BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah
persoalan penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun berkembangnya berbagai kawasan seperti kawasan hunian, industri dan perdagangan. Ironisnya kondisi ini ternyata juga membawa konsekuensi logis tersendiri, seperti adanya ancaman terhadap bahaya kebakaran. Kebakaran merupakan bencana yang sering dihadapi dan digolongkan sebagai bencana yang disebabkan oleh manusia. Bahaya kebakaran dapat terjadi setiap saat, karena banyak peluang yang dapat menimbulkan terjadinya kebakaran. Pengertian kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api atau penyalaan. Definisi api menurut National Fire Protection Association (NFPA) adalah suatu massa zat yang sedang berpijar yang dihasilkan dalam proses kimia oksidasi yang berlangsung dengan cepat dan disertai pelepasan energi/panas1. Pada dasarnya api terdiri dari 3 unsur dasar yang saling terikat yang disebut dengan segitiga api atau fire triangle, yaitu panas, oksigen, dan bahan bakar. Dalam kehidupan saat ini musibah kebakaran sangat rawan terjadi. Kerugian yang ditimbulkan dari musibah kebakaran ini tidak sedikit, karena dari musibah ini dapat menimbulkan kerugian materil dan korban jiwa yang tidak sedikit, berdasarkan data bulan Januari s/d Oktober 2014 terjadi kebakaran 1
Djoko Tunggono, 2007, Api Mengamuk Bencana Menerpa, Cetakan Pertama, Pakar Jaya Bandung, h. 2
1
2 sebanyak 113 kejadian, sedangkan di tahun 2013 terjadi kebakaran sebanyak 104 kejadian, hal ini menunjukan bahwa jumlah kebakaran di wilayah Kota Denpasar mengalami peningkatan2. Untuk mengurangi kerugian materil dan korban jiwa yang ditimbulkan dari musibah kebakaran ini, maka dibentuklah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang berfungsi untuk penanggulangan bencana kebakaran. Petugas pemadam kebakaran harus selalu siaga dalam setiap kesempatan apabila terjadi suatu peristiwa kebakaran. Pemerintah Pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum
Mengeluarkan
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
20/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan (Permen PU) yang mengatur pengelolaan waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran tidak lebih dari 15 (lima belas) menit. Dalam pengoprasiannya terdapat beberapa kendala seperti ketidaktepatan waktu sampai lokasi kejadian karena terhalangnya gerakan mobil pemadam kebakaran oleh para petugas pemadam kebakaran menuju lokasi terjadinya kebakaran, dan hal ini disebabkan karena ketidaktahuan dari masyarakat dan pengguna jalan akan keadaan darurat yang tengah terjadi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disebut UULLAJ) dalam Pasal 134 huruf a bahwa kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas memperoleh hak yang diutamakan untuk didahulukan di jalan raya. Berdasarkan
2
Badan Penanggulangan Bencana Kota Denpasar, 2015, BPBD Kota Denpasar melatih 80 Karyawan/Karyawati Harris dan POP Hotel tentang cara penanganan kebakaran, URL http://penanggulanganbencana.denpasarkota.go.id diakses tanggal 19 Februari 2015
3 pasal tersebut di atas kendaraan pemadam kebakaran mendapatkan hak yang diutamakan di jalan raya dan mendapatkan prioritas jalan agar dapat tepat waktu di lokasi kejadian. Sirene pada kendaraan pemadam kebakaran berfungsi untuk memberitahukan kepada masyarakat dan para pengguna jalan akan keadaan darurat yang tengah terjadi, dengan harapan agar masyarakat dan para pengguna jalan tidak menghalangi gerakan para petugas pemadam kebakaran dan memberitahukan kepada pengguna jalan bahwa kendaraan pemadam kebakaran menuju lokasi kejadian terhadap hal tersebut petugas pemadam kebakaran dapat sampai tepat waktu pada lokasi terjadinya kebakaran, dan dapat memadamkan kebakaran sebelum kebakaran itu meluas dan membuat banyak kerugian dan korban jiwa. Dalam melaksanakan tugasnya masih ada petugas pemadam kebakaran yang kurang berhati-hati dalam mengendarai kendaraan pemadam, sehingga mobil pemadam kebakaran yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak pengguna jalan, yang menimbulkan kerugian yang diderita oleh pengguna jalan. Pada tahun 2012 di jalan pertigaan selatan menuju arah Sidakarya Denpasar, tepatnya jembatan menuju ke arah selatan Sidakarya Denpasar di depan mobil pemadam kebakaran terdapat mobil minibus diam, memberikan prioritas jalan kepada mobil pemadam kebakaran yang berada di tengah-tengah jalan dengan kecepatan tinggi. Pada saat mobil minibus diam, mobil pemadam kebakaran mengambil arah haluan kiri, tiba-tiba muncul mobil sedan dari arah jalan masuk jembatan sehingga mobil pemadam kebakaran menabrak bagian depan mobil sedan. Berdasarkan Pasal 234 Ayat (1) UULLAJ yang menyatakan bahwa “pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum
4 bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi”. Berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut KUH Perdata) menyatakan bahwa, tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi tersebut timbul karena adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian3. Berkaitan dengan latar belakang masalah tersebut di atas maka menarik untuk dituangkan dalam skripsi yang berjudul ”Tanggung Jawab Pemadam Kebakaran Terhadap Kerugian Pengguna Jalan : Studi Pada Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Denpasar”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut : 1.
Apakah pemadam kebakaran bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran?
2.
Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pemadam kebakaran terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran?
3
Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak, Cetakan Pertama, Sinar Grafika Jakarta, h. 100
5 1.3
Ruang Lingkup Masalah Agar tidak terjadi penyimpangan dalam pembahasan skripsi ini, maka ruang
lingkup pembahasannya disesuaikan dengan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan di atas. Maka pembahasan ini difokuskan permasalahan yaitu mengenai pertanggungjawaban pemadam kebakaran terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran. Serta bentuk tanggung jawab pemadam kebakaran terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran. 1.4
Orisinalitas Penelitian Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia
pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian skripsi atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti tidak menemukan skripsi atau disertasi yang pembahasannya berkaitan dengan tanggung jawab pemadam kebakaran terhadap kerugian pengguna jalan. 1.5
Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan umum 1. Untuk mengetahui tanggung jawab terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran.
6 2. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab pemadam kebakaran terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran. 1.5.2
Tujuan khusus 1. Untuk memperdalam permasalahan tanggung jawab terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran. 2. Untuk mendalami bentuk tanggung jawab pemadam kebakaran terhadap kerugian yang dialami pengguna jalan apabila terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan tugas pemadam kebakaran.
1.6
Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh manfaat penting
sebagai
berikut: 1.6.1 Manfaat teoritis Secara teoritis penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya pengembangan wawasan dan pemahaman dalam bidang ilmu hukum serta sebagai upaya peningkatan keterampilan menulis karya ilmiah. 1.6.2 Manfaat praktis 1. Bagi petugas pemadam kebakaran penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau referensi sumber bacaan dan menjalankan profesionalnya terutama yang berkaitan dalam pemadaman kebakaran. 2. Bagi pemadam kebakaran penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi
7 terhadap kualitas perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bahaya kebakaran. 1.7
Landasan Teoritis Pertanggungjawaban wajib dilakukan tanpa melihat apakah ada atau tidak
kesalahan. Ada empat prinsip pertangggungjawaban produk yang dikenal dalam dunia hukum, khususnya bisnis, yaitu sebagai berikut: 1) prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan Prinsip ini berlaku sepanjang kerugian tersebut dapat dibuktikan oleh pihak yang dirugikan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, segala perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah untuk mengganti kerugian yang diderita orang atau pelaku usaha tersebut. Jadi, persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan secara curang harus terbukti secara subyektif dan akibatnya merugikan konsumen secara langsung dan pelaku usaha secara tidak langsung. 2) prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab Tergugat selalu dianggap bertanggungjawab, sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada pihak tergugat. 3) prinsip untuk selalu tidak bertanggungjawab Hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan contoh pada hukum pengangkutan pada bagasi/kabin tangan, yang didalam pengawasan konsumen sendiri. 4) prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) Biasanya prinsip ini diterapkan karena konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya,missal dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya4. Sedangkan menurut Shidarta dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia mengemukakan secara umum prinsip tanggung gugat, yaitu:
4
Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.32.
8 1) 2) 3) 4) 5)
kesalahan (liability based on fault) praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability) praduga selalu tidak bertanggungjawab (presumption of nonliability) prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), dan pembatasan tanggung jawab5. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Denpasar yang
diimplementasikan melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008, secara resmi berdiri tanggal 30 Deseember 2008, yang merupakan pengembangan dari Dinas Pemadam Kebakaran. Pembentukan BPBD Kota Denpasar merupakan komitmen Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya melindungi masyarakatnya dari penanggulangan bencana. BPBD Kota Denpasar merupakan unsur pelaksana pemerintah yang diberi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran, yang termasuk dalam gawat darurat dalam Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
24
Tahun
2007
Tentang
Penanggulangan Bencana (yang selanjutnya disingkat UUPB). Pelayanan yang baik dan berkualitas merupakan faktor yang sangat diperlukan bagi setiap organisasi terutama organisasi yang dalam bidang jasa. Dalam menjalankan tugasnya BPBD Kota Denpasar harus mengutamakan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasanya. Hal ini sejalan dengan tujuan utama dari organisasi pemerintah yaitu memberikan pelayanan yang sebaikbaiknya kepada masyarakat (public service) di berbagai bidang termasuk bidang jasa pelayanan umum di Indonesia. Dalam melaksanakan pelayanan publik berdasarkan dimensi pelayanan yaitu:
5
Ibid, h.81
9 1. sikap Petugas, yaitu sikap, kepedulian, dan keinginan petugas untuk membantu masyarakat memperoleh pelayanan dengan baik. 2. prosedur, yaitu kemudahan tahapan mekanisme SOP pada saat dilapangan, yang diberikan petugas sebagai bentuk pelayanan. 3. waktu, yaitu ketepatan satuan unit pemadam kebakaran pada saat penanggulangan kebakaran. 4. fasilitas, yaitu tersedianya fasilitas pendukung seperti mobil (armada), sumber daya manusia dan peralatan.perlengkapan 5. pelayanan, yaitu kesesuaian dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pada umumnya6.
Kecelakaan Lalu Lintas pada Pasal 1 angka 24 UULLAJ menyatakan bahwa, “Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda”. Berdasarkan Pasal 59 UULLAJ Ayat (5) mengatur bahwa penggunaan lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penggunaan lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan penggunaan lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus. Keadaan memaksa (overmacht) adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melaksanakan prestasinya kepada kreditur, yang disebabkan adanya
6 Agus Dwiyanto, 2008, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, UGM Press, Yogyakarta, h. 343-344
10 kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Pengaturan keadaan memaksa dapat ditemukan dalam KUH Perdata dan KUH Pidana. Keadaan memaksa dalam pembelaan terhadap dalil perbuatan melawan hukum merujuk pada Pasal 48 KUH Pidana. Sementara dalam KUH Perdata juga terdapat aturan mengenai keadaan memaksa yaitu dalam Pasal 1244 KUH Perdata dan Pasal 1245 KUH Perdata. Dari ketentuan dalam KUH Perdata dan KUH Pidana adalah bahwa tidak boleh seseorang dihukum, bila ia melakukan suatu perbuatan melawan hukum karena terdesak oleh keadaan memaksa. Sehingga seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum perdata karena terpaksa, ia dapat membebaskan dirinya dari kewajiban untuk membayar ganti kerugian. Selain keadaan memaksa terdapat keadaan darurat (noodtoestand) noodtoestand terjadi, bilamana kewajiban untuk tidak melakukan suatu perbuatan karena adalah sifat melawan hukum, dihapus oleh kewajiban hukum atau kepentingan yang lebih tinggi. Terdapat 2 teori tentang keadaan memaksa yaitu: 1. teori ketidakmungkinan (onmogelijkeheid). Teori ketidakmungkinan adalah suatu keadaan tidak mungkin melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan. 2. teori penghapusan atau peniadaan kesalahan (afwesigheid van schuld). Dengan adanya overmacht terhapuslah kesalahan debitur atau
11 overmacht peniadaan kesalahan. Sehingga akibat kesalahan yang telah ditiadakan tidak bisa dipertanggungjawabkan7. 1.8 Hipotesis 1. Jika pemadam kebakaran terbukti menimbulkan kerugian bagi pengguna jalan, maka pemadam kebakaran bertanggung jawab terhadap kecelakaan yang dialami pengguna jalan. 2. Jika pengguna jalan mengalami kecelakaan yang disebabkan oleh pemadam kebakaran maka bentuk pertanggungjawaban pemadam kebakaran tersebut dapat berupa tanggung jawab hukum pidana, tanggungjawab hukum perdata, tanggungjawab hukum administasi8. 1.9 Metode Penelitian 1.9.1
Jenis penelitian Jenis penelitian pada penulisan ini adalah penelitian hukum empiris. Peter
Mahmud Marzuki, menyatakan penelitian hukum empiris adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara, ataupun penyebaran kuisioner9. Penelitian hukum empiris adanya kesenjangan antara teori dan realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktauan yang dikaji untuk pemenuhan sistem
7
Salim H.S, op.cit., h.102 Bambang Sunggono, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawaali Pers, Jakarta, h. 112. 9 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Cetakan I, Kencana, Jakarta, h. 35. 8
12 akademik. Penelitian hukum empiris atau sosiologis lebih menitikberatkan pada penelitian data primer yaitu wawancara10. 1.9.2 Jenis pendekatan Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach). Pendekatan Perundang-undangannya (The Statute Approach) dipergunakan untuk mengkaji beberapa aturan hukum yang ada, untuk mengetahui tanggung jawab pemadam kebakaran terhadap kerugian pengguna jalan dan bentuk-bentuk tanggung jawab pemadam kebakaran terhadap kerugian pengguna jalan. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach) pendekatan ini didapatkan dari pandangan-pandang dan doktrindoktrin yang berkembang didalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandanganpandangan dan dokrtin-doktrin didalam ilmu hukum, penulis akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. 1.9.3 Sifat penelitian Pada penulisan ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang
diselidiki
dengan
menggambarkan
melukiskan
keadaan
subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
10
Amiruddin dan Zaenal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.13.
13 Penelitian deskriptif dapat dikatakan sebagai langkah-langkah melakukan representatif obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah yang diselidiki11. Dengan penelitian deskriptif maka dapat menggambarkan secara tepat situasi atau kejadian dan menerangkan hubungan antara kejadian tersebut dengan masalah yang akan diteliti, karena dari hasil ini dapat memberikan gambaran mengenai tanggung jawab pemadam kebakaran terhadap pengguna jalan sehingga gambaran tersebut dapat dianalisa tanpa memberikan kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum. 1.9.4 Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data, yaitu: 1.
Sumber data primer (data lapangan), yakni data yang diperoleh dari peneliti, dari sumber asalnya yang pertama dan belum diolah dan diuraikan oleh orang lain12. Data yang diperoleh didapatkan secara langsung melalui teknik wawancara dengan informan.
2.
Sumber data sekunder, adalah data yang diperoleh dari kepustakaan yaitu
dengan meneliti bahan-bahan hukum. Bahan hukum pada
penulisan ini, yaitu:
11
H. Hadari Nawawi, 1983, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta, h. 67. 12 Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 65.
14 a. Bahan hukum yang bersifat primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat13. Bahan hukum ini berupa peraturan perundangundangan yang dapat membantu dalam menganalisa dan memahami permasalahan dalam penulisan ini. Dalam penulisan skripsi ini bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : -
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana;
-
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan;
-
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ;
-
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ;
-
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
20/PRT/M/2009 Tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan; b. Bahan hukum yang bersifat sekunder, berupa literatur-literatur hukum, majalah, koran, dan karya tulis yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan ini.
13
Bambang Sunggono, op.cit, h.131.
15 1.9.5 Teknik pengumpulan data Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal 3 (tiga) jenis alat pengumpul data yaitu bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview14. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka teknik yang digunakan sebagai berikut : - Data studi dokumen atau bahan kepustakaan yang juga disebut sebagai data sekunder terutama dapat diperoleh dari perpustakaan15. Maksudnya bahwa dalam penelitian ini akan dikumpulkan data-data kepustakan yang dikumpulkan dengan cara membaca dan memahami, selanjutnya dilakukan teknik pencatatan dengan mengutip teori dan penjelasan yang penting dari bahan-bahan yang relevan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini, baik itu berupa kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung. - Teknik wawancara (interview), yaitu suatu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data guna mencari informasi dengan cara mengadakan tanya jawab secara lisan dan tulisan yang diarahkan pada masalah tertentu dengan informan yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. 1.9.6 Teknik penentuan sampel penelitian Penentuan populasi dan sampel tepat sangat penting artinya dalam suatu penelitian. Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang 14
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 67. 15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukun Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
16 sama16. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap mewakili populasinya. Teknik sampling atau cara pengambilan sampel dari populasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu probabilitas atau random dan nonprobabilitas atau nonrandom17. Teknik penentuan sampel pada skripsi ini adalah teknik nonprobabilitas dengan teknik purposive sampling. Dalam Purposive sampling, pemilihan kelompok subyek atau ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya18. Untuk menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu harus memenuhi syarat yaitu berdasarkan kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama populasinya. Subyek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat dalam populasi. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka sampel dalam penelitian adalah petugas yang berkaitan dengan pemadam kebakaran dan bagian sarana dan prasarana pada BPBD Kota Denpasar, karena sampel-sampel tersebut memenuhi kriteria dan sifat-sifat yang peneliti tentukan. 1.9.7 Teknik pengolahan dan analisis data Untuk berpedoman hasil atau jawaban atas permasalahan yang diteliti, maka keseluruhan data yang terkumpul baik itu berupa data kepustakaan maupun 16
Bambang Sunggono, op.cit, h.118. Amiruddin, op.cit., h.97. 18 Ibid, h.106. 17
17 data lapangan, selanjutnya diolah dan analisa secara kualitatif, dalam arti keseluruhan data yang terkumpul diklasifikasikan sedemikian rupa kemudian diambil yang ada hubungan dengan permasalahan yang dibahas. Akhirnya diperoleh data yang berupa menjawab atas rumusan masalah dalam skripsi ini. Yang selanjutnya disajikan secara deskriptif analistis, yaitu berusaha menganalisa data dengan menguraikan dan memaparkan secara jelas dan apa adanya mengenai obyek yang diteliti. Data-data dan informasi yang diperoleh dari obyek penelitian dikaji dan dianalisa, dikaitkan dengan teori dan peraturan yang berlaku yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat dengan menggunakan pedoman wawancara dan observasi19.
19
Hilman Hadikusuma, op.cit. h.93.