul yang diangkat dinyatakan disetujui oleh bagian Hukum Internasional pada tanggal 23 September 2013.
Universitas Sumatera Utara
9
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan pada bagian Hukum Internasional pada khususnya dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada umumnya, diketahui bahwa ada beberapa penelitian yang membahas tentang hukum humaniter, namun belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang larangan penggunaan senjata kimia dalam Kasus Suriah, sehingga keaslian penulisan yang dituangkan dapat dipertanggungjawabkan penulisannya.
E. Tinjauan Kepustakaan Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan-laporan, dan informasi dari internet. Untuk itu, diberikan penegasan dan pengertian dari judul penelitian, yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan pengertian terhadap judul penelitian ini, ditinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan pengertianpengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun pendapat dari para sarjana sehingga mempunyai arti yang lebih tegas. Pengertian Chemical Weapons terdapat di dalam Pasal 2 ayat 1 CWC : 17 “Chemical Weapons” means the following, together or separately: (a) Toxic chemicals and their precursors, except where intended for purposes not prohibited under this Convention, as long as the types and quantities are consistent with such purposes; (b) Munitions and devices, specifically designed to cause death or other harm through the toxic properties of those toxic chemicals specified in subparagraph (a), which would be released as a result of the employment of such munitions and devices;
17
Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons, Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling dan Use of Chemical Weapons and on Their Destruction, Pasal 2, ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
10
(c) Any equipment specifically designed for use directly in connection with the employment of munitions and devices specified in subparagraph (b)
Berdasarkan pengertian yang diberikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa senjata kimia yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah: a) zat kimia yang beracun beserta turunannya, kecuali zat kimia beracun yang ditujukan untuk hal-hal yang diizinkan oleh konvensi ini, sepanjang jenis dan jumlahnya sejalan dengan tujuan diizinkannya penggunaan zat kimia beracun tersebut; b) Mesiu dan senjatanya yang khusus dibuat untuk membunuh ataupun melukai orang lain dengan menggunakan zat kimia beracun yang terdapat pada sub-bagian (a); serta c) Alat-alat lainnya yang dibuat khusus untuk digunakan secara langsung dengan penggunaan mesiu dan senjata yang dijelaskan pada sub-bagian (b). Pada pengertian mengenai senjata kimia di atas, khususnya pada sub-bagian (a), terdapat hal-hal yang membuat penggunaan zat kimia beracun ini dimungkinkan. Oleh sebab itu, perlu dilihat tujuan yang tidak dilarang (yang membenarkan penggunaan zat kimia beracun) oleh CWC, yang terdapat pada CWC Pasal 2 ayat 9, diantaranya : 18 (a) Industrial, agricultural, research, medical, pharmaceutical or other peaceful purposes; (b) Protective purposes, namely those purposes directly related to protection against toxic chemicals and to protection against chemical weapons; (c) Military purposes not connected with the use of chemical weapons and not dependent on the use of the topic properties of chemicals as a method of warfare; (d) Law enforcement including domestic riot control purposes.
18
Ibid.,Pasal 2, ayat 9.
Universitas Sumatera Utara
11
Adapun berdasarkan kutipan di atas, ada beberapa tujuan penggunaan zat kimia beracun yang tidak dilarang oleh CWC, diantaranya adalah untuk tujuan a) industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi; b) perlindungan, c) militer yang tidak berhubungan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung dengan penggunaan zat kimia sebagai salah satu metode berperang; serta d) penegakan hukum. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, haruslah dipahami bahwa senjata kimia yang dimaksudkan di dalam penelitian ini ialah senjata kimia yang melanggar ketentuan CWC, termasuk di dalamnya pelanggaran terhadap maksud dan tujuan, jenis unsur kimia, ataupun dampak yang dilarang.
F. Metode Penelitian Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Sebagaimana lazimnya penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah yang harus bersadarkan fakta-fakta dan data-data yang objektif (benar dan layak dipercaya), demikian halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai karya tulis ilmiah, juga menggunakan
pengumpulan
data
secara
ilmiah
(metodologi),
guna
Universitas Sumatera Utara
12
memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu guna menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder. 19 Penelitian yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti norma hukum internasional yang berlaku yang mengatur tentang larangan penggunaan senjata kimia sebagaimana dimuat dalam berbagai perangkat hukum internasional yang berlaku, contohnya : Konvensi Den Haag, Chemical Weapons Convention. Penelitian ini menggunakan metode analisis, yaitu menganalisis tentang upaya untuk menegakkan hukum humaniter internasional ketika terdapat pelanggaran dengan menggunakan senjata kimia di dalam konflik bersenjata dalam perspektif hukum internasional.
2. Data Penelitian Penelitian ini memusatkan pada berbagai norma hukum internasional yang menjadi dasar standar internasional yang diterapkan di negara-negara di
19
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, P.T. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
13
dunia dan norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang hukum humaniter internasional. Data dalam penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer 20, yaitu bahan hukum yang mengikat secara umum, termasuk di dalamnya Konvensi-Konvensi Internasional dan Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan penggunaan senjata di dalam konflik bersenjata, yaitu : 1) The Law of The Hague 2) Convention
on
the
Prohibition
of
The
Development,
Production, Stockpiling, and Use of Chemical Weapons and on Their Destruction, yang dikenal dengan Chemical Weapons Convention. b. Bahan hukum sekunder 21 , yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, makalah, jurnal-jurnal, surat kabar, internet, dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian.
20
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari (untuk Indonesia): a. Norma atau kaedah dasar; b. Peraturan dasar; c. Peraturan perundang-undangan; d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasi; e. Yurisprudensi; f. Traktat; g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UIPress, Jakarta, 2005, hal. 52. 21 Bahan hukum sekunder ialah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Bahan hukum tersier
22
, yaitu bahan-bahan hukum yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya kamus-kamus bahasa.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
cara
penelitian
kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahas pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan dan dosen pembimbing, artikel-artikel yang berasal dari media elektronik, dokumendokumen internasional yang resmi dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi hukum internasional dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media elektronik,
dokumen-dokumen
internasional
yang
resmi
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.
22
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), P.T.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 117.
Universitas Sumatera Utara
15
d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.
4. Analisa Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif
23
. Analisis secara kualitatif berarti analisis yang
memfokuskan perhatiannya pada makna-makna yang terkandung di dalam suatu pernyataan, bukan analisis yang memfokuskan perhatiannya pada figurfigur kuantitatif semata. Analisa data dilakukan sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek kualitatif lebih daripada aspek kuantitatif dengan maksud agar diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan Sebagai gambaran umum untuk memudahkan pemahamanan materi penelitian ini, maka dibagi dalam 5 (lima) Bab yang berhubungan erat satu sama lain : Bab Pertama merupakan pendahuluan. Pada bab ini akan diuraikan hal-hal pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penulisan penelitian ini. Terdiri atas
23
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya. Pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan keduapuluh dua PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2006, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
16
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab Kedua mendeskripsikan pengaturan mengenai tata cara perang menurut Hukum Humaniter Internasional pada umumnya, dan menurut Konvensi Den Haag pada khususnya. Bab ini juga menjelaskan alasan-alasan pelarangan penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata, serta pengaturan yang ada di dalam CWC sebagai salah satu instrumen Hukum Humaniter yang mengatur larangan penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata. Bab Ketiga membahas mengenai kompetensi yang dimiliki oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa menurut Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa pada umumnya, serta dalam kaitannya dengan penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata pada khususnya, baik sebelum lahirnya CWC maupun setelah lahirnya CWC. Bab ini juga akan membahas mengenai penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata oleh negara-negara lainnya sebelum Suriah, serta kewenangan apa yang dimiliki oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa terkait dengan penggunaan senjata kimia oleh Suriah. Bab Keempat mendeskripsikan latar belakang konflik Suriah, serta senjata yang digunakan oleh Suriah di dalam konflik bersenjata tersebut. Bab ini juga akan meninjau penggunaan senjata kimia oleh suriah tersebut dalam perspektif Hukum Internasional.
Universitas Sumatera Utara
17
Bab Kelima merupakan bab penutup dari penelitian yang berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahasan dan disertai dengan beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat.
Universitas Sumatera Utara