BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada tahun 1942, Jepang mulai masuk dan menjajah wilayah Indonesia.1 Berbagai upaya dikerahkan pemerintah Jepang agar mereka dapat tetap menduduki Indonesia. Beribu-ribu prajurit disiagakan setiap saat dan semua kebutuhan mereka pun dipenuhi, mulai dari kebutuhan sandang, pangan, hingga kebutuhan seksual. Hal ini guna menjaga semangat dan ketahanan fisik prajurit selama berada di medan perang. Oleh karena itu, pemerintah Jepang di Indonesia pada saat itu mendatangkan sejumlah wanita yang sengaja dipekerjakan guna memenuhi kebutuhan seksual tentara Jepang yang bertugas di Indonesia. Perempuan-perempuan itu kemudian dikenal dengan sebutan juugun ianfu (従軍 慰 安 婦 ). Fenomena juugun ianfu ini muncul hampir di seluruh daerah jajahan Jepang pada masa itu, yaitu Indonesia, Malaysia, Cina, Korea Utara, Korea Selatan, Taiwan, Filipina, dan Timor Leste yang diduduki Jepang selama masa penjajahan tahun 1931-1945.2 Karena jumlah tentara Jepang yang berada di Indonesia pada saat itu semakin lama semakin meningkat, maka jumlah juugun ianfu yang dibutuhkan pun semakin banyak. Untuk memenuhi jumlah juugun ianfu yang dibutuhkan dengan jumlah tentara Jepang yang ada, maka pemerintah Jepang pun mulai mengadakan “perekrutan” terhadap para perempuan Indonesia. 1
Koespradono, Gantyo. Kumpulan Kisah Inspiratif Kick Andy - Menonton dengan Hati, (Bentang Pustaka, 2008). hal 119 2 Jaringan Advokasi Jugun Ianfu Indonesia. Menggugat Negara Indonesia Atas Pengabaian Hak-hak Asasi Manusia (Pembiaran) Jugun Ianfu sebagai Budak Seks Militer & Sipil Jepang 1942-1945 (Komnas HAM, 2010), hal. XX. 1
2
Perekrutan juugun ianfu ini dilakukan secara paksa dan tanpa pandang bulu. Bahkan, perempuan Belanda yang pada saat itu masih berada di Indonesia pun tidak luput dari sasaran perekrutan juugun ianfu. Para juugun ianfu ini rata-rata masih berusia di bawah umur. Perekrutan ini dilakukan di setiap wilayah di Indonesia. Ketika tentara Jepang mulai menduduki suatu wilayah, maka saat itu pula mereka akan segera mencari dan menangkap gadis-gadis belia di wilayah tersebut. Ketakutan dan kelemahan rakyat membuat tentara Jepang semakin mudah dan leluasa untuk melakukan pencarian dan penangkapan. Pulau Jawa, pulau Sumatera, pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi merupakan salah satu wilayah yang menjadi sasaran utama perekrutan juugun ianfu di Indonesia. Hampir seluruh wilayah Jawa pernah menjadi daerah perekrutan juugun ianfu. Hingga tahun 2010, jumlah juugun ianfu yang masih hidup di Indonesia dapat dikatakan cukup banyak.3 Hal ini setidaknya dapat membuktikan bahwa jumlah perekrutan juugun ianfu pada masa itu cukup besar. Pada akhir pendudukan Jepang di tahun 1945, para juugun ianfu pun mulai dibebaskan. Namun, di saat mereka bebas dan mulai bersosialisai, masyarakat luar justru mengucilkan dan menjauhi mereka.4 Hal inilah yang sempat membuat mereka menutup diri dari masyarakat. Hingga tahun 1992 mulai terjadi pergerakan dari para mantan juugun ianfu yang meminta pada pemerintah Indonesia agar menuntut pemerintah Jepang untuk mengakui dan meminta maaf
3
Janssen, Hilde. Omdat wij mooi waren (Karena kami dulu cantik). Film dokumenter
2010 4
dalam
Jannsen, Hilde dan Jan Banning. Schaamte en onschuld (Rasa Malu dan Bersalah) 2010, www.aleut.wordpress, diakses pada 3 November 2013 pukul 19.12 WIB.
3
kepada mereka.5 Akan tetapi bukanlah hal yang mudah untuk mencari sebuah keadilan. Diperlukan dukungan serta peran pemerintah
dalam memperjuangkan
nasib para juugun ianfu. Beberapa negara yang masih berjuang keras membela nasib juugun ianfu di negaranya adalah China dan Korea. Namun, pemerintah Jepang dirasa masih belum jelas dan belum transparan dalam menanggapi masalah tersebut. Kasus juugun ianfu ini belum dapat terselesaikan meskipun telah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Pada masa sekarang ini, tidak banyak generasi muda yang mengerti apa yang dimaksud dengan juugun ianfu. Hal ini tidak hanya terjadi pada generasi muda Indonesia saja, namun juga pada generasi muda Jepang. Semakin lama keberadaan mereka semakin terkesan dilupakan. Saat ini, para juugun ianfu Indonesia yang masih tersisa tengah berjuang agar keadilan dapat berpihak pada mereka.6 Mereka ingin keberadaanya diakui oleh masyarakat. Sampai saat ini, para juugun ianfu Indonesia menganggap pemerintah Jepang lepas tangan dan tidak mau bertanggung jawab atas kasus juugun ianfu. Beberapa fakta sejarah tersebut membuat penulis merasa perlu untuk menganalisa pandangan masyarakat Indonesia selama ini yang mengatakan bahwa pemerintah Jepang memang telah lepas tanggung jawab atas kasus juugun ianfu. Oleh karena itulah penulis melakukan penelitian terhadap tanggapan pemerintah Jepang atas kasus juugun ianfu yang hingga saat ini belum ada penyelesaiannya. Penulis juga perlu melakukan analisis mengenai alasan-alasan yang menyebabkan
5 6
Jaringan Advokasi Jugun Ianfu Indonesia, Op.cit., hal.4. Ibid, hal.5-6.
4
kasus juugun ianfu ini masih belum dapat terselesaikan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah juugun ianfu. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah tanggapan pemerintah Jepang terhadap kasus dan tuntutan juugun ianfu di Indonesia (1992-2014)?
2.
Mengapa kasus juugun ianfu di Indonesia belum dapat diselesaikan oleh pemerintah Jepang dan Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan utama dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui tanggapan pemerintah Jepang terhadap kasus
juugun
ianfu di Indonesia (1992-2014). 2.
Mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan kasus juugun ianfu di Indonesia belum dapat terselesaikan oleh pemerintah Jepang dan Indonesia.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai “Tanggapan pemerintah Jepang terhadap kasus Juugun Ianfu di Indonesia, Studi Kasus 1992-2014” ini memiliki ruang lingkup spasial di wilayah Indonesia. Wilayah ini dipilih karena perhatian dari pemerintah baik Jepang maupun Indonesia atas kasus juugun ianfu di Indonesia masih sangat minim dibandingkan dengan juugun ianfu di Cina dan Korea. Selain itu, jumlah
5
juugun ianfu di Indonesia terhitung cukup besar, karena berasal dari berbagai daerah. Pemilihan wilayah ini juga mudah bagi penulis untuk memperoleh data. Sedangkan ruang lingkup temporal penelitian ini difokuskan pada rentang waktu antara tahun 1992-2014. Hal ini dikarenakan tahun 1992 merupakan tahun mulai terjadinya pergerakan dari para mantan juugun ianfu untuk memperoleh keadilan dari pemerintah terkait. Berbagai cara telah mereka tempuh,
namun
pada kenyataannya memperoleh suatu keadilan memang bukanlah hal yang mudah. Karena banyaknya faktor penghambat, maka kasus mengenai tuntutan keadilan para mantan juugun ianfu ini pun belum selesai dan belum ada pemecahan masalahnya sampai sekarang. Dalam rentang waktu antara tahun 1992-2014 ini, tentunya ada banyak peristiwa yang terjadi, khususnya mengenai perjuangan para mantan juugun ianfu dan peran serta pemerintah Jepang maupun pemerintah Indonesia sampai saat ini. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi secara berurutan dan saling berkaitan satu sama lain. Peristiwa-peristiwa inilah yang akan dijadikan bahan dasar penelitian. Ruang lingkup tema dalam penelitian ini adalah tanggapan pemerintah Jepang mengenai kasus juugun ianfu dan mengapa kasus juugun ianfu ini masih belum dapat terselesaikan hingga saat ini. Kasus juugun ianfu yang dimaksudkan di sini adalah masalah keberadaan juugun ianfu di masa lalu yang seolah ditutupi oleh pemerintah Jepang serta masalah munculnya tuntutan para mantan juugun ianfu dan adanya pemikiran masyarakat yang menganggap pemerintah Jepang seolah lepas tangan dan tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya suatu penelitian yang mengungkap kebenaran dari anggapan tersebut.
6
1.5 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori pemerintahan dan teori kepemimpinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa pemerintahan adalah 1. Proses, cara, perbuatan memerintah. 2. Segala urusan yg dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. Sedangkan kepemimpinan adalah perihal pemimpin; cara memimpin. Secara singkat menurut menurut C.F Strong, pemerintahan sebagai organisasi mempunyai kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif (kehakiman) yang kemudian disebut tiga cabang pemerintahan.7 Pemerintahan dalam arti luas memiliki kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara ke dalam dan ke luar. Oleh karena itu, negara harus memiliki pertama, kekuatan militer atau kendali atas angkatan bersenjata. Kedua kekuasaan legislatif atau perangkat pembuat hukum atau undang-undang. Ketiga, kekuasaan finansial atau kemampuan untuk menggalang dana yang cukup dari masyarakat untuk membiayai pertahanan negara dan penegakan hukum yang dibuat atas nama negara atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai keberadaan negara dalam menyelenggaran aturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara. Selain itu, dalam melakukan penelitian ini dibutuhkan pula pendekatan politik khususnya dalam hal politik seks. Menurut Kuntowijoyo dalam buku Metodologi Sejarah, dijelaskan bahwa politik seks adalah suatu keadaan dimana wanita berhadapan dengan kaum laki-laki memperebutkan hegemoni kekuasaan. 7
hal 6.
C.F. Strong, Modern Political Contitutions (London: Sidgwick and Jackson Ltd., 1960)
7
Pendekatan politik ini muncul dari kalangan gerakan pembebasan wanita yang berusaha melepaskan diri dari dunia laki-laki. Mereka melawan gambaran dunia yang sexist dalam hubungan sosial, ekonomi, dan politik.8 Pendekatan ini dibutuhkan agar dapat memudahkan penulis dan pembaca dalam memahami latar belakang penyebab terjadinya kasus juugun ianfu. 1.6 Metode Penelitian Penelitian mengenai “Tanggapan pemerintah Jepang terhadap kasus juugun ianfu di pulau Jawa (1992-2014)”menggunakan metode analisis deskriptif yang merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang menganalisa data dengan
cara non-statistik meskipun
tidak selalu harus menghilangkan penggunaan angka. Penelitian ini melalui tiga tahap, yaitu tahap pengambilan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Penulis mengumpulkan data melalui cara studi kepustakaan dan wawancara. Berbagai data diperoleh dalam bentuk buku, jurnal, artikel majalah dan surat kabar, sumber-sumber internet, video dokumenter, serta wawancara. Dari beberapa data tersebut, penulis kemudian membaginya menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah laporan pertanggungjawaban penggunaan dana juugun ianfu oleh Kementerian Sosial RI (Report on Handle of Ex Juugun Ianfu By Indonesia Government in Cooperation With Asian Women’s Fund). Data laporan ini diperoleh dengan cara mengunduh dari situs pemerintah Jepang. Sebagai penguat data, penulis juga melakukan tinjauan dari data-data yang telah dikeluarkan LBH 8
118-119.
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah . Edisi kedua, (Tiara Wacana Yogya, 2003), hal.
8
(Lembaga Bantuan Hukum) Yogyakarta terkait kasus juugun ianfu. Selain itu, diperoleh pula data dari artikel-artikel surat kabar mengenai topik yang dibahas. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah buku-buku sejarah juugun ianfu dan pendudukan Jepang di Indonesia. Salah satunya adalah sebuah buku yang berjudul Indonesia Shinryaku to Dokuritsu. Buku ini menceritakan kisah kehidupan juugun ianfu dari awal perekrutan hingga akhir bebasnya juugun ianfu. Terdapat pula ulasan mengenai pergerakan yang telah mereka lakukan di tahun 2001. Selain itu diperoleh pula artikel majalah serta buku yang membahas mengenai kasus Juugun Ianfu. Artikel ini diperoleh dengan cara mengunduh dari situs resmi majalah tersebut, dan ada pula yang mendapatkannya dengan cara meminjam dari perpustakaan. Untuk data-data yang berasal dari blog Internet, penulis juga telah melakukan verifikasi secara mendalam terkait kebenaran data yang dicantumkan dalam blog tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara menghubungi alamat e-mail yang tertera pada halaman blog tersebut. Sedangkan video dokumenter mengenai kesaksian juugun ianfu diperoleh dengan cara mengunduh dari internet. 1.7 Tinjauan Pustaka Penelitian ini meninjau beberapa hasil penelitian yang telah ada sebelumnya, di antaranya adalah skripsi yang berjudul Perbudakan Seksual Terhadap Perempuan Pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia, yang ditulis oleh Linda Puspasari br. Butar-butar, Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya UGM tahun 2014. Skripsi tersebut membahas tentang alasan pemerintah Jepang menjadikan perempuan sebagai korban kekerasan seksual mereka. Pada
9
skripsi tersebut dijelaskan pula mengenai peranan dan aturan yang yang harus dijalani oleh perempuan Jepang sejak zaman dulu. Perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan inilah yang menyebabkan terciptanya pemikiran pemerintah Jepang pada masa itu untuk mengadakan juugun ianfu. Selain itu, penelitian ini juga meninjau dua buah buku, yang pertama adalah buku MOMOYE Mereka Memanggilku karya Eka Hindra dan Koichi Kimura,
seorang
jurnalis
Jepang
yang
sampai
saat
ini
masih
gigih
memperjuangkan nasib para mantan juugun ianfu. Buku kedua adalah Schaamte En Onschuld (Rasa Malu dan Bersalah) karya Hilde Janssen dan Jan Banning, terbitan Nwadam, Belanda tahun 2010. Buku ini terbit dalam dua bahasa, yaitu bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Dalam buku ini dijelaskan bahwa
harapan
utama para mantan juugun ianfu di Indonesia adalah pengakuan dari pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang atas apa yang telah mereka alami di masa lalu. Buku ini tidak hanya berisi kisah-kisah para juugun ianfu. Dalam buku ini juga dilampirkan foto-foto terbaru juugun ianfu yang masih hidup hingga tahun 2010.9 Kemunculan buku ini bersamaan dengan film dokumenter berjudul Omdat wij mooi waren (Karena kami dulu cantik). Film ini disutradarai oleh Frank van Osch, dengan naskah yang ditulis oleh Hilde Janssen dan telah disiarkan di televisi Belanda pada 15 Agustus 2010. Film dokumenter ini berdurasi satu jam sembilan belas detik, disajikan dalam tiga bahasa, bahasa Belanda, bahasa Inggris, dan bahasa Jawa. Film ini bertajuk wawancara dengan para mantan juugun ianfu yang bercerita tentang pengalaman mereka selama menjadi seorang juugun ianfu 9
Jannsen, Hilde dan Jan Banning, Op.cit.
10
diselingi dengan harapan agar pemerintah segera bertindak atas keadilan bagi mereka. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah dan rumusan masalah yang yang akan dibahas dalam penelitian ini, kemudian dilanjutkan dengan tujuan penelitian serta ruang lingkup yang harus diambil untuk memberikan batasan dalam melakukan penelitian. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai landasan teori, metode penelitian, dan tinjauan pustaka yang digunakan sebagai landasan dalam penulisan penelitian. Diakhir bab I, akan dijelaskan mengenai sistematika penulisan penelitian, yang bertujuan untuk memudahkan pembaca memahami inti dari tiap bagian dari penelitian ini. Bab II berisi sejarah keberadaan juugun ianfu di Indonesia, meliputi awal mula didatangkannya juugun ianfu asal Cina dan Korea di wilayah Indonesia, dilanjutkan dengan tujuan pengadaan juugun ianfu Indonesia. Pada bagian ini akan dijelaskan tujuan dari pemerintah Jepang dalam hal pengadaan juugun ianfu. Setelah tujuan, maka akan dijelaskan berbagai cara yang digunakan untuk merekrut juugun ianfu, kemudian akan sedikit diceritakan mengenai kehidupan juugun ianfu selama berada di ianjo, dilanjutkan dengan berakhirnya juugun ianfu. Kemudian di akhir bab ini akan dipaparkan beberapa kesaksian dari mantan juugun ianfu. Pada bab III akan dijelaskan mengenai tanggapan pemerintah Jepang atas kasus juugun ianfu, dimulai dari awal terungkapnya kasus juugun ianfu Indonesia.
11
Kemudian dipaparkan beberapa fakta sejarah tentang kasus juugun ianfu yang masih menjadi pro dan kontra, seperti permintaan maaf yang dilakukan oleh pemerintah Jepang. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai pemberian dana bantuan beserta pengalokasian dana tersebut. Di akhir bab III akan sedikit diceritakan mengenai lembaga-lembaga yang membantu perjuangan nasib juugun ianfu baik dari Jepang maupun dari Indonesia. Pada bab IV dipaparkan hasil dari analisis penulis mengenai tanggapan pemerintah Jepang atas kasus juugun ianfu di Indonesia ditinjau dari teori dan sifat pemerintahan yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, akan dianalisis mengenai hubungan antara tanggapan pemerintah Jepang dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Kemudian akan dilakukan peninjauan terhadap sikap yang dilakukan oleh para mantan juugun ianfu keterkaitan LSM yang menaunginya. Dari analisis tersebut, maka akan diperoleh jawaban dari rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini. Pada bab terakhir, penulis akan menyimpulkan jawaban dari rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini dengan menganalisa peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.