BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam jaman globalisasi saat ini, dampak urbanisasi dan pemukiman manusia
terhadap alam dan kemungkinan bencana alam buatan manusia semakin besar. Bencana sering disebabkan karena kerentanan yang tercipta akibat ulah manusia, seperti pemukiman di area rawan bencana, kurangnya infrastruktur dasar, dan pemukiman padat yang tidak terkontrol dan kumuh. Jakarta sebagai salah satu kota dengan populasi terpadat di asia menempati urutan ketiga terbesar di dunia (menurut Richard L. Frostall), menurut United National Council for Human Settlements pada tahun 1980, Jakarta masih urutan ke21 kota terbesar di dunia, tahun 2000 naik ke urutan 14, dan tahun 2010 menjadi urutan ke-10. Pemukiman padat di Jakarta memiliki kecenderungan untuk lebih rentan terhadap bencana seperti banjir dan kebakaran. Apabila keduanya dibandingkan dalam lingkup pemukiman padat, maka kebakaranlah yang paling sering terjadi di Jakarta. Kebakaran di pemukiman padat berbahaya karena ancaman jatuhnya korban jiwa dan kerugian materi dalam jumlah besar. Tabel 1. Data kejadian kebakaran di Jakarta tahun 2012 A. Wilayah DKI Jakarta : Kejadian 1039 1. Kota Administrasi Jakarta Pusat
:
125
Kejadian
2. Kota Administrasi Jakarta Utara
:
203
Kejadian
3. Kota Administrasi Jakarta Barat
:
225
Kejadian
4. Kota Administrasi Jakarta Selatan
:
223
Kejadian
5. Kota Administrasi Jakarta Timur
:
263
Kejadian
Sumber: Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta
Berdasarkan data dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta pada tabel diatas (tabel 1.) 445 kejadian kebakaran terjadi di perumahan padat, dan korban jiwa sebanyak 35 orang. Berikut tabel yang menunjukan jumlah kebakaran di DKI Jakarta pada tahun 2014 (periode Januari 2014- Oktober 2014). Pada tabel 2, Jakarta Barat menempati posisi pertama kejadian kebakaran paling banyak dengan persentase 26.98% dari seluruh DKI, dan berdasarkan Badan 1
2
Pusat Statistik. tingkat kepadatan penduduk Jakarta Barat menempati posisi pertama dengan 18.537 ribu penduduk per km persegi. Kecamatan Cengkareng menempati posisi pertama dengan jumlah penduduk 513.920 jiwa, sedangkan kecamatan Tambora memiliki jumlah penduduk 236.974 jiwa. Tapi berdasarkan kepadatan penduduk, Cengkareng hanya memiliki 19.587 jiwa per km2, sedangkan tambora memiliki 44.192 jiwa per km2. Tabel 2. Data Kebakaran DKI Jakarta per Oktober 2014 Data Kejadian Kebakaran Kebakaran rescue A.
jumlah
Wilayah DKI Jakarta
:
819
262
1081 kejadian
1. Kota Administrasi Jakarta Pusat
:
99
20
119 kejadian
2. Kota Administrasi Jakarta Utara
:
136
35
171 kejadian
3. Kota Administrasi Jakarta Barat
:
221
43
264 kejadian
4. Kota Administrasi Jakarta Selatan
:
174
76
250 kejadian
5. Kota Administrasi Jakarta Timur
:
189
88
277 kejadian
-
-
6. Kabupaten Kep. Seribu
- kejadian
Sumber: Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta
Dari data statistik yang tersedia, kecamatan Tambora disebut sebagai kecamatan terpadat se-Indonesia. Salah satu kelurahannya adalah hunian terpadat seAsia, setiap tahunnya menerjunkan kendaraan pemadam kebakaran paling banyak di Jakarta, selalu menempati dua-besar pada dampak kehilangan tempat tinggal, dan korban hilang nyawa terbanyak. Terdapat beberapa karakteristik yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang menjadikan suatu daerah dikategorikan sebagai daerah rawan kebakaran, yakni: •
sumber air relatif jauh, sehingga perlu beberapa unit mobil pompa kebakaran untuk menyalurkan dari sumber air ke TKP (Tempat Kejadian Perkara) daerah tersebut
•
jalan lingkungan relatif sempit dan banyak tikungan tajam yang menyulitkan akses dan manuver unit mobil pemadam
•
sebagian besar rumah dibuat dengan bahan yang mudah terbakar dan jarak antar bangunan berhimpitan
•
jumlah dan kepadatan populasi/penduduk cukup tinggi
•
kesadaran terhadap keamanan dari kebakaran pada warga wasyarakatnya yang masih sebagian besar belum tertanam.
3
Langkah pencegahan kebakaran telah dilakukan sejak tahun 2013 oleh kecamatan dan dinas kebakaran setempat, seperti penyuluhan, pelatihan dan simulasi kebakaran. Akan tetapi semua langkah pencegahan kebakaran tersebut masih belum memiliki dampak besar pada penurunan jumlah kejadian kebakaran di Kecamatan Tambora. Maka perlu langkah kesiapan bencana untuk menanggulangi situasi ketika bencana terjadi dan pasca bencana kebakaran tersebut. Ketika terjadi bencana dalam suatu pemukiman padat, maka sarana publik yang memiliki ruang terbuka seperti sekolah, masjid, gereja, kantor pemerintahan, taman dan ruang publik terdekat sering dijadikan tempat penampungan ataupun tempat perlindungan sementara. Di sisi lain, salah satu tempat yang biasa dijadikan fasilitas siaga bencana di Kecamatan Tambora adalah bangunan sekolah. Di Kecamatan Tambora sendiri terdapat banyak sekolah dasar, sekolah menengah pertama, maupun sekolah menengah atas yang pernah ataupun ditargetkan menjadi titik posko bantuan bencana oleh pemerintah. Dimas Andhi, I. (2008:3) menyatakan bahwa dalam kecamatan Tambora sendiri, terdapat 5 kelurahan yang paling sering terjadi kebakaran dan tetap beresiko terjadi bencana kebakaran apabila muncul sumber api pada sebuah bangunan yaitu Kelurahan Duri Selatan, Krendang, Pekojan, Tambora, dan Duri Utara. Salah satu fasilitas yang berada di Kelurahan Duri Utara, adalah Kompleks Sekolah Dasar Negeri Duri Utara 01-06, beralamat di Jln. Duri Utara IV, Sekolah Dasar Negeri ini (lihat gambar 1.1) menjadi pusat dari pemukiman warga di sekitarnya, dan menjadi titik berkumpul warga. Sekolah dasar ini juga ditujukan sebagai sekolah siaga bencana sehingga menjadi salah satu titik posko bantuan ketika terjadi bencana di area sekitarnya. Lokasi SDN Duri Utara 01-06 ini dimiliki oleh pemerintah. Dibangun pada tahun 1966, saat itu masih disebut sebagai sekolah panggung karena masih merupakan bangunan semi-permanen dan belum memiliki ijin sah dari pemerintah. Pada tahun 1983, diterbitkan surat ijin dari Dinas Pendidikan untuk Sertifikat Sekolah Dasar Negeri Duri Utara 01 yang saat itu surat ijinnya dibuat bersamaan dengan Sekolah Dasar Krendang. Sekolah ini mengalami rehabilitasi pada tahun 1990, dan direnovasi pada tahun 2009 (pada gedung SD 05 dan 03 pagi).
4
Gambar 1. Letak fasilitas pendidikan kompleks SDN Duri Utara Sumber: Google earth diakses pada 13 Oktober 2014
Adanya rencana untuk renovasi ketiga yang terhambat, berkaitan dengan diresmikannya Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1349/2012 mengenai penggabungan sekolah dasar negeri provinsi daerah khusus Ibukota Jakarta, maka muncul kebutuhan akan renovasi ataupun redesign total SDN Duri Utara. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Lasro Marbun, menyatakan proses penataan dan pengabungan sekolah sudah mulai dilakukan pada tahun 2014 sampai 2018 mendatang. Regrouping ada 685 sekolah untuk SD, dari jumlah 2.113 sekolah akan menjadi 1.428 sekolah. Peraturan ini dilatarbelakangi oleh jumlah SD di Ibu Kota tidak seimbang jumlah gedung, dan penghematan anggaran dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp4 miliar per tahun. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Lasro Marbun mengatakan, penghilangan sistem sekolah pagi dan petang akan dilakukan dengan cara merenovasi gedung sekolah menjadi lebih besar. Apabila gedung sekolah memiliki ukuran yang besar, daya tampungnya akan banyak sehingga para pelajar bisa masuk secara bersamaan pada pagi hari. Nantinya bangunan sekolah bisa menjadi tiga sampai empat lantai. Menurut Lasro, penyatuan semata-mata agar waktu belajar mengajar seragam: dimulai pagi hari. Tujuannya, agar pelaksanaan kurikulum 2013 yang menambah jam belajar peserta didik bisa lebih optimal. Tidak ada lagi peserta didik
5
yang masuk petang hari. Juga untuk memuluskan kebijakan belajar hanya lima hari. "Jadi, semuanya bisa masuk pagi. Enggak ada lagi SD 04 Pagi, SD 05 Petang," kata Lasro, di Balaikota Jakarta, Kamis (18/9/2014). Dengan adanya Keputusan Dinas Pendidikan untuk menggabungkan sistem administrasi sekolah yang terpisah-pisah dan kebutuhan akan fasilitas kesiapan kebakaran di Kelurahan Duri Utara yang lebih baik, maka diperlukan alternatif desain yang tepat bagi sekolah ini untuk tetap berfungsi secara integral dan bisa menjawab kebutuhan akan fasilitas untuk berkumpulnya warga saat bencana terjadi dan sesudah bencana kebakaran tersebut. Di daerah rawan bencana, sekolah sering dijadikan sebagai tempat untuk posko bencana, tempat perlindungan serta penampungan bagi pengungsi (shelter dan safe room). Perubahan fungsi sementara ini yang harus difasilitasi oleh desain sekolah yang ada, sehingga memudahkan dalam proses pelayanan dan penggunaan bangunan. Tentunya kedua fasilitas mungkin tidak dapat berjalan bersama-sama pada saat yang bersamaan, akan tetapi karena fasilitas kesiapan bencana hanya dipakai pada saat-saat tertentu, maka kedua fasilitas yang berbeda fungsi tersebut (fasilitas pendidikan dan fasilitas kesiapan bencana) bisa digabungkan dalam satu tapak yang sama dan digunakan bergantian pada saat yang diperlukan. Sekolah dengan fasilitas kesiapan bencana ini sendiri memusatkan fokus pada fleksibilitas penggunaan ruang. Penggabungan dari 6 sekolah menjadi satu sekolah membuat rombongan belajar dalam jumlah banyak untuk menggunakan ruang kelas yang ada dalam waktu yang bersamaan. Di sisi lain, fleksibilitas penggunaan ruang untuk kedua fungsi fasilitas yang ada dalam tapak (pendidikan dan shelter/saferoom) juga penting mengingat keterbatasan luas tapak yang tersedia. Tanpa melupakan fungsi dasar dari penggabungan beberapa sekolah dasar yang juga memenuhi kebutuhan pengungsi ketika terjadi bencana, merupakan target dari desain sekolah dasar ini.
1.2
Rumusan Masalah Permasalahan dalam tapak ini adalah: -
Bagaimana merancang penggabungan sekolah dasar dengan fasilitas sarana dan prasarana harus memenuhi standar sekolah dasar negeri di Jakarta.
6
-
Begaimana merancang sekolah yang juga bisa berfungsi sebagai tempat evakuasi dan penampungan ketika dan sesudah bencana kebakaran atau bencana lainnya terjadi dengan luas tapak yang terbatas.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang penggabungan sekolah dari
beberapa sekolah menjadi satu dan menjawab kebutuhan warga sekitar dalam hal fasilitas penampungan ketika bencana terjadi. Sehingga ada fasilitas yang menjadi tempat aman untuk berlindung dan tempat rehabilitasi bagi korban pengungsi. Ketika fasilitas tersebut tidak digunakan maka sekolah bisa melanjutkan aktifitas belajar mengajar kembali di SDN Duri Utara.
1.4
Ruang Lingkup Lingkup pembahasan dalam karya tulis ini mencakup, antara lain: -
desain fasilitas dan sarana kesiapan kebakaran di dalam sekolah dasar
-
standarisasi
yang
dipakai
dalam
perencanaan
sekolah
dasar
dan
shelter/saferoom -
analisa fleksibilitas penggunaan ruang dalam sekolah dasar
dan
shelter/saferoom
1.5
State of the Art 1.5.1 Panduan Tentang Konstruksi Sekolah Yang Lebih Aman-Global
Facility untuk Pengurangan dan Pemulihan Bencana Panduan ini berisi tentang standar konstruksi sekolah yang berada di area rawan bencana. Kebutuhan dasar sekolah dasar pada area rawan bencana, pengukuran seberapa rawan sekolah tersebut dari bencana dan prinsip-prinsip perancangan dasar terhadap bencana yang ada. Cara-cara membangun sekolah dan fasilitas yang ada di dalamnya, serta panduan untuk campur tangan masyarakat sekitar dalam proses pembangunannya. 1.5.2
Fire and the Design of Educational Buildings. Building Bulletin 7.
Sixth Edition. Department of Education and Science, London (England). Tujuan dari buku pedoman ini adalah untuk memberikan arahan untuk regulasi dan peraturan standar untuk sekolah dasar terhadap bencana kebakaran. Halhal yang dicakup di dalam panduan ini adalah: peraturan tentang jalur evakuasi
7
kebakaran, tangga kebakaran, alarm kebakaran, fasilitas pemadaman kebakaran, kecepatan penyebaran api, struktur dan material tahan api, dan pengontrolan terhadap dampak kebakaran (damage control). 1.5.3
Local Governments and Schools:A Community-Oriented Approach.
Volume 40/Special Edition 2008 Panduan ini berisi tentang penjelasan sekolah yang berorientasi pada komunitas di sekitarnya memiliki banyak keuntungan, untuk pihak murid, pengajar, orang tua siswa, juga masyarakat sekitar. Sekolah yang berorientasi pada masyarakat di sekitar cenderung memiliki tingkat kelulusan yang lebih tinggi daripada sekolah besar umum ataupun swasta. Sekolah yang berada dekat pada masyarakat sekitar juga lebih sehat, karena siswa yang tinggal di area sekitar untuk pergi bersekolah dengan berjalan kaki ataupun bersepeda. Masyarakat dan orang tua yang tinggal di area sekitar sekolah juga memiliki keuntungan dengan mudahnya pengawasan terhadap anaknya. 1.5.4
Education and Community Building-Connecting Two Worlds. Institute
for Educational Leadership. ISBN Number: 0-937846-20-1 Tujuan IEL dalam penulisan laporan ini adalah: •
Untuk membantu pendidik dan pembangun masyarakat memahami satu sama lain, seperti: cara pandang, kekhawatiran, budaya organisasi, gaya operasi dan faktor lain yang mempengaruhi bagaimana mereka bekerja bersama-sama;
•
Untuk menggambarkan strategi yang bekerja dan menyarankan "aturan keterlibatan" untuk membimbing sekolah / komunitas interaksi pembangun;
•
Untuk menawarkan rekomendasi untuk pekerjaan di masa depan yang dapat memperkuat upaya bersama dari pembangun masyarakat dan pendidik. 1.5.5
KAJIAN
KERENTANAN
KAWASAN
PERMUKIMAN
PADAT
TERHADAP BENCANA KEBAKARAN DI KECAMATAN TAMBORA. Sebagai hasil analisis ditemukan bahwa pertama hanya 50% ruas jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan pemadam dengan lebar badan 3meter. Kedua, terdapat kesesuaian antara data statistik dengan fakta analisis bahwa Kelurahan Duri Selatan, Duri Utara, Krendang, Pekojan, dan Tambora adalah kelurahan yang paling sering terjadi kebakaran dan tetap beresiko terjadi bencana kebakaran apabila muncul kebakaran pada sebuah bangunan. Ketiga, Kelurahan Kalianyar merupakan lokasi yang paling berpotensi muncul pemicu kebakaran. Keempat, 8,5% luas wilayah
8
kecamatan tambora belum terlayani oleh jangkauan teknis pemadam kebakaran dengan peralatan yang dimiliki saat ini. 1.5.6
Disaster and Crisis Management Guidebook for Educational
Facilities. Florida Department of Education. 2006-2007 Tujuan dari buku pedoman ini adalah untuk memberikan arahan untuk bencana perencanaan kesiapsiagaan dan manajemen untuk semua jenis bencana yang mempengaruhi distrik sekolah dan perguruan tinggi. Pemimpin organisasi sering percaya bahwa bencana tidak akan terjadi pada mereka, dan gagal untuk menyadari dampak bencana terhadap organisasi. Sekolah memiliki peran ganda dalam kesiapsiagaan bencana. Mereka harus berfungsi sebagai tempat penampungan darurat ketika dipanggil, dan harus kembali ke fungsi pendidikan secepat mungkin untuk mengamankan lingkungan yang normal untuk anak-anak, orang tua, dan staf. Buku panduan ini disusun sekitar empat fase manajemen darurat: kesiapsiagaan, respon, pemulihan, dan mitigasi. Buku panduan ini ditujukan untuk sekolah, kabupaten, dan masyarakat manajer fasilitas perguruan tinggi. Penonton yang dimaksud tidak termasuk administrator, siswa, atau anggota afiliasi organisasi. 1.5.7
Disaster and Emergency Preparedness: Guidance for Schools.
International Financial Corporation: World Bank Group. 2010 Panduan ini berisi tentang pedoman sekolah menghadapi bencana dan manajemen bencana dalam sekolah. Buku panduan ini ditulis untuk administrator, guru, staf pendukung, dan individu lainnya yang terlibat dalam manajemen kegiatan darurat dan kesiapsiagaan bencana di sekolah. Tujuannya adalah: •
Untuk memandu administrator dan staf dalam menilai risiko dan perencanaan dan pelaksanaan tindakan perlindungan fisik;
•
Untuk mengembangkan keterampilan dan menetapkan ketentuan ketika bencana terjadi dan kesiapsiagaan situasi darurat,sehingga bisa bersikap tanggap, dan pemulihan dengan cepat;
•
Untuk mendukung sekolah dalam mengembangkan simulasi/rencana ketika bencana dan keadaan darurat, terfokus untuk kebutuhan sekitar dan mencerminkan praktek-praktek yang baik secara internasional maupun nasional.
9
1.5.8
Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana. Konsorsium Pendidikan Bencana
Indonesia. 2011 Sekolah siaga bencana adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya. Adanya bangunan sekolah yang aman terhadap bencana yang berkarakteristik sebagai berikut: -
Struktur bangunan sekolah sesuai dengan standar bangunan aman bencana
-
Tata letak dan desain kelas yang aman sesuai standar peraturan keamanan dan kesehatan.
-
Tata letak dan desain bangunan utama terpisah dari bangunan UKS.
-
Desain dan tata letak yang aman untuk penempatan sarana dan prasarana kelas dan sekolah.
-
Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat segera dipenuhi dan diakses oleh warga sekolah, seperti: alat P3K dan evakuasi, terpal, tenda dan sumber air bersih.
-
Sekolah memiliki lokasi evakuasi/shelter terdekat yang tersosialisasikan serta disepakati oleh seluruh komponen sekolah, orangtua murid, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah.