BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana banjir, gempa, dan datangnya badai, dengan kemajuan teknologi yang ada biasanya didahului dengan datangnya peringatan. Hal ini menjadi sangat memungkinkan untuk dapat menekan timbulnya kerugian dan korban jiwa yang lebih besar yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Tidak demikian halnya dengan bahaya kebakaran, dimana bencana ini proses datang-ya selalu tanpa dapat diperkirakan dan diprediksi sebelumnya sebagaimana bencana lain. Teknologi yang ada hanya dapat membantu memberi peringatan dini, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk memberi waktu persiapan dan pertolongan dalam menghadapi bahayanya. Hal ini disebabkan oleh karena peringatan hanya dapat diberikan pada saat kehakaran ataupun api telah ataupun dalam keadaan sedang berlangsung. Sehingga cara yang paling efektif dalam menghadapi terjadinya bencana kebakaran tersebut adalah dengan menghindari dan meminimalkan kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya bencana tersebut. Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baik yang menyangkut kerugian (material, stagnasi kegiatan usaha, kerusakan lingkungan, maupun menimbulkan ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia). Bencana kebakaran juga merupakan bahaya yang mempunyai dampak yang sangat luas yang meliputi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalaminya. Kebakaran yang teIjadi dipemukiman padat penduduk ataupun pusat-pusat kegiatan ekonomi didaerah perkotaan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial, ekonomi dan psikologis yang luas orang yang mengalami bencana ini, akan bisa mengalami syok yang berkepanjangan. Sebaliknya, karena bencana kebakaran ini datangnya tidak umum dan bukan bahaya yang rutin terjadi, kesiapan dan "interest' masyarakat terhadapnya sangat minim. Akibatnya, bila bahaya ini terjadi, semakin memperbesar kerugian yang akan dialami. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsumami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman atau ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumber daya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang. Penanggulangan Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan Panduan HRVA Bencana Kebakaran
1
bencana mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Undang-Undang R.I. No. 28 Tahun 2002, tentang "Bangunan Gedung", mengamanatkan 4 faktor utama yang perlu diperhatikan, yaitu Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan, dan Kemudahan. Disamping itu pula, Undang-Undang R.I No. 44 Tahun 2009, tentang "Rumah Sakit", mengamanatkan diperlukannya persyaratan teknis yang berkaitan dengan "pencegahan dan penanggulangan kebakaran" . Hazard, Risk and Vulnerability Analysis (HRVA) adalah salah satu analisis terhadap bencana yang bertujuan untuk menganalisis bahaya, risiko dan kerentanan guna mengantisipasi masalah dan solusi yang memungkinkan untuk menyelamatkan nyawa dan pmperti, mengurangi kerusakan dan mempercepat perhaikan pasca hencana disamping menjadi kebutuhan untuk melengkapi akreditasi Rumah Sakit yang dalam hal ini dikhususkan untuk bencana kebakaran 1.2 Permasalahan RS Ibu & Anak Bunda Aliyah belum mempunyai HRVA untuk bencana kebakaran. HRVA bencana diperlukan untuk kelengkapan akreditasi Rumah Sakit 1.3 Tujuan Melakukan analisis HRVA bencana kebakaran RS Ibu & Anak Bunda Aliyah 1.4 Manfaat 1. Mengetahui bahaya potensial kebakaran 2. Mengetahui kerentanan yang terdapat pada RS Ibu & Anak Bunda Aliyah 3. Dapat meminimalkan kerugian dan risiko akibat dampak kebakaran
Kegiatan
Minggu 1
2
3
4
Orientasi dan pengenalan Kunjungan lapangan Pengumpulan dokumen Analisis risiko Pengolahan data Sosialisasi Tabel 1.1 Rencana Kegiatan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Panduan HRVA Bencana Kebakaran
2
5
6
7
8
2.1 Teori Dasar Kebakaran 2.1.1 Definisi Api Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa/reaksi kimia yang diikuti oleh pengeluaran asap, panas, nyala dan gas-gas lainnya. Api juga dapat diartikan sebagai hasil dari reaksi pembakaran yang cepat (Pusdiklatkar, 2006). Untuk bisa terjadi api diperlukan 3 (tiga) unsur yaitu bahan bakar (fuel), udara (oksigen) dan sumber panas. Bilamana ketiga unsur tersebut berada dalam suatu konsentrasi yang memenuhi syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau dikenal sebagai proses pembakaran (Siswoyo, 2007; IFSTA, 1993). 2.1.2
Teori Segitiga Api (Fire Triangle) Secara sederhana susunan kimiawi dalam proses kebakaran dapat digambarkan dengan istilah "Segitiga Api". Teori segitiga api ini menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya 3 unsur pokok, yaitu: bahan yang dapat terbakar (fuel), oksigen (O2) yang cukup dari udara atau dari bahan oksidator, dan panas yang cukup (materi pengawasan K3 penanggulangan Kebakaran Depnakertrans, 2008). Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur di atas bertemu akan terjadi api. Namun apabila salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Prinsip segitiga api ini dipakai sebagai dasar untuk mencegah kebakaran (mencegah agar api tidak terjadi) dan penanggulangan api yakni memadamkan api yang tak dapat dicegah (Karla, 2007; Suma'mur, 1989).
Gambar 2.1. Segitiga Api 2.1.3
Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire) Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu dengan ditemukannya unsur keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia. Konsep ini dikenaI dengan teori tetrahedron of fire. Teori ini ditemukan berdasarkan penelitian dan pengembangan bahan pemadam bubuk kimia (dry chemical) dan halon (halogenated hydrocarbon). Teori tetrahedron of fire ini didasarkan hahwa dalam panas pembakaran yang normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang terjadi menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran seperti CO, CO2, SO2, asap dan gas. Hasil lain dari reaksi ini adalah adanya radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalarn bentuk hidroksil (OH). Bila 2 (dua) gugus OH pecah menjadi H2O dan radikal bebas O. O
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
3
radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi pembakaran berantai. (Karla, 2007; Goetsch, 2005). 2.2 Definisl Kebakaran Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur (bahan bakar, oksigen dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan sarnpai kematian (Karla, 2007; NFPA, 1986). Menurut Dewan KeseIamatan dan Kesehatan Kerja NasionaI (DK3N), kebakaran adaIah suatu peristiwa bencana yang berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian materi (berupa harta benda, bangunan fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana dan prasarana, dan lain-lain) maupun kerugian non materi (rasa takut, shock, ketakutan, dan lain-lain) hingga kehilangan nyawa atau cacat tubuh yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut Sifat kebakaran adalah terjadi secara tidak diduga, tidak akan padam apabila tidak dipadamkan, dan kebakaran akan padam dengan sendirinya apabila konsentrasi keseimbangan hubungan 3 unsur dalam segitiga api tidak terpenuhi lagi. 2.3 Sebab-Sebab Terjadinya Kebakaran Menurut Agus Triyono (2001), kebakaran terjadi karena manusia, peristiwa alam, penyalaan sendiri dan unsur kesengajaan. a. Kebakaran karena manusia yang bersifat kelalaian, Seperti: Kurangnya pengertian, pengetahuan tentang penanggulangan bahaya kebakaran. Kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat menimbulkan apt. Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin. b. Kebakaran karena peristiwa alam terutama menyangkut cuaca dan gunung berapi, seperti sinar matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan. c. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang-gudang bahan kimia dimana bahan-bahan tersebut bereaksi dengan udara, air dan juga dengan bahan-bahan lainnya yang mudah meledak atau terbakar. d. Kebakaran karena unsur kesengajaan, untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya: Sabotase untuk menimbulkan huru-hara, kebanyakan dengan alasan politis. Mencari keuntungan pribadi karena ingin mendapatkan ganti rugi melalui asuransi kebakaran. Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara membakar dokumen atau bukti-bukti yang dapat memberatkannya. Untuk jalan taktis dalam pertempuran dengan jalan bumi hangus. 2.4 Klasifikasi Kebakaran Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian kebakaran atas dasar jenis bahan bakarnya. Pengklasifikasian kebakaran ini bertujuan untuk memudahkan usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran (Soehatman Ramli, 2005). 2.4.1. Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA Menurut NFPA, kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu: 1. Kelas A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam Kelas ini mempunyai ciri jenis kebakaran yang meninggalkan arang dan abu. Unsur bahan yang terbakar biasanya mengandung karbon, misalnya: kertas, kayu, tekstil, Panduan HRVA Bencana Kebakaran
4
plastik, karet, busa, dan lain-lain yang sejenis dengan itu. Aplikasi media pemadam yang cocok adalah bahan jenis basah yaitu air. Karena prinsip kerja air dalam memadamkan api adalah menyerap kalor/panas dan menembus sampai bagian yang dalam. 2. Kelas B, yaitu kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar. Kelas ini terdiri dari unsur bahan yang mengandung hidrokarbon dari produk minyak bumi dan turunan kimianya. Misalnya: bensin, aspal, gemuk, minyak, alkohol, gas LPG, dan lain-lain yang sejenis dengan itu. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan cair adalah jenis busa. Prinsip kelja busa dalam memadamkan api adalah menutup permukaan cairan yang mengapung pada permukaan. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan gas adalah jenis bahan pemadam yang bekerja atas dasar substitusi oksigen dan atau memutuskan reaksi berantai yaitu jenis tepung kimia kering atau CO2. 3. Kelas C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan. Misalnya: peralatan rumah tangga, trafo, komputer, televisi, radio, panel listrik, transmisi listrik, dan lain-lain. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk kelas C adalah jenis bahan kering yaitu tepung kimia atau CO2. 4. Kelas D, yaitu kebakaran bahan logam Pada prinsipnya semua bahan dapat terbakar tak terkecuali benda dari jenis logam, hanya saja tergantung pada nilai titik nyalanya. Misalnya: potassium, sodium, aluminum, magnesium, calcium, zinc, dan lain-lain. Bahan pemadam untuk kebakaran logam tidak dapat menggunakan air dan bahan pemadam seperti pada umumnya. Karena hal tersebut justru dapat menimbulkan bahaya. Maka harus dirancang secara khusus media pemadam yang prinsip kerjanya adalah menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara menimbun. Diperlukan pemadam kebakaran khusus (misal, Metal-X, foam) untuk memadamkan kebakaran jenis ini. 2.5 Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah semua tindakan yang berhubungan dengan pencegahan, pengamatan dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan. Pencegahan kebakaran lebih ditekankan kepada usaha-usaha yang memindahkan atau mengurangi terjadinya kebakaran. Penanggulangan lebih ditekankan kepada tindakantindakan terhadap kejadian kebakaran, agar korban menjadi sesedikit mungkin (Suma'mur, 1981). Pencegahan kebakaran pada dasamya dilakukan sebagai upaya untuk menangguiangi kebakaran secara dini agar tidak meluas. Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran perlu disediakan sarana pengaman/keselamatan bahaya kebakaran yang sesuai dan cocok untuk bahan yang mungkin terbakar di tempat yang bersangkutan. Dalam buku Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan karangan Dr. Suma'mur dijelaskan bahwa pencegahan kebakaran dan pengurangan korban kebakaran tergantung dari 5 (lima) prinsip pokok sebagai berikut: 1. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atau keadaan panik. 2. Pembuatan bangunan yang tahan api . 3. Pengawasan yang teratur dan berkala. 4. Penemuan kebakaran pada tingkat awal dan pemadamannya.
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
5
5. Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai akibat kebakaran dan tindakan pemadamannya. Mengingat akibat-akibat dari peristiwa terjadinya suatu kebakaran, berbagai macam usaha telah dilakukan untuk menanggulangi bahaya kebakaran. Menurut IFSTA dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu: 1. Tindakan pencegahan (preventive), yaitu usaha-usaha pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya kebakaran dengan maksud menekan atau mengurangi faktor faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kebakaran, antara lain: Mengadakan penyuluhan-penyuluhan. Pengawasan terhadap bahan-bahan bangunan. Pengawasan terhadap penyimpanan dan penggunaan barang-barang. Pengawasan peralatan yang dapat menimbulkan api. Pengadaan sarana pemadam kebakaran. Pengadaan sarana penyelamatan dan evakuasi. Pengadaan sarana pengindra kebakaran. Mempersiapkan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau prosedur pelaksana. Mengadakan latihan berkala. 2. Tindakan represif yaitu usaha-usaha yang dilakukan setelah terjadi kebakaran dengan maksud evakuasi dan menganalisa peristiwa kebakaran tersebut untuk mengambil langkah-Iangkah berikutnya, antara lain: Membuat pendataan. Menganalisa tindakan-tindakan yang telah dilakukan (kegagalan-kegagalan). Menyelidiki faktor-faktor penyebab kebakaran sebagai bahan pengusutan. 3. Tindakan rehabilitasi, yaitu tindakan pemulihan yang dilakukan setelah terjadinya kebakaran yang dilakukan terhadap suatu kelompok bangunan setelah dilakukan pemeriksaan dan penelitian mengenai tingkat kehandalan bangunan gedung tersebut setelah kejadian kebakaran sesuai dengan pedoman teknis yang berlaku. 2.6 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif Sistem proteksi kebakaran aktif, merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman kebakaran. Yang termasuk dalam sistem proteksi kebakaran aktif yaitu alarm (audible dan visible), deteksi/detektor (panas, asap, nyala), alat pemadam api ringan (APAR), hydrant dan sprinkler.
2.6.1 Alarm Kebakaran Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) pada suatu tempat atau bangunan digunakan untuk pemberitaan kepada pekerja/ penghuni dimana suatu bahaya bermula. Sistem alarm ini dilengkapi dengan tanda atau alarm yang bisa dilihat atau didengar. Penempatan alarm kebakaran ini biasanya pada koridor/gang-gang dan jalan dalam bangunan atau suatu instalasi. Sistem alarm kebakaran dapat dihubungkan secara manual ataupun otomatis pada alat-alat seperti sprinkler system, detektor panas, detektor asap, dan lain-lain (Soehatman Ramli, 2005). Panduan HRVA Bencana Kebakaran
6
Sistem alarm kebakaran otomatis dirancang untuk memberikan peringatan kepada penghuni akan adanya bahaya kebakaran sehingga dapat melakukan tindakan proteksi dan penyelamatan dalam kondisi darurat (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000). Komponen alann kebakaran terdiri dari master control fire alarm, alarm bell, manual station (titik panggil manual) yang dilengkapi dengan break glass, detektor panas, detektor asap, detektor nyala, sistem sprinkler. Menurut Perda DKI No.3 Tahun 1992, instalasi alarm kebakaran harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. Sistem alarm kebakaran harus dipasang pada semua bangunan kecuali hangunan kelas 1a, yaitu bangunan hunian tunggal. Sistem alarm otomatis harus dilengkapi dengan sistem peringatan keadaan darurat dan sistem komunikasi internal (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000). 2.6.2 Detektor Kebakaran Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara otomatik, yang dapat dipilih tipe yang sesuai dengan karakteristik ruangan, diharapkan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan tidak memberikan informasi palsu (Depnakertrans, 2008). Dctcktor kebakaran ini dipasang di tempat yang tepat schingga memiliki jarak jangkauan penginderaan yang efektif sesuai spesifikasinya. 2.6.3 Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Menurut Permenaker No. Per.04/MEN/1980, alat pemadam api ringan (APAR) adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula kebakaran. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal mula kebakaran. Keefektifan penggunaan AP AR dalam memadamkan api tergantung dari 4 faktor (110, 1989): 1. Pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasi kebakaran. 2. Pengetahuan yang benar mengenai teknik penggunaan APAH 3. Kecukupan jumlah isi bahan pemadam yang ada di dalam APAR. 4. Berfungsinya APAR secara baik berkaitan dengan pemeliharaannya. 2.6.4 Sistem Sprinkler Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancamya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merat. Sprinkler atau sistem pemancar air otomatis bertujuan untuk mencegah meluasnya peristiwa kebakaran. Sistem sprinkler harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurang-kurangnya mampu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepala sprinkler pecah. 2.7 Program Pemeriksaan dan Pemeliharaan Sarana Proteksi Kebakaran Penyediaan peralatan kebakaran seperti: APAR, instalasi alarm kebakaran otomatik, sistem sprinkler, dan Jain-lainnya di daJam suatu perusahaan adaJah agar kebakaran di tempat kerja tersebut dapat dihindari atau setidak-tidaknya dikurangi/diperkecil. Agar maksud tersebut dapat tercapai maka peralatan kebakaran yang telah disediakan harus selalu dalam keadaan siap untuk digunakan atau siap bekerja setiap saat (Bahan Training Keselamatan Kerja dan Penanggulangan Kebakaran, 1987). Pemerikasaan dan pemeliharaan dilakukan untuk menjaga suatu peralatan tetap dalam kondisi siap untuk operasi. Pemeriksaan dapat berupa inspeksi visual ataupun teknis. Inspeksi visual dilakukan untuk melihat kondisi fisik dan kelengkapannya dan Panduan HRVA Bencana Kebakaran
7
dilaksanakan secara berkala sesuai kebutuhan. Sedangkan inspeksi teknis dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kehandalan serta dilaksanakan minimum satu kali setahun atau sesuai peraturan yang berlaku. Tabel 2.1 Ketentuan Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan Pemadam Kebakaran No Elemen 1 Detektor dan alarm kebakaran Komponen:
2
3
Saklar, lampu, power supply Control Unit Trouble Signals Emergency voice/alarm communication equipment Remote announciator Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Komponen: Fisik: tabung, segel, selang, tekanan Label APAR (pada tempatuya) Sprinkler Pressure gauge (wet pipe system) Pipa dan sambungan pipa Valve kontrol Alarm sprinkler Aliran utama (main drain)
Inspeksi dan Pemeliharaan Pemeriksaan awal disaat detektor dan alarm diserahterimakan dan setiap 1 tahun sekali (meliputi uji fungsi secara keseluruhan). Mingguan Mingguan dan setiap 6 bulan Setiap 6 bulan Setiap 6 bulan Setiap 6 bulan sekaii meiiputi uji fungsi/tes APAR.
1 bulan sekali 1 bulan sekali
1 bulan sekali 1 tahun sekali 1 tahun sekali 4 bulan sekali & tes alarm setiap 6 bulan sekali Test setiap 1 tahun sekali
Sumber : SISWOYO, 2007; NFPA 72: National Fire Alarm Code, NFPA 10: Standard for Portable Fire EJrtinguishers, dan NFPA 13 Installation of Sprinkler Systems. 2002. 2.8 Manajemen bencana Kegiatan-kegiatan yang dapat diiakukan sebelum bencana dapat berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies). Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu: 1. Kegiatan pra-bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini; 2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian; 3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah Panduan HRVA Bencana Kebakaran
8
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta mernikirkan tentang langkah-Iangkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana. Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenamya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi. Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang teIjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi. Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perIu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi. 2.8.1 Mitigasi Bencana Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakantindakan untuk mengurangi risiko-risiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi strukiur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam hentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui meJalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah. Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utarna, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan. 1. Penilaian bahaya (hazard assessment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian ocncana, serta data kejadian bencana di luasa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya; 2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan Panduan HRVA Bencana Kebakaran
9
oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya. 3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-Iangkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasiiitas umum dan fasiiitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur). 2.9 Hazard. Risk and Vulnerability Analysis (HRVA) HRVA bertujuan untuk menganalisis bahaya, risiko dan kerentanan guna mengantisipasi masalah dan solusi yang memungkinkan untuk menyelamatkan nyawa dan properti, mengurangi kerusakan dan mempercepat perbaikan pasca bencana. Risiko adalah konsep total dari kemungkinan terjadinya suatu hazard (likelihood) dan keparahan akan dampak yang ditimbulkan (severity). 2.9.1 Tahap dalam HRVA Terdapat 8 tahap dalam pembuatan HRVA menurut Ministry of Public Safety and Solicitor General, British Columbia, yaitu: 1. Administration Dalam tahap ini dilakukan pembentukan panitia, penyusunan checklist dan melakukan pertemuan mengenai bagaimana HRVA akan dijalankan 2. Training Pada tahap training dilakukan peninjauan mengenai tujuan yang akan dicapai, proses HRVA, pelatilmn penilaian risiko dan juga peninjauan kembali checklist lapangan 3. Gather risk information Pada tahap ini dilakukan pengumpulan checklist informasi penemuan di lapangan , informasi risiko dan denah 4. Hazard and vurnerability indentification pada tahap ini dilakukan peninjauan terhadap checklist lapangan, definisi hazard, identifikasi hazard serta pemetaan hazard dan kerentanan 5. Risk analysis Pada analisis risiko dilakukan penilaian risiko secara kualitatif dengan memperhitungkan kemungkinan kejadian (likelihood) dan keparahan (severity) 6. Risk evaluation Evaluasi risko dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap profit risiko, pengukuran reduksi risiko (risk reduction measures) 7. Public consultation plan Panduan HRVA Bencana Kebakaran
10
Tahap ini membutuhkan keberadaan stakeholder dan menginformasikan hasil penemuan mengenai risiko bahaya yang tinggi dan membuat rencana tindakan 8. Action plans
BAB 3 HASIL OBSERVASI 3.1 Profil Rumah Sakit Pada saat berdiri tanggal 29 Juni 1990 dinamakan Rumah Sakit Medika Griya (RSMG) yang beralamat di jl. Danau Sunter Utara, Sunter Paradise Jakarta Utara dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu Bapak Adhiyatma MPH. Selanjutnya sebagai Soft Opening pa.da tanggal 1 Ma.ret 2001 terjadi perubahan nama yaitu Royal Progress International Hospital dan pada tanggal 17 Juli 2007 secara resmi ditetapkan perubahan nama tersebut oleh Departemen Kesehatan RepubJik Indonesia. Dengan berjalannya waktu dan peraturan yang ada dari pemerintah tahun 2009 menjadi Rumah Sakit Royal Progress. Gedung Rumah sakit Royal Progress terdiri dari 9 lantai dan saat ini membuka kamar perawatan sebanyak 130 tempat tidur yang terdiri dari VIP (VIP,VIP Deluxe, VIP Executive), kelas I, II, III, NICU, PICU, ICU Disamping itu juga terdapat Poli rawat jaJan Spesialis, Poli Umum, IGD, MCU dan Penunjang Medik ( Laboratorium, Radiologi, Apotik ), Rekam Medik.
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
11
Gambar 3.1 . Denah RSIA Bunda Aliyah
STRUKTUR ORGANISASI PENANGANAN BENCANA RUMAH SAKIT BUNDA ALIYAH
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
12
3.1.1
Profil bangunan
Luas area bangunan
Luas tanah ± 4940 m2
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
13
Luas lapangan parkir
Bentuk bangunan Jenis bangunan Lingkungan sekitar
Jumlah ruangan
Lift
Pintu
Jendela
Listrik
3.1.2
Luas tiap lantai: Lantai 1 : 1264 m2 Lantai 2: 1264 m2 Lantai 3-8 : 725 m2 3125 m2 cukup untuk 88 buah mobil. Terdapat 2 lokasi lapangan parkir, didepan lobi RS dan disamping kiri RS yang merupakan tempat parkir gabungan dengan perumahanpenduduk Gedung 9 lantai Beton dengan beberapa menggunakan penyekat dari gipsum . (terutama Lt.3) Sebelah utara : Jalan Danau Sunter Utara Sebelah timur: ruko dan perumahan penduduk Sebelah barat: ruko dan perumahan penduduk Sebelah selatan : perumahan penduduk Lantai 1 terdiri dari: Lobby, Ruang tunggu, Poliklinik, MCU, Apotek, lnformasi, Rekam Medis, UGD, Logistik, ruang endoskopi, farmasi, USG, Audiometri, Gizi, Radiologi Lantai 2: Rawat Inap Kelas 1-3, Poli anak, poli mata, poli gigi. doctor lounge. NICU. ICU, HND,isolasi, kamar operasi, laboratorium Lantai 3: Poliklinik, Ruang menyusui, Rawat inap, Kitty center, chiropractic, fisioterapi, psikiatri Lantai 5 :Rawat Inap Lantai 8: office, convention hall Lantai 9: ruang pertemuan, vihara Jumlah 3 buah dan terdapat pada 2 lokasi. Lokasi 1 pada lobby depan berjumlah 1 buah, Lokasi 2 pada bagian belakang dekat UGD berjumlah 2 buah 4 pintu masuk 1 pasang pintu kaca di lobby utama, 1 pasang pintu kaca pada lobby sebelah barat, 1 pasang pintu kaca pada lobby timur dan 1 pasang pintu kaca pada UGD dengan lehar + 1,5 m yang dapat dibuka keduanya. Jendela kaca yang tidak dapat dibuka pada lobby. Terdapat jendela kaca pada ruangan polio Jendela vertikal yang dapat dibuka pada setiap ruang rawat inap PLN: 725KVA Genset: 750 KVA Genset berjumlah 2 buah dengan waktu back up 7 detik ( 3 detik) UPS ( Lab, OK, lCU)
Profil pekerja
Jumlah karyawan
Jumlah 548 orang dengan rincian: 16 orang dokter umum, 65 orang dokter spesialis part time, 87 orang perawat, 17 orang bidan, 2 orang apoteker, 15 orang asisten
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
14
apoteker, 2 ahli gizi , 335 orang non medis, 3 orang fisioterapis. 3.1.3
Profil pengunjung
Jumlah (Laporan 2012)
Usia pasien
pasien Kunjungan klinik : 36.859 orang dengan kunjungan terbanyak pada tahunan klinik Penyakit Dalam, Kebidanan dan hemodialisa Medical Check Up: 2.533 orang UGD: 11.935 orang Rawat inap: 3.485 orang Bayi, anak, dewasa, manula.
3.2 Fasilitas umum disekitar lingkungan rumah sakit Jalan utama Danau Sunter Utara
Berhadapan langsung dengan Rumah Sakit 10m Sepanjang jalan Danau Sunter Utara 500m 1000m 2000m 1000m 1000m 50m disebelah kanan jalan utama ± 10km ±5km ±3km 25m 200m 200m 50m
Perumahan penduduk Sunter Agung (terdekat) Ruko dan pertokoan Rumah Sakit Satya Negara Rumah Sakit Sulianti Soeroso Rumah Sakit Mitra Kemayoran RSlA Hermina Sunter Puskesmas Kelurahan Sunter Pompa Bensin Pemadam kebakaran Jakarta Utara Sub Unit Pemadam Kebakaran Sunter Kantor Polisi Pasar Sekolah SMA 15 Masjid Gereja
3.3 Sarana dan prasarana proteksi kebakaran 3.3.1 Sistem Proteksi Aktif Sistem deteksi dan alarm kebakaran Alat pemadam api ringan (APAR)
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
Detektor asap dan panas kecuali instalasi gizi hanya terdapat detektor panas 7 buah pada setiap lantai. Terdapat SOP kalibrasi, checklist pemeliharaan rutin yang 15
dilakukan setiap bulan dan manual penggunaan Sistem pipa tegak dan slang kebakaran 2 buah pada setiap lantai kecuali 6 buah pada (hidran gedung) lantai 1 Sistem sprinkler otomatik Terdapat disetiap ruangan Sistern tangki air pernadarn kebakaran Kapasitas: tidak diukur PAM: 3 buah tangki (1 bawah tanah) Debit air: 122m3 berasal dari PAM Sistern ventilasi dan pernbuangan asap Terdapat disetiap lantai kebakaran 3.3.2
Sistern Prokteksi Pasif
Ruang tangga darurat
Terdapat disetiap lantai ( 2 buah dengan lebar tangga ±1 m) Tanda dan arah EXIT Terpasang denganjelas disetiap lantai Titik kumpul Terpasang pada lantai dasar dan halaman parkir ternpat titik kumpul berada Tanda jalur evakuasi dan koridor Terdapat disetiap lantai rnenggunakan bahan fluorescence. Pintu tangga kebakaran Terdapat disetiap lantai Larnpu penerangan darurat Terdapat disetiap lantai Pressurizing fan Terdapat disetiap lantai Bukaan-bukaan vertikal Menghadap keluar, terdapat disetiap ruang rawat 3.4 Analisis kernungkinan dampak bencana Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana dan kerentanan rnasyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Dernikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin keeil risiko yang dihadapinya. Menurut Emergency Program Management Regulation of the Emergency Program Act, British Columbia, bahaya bencana dikelompokkan menjadi:
Tabel 3.2 Pengelompokan bahaya bencana Hazard Groups Kecelakaan Atmosfir
Bendungan Penyakit dan epidemik Panduan HRVA Bencana Kebakaran
Hazard Keeelakaan lalu lintas (tabrakan) Kecelakaan pesawat terbang Angin ribut Tornado Petir dan guntur Badai Bendungan jebol Penyakit pada manusia Penyakit pada hewan 16
Ledakan dan emisi Kebakaran Geologis Bahan berbahaya Hidrologis Sumber listrik Huru-hara Seismik Benda luar angkasa Struktural Terurisme
Penyakit pada tanaman Kebocoran gas Kebocoran pipa Kebakaran gedung Kebakaran lingkungan sekitar Tumpahan B3 Radiasi Banjir Hubungan pendek arus listrik Huru-hara Gempa bumi Tsunami Jatuhnya benda luar angkasa Bangunan rubuh Penyekapan, penyanderaan
Adapun bahaya bencana yang memiliki kemungkinan untuk terjadi di lingkungan RS Ibu & Anak Bunda Aliyah adalah: 1. Banjir RS Ibu & Anak Bunda Aliyah merupakan tempat yang berlokasi di daerah Sunter dan dikelilingi oleh danau dan kali, yang berpotensi banjir. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, pasang surut air laut. Potensi terjadinya ancaman bencana saat ini disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah. 2. Kebakaran Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung atau pemukiman yang tidak mengikuti standar keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin (lentera) untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman atau gedung. 3. Radiasi Fasilitas pemeriksaan penunjang yang digunakan di RS Ibu & Anak Bunda Aliyah antara lain CT-scan,dan alat rontgen yang berpotensi mengakibatkan bahaya radiasi bagi operator dan pasien. 4. Wabah penyakit Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerab tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Beberapa indikasi dan gejala awal kemungkinan terjadinya epidemi seperti avian influenza (Flu burung), antrax serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani. Pasca banjir di RS Ibu & Anak Bunda Aliyah berpotensi terjadinya wabah (KLB) misalnya kasus DBD, dll. Panduan HRVA Bencana Kebakaran
17
5. Gempa Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah, sekolab, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (Jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dll), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan. Dalam HRVA dinilai adanya kemungkinan (likelihood) terjadinya bencana dan keparahan (severity) yang ditimbulkan dimana keparaban yang ditimbulkan dikelompokkan lagi kedalam 7 kategori, yaitu fatality, injury, critical facilities, lifelines, property, environment, economic dan social impacts. Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh RS Ibu & Anak Bunda Aliyah. Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan ancaman di RS Ibu & Anak Bunda Aliyah. Semua ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian : Measure of likelihood Frequent or very likely Moderate or likely Occasional, slight chance Unlikely, Improbable Highly unlikely, rare event Very rare event
Retum period In years Every 1 - 3 years Every 3 - 10 years Every 10 - 30 years Every 30 - 100 years Every 100 - 200 years Every 200 - 300 years
Sumber: Hazard. Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and Solicitor General. British Columbia. 2003
Keterangan: Frequent or very likely to occur (6) memiliki pengertian bahwa suatu kejadian seringkali terjadi dan biasanya memiliki angka kecelakaan terdata. Sebagai contoh sebuah daerah memiliki kejadian banjir setiap tahun. Moderate or likely to occur (5) memiliki riwayat data tetapi terjadi antara 3-10 tahun. Occasional or slight chance (4) berarti suatu kejadian terjadi jarang. mungkin terdapat sedikit data kejadian dan intervalnya antara 10-30 tahun. Unlikely or improbable (3) terjadi sangat jarang. antara 30-100 tahun sekali. Highly unlikely or rare events (2) memiliki interval waktu 100-200 tahun sekali Very rare events (1) berarti suatu kejadian hanya terjadi diatas 200 tahun sekali. Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain: Panduan HRVA Bencana Kebakaran
18
Jumlah korban; Kerugian harta benda; Kerusakan prasarana dan sarana; Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
Terdapat tujuh kategori dampak yang dinilai untuk setiap bahaya, yaitu: fatality; injury; critical facilities; lifelines; property; environment; economic & social impacts. Fatality: Ran Description k 1 very low 2 low 3 high 4 very high Injury: Ran Description k 1 very low 2 low 3 high 4 very high
Criteria
Example
0-4 4·10 10-50 50+
No deaths Avalanche Mine explosion Plane crash
Criteria
Example
0-4 4-50 50-2000 2000+
Auto accident Bus accident Contaminated water Pandemic Flu
Critical facilities: hospitals, fire/police services, etc. Ran Description Criteria Example k 1 very low temporary relocation Evacuation of a shelter 2 low closure of a few days School 3 high loss of 50% of capability First responders 4 very high long term disruption Hospital destroyed Lifelines: water, gas, power, etc. Ran Description Criteria k 1 very low temporary Interruption 2 low Interruption for a few days 3 high interruption for a week 4 very high long term disruption
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
19
Example Ferry service Power Water supply Bridge collapse
Property damage: Ran Description k 1 very low 2 low 3 high 4 very high
Criteria
Example
minimal damage localized damage localized and severe widespread and severe
Flood damage-2 homes Mud slide-several homes Interface fire-community Dam failure
Environmental Impact: Ran Description Criteria k 1 very low minimal damage 2 low localized damage 3 high localized and severe 4 very high widespread and severe
Example House fire Harbour oil spill Toxic chemical spill Radiation contamination
Economic and social impact: Ran Description Criteria k 1 very low temporary impact 2 low temporary and widespread 3 high extended and widespread 4 very high long term disruption
Example Power loss Loss of lifeline Pandemic Flu Foot and mouth disease
Maka akan didapatkan tabel sebagaimana yang terdapat di bawah ini : NO
PROBABILITAS
1
JENIS ANCAMAN BAHAYA Banjir
2
Kebakaran
4
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
DAMPAK
5
20
fatality : 2 injury : 2 critical facilities : 2 lifelines : 3 property : 1 environment : 2 economic & social impact : 1 fatality : 2 injury : 2
3
Gempa
1
critical facilities : 3 lifelines : 2 property : 1 environment : 2 economic & social impact : 2 fatality : 1 injury : 1 critical facilities : 3 lifelines : 1 property : 2 environment : 2 economic & social impact : 2
Berdasarkan hasil analisis kemungkinan bencana, banjir masih memiliki kemungkinan yang paling besar diikuti oleh kebakaran dimana dampak akibat kebakaran menyebabkan kerusakan pada fasilitas penting (critical facilities) yang cukup besar sehingga bahaya kebakaran tidak dapat diabaikan.
3.5 Kerentanan (vulnerability) Kerentanan didefinisikan sebagai orang, properti, infrastruktur, industri dan sumber daya atau lingkungan yang berkontak atau mengalami dampak dari kejadian bencana. Beberapa contoh kerentanan adalah: Social Confined - penitentiaries or jails Elderly - group homes or retirement complex Gender - mothers and children, violence against women High density - shopping malls, theatres, stadiums, high-rise buildings Infirm – hospitals Language - ethnic centres Persons with disabilitiesvision, hearing,
Physical Bridges Communications systems telephone, radio, cellular, television Critical infrastructure Gas and oil transmission and distribution pipelines Hazardous waste sites Historic sites Mobility of population Power transmission towers
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
21
mobility, mental, dependency Young - schools or recreation centre
Economic Farm land and animals Lack of economic diversity - single major employer or tourism Limited access to credit Minimal access to critical services No insurance Poor - social housing or low rent areas
Property and infrastructure in close proximity to hazard Trailer parks and campgrounds Transportation - routes, terminals, systems: road, rail, air, water Water reservoirs and hydro dams Environmental Areas of biodiversity and ecological value – wetlands Parks Resource degradation or depletion – forests Sensitive areas - coastline or fisheries
Sumber: Hazard, Risk and Vulnerability AnalysIs Tool KIt. Ministry ofPubhc Safety and Solicitor General. British Columbia. 2003 Kerentanan dapat dibagi menjadi kerentanan eksternal dan internal. Kerentanan internal berasal dari dalam Rumah Sakit sedangkan kerentanan eksternal berasal dari Iingkungan luar sekitar Rumah Sakit. Adapun kerentanan yang terdapat pada RS Ibu & Anak Bunda Aliyah adalah 1. Sosial Kerentanan internal: RS Ibu & Anak Bunda Aliyah memiliki kunjungan pasien yang terbanyak berasal dari poliklinik Penyakit Dalam diikuti oleh Kebidanan dan Anak dimana sebagian besar pasien berasaI dan kalangan manula, ibu hamil, bayi dan anak -anak . Pasien manula memiliki mobilitas yang terbatas saat evakuasi kejadian bencana. Pasien lCU dan pasien dalam ruang operasi tidak dapat melakukan mobilitas sendiri saat terjadinya bencana. Pasien hemodialisa juga memiliki mobilitas terbatas saat terjadinya bencana. Terdapatnya badan independent (tenant, minimarket), dan jasa cleaning service yang menggunakan sistem outsourcing di dalam rumah sakit memiliki turn over karyawan yang tinggi. Karyawan jasa cleaning service tidak diikutkan di dalam pelatihan kebakaran membuat pengetahuan dan sikap tanggap bencana menjadi kurang. Kerentanan ekstemal: N/A 2. Fisik Kerentanan internal: Lebar tangga darurat adalah ±100 cm dimana ketentuan dari Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar K3 di Rumah Sakit adalah lebar tangga minimal 120cm jalan searah dan 160cm untuk jalan dua arah membuat jalur evakuasi menjadi terbatas. Tidak tersedinnye jalur landai (ramp) untuk evakuasi pasien tirah baring mempersulit evakuasi saat terjadinya bencana. Hanya terdapat APAR (Alat Pemadam Api Ringan) di daerah sekitar. Sumber air untuk keadaan darurat hanya terdapat pada air kran setempat. Tidak terdapat penerangan pada beberapa pada lantai tangga darurat dan penggunaan petunjuk fluorescence yang cukup memhuat evakuasi saat bencana menjadi lebih sulit Kerentanan eksternal : N/A Panduan HRVA Bencana Kebakaran
22
3. Ekonomi Kerentanan internal dan eksternal: N/A 4. Lingkungan Kerentanan internal: Ruang lCU dimana terdapat pasien tirah baring yang tidak dapat melakukan mobilitas sendiri saat keadian bencana terletak di lantai 2 dimana evakuasi menjadi lebih sulit. Instalasi linen yang terletak terpisah dari gedung Rumah Sakit berada di dalam kompleks perumahan penduduk. Kerentanan eksternal: N/A
Gambar 3.3. Tangga darurat
3.6 Identifikasi bahaya potensial kebakaran Lantai 1 Ruang HAZARD Ruang rekam medis N/A Ruang gizi Tabung gas LPG, kompor, alat elektronik (blender, food processor, dll) Ruang Logistik B3 mudah terbakar farmasi Ruang Logistik umum Steker Ruang Farmasi B3 mudah terbakar Ruang radiologi Steker Poliklinik N/A Ruang hemodialisa Steker, tabung oksigen yang mudah meledak Ruang EKG Steker Ruang endoskopi Kabel listrik, tabung oksigen yang mudah meledak Ruang IPSRS Tabung oksigen, tabung gas LPG yang tergeletak tak beraturan, B3 yang tidak tertata, panel listrik, alat Panduan HRVA Bencana Kebakaran
23
Risiko N/A Kebakaran, ledakan, korsleting listrik Kebakaran Kebakaran Kebakaran Kebakaran N/A Kebakaran, korsleting Kebakaran Kebakaran, korsleting Korsleting, kebakaran, ledakan
Ruang panel listrik UGD Lantai 2 Ruang Doctor lounge Kamar operasi NICU ICU High Nursing Dependency Laboratorium Ruang rawat inap Ruang isolasi
elektronik. Kabel gulung. Kabel yang tidak intak, penutup lantai yang hilang N/A
HAZARD Steker paralel Gas anestesi, tabung gas mudah meledak Tabung gas oksigen, steker Tabung gas oksigen, steker Tabung gas oksigen, steker Cairan B3 yang mudah terbakar N/A N/A
Kebakaran, korsleting N/A
Risiko Kebakaran Ledakan gas, kebakaran Ledakan gas, kebakaran Ledakan gas, kebakaran Ledakan gas, kebakaran Kebakaran N/A N/A
Lantai 3 Ruang Klinik obsgyn dan kulit Poliklinik (gigi, mata, laktasi, tumbuh kembang anak) Ruang menyusui Rawat inap VIP, VVIP, I, II, III Chiropractic Fisioterapi Psikiatri Office Kitty center Lantai 5 Ruang Ruang inap (IA, superior, VVlP, VIP, VIP deluxe)
HAZARD
Risiko
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A N/A
N/A N/A
Kabel gulung Steker cabang N/A Kabel gulung, Steker cabang -
Kebakaran Kebakaran N/A Kebakaran -
HAZARD N/A
N/A
Lantai 8 Panduan HRVA Bencana Kebakaran
Risiko
24
Ruang Office Convention hall Lantai 9 Ruang Ruang pertemuan Vihara
HAZARD Steker paralel N/A
Risiko Korsleting N/A
HAZARD N/A Lilin
Risiko N/A Kebakaran
Keterangan: lantai 6 dan 7 sedang dalam renovasi dan tidak beroperasi. Lingkungan sekitar Rumah Sakit Daerah Tempat parkir
HAZARD Gardu listrik PLN wilayah Sunter Mobil, motor yang terparkir Panel listrik Puntung rokok yang masih menyala
Risiko Korsleting , kebakaran Ledakan, kebakaran Korsleting , kebakaran Kebakaran
Keterangan: instalasi linen dan laundry sudah dipindahkan ke rumah asrama disebelah rumah sakit dimana pengolahan laundry sudah dikerjakan oleh pihak ketiga dan rumah sakit hanya melakukan penyeleksian linen dan tidak ada proses yang dilakukan oleh rumah sakit.
Gambar 3.4. Instalasi linen
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
25
Gambar 3.5. Tabung oksigen dan LPG pada Ruang IPSRS
Gambar 3.6. Papan penutup lantai hilang
Gambar 3.7. Penggunaan kabel gulung pada ruang IPSRS
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
26
Gambar 3.8. Penggunaan steker cabang dan steker parallel
3.7 Analisis hazard dan risiko No
Hazard
1
Kebakaran akibat ledakan tabung LPG
2
Tumpahan bahan kimia (B3) yang mudah terbakar
Detail skenario termasuk dampak dan kerentanan Kebakaran menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana RS, korban jiwa
Kemun gkinan 4
Tumpahan B3 menyebabkan kemungkinan kebakaran jika terdapat sumber api disekitar tumpahan (contoh: puntung rokok)
3
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
27
Konsekuensi keparahan fatality : 2 injury : 2 critical facilities : 1 lifelines : 2 property : 2 environment : 1 economic & social impact : 1 fatality : 1 injury : 1 critical facilities : 1 lifelines : 1 property : 1
3
4
5
Kebakaran akibat penggunaan steker cabang, kabel roll, korsleting listrik di panel listrik, dan gardu listrik, ruang server, ruang genset Ledakan tabung gas akibat kebocoran pipa
Kebakaran menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana, korban jiwa RS serta lingkungan sekitar
3
Ledakan menyebabkan kebakaran yang mengakibatkan kerusakan sarana dan prasarana, korban jiwa
2
Kebakaran akibat puntung rokok yang masih menyala
Puntung rokok yang dibuang sembarangan memicu terjadinya kebakaran jika didekatnya terdapat bahan yang mudah terbakar
3
environment : 1 economic & social impact : 1 fatality : 2 injury : 2 critical facilities : 3 lifelines : 3 property : 2 environment : 2 economic & social impact : 1 fatality : 2 injury : 2 critical facilities : 3 lifelines : 2 property : 2 environment : 2 economic & social impact : 1 fatality : 1 injury : 1 critical facilities : 1 lifelines : 1 property : 1 environment : 1 economic & social impact : 1
Keterangan LIKELIHOOD 6 : Frequent or Very Likely 5 : Moderate or Likely 4 : Occasional, Slight Chance 3 : Unlikely, Improbable 2 : Highly Unlikely (Rare Event) 1 : Very Rare Event CONSEQUENCE : IMPACT & VULNERABILITY 4 : Very High 3 : High 2 : Low 1 : VeryLow Berdasarkan analisis hazard dan risiko yang terdapat di Rumah Sakit Ibu & Anak Bunda Aliyah ditentukan penilaian risiko secara kualitatif dengan memperhitungkan kemungkinan Panduan HRVA Bencana Kebakaran
28
dan konsekuensi menggunakan profil risiko sebagaimana rekomendasi dari Ministry of Public Safety and Solicitor General, British Columbia didapatkan hasil sebagai berikut:
Grafik 3.1 Profil Risiko Kebakaran RS Ibu & Anak Bunda Aliyah
Kebakaran akibat ledakan tabung LPG merupakan risiko yang paling besar dengan kemungkinan kejadian 4 dan konsekuensi keparahan 2 untuk masing-masing kategori fatality, injury, lifelines dan property. 3.8 Risk reduction measures No Hazard 1 Ledakan tabung LPG di dapur 2 3
4 5
Risk Reduction Measures SOP Pemeliharaan LPG, sosialisasi penggunaan dan pemasangan LPG yang benar SOP B3, MSDS, Rambu peringatm, sosialisasi penggunaan dan penyimpanan SOP Pemeliharaan. Penyediaan steker listrik sesuai keperluan. Penggunaan daya sesuai kapasitas. Pemeliharaan berkala, koordinasi dengan PLN setempat
Tumpahan B3 yang mudah terbakar Kebakaran akibat penggunaan steker cabang dan kabel roll. Korsleting gardu listrik dan hubungan pendek kabellistrik dan Ledakan tabung gas SOP Pemeliharaan, pengecekan berkala Puntung rokok Kebijakan dilarang merokok, tanda dilarang merokok, pengawasan petugas rumah sakit
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
29
Gambar 3.9. Checklist pemeliharaan rutin dan instruksi penggunaan APAR
Gambar 3.10. Tangki peyimpanan air 3.9 Checklist informasi risiko Informasi Denah wilayah Rujukan dan no telp penting Denah rumah sakit
Status Tersedia Tersedia Tersedia
Denah fasilitas proteksi kebakaran Denah jalur evakuasi
Tersedia
Sistem proteksi kebakaran
Tersedia
Emergency Response Plan (ERP) Disaster plan
Tersedia
Keterangan Terlampir Tersedia di operator Berbentuk print out yang ditempel ditiap lantai (tanpa skala) Keterangan tercantum bersama dengan denah RS Berbentuk print out yang ditempel ditiap lantai (tanpa skala) Tersedia Terdapat detektor asap, panas, sprinkler dan APAR disetiap ruangan ERP bencana kebakaran
Tersedia
Tersedia
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
Bencana internal: kebakaran, gempa bumi, kebocoran gas, ledakan Bencana 30
eksternal SPO Pencegahan dan Penanggulangan Bencana SPO Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran yang dilakukan regu APAR SPO Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran yang dilakukan regu Hydrant SPO Pengendalian dan penanggulangan Kebakaran yang dilakukan regu P3K SPO Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran yang dilakukan regu Evakuasi SPO Pengendalian dan penanggulangan Kebakaran yang dilakukan oleh regu Penyelamat 1 SPO Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran yang dilakukan oleh regu Penyelamat 2 SPO Pengendalian dan Penanggulangan kebakaran yang dilakukan Kepala Peran Lantai SPO mencegah kebakaran di unik OK SPO evakuasi pasien SPO Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran yang dilakukan Koordinator Peran Kebakaran SPO Penggunaan Tabung Apar lsi Foam
Standar Prosedur Operasional (SPO)
Tersedia
AhIi K3 Struktur K3 Rantai komando bencana Pelatihan dan drilling kebakaran
Tersedia Tersedia Tersedia Pelatihan dilakukan 1 tahun sekali, dokumentasi tersedia Tersedia adendum
MOU pelatihan kebakaran dengan badan independen (tenant) Sosialisasi karyawan baru Checklist penilaian kejadian
Tersedia
Ikut dalam pelatihan
Tersedia daftar dan jadwal sosialisasi RS secara umum (termasuk K3) Layout Rancangan listrik Rancangan keselamatan kebakaran
Tersedia
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
Terlampir Terlampir Melibatkan seluruh staff rumah sakit tanpa karyawan luar (outsources)
31
Penggunaan LPG Rencana emergensi Rancangan pertolongan pertama
Gambar 3.11. Denah gedung beserta letak APAR, hydrant, jalur evakuasi dan titik kumpul
Gambar 3.12. Jalur evakuasi
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
Gambar 3.13. Titik kumpul
32
Gambar 3.14. Absensi pelatihan kebakaran
Gambar 3.15. Dokumentasi pelatihan kebakaran
BAB 4 Panduan HRVA Bencana Kebakaran
33
REKOMENDASI 1. Jalur landai (ramp) sebaiknya tersedia pada setiap lantai guna memudahkan evakuasi pasien tirah baring atau pasien yang tidak melakukan mobilisasi sendiri terutama pasien-pasien yang rentan sepcrti pasien ICU, NICU, operasi, dan pasien dengan kursi roda. Untuk saat ini RSIA mempunyai regulasi lain dalam mengevakuasi pasien yang tidak dapat mobilisasi sendiri, dengan menggunakan kain minimal 2 kain (telah dilakukan uji coba/pelatihan), menggendong pasien baik oleh satu orang penolong ataupun beberapa orang (telah diuji coba/pelatihan), menggunakan tandu (telah diuji coba) 2. Lebar tangga darurat sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan dari Keputusan Menteri Kesehatan Rl No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar K3 di Rumah Sakit adalah lebar tangga minimal 120cm jalan searah dan 160cm untuk jalan dua arah untuk memudahkan evakuasi. 3. Tangga darurat untukjalur evakuasi sebaiknya diberikan penerangan yang cukup dan penambahan pemasangan sticker fluorescence sebagai penunjuk arah ketika terjadi bencana kebakaran 4. Ruang rawat inap per lantai sebaiknya dikategorikan sesuai dengan kategori perawatan dan pasien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan dengan mobilitas terbatas sebaiknya ditempatkan di lantai 2 untuk memudahkan evakuasi saat bencana 5. Pengukuran dan pengecekan tangki air untuk kebakaran sebaiknya dilakukan seeara berkala. 6. Pelatihan tentang kebakaran sebaiknya diikuti oleh seluruh anggota rumah sakit termasuk cleaning service, dan badan independenl (mini market, dan tenant) dimana turnover karyawan pada pihak tersebut cukup besar, Untuk badan independent diperlukan suatu MOU atau addendum dan surat tugas, untuk keharusan atau kewajiban dalam mengikuti pelatihan penanggulangan beneana 7. Inspeksi selang hydrant dilakukan 1 tahun sekali dan tes penggunaan serta penggantian dilakukan 5 tahun sekali sesuai dengan peraturan yang berlaku 8. Ruang IPSRS sebaiknya dilakukan perbaikan dan penataan kembali dikarenakan masih terdapat bahan dan barang yang berpotensi untuk terjadinya kebakaran (tabung gas, bahan kimia, kabel listrik). 9. Hindari penggunaan steker listrik bercabang dan kabel roll untuk mengurangi risiko terjadinya kebakaran.
DAFTAR REFERENSI
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
34
1. Hazard, Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and Solicitor General. British Columbia. 2003 Edition. 2. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebukuran Aktif Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 3. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan Republik lndonesia. 2010 4. Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Tinggi. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. 2012 5. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan 6. Standard for the Instalation of SprinkIer Systems.NFPA 13. 1999 Edition. 7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 02/Men/1983 tentang Instalasi Kebakaran Otomatik 8. Ratri Fatmawati. Audit Keselamatan Kebakaran di Gedung PT.x. Universitas Indonesia 2009 . Panudju - Stefanie
Panduan HRVA Bencana Kebakaran
35