BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara Repubik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin warga negara serta kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan yang tidak ada kecualinya, sedangkan untuk menjamin ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum adalah di tangan semua warga negara. Kejahatan tindak pidana merupakan salah satu bentuk “perilaku menyimpang” yang selalu melekat pada masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk mendapatkan kemewahan.1 Perilaku menyimpang merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, yang dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial, yang merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial. Kejahatan terhadap jiwa seseorang menimbulkan akibat mati, akibat matinya seseorang ini dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang. Istilah tindak pidana dalam bahasa Belanda dapat disebut sebagai “strafbaarfeit” yang berarti suatu perbuatan yang menjadikan pelakunya 1
Topo Santoso. 2003. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 1
1
2
dipidana.2 Pengertian tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan melawan hukum yang berlaku, baik itu pelanggaran atau kejahatan yang dapat dituntut dengan hukum pidana atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Tindak pidana diatur dengan suatu norma yang berupa sanksi agar dipatuhi dan ditaati. Sanksi ini berusaha untuk menjamin terpeliharanya keadilan pergaulan hidup sehingga dapat menjamin terpeliharanya ketertiban dan keadilan bagi masyarakat Indonesia tanpa memandang mereka kaya maupun miskin. Adanya ancaman pidana terhadap orang yang melanggar aturan mengenai larangan melakukan perbuatan yang dirumuskan dalam undang-undang adalah sebagai suatu ciri dari suatu tindak pidana tertentu. Pada dasarnya seseorang melakukan suatu tindak pidana apabila pelaku memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:3 1.
Subjek;
2.
Kesalahan bersifat melawan hukum;
3.
Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/ perundangan dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana;
4.
Waktu, tempat, dan keadaab (unsur objektif lainnya). Berbicara mengenai kejahatan khususnya pembunuhan, dahulu orang
membunuh dengan cara yang sederhana sehingga mudah terungkap oleh aparat kepolisian. Pembunuhan dapat diartikan menghilangkan nyawa, berarti menghilangkan kehidupan pada manusia.4 Dari pengertian tersebut,
2
Sudarto.1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum UNDIP. Hal 39 SR Sianturi. 1991. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesiadan Penerapannya. Jakarta: Alumni Petehaem. Hal 211 4 Leden Marpaung. 2000. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 4 3
3
pembunuhan merupakan tindak pidana yang terdiri dari beberapa jenis, dan di dalam KUHP terdapat beberapa pasal yang mengatur tetang pembunuhan. Peristiwa pembunuhan maupun penganiayaan terus mengalami perkembangan yang diiringi dengan gaya dan model yang sangat beragam, dari cara yang paling sederhana sampai yang tercanggih. Terkadang pembunuhan itu dilakukan dengan cara-cara yang keji seperti disiksa terlebih dahulu, dibakar, dan bahkan dimutilasi. Mutilasi adalah pemotongan atau perusakan mayat, tidak jarang mempunyai motif kejahatan seksual, di mana tidak jarang tubuh korban dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian.5 Mutilasi merupakan sebuah tradisi yang pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia yang telah melakukannya di mana perbuatan tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku Aborigin, Brazil, Amerika, Meksiko, Peru, dan suku Conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan di mana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan Female Genital Mutilation (FGM). FGM merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif. 6 Pada Kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan di mana terdapat unsur-unsur, nilai-nilai estetika, dan nilai filosofis, tetapi mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus
5 6
Koesparmono Irsan. 2008. Kedokteran Forensik. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 123 Gilin Grosth. 2004. Pengantar Ilmu Bedah Anestesi. Yogyakarta: Prima Aksara. Hal 21
4
operandi kejahatan di mana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk mengelabuhi para petugas, menyamarkan identitas koban, serta menghilangkan jejak daripara korban seperti memotong bagianbagian tubuh korban menjadi beberapa bagian, seperti kepala, tubuh, dan bagian-bagian tubuh lain, yang kemudian dibuang secara terpisah. Maraknya metode mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang di mana terjadi gangguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor sosial, faktor ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat. Perbuatan atau tingkah laku yang dinilai serta mendapat reaksi yang bersifat tidak disukai oleh masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan untuk muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu juga dengan kejahatan mutilasi. Tindak pidana mutilasi (human cutting body) merupakan tindak pidana yang tergolong kejahtan terhadap tubuh dalam bentuk pemotongan bagianbagian tubuh tertentu dari korban. Apabila ditinjau dari segi gramatikal, kata mutilasi itu sendiri berarti pemisahan, penghilangan, pemutusan, pemotongan bagian tubuh tertentu. Dalam hal lain mutilasi itu sendiri diperkenankan
5
dalam dunia kedokteran yang dinamakan dengan istilah amputasi, yaitu pemotongan bagian tubuh tertentu dalam hal kepentingan medis. Di dalam hukum pidana Indonesia, belum ada undang-undang maupun peraturan yang secara khusus mengatur tentang kejahatan dengan cara mutilasi. Padahal beberapa tahun terakhir ini marak terjadi kasus mutilasi di Indonesia. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, tidak ada ketentuan khusus tentang tindak pidana pembunuhan mutilasi, tetapi yang ada hanya tentang tindak pidana pembunuhan pada umumnya saja sesuai yang diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Maupun dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Dari penjelasan kedua pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penanganan
kasus
mutilasi
disamakan
dengan
penanganan
kasus
pembunuhan biasa pada umumnya saja. Padahal jika dilihat dari tingkat kejahatan, mutilasi tergolong lebih sadis dibandingkan pembunuhan pada umumnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Penulis tertarik untuk mengkaji
bagaimana
tinjauan
hukum
penyelesaian
tindak
pidana
pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan yang
6
diwujudkan dalam bentuk penelitian dengan judul “TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DISERTAI MUTILASI DI PENGADILAN NEGERI MAGETAN”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Agar penelitian ini mengarah pada pembahasan yang diharapkan dan terfokus pada permasalahan yang ditentukan, tidak terjadi pengertian yang kabur karena ruang lingkupnya yang terlalu luas maka perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian ini akan dibatasi pada tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan.
2.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan?
2.
Hambatan-hambatan apa sajakah yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan?
3.
Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh oleh penulis sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas adalah: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa sajakah yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. c. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama mengenai teori-teori yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya sebagai bahan dalam melakukan penyusunan penulisan hukum guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kearjanaan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.
8
2. Manfaat Penelitian Di dalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan ada manfaat yang dapat diambil bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian tersebut antara lain: 1. Manfaat teoritis a. Dapat
digunakan
sebagai
sumbangan
karya
ilmiah
dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. b. Untuk menambah pengetahuan hukum pidana khususnya tentang tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi di Pengadilan Negeri Magetan. c. Dapat bermanfaat dalam mengadakan penelitian yang sejenis untuk periode berikutnya, di samping itu juga sebagai pedoman penelitian yang lain. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. b. Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
D. Kerangka Penelitian Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, penegasan seperti ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia berdasarkan
9
atas hukum (rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat)”. Disebutkan pula bahwa “Pemerintah Indonesia berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak berdasar absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas)”.7 Hukum menurut Subekti, melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”, syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan selanjutnya, bahwa adil itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketentraman dihati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan. 8 Kejahatan mutilasi adalah jenis kejahatan yang tergolong sadis, di mana pelaku tersebut tidak hanya membunuh atau menghilangkan nyawa orang lain, melainkan ia juga memotong-motong setiap bagian tubuh si korbannya. Menurut beberapa ahli kejahatan pidana, biasanya kejahatan ini terjadi tergantung pada keadaan psikis si pelaku, di mana pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan. Pada pendapat lain ahli berpendapat bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan susulan dari sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut, maka dilakukanlah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya ataupun jika diketahui maka akan mengelabuhi penyidik dalam mengungkap identitasnya. Namun terlepas dari semua hal itu, kejahatan mutilasi kerap sekali terjadi 7
Muchamad Iksan. 2008. Hukum Perlindungan Saksi (Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia). Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal 1 8 C.S.T. Kansil. 1990. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 41
10
dilakukan oleh orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa dengan tidak memotong-motong tubuh korbannya, pelaku sering tidak puas untuk menyelesaikan kejahatannya. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada ketentuan khusus tentang tindak pidana pembunuhan mutilasi, tetapi yang ada hanya tentang tindak pidana pembunuhan pada umumnya saja sesuai yang diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Dalam Pasal 338 ini jelas pelaku dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang, dan tindak pidana mutilasi sendiri mempunyai arti pembunuhan yang menghilangkan nyawa seseorang lalu setelah korban telah mati, pelaku memotong-motong tubuh mayat korban tersebut. Tindak pidana mutilasi merupakan pembunuhan yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Kata sengaja mempunyai arti dimaksud dalam niatnya membunuh, jika dalam pembunuhan mutilasi dilakukan segera setelah timbul maksud untuk membunuh dan tidak berfikirfikir dengan panjang, maka tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi yang dilakukan karena ada maksud atau niat dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa. Selain dalam Pasal 338 KUHP, tindak pidana pembunuhan juga terdapat dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang berbunyi “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau selama waktu tertentu
11
paling lama dua puluh tahun”. Dalam Pasal 340 KUHP menjelaskan bahwa hilangnya nyawa atau jiwa seseorang karena faktor kesengajaan dan pembunuhan yang direncanakan. Tindak pidana pembunuhan mutilasi merupakan pembunuhan yang menghilangkan nyawa seseorang, dilanjutkan dengan memotong-motong mayat korban menjadi beberapa bagian. Tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 340 KUHP jika pelaku membunuh seseorang karena faktor kesengajaan dan faktor yang telah direncanakan. Apabila antara timbul maksud akan membunuh dan pelaksanaannya, pelaku dengan tenang masih dapat memikirkan bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melakukan pembunuhan tersebut. Direncanakan terlebih dahulu, antara timbulnya maksud untuk membunuha dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi pelaku untuk dengan tenang memikirkan bagaimana cara melakukan pembunuhan yang sebaik-baiknya. Arti tempo di sini tidak terlalu sempit dan tidak terlalu lama, yang terpenting adalah di dalam tempo si pelaku dengan tenang masih dapat berfikir-fikir. Jadi tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi yang didasari atas kesengajaan dan perencanaan dapat dikenakan sanksi dalam Pasal 340 KUHP. Selain kedua pasal tersebut diatas pelaku pembunuhan disertai mutilasi juga dapat dikenakan sanksi Pasal 181 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa mengubur, menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.
12
Melihat kasus-kasus mutilasi yang terjadi, ada dua hal yang bisa kita ketahui. Pertama, motifnya kebanyakan terkait dengan perilaku seksual dan kedua, kasusnya sulit diungkap bahkan sebagian besar tidak berhasil diungkap. Aparat
penegak
hukum
diharapkan
dapat
menafsirkan
dan
mempersamakan kejahatan ini dengan kejahatan pembunuhan berencana walaupun dalam melakukannya setelah korban mati terlebih dahulu.
E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah yang dianggap efektif dan efisien serta pada umumnya sudah mempola untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data dalam rangka menjawab masalah yang diteliti secara benar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal (normatif), yakni mengkaji aturan-aturan tentang penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi dalam sistem peradilan pidana baik secara vertikal maupun horisontal.
2.
Sifat Penelitian Sifat penelitin yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksud untuk memberi data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala yang
13
diteliti.9 Dari penelitian tersebut penulis kemudian menggambarkan tentang tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi, khususnya di dalam ruang lingkup wilayah Pengadilan Negeri Magetan. 3.
Lokasi Penelitian Penelitian yag dilakukan penulis yaitu di wilayah Pengadilan Negeri Magetan, hal ini dikarenakan data mengenai tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi terdapat di wilayah tersebut.
4.
Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dimana data diperoleh. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan sumbersumber data sebagai berikut: a. Sumber Data Primer Sumber data primer berupa keterangan-keterangan yang bersumber
dari
pihak-pihak
yang
terkait
langsung
dengan
permasalahan yang diteliti. Pihak-pihak tersebut meliputi petugas atau pegawai dan pejabat Pengadilan Negeri Magetan. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung menjadi keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder berasal dari beberapa literatur, dokumendokumen, arsip-arsip, dan peraturan perundang-undangan yang
9
Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 13
14
berlaku serta penelitian terdahulu yang berkaitan dan masih relevan dengan masalah yang diteliti. 5.
Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data adalah suatu tehnik dalam pengumpulan data-data yang diperlukan dari salah satu atau beberapa sumber data yang diperlukan.
Dalam
penelitian
ini
penulis
menggunakan
tehnik
pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara
merupakan
cara
memperoleh
data
mengajukan pertanyaan kepada responden secara
dengan
lisan agar
pertanyaan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Untuk penelitian ini wawancara dilakukan terhadap responden yaitu Pejabat Pengadilan Negeri Magetan yaitu Hakim. b. Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan mencari mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan sebagainya. c. Penelitian Kepustakaan Merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari, mengutip dari literatur, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan langsung dan masih relevan dengan masalah yang diteliti.
15
6.
Metode Analisis Data Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh data. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interaktif,
yaitu model analisis
yang meliputi
pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan data sebagai suatu jalinan yang saling terkait dan membentuk hipotesa sesuai data yang telah diorganisir.10 Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu metode yang dilakukan berdasarkan pada data yang dinyatakan responden secara lisan atau tertulis, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti, dipelajari sebagai suatu yang utuh.
F. Sistematika Skripsi Pembahasan secara terperinci dalam penulisan skripsi ini akan tertuang dalam empat (4) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II Tinjauan Pustaka, berisikan uraian dasar teori-teori skripsi ini yang meliputi: tinjauan umum tentang penegakan hukum, tinjauan umum
10
HB Soetopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. UNS Press. Hal 91
16
tentang tindak pidana, tinjauan umum tentang proses penyelesaian hukum, dan tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, di mana penulis akan menguraikan dan membahas mengenai tinjauan hukum penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi, hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi, dan cara mengatasi hambatan-hambatan yang timbul dalam penyelesaian tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi. Bab IV Penutup, berisi kesimpulan dari skripsi pada bab-bab sebelumnya serta saran sebagai bagian penutup.