BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .Perdagangan orang (trafiking) telah lama terjadi dimuka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak azasi manusia, harkat dan martabat manusia yang dilindungi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Dimasa lalu perdagangan orang hanya dipandang sebagai pemindahan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi, kerja paksa secara ilegal sudah berlangsung lama. Perdagangan orang adalah : kejahatan yang terorganisir dilakukan baik dengan cara-cara konvensional dengan cara bujuk ragu para (perekrut tenaga kerja di tingkat desa) sampai cara-cara modern, misalnya melalui iklan-iklan di media cetak dan elektronik.Pelaku mengorganisir kejahatan dengan membangun jaringan dari daerah/negara asal korban sampai ke daerah / negara tujuan; Jaringan pelaku memanfaatkan kondisi dan praktek
sosial di daerah
negara asal korban dengan janji-janji muluk dan kemudian memeras korban baik secara fisik maupun seksual 1. Dalam Protokol Palermo perdagangan orang didefinisikan sebagai: perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan
1
Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, (Jakarta,IOM 2009), hal 18
Universitas Sumatera Utara
seseorang melalui penggunaan ancaman atau tekanan, atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberikan atau menerima pembayaran sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi mencakup, paling tidak eksploitasi pelacuran oleh orang lain, atau bentuk lain dari ekspolitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktek-praktek yang mirip perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh. Penyebaran kasus trafiking hampir merata di seluruh wilayah Indonesia baik di kota-kota besar maupun di pedesaan. Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban trafiking, hal ini akan mengancam kualitas penerus bangsa serta memberi dampak negatif bagi bangsa yang mengalaminya dimata dunia. Trafiking in person (TIP) Report yang dikeluarkan oleh Department of State, USA, tahun 2002; memposisikan Indonesia pada Tier III (terburuk ke III) artinya Indonesia dievaluasi sebagai negara pemasok perdagangan perempuan dan anak, berkomitmen rendah, kurang serius dan kurang pemberantasan
kepeduliannya dalam
Kasusnya banyak tetapi belum ada upaya strategis yang
dilaksanakan. Suatu tantangan bagi Indonesia untuk menyelamatkan anak bangsa. Laporan Komisi Tinggi Urusan HAM PBB yang dikeluarkan tanggal 3 Juni 2005, memposisikan Indonesia pada Tier II (terburuk ke II), artinya Indonesia telah dinilai selangkah lebih maju dalam melakukan langkah dan upaya
Universitas Sumatera Utara
signifikan untuk pemberantasan perdagangan orang dan memenuhi standart minimum yang ditetapkan walaupun belum sepenuhnya. Perdagangan perempuan dan anak mempubnyai jaringan yang sangat luas. Praktek perdagangan orang dan anak yang paling dominan berada di sektor jasa prostitusi,
kebanyakan korbannya adalah anak-anak perempuan.Di Asia
Tenggara, dalam beberapa tahun belakanganan ini sejumlah besar anak-anak dari Myanmar, Kamboja, Cina, Laos, telah diperdagangkan dan dipaksa bekerja di dunia prostitusi, baik anak laki-laki maupun anak perempuan dari daerah pedalaman yang miskin 2. Salah satu daerah yang menyimpan banyak permasalahan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak di Indonesia adalah daerah Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan Propinsi Sumatera Utara dalam praktek perdagangan (trafiking) perempuan dan anak memiliki tiga fungsi strategis, yaitu sebagai daerah asal (sending area), daerah penampungan sementara (transit) dan juga sebagai daerah tujuan trafiking. Disisi lain berkaitan dengan posisi geografis daerah Sumatera Utara yang strategis dan mempunyai aksesibilitas tinggi ke jalur perhubungan dalam dan luar negeri serta kondisi perkembangan daerah Sumatera Utara yang cukup baik di berbagai bidang. Dari 28 Kabupaten/Kota se Sumatera Utara, yang teridentifikasi daerahnya rawan Trafiking sebanyak 12 Kabupaten Kota, antara lain : Medan, Binjai, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batu
2
Chairul Bariah, Aturan-Aturan Hukum Trafiking ( Perempuan dan Anak),( USU Press, 2005), hal 2.
Universitas Sumatera Utara
Bara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu, Pematang Siantar dan Simalungun. 3 Klasifikasi yang termasuk daerah Sumber : Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Binjai, Pematang Siantar, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu. Daerah Transit: Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai dan Kabupaten Labuhan Batu. Daerah Tujuan/Penerima : Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi dan Simalungun. Bentuk praktek Trafiking yang ditangani di Sumatera Utara diantaranya adalah trafiking untuk prostitusi/pelacuran, perdagangan bayi, pekerja rumah tangga, pekerja jermal dan penipuan buruh migran. Namun dari sejumlah data dan bentuk praktek trafiking yang berkembang sebagian besar kasusnya adalah untuk pelacuran, mulai dari trafiking domestik maupun lintas negara. Modus operandi sebagian besar bujukan/iming-iming, yang merupakan pembohongan/penipuan, dan modus operandi yang berkembang adalah menebar perangkap ke zone-zone publik, seperti stasiun KA, terminal bus, pelabuhan, ke desa/kelurahan, pinggiran kota bahkan dipusat kota dan lain-lain. Korban trafiking pada umumnya berasal dari keluarga miskin/lemah ekonomi, berpendidikan rendah/lemah emosional, dari pinggiran kota dan pedesaan, meskipun tidak tertutup kemungkinan
ada dari keluarga ekonomi
menengah keatas di perkotaan.
3
Emy Suryana, Implementas Kebijakan Pemeritah Provinsi Sumatera Utara Dalam Penanggulangan Trafking Perempuan dan Anak, 2009, hal 6
Universitas Sumatera Utara
Seperti kita ketahui salah satu faktor terjadinya trafiking adalah kemiskinan dan pendidikan rendah. Kondisi seperti ini cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis dengan memangsa perempuan dan anak, karena mudah diiming-imingi/bujukan, ditakut-takuti, dibohongi, ditipu, dan pekerja dengan upah murah. Selain itu terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia menyebabkan perempuan dan anak cenderung ingin menjadi TKI/TKW ke Luar Negeri, dengan tujuan memperoleh penghasilan untuk menutupi beban ekonomi keluarga. Disisi lain ada persepsi masyarakat bahwa bekerja ke luar negeri akan mendapatkan gaji yang relatif lebih besar sekalipun sebagai pembantu rumah tangga, dibandingkan bekerja di dalam negeri. Kondisi seperti ini selalu dimanfaatkan oleh sindikat trafiking untuk mengeksploitasi perempuan dan anak dalam posisi dikendalikan, meskipun perjanjian kerja yang dijanjikan tidak sesuai, bahkan mereka dieksploitasi menjadi pelacur baik diluar negeri maupun di dalam negeri. 4 Situasi semacam inilah yang merupakan santapan bagi sindikat trafiking untuk melakukan perekrutan, bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum. Biasanya sindikat diawali dengan transaksi utang piutang antara pemasok/agen tenaga kerja ilegal dengan korban/keluarga. Jika korban/keluarga tidak mampu untuk menyelesaikan transaksi yang telah disepakati maka keluarga terpaksa mengorbankan perempuan dan anak untuk pelunasannya, karena pelakunya selalu melibatkan orang-orang terdekat, kuat, berpengaruh di dalam masyarakat, seperti keluarga terdekat, tetangga, teman, orang yang berpengaruh/dipercaya. 4
Ibid. hal 5
Universitas Sumatera Utara
Modus operndi rekrutmen terhadap kelompok rentan biasanya dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawani, atau memacari, menculik, menyekap atau memperkosa. 5 Oleh karena itu kasus trafiking sulit untuk diketahui dan diberantas. Maka perlu tindakan serius dan komitmen dengan melibatkan seluruh komponen bangsa untuk memerangi dan memberantasnya. Kebijakan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam upaya penghapusan perdagangan (trafiking) salah satunya dengan mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 2004, tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 24 Tahun 2005 tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak dan dalam Peraturan Gubsu tersebut terbentuk Gugus Tugas Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak (RAP-P3A), sebagaimana yang diamanatkan Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (trafiking) perempuan dan anak (RAN –P3A). Pemerintah Indonesia baru menerbitkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ( UUPTPPO), tanggal 19 April 2007 setelah melalui proses advokasi dan pembahasan cukup panjang dan sangat komprehensif dalam melindungi korban perdagangan orang dengan setelah terbit Perda Sumatera Utara nomor 6 tahun 2004
tentang
Penghapusan Perdagangan (Trafing) Perempuan dan Anak 5
http//intelektualhukum.wordpress.com/perdagangan –trafiking-anak-dan-perempuan, diekses Senin. tanggal 20 Februari 2012/ 19.45 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarka penjelasan diatas, maka penulis akan melakukan studi analisa kasus pada memilih judul pembahasan : “ Analisa Hukum Terhadap Putusan Banding Pengadilan Tinggi Medan Tentang Membantu Melakukan Tindak Pidana Perdagangan
Orang
(Analisa
Putusan
Pengadilan
Tinggi
Nomor
:
743/Pid/2008/PT-Mdn.)” B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum perdagangan orang di Indonesia 2. Bagaimana upaya penanggulangan perdagangan orang 3. Analisa kasus putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 743/Pid/2008/PTMedan
C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peraturan-peraturan hukum perdagangan orang menurut Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 2.
Untuk mengetahui upaya penanggulangan perdagangan orang
3. Analisa kasusu putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 743/Pid/2008/PTMedan
D. Manfaat Penulisan
Universitas Sumatera Utara
Penulisan skripsi ini diharapakan dpat memberi manffat untuk : 1. Manfaat teoritis Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan tindak pidana membantu perdagangan orang yang dewasa ini banyak terjadi. Dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di Indonesia 2. Manfaat secara praktis Secara praktis,penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang kasus-kasus tindak pidana perdagangan orang yang terjadi dewasa ini dan bagaimana
upaya
pencegahan
sehingga
kasus-kasus
tindak
pidana
perdagangan orang tidak akan terjadi lagi. Dan juga sebagai pedoman dan masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang. E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Putusan Banding Dalam hukum, banding artinya proses menentang keputusan hukum secara resmi. Prosedur banding, termasuk apakah seorang terdakwa memiliki hak banding, berbeda-beda di setiap negara. Di Indonesia banding diajukan di Pengadilan Tinggi yang terletak di ibukota provinsi. jika banding dimohonkan perkara menjadi mentah kembali. Banding
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh pihak yang berkepentingan (pihak yang dikalahkan oleh putusan Pengadilan Negeri). Pihak yang mengajukan banding adalah pihak yang berkepentingan.Hal ini berarti,bahwa pihak yang dikalahkan yaituyang gugatantannya dititolak atau dikabulkan sebagian atau yang gugatannya tidak diterima atau ditolak.Banding untuk melengkapi bila putusan PN (pengadilan Negeri) itu salah atau kurang tepat dan menguatkan putusan PN jika putusan PN benar. Tenggang waktu banding adalah 14 hari semenjak pengumuman putusan PN.
2 Pengertian pidana dan tindak pidana Ada beberapa pengertian pidana menurut sarjana-sarjana yaitu : a
Sudarto mengatakan yang dimaksud dengan pidana adalah “ Penderitaan
yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbutan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.6 b Van Hamel menyatakan arti pidana atau straf adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas norma negara sebagai penanggung jawab ketertiban
hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena
orang tersebut telah malanggar suatu perauran hukum yang harus ditegakkan. 7
6
Muladi dan Barda Nawawi Arief,Teori-teori dan Kebijakan Pidana, ( Bandung: Alumni, 1992, hal 2 7 P.A.F.Lumintang, HukumPenitentier Indonesia, (Bandung, 2002), hal 34
Universitas Sumatera Utara
c Menurut Simon, pidana atau straf adalah suatu penderitaan yang oleh undangundang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma yang dengan suatu putusan hakim dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah. 8 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a Pidana pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. b Pidana diberikan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang). c
Pidana dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang. 9 Dalam rumusannya straffbaar feit adalah “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan
atas
tindakannyadan
oleh
undang-undang
telah
dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. 10 Alasan dari Simons mengapa harus dirumuskan seperti diatas karena : 1. Untuk adanya suatu straafbaar feit diisyaratkan bahwa disitu terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan dengan undang-undang dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban seperti itu telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum; 8
Ibid, hal 34 Muladi Barda Nawawi Arief, ibid,, hal 4 10 .S.T. Kansil & Chistine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cetakan I, ( Jakarta; PT. Pradnya Paramita, 2004), hal.37 9
Universitas Sumatera Utara
2. Agar suatu tindakan seperti itu dapat dihukum maka tindakan itu harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dengan undangundang; 3. Setiap straafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap suatu larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan tindakan melawan hukum atau suatu onrechmatige handeling. Sifat melawan hukum timbul dari suatu kenyataan bahwa tindakan manusia bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan suatu unsur dari delik yang mempunyai arti tersendiri seperti halnya dengan unsur lain.
b Pengertian Tindak Pidana Dalam hukum pidana, istilah tindak pidana berasal dari hukum pidana Belanda yaitu: Starfbaar feit, demikian juga dalam Wvs Hindia Belanda, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaar feit, Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan istilah itu. Sayangnya sampai kini belun ada keseragaman pendapat. 11 Para ahli memberikan arti dari istilah terrsebut yaitu : a
Pompe, 12 merumuskan Strafbaar feit adalah suatu pelanggaran kaidah
(penggangguan ketertiban hukum),terhadap nama pelaku , mempunyai kesalahan
11
Adami Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori, Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidanan, Raja Grafindo Persada, 2002, Hal 67
Universitas Sumatera Utara
untuk pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum, b
Van Hamel
13
merumuskan Strafbaar feit sama dengan yang dirumuskan
Simons, hanya menembahkan dengan kalimat “ tundakan mana bersifat dapat dipidana c Kepustakaan hukum pidana juga sering menggunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana, atau perbuatan pidana atau tindak pidana. 14 e Menurut Ruslan Saleh, menggunakan istilah perbuatan pidana, misalnya dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. 15 Bahwa ketika undang-undang memformulasikan berbagai bentuk tindak pidana serta unsur-unsurnya, maka dalam bagian umum pada suatu undangundang dalam hukum pidana ,untuk menyatakan bersalah menurut hukum pidana menjatuhkan sanski pidana pada seseorang yang tidak memenuhi persyaratan umum tentu akan sulit. Tetapi tetap dapat mengandaikan sistem unsur-unsur perumusan tindak pidana pada pihak lain, sebagaimanan fiuraikan lebih lanjut melalui doktrin dan putusan-putusan pengadilan falam prateknya berfungsi dengan cukup baik sehingga tidaj menimbulkan banyak konflik
16
Analisa hukum pidana merupakan sebuah proses menganalisa ketentuanketentuan hukum pidana yang ada beserta segala sesuatu yang terkait didalamnya. 12 13
Pompe, Handboek v/h Ned Strafrecht, hal 1 Van Hamel,Inleiding t/d Studies v/h Ned Sr, dalam buku E,Y Kamter dan S.R Sianturi,
hal 205 14 15 16
Bambang Poernomo,Asas-asas Hukum Pidana, ( Jakarta, 1985), hal 90 Ibid Jan Remelink, Hukum Pidana, Gramedia, Jakarta, 2003, Hal 85.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan hukum pidana ini juga mempunyai pengertian yang berdekatan dengan sistem hukum dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan dalam arti sebagai suatu usaha guna mengendalikan kejehatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat 17. Salah satu aspek hukum pidana bermaksud melindungi kepentingan/benda hukum dan hak asasi manusia dengan merumuskan norma-norma perbuatan yang dilarang, namun dilain pihak hukum menerapkan sanksi (pidana/tindakan) kepada pelanggar norma. Sifat paradoksal hukum pidana ini sering digambarkan dengan ungkapan yang sangat terkenal “ Perlindungan benda hukum melalui penyerangan benda hukum), oleh karena itu sering dikatakan, bahwa ada sesuatu yang menyedihkan dalam hukum pidana, sehingga hukum pidana sering dinyatakan sebagi “ pedang bermata dua”.18 Hermien Hadiati Koeswadji, mengatakan bahwa fungsi hukum pidana dalam masyarakat yang sedang mengalami proses modernisasi atau proses berkembang erat kaitannya dengan kegunaan hukum dalam proses tersebut. Kegunaan itu pada a Membentuk hukum baru b Memperkuat hukum yang sudah ada
17
Mardjono Reksodipotro, Hak Asasi Dalam Sistem Peradilan Pidana, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 1977), hal 8 18 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum Pidana. ( Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998), hal 17
Universitas Sumatera Utara
c Memperjelas batasan ruang lingkup fungsi hukum yang sudah ada, Hal ini sangat bergantung pada hakikat dan fungsi hukum dalam masyarakat yang bersangkutan 19. Rumusan-rumusan yang diberikan para sarjanan tersebut tebtunya ada perbedaan satu sama lin, walaupun pada intinya memberikan suatu rumusan yang nenyatakan perbuatan itu merupakan perbuatan yang melawan hukum 3. Yang dimaksud Pengadilan Tinggi Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Dua Atas Undang-Undang nomor 2 tahun 1986 Tentang Peradilan Umum yaitu: “Pengadilan adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peradilan umum.”
Selanjutnya pada pasal 1 ayat 2 Undang-Undang nomor 49 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum menyatakan bahwa Hakim adalah hakim pada pengadilan negeri dan hakim pada pengadilan tinggi. Beberapa ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Pradilan Umum, pada pasal 4
19
Hermien Hadiati Koeswadji, Perkembangan Macam-Macam Pidana Dalam Rangka Perkembangan Hukum Pidana, ( Bandung: Citra Adtya Bakti, 1995), hal 121
Universitas Sumatera Utara
ayat (2) menyatakan bahwa :Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi Pada Bab III Undang-Undang nomor 2 tahun 1986, pasal 50 menyatakan bahwa Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara pidan dan perkara perdata di tingkat pertama. Pasal 51 ayat (1) Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding. Perkara banding diajukan di Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di ibukota Provinsi dimohonkan perkara oleh pihak yang berkepentingan atau pihak yang dikalahkan oeh putusan Pengadilan Negeri, tenggang waktu banding 14 hari sejak di putuskan oleh putusan Pengadilan Negeri. 4. Pengertian membantu melakukan Berdasarkan fakta hukum pada pasal 4 jo pasal 10 Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan orang nomor 21 tahun 2007, yaitu membantu melakukan, memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. unsur setiap orang 2. unsur membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang 3. unsur membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi diluar wilayah negara Republik Indonesia. ad. 1. Unsur “setiap orang”
Universitas Sumatera Utara
Bahwa yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang, bahwa yang tentang kemampuan bertanggung jawab ditegaskan dalam memorie van toelichting (MvT), bahwa
setiap orang secara historis kronologis merupaka
subjek hukum yang dengan sendirinya telah melekat dengan kemampuan bertanggung jawab, kecuali secara tegas undang-undang menentukan lain, serta identitas lainnya sama dengan yang tersebut dalam surat dakwaan, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta dapat menjawab dengan tanggap. a.d. 2 Unsur membantu membawa Warga Negara Indonesia ke luar Wilayah Negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar Wilayah Negara Republik Indonesia ;
Yang dimaksud dengan eksploitasi ialah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplatasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan Pasal 4 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang nomor 21 tahun 2007 menyatakan bahwa “ Setiap orang yang membawa orang Indonesia ke luar wilayah Republiik Indonesia dengan maksud untuk di eksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
Universitas Sumatera Utara
denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Memperhatikan dalam tindak pidana perdagangan orang, pasal 546 RUU KUHP Tahun 2006, jika dirinci terdiri dari 3 bagian yaitu: 1. Setiap orang yang melakukan: perekrutan, pengiriman, penyerah terimaan orang; 2. Dengan menggunakan: kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang; 3. Untuk tujuan: mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut.20
5 Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang Ada beberapa definisi mengenai pengertian perdagangan orang yang diatur dalam berbagai konvensi dan aturan- aturan lainnya yaitu : a
Pasal 1 ayat (1) Bab I tentang Ketentuan Umum Undang Undang nomor 21
tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
menyebutkan “ Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangjutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
20
www.usembassyjakarta.go.html, Departemen Luar Negeri AS: Laporan Mengenai Perdagangan Manusia, diakses Jumat, pada tanggal 9 Maret 2009/ 20.25 WIB.
Universitas Sumatera Utara
penggunaan
kekerasan,
penculikan,
penyekapan,
pemalsuan,
penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang terekspolitasi” b
Menurut Traffiking Victims Protection Act (TVPA), Undang- undang
Perlindungan Korban Perdagangan Orang Amerika Serikat, menyebutkan perdagangan orang adalah: (a) perdagangan seks, dimana tindakan seks komersil diberlakukan secara paksa dengan cara penipuan, atau kebohongan atau dimana seseorang diminta secara paksa melakukan suatu tindakan sedemikian, belum mencapai usia 18 tahun atau (b) merekrut, menampung, mengangjut, menyediakan atau mendapatkan seseorang, untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjerataan hutang atau perbudakan. 21 (c)
Menurut Majelis Umum PBB nomor 49/166 tahun 2000 bahwa: “Perdagangan
orang
adalah
rekruitmen,
transportasi,
pemundhan,
penyembunyian, atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, posisi rentan, ataupun menerima bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, untuk 21
http//www.elsam.or.id/weblog, diakses Minggu, 29 Januari 2012/ 15.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
kepentingan eksploitasi yang secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk ekspolitasi seksuallainnya, kerja atau peleyanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek lain yang serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.” 22 (d)
Pasal 1 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara nomor 6 tahun
2004, tentang Penghapusan Perdagangan ( Trafiking) Perempuan danAnak, menyatakan bahwa: “Perdagangan manusia adalah tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu perbuatan yang memenuhi salah satu unsur-unsur perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan perempuan dan anak dengan menggunakan kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi rentan atau penjeratan hutang untuk tujuan dan atau berakibat mengeksploitasi perempuan dan anak” Dari definisi-defenisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perdagangan orang adalah sebagai berikut” 1
Adanya tindakan atau perbuatan, seperti perekrutan, transportasi, pemindahan, penempatan dan penerimaan orang.
2
Dilakukan dengan cara, menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk paksaan lain, penculikan, tipu daya, penyalahgunaan
kekuasaan,
pemberian
atau
penerimaan
pembayaran/keuntungan untuk memperoleh persetujuan.
22
ACILS-IMC-USAID, Panduan Penanganan Anak Korban Perdagangan Manusia, (Bandung: Lembaga Advokasi Hak Anak, 2003), hal 1
Universitas Sumatera Utara
3
Ada tujuan dan maksud yaitu untuk tujuan skspolitasi dengan maksud mendapatkan keuntungan dari orang tersebut. 23
Dari pengertian tindak pidana perdaangan orang dapat dirinci hal-hal penting sebagai berikut : 1
Bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formal, karena mendeskripsikan tindakan yang dikategorikan sebagai tindak pidana perdagangan orang
2
Tindak pidana perdagangan orang dilakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfataan posisi rentan atau penjeratan utang.
3
Sanksi yang diancam lebih berat dibandingkan dengan pasal 297 KUHP. Sanksi diancam dengan pidana minimal dan pidana maksimal termasuk denda
4
Kejahatan pada tahapan-tahapan tersebut bilamana
belum dapat
dikategorikan sbagai tarfiking, maka dapat diancam dengan pasal 295, 296, 297, dan 506 KUHP. 24
F. Keaslian Penulisan Judul skripsi ini adalah “ Analisa Hukum Pidana Tentang Membantu Tindak Pidana Perdagangan Orang (Analisa Putusan Pengadilan Tinggi Medan nomor : 743/Pid/2008/PT-Medan).” 23
Ibid, hal 11 Penanganan Kasus-Kasus Trafiking Bersfektif Gender Oleh Jaksa dan Hakim, USAID, (Malang: Penerbit IKIP, 2006), hal 41 24
Universitas Sumatera Utara
Adalah membahas tentang putusan kasus tindak pidana membantu perdagangan orang. Sepengetahuan penulis, judul ini belum ada yang membahasnya, tidak ada kesamaan judul skripsi dengan judul-judul skripsi sebelumnya, dan apbila ternyata dikemudian hari terdapat juduk dengan pembahasan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab terhadap skripsi ini.
G. Metode Penulisan Penulisan skripsi ini mempergunakan dengan cara menganalisa kasus putusan Pengadilan Tinggi Medan, dengan melakukan penelitian bahan pustaka atau data sekunder, dapat disebut dengan penelitian hukum normatif.disamping itu adanya penelitian hukum sosiologi empiris yang meneliti data primer. Berdasarkan jenis penelitian hukum tersebut, tipe hukum ini adalah penelitian dengan tipe hukum normatif.
H. Sistematika Penulisan Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan memaparkan, mengembangkan, lalu membahas secara sistematis dan terperinci, maka berikut ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini. Adapun penyelesaian dari bab per bab sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
BAB I:
Adalah merupakan bab merupakan pendahuluan yang menguraikan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan dan tinjauan kepustakaan yang akan membahas, dan tindak pidana, definisi tindak pidana perdagangan orang, yang diakhiri dengan metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: Pada bagian ini akan dibahas mengenai tindak pidana perdagangan orang yang diatur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),dan dalam Undang-Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan instrumen Internasional yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. BAB III: Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang, bentuk-bentuk perdagangan orang, upaya-upaya penanggulangan perdagangan orang BAB IV: Pada bab ini akan menguraiakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan analisa Kasus Pengdilan Negeri Tanjung Balai Nomor 309/ PID.B/PN-TB dan Kasus Putusan Banding di Pengadilan Tinggi Medan No.743/Pid/2008/PT-Mdn BAB V: Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari dari tujuan penulisan skripsi ini, serta saran-saran penulis.
Universitas Sumatera Utara