BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri otomotif di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1970. Ketika itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung industri otomotif di Indonesia seperti
SK
Menteri
Perindustrian
No.307/M/SK/8/76,
SK
Menteri
Perindustrian
No.231/M/SK/11/78 dan SK Menteri Perindustrian No.168/M/SK/9/79, yang berisi tentang ketentuan keharusan menggunakan komponen buatan dalam negeri untuk perakitan kendaraan bermotor komersil. Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan serangkaian peraturan yang dikenal dengan sebutan Program Penanggalan. Kebijakan ini menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap kendaraan - kendaraan yang tidak menggunakan stamping parts yang diproduksi dalam negeri. Pada masa itu Pemerintah lebih memfokuskan pada kendaraan - kendaraan minibus dan komersial, salah satunya dengan memberikan keringanan pajak dan memberikan pajak yang tinggi kepada kendaraan - kendaraan seperti sedan. Memasuki era tahun 2000, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Otomotif 1999 yang bertujuan untuk mendorong ekspor produk otomotif, menggerakkan pasar domestik dan memperkuat struktur sektor otomotif dengan mengembangkan industri pembuatan komponen. Keran untuk mengimpor kendaraan secara utuh atau Completely Build Up (CBU) dibuka lagi, tidak seperti tahun – tahun sebelumnya dimana sangat sulit sekali untuk mengimpor kendaraan CBU. Adapun tujuannya dibukanya keran impor kendaraan CBU selain karena saat ini sudah masuk ke era pasar bebas, juga diharapkan agar mobil rakitan lokal atau Completely Knock Down (CKD) termotivasi untuk meningkatkan kualitas kendaraannya guna menghadapi serbuan
kendaraan CBU. Para pemain lokal tidak hanya berlomba – lomba meningkatkan kualitas tetapi juga menekan harga dengan cara memperbanyak jumlah komponen lokal yang terkandung di dalam kendaraan tersebut. Pesatnya perkembangan industri otomotif menyebabkan meningkatnya jumlah produk sejenis dengan berbagai merek di pasar. Dalam situasi persaingan ketat, maka keberadaan merek menjadi sangat penting karena merek merupakan representasi nilai yang ditawarkan sebuah produk kepada konsumen. Janita (2009) menyatakan merek menjadi sebuah kontrak kepercayaan antara perusahaan dan konsumen, karena merek menja min adanya konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen darinya. Persaingan pasar yang semakin ketat akan mempengaruhi perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Untuk dapat bertahan dalam persaingan yang ketat, maka produsen dituntut lebih memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan meningkatkan teknologi yang digunakan untuk mengembangkan produknya agar dapat mempertahankan loyalitas konsumennya. Seiring dengan kemajuan jaman, baik kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dilihat dari adanya inovasi- inovasi baru menyebabkan konsumen lebih selektif dalam melakukan pembelian. Dalam mempertahankan konsumen, suatu perusahaan harus menawarkan nilai yang tinggi untuk memuaskan dan membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Hur et al. (2011), perusahaan yang memimpin di suatu industri harus melakukan yang terbaik untuk mempertahankan pembelian yang bertambah dari konsumen setia mereka, sedangkan bagi perusahaan lain harus berjuang untuk mengurangi tingkat konsumen beralih merek dan membuat konsumen untuk berpindah dari merek pemimpin industri. Beberapa strategi yang ditempuh antara lain adalah dengan meluncurkan model baru, penyesuaian harga,
iklan dan promosi hingga membangun jaringan komunitas. Semua upaya perusahaan diarahkan untuk meningkatkan loyalitas konsumen, karena dengan konsumen yang loyal akan menghasilkan perilaku yang menguntungkan, seperti pembelian kembali di masa mendatang. Reichheld (1996) menyatakan bahwa loyalitas merupakan kunci utama dalam pemasaran karena nilai ini dianggap penting bagi setiap pebisnis ketika produk dapat diterima oleh konsumen secara luas. McAlexander et al. (2003) menyatakan bahwa pemasar perlu menekankan pada pentingnya meningkatkan kepuasan pelanggan untuk mencapai loyalitas. Dapat dikatakan bahwa loyalitas bersifat peka karena jika pelanggan puas dengan layanan perusahaan maka mereka akan setia, tapi akan berpindah jika mereka percaya bahwa mereka akan mendapatkan nilai lebih baik dari merek lain. Menurut situs www.kontan.co.id , tahun 2013 menjadi tahun yang manis bagi pabrikan otomotif roda empat. Gabungan Industri Kendaran Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan penjualan otomotif hingga tutup tahun 2013 sudah tembus lebih dari satu juta unit menjadi 1.229.901 unit atau tumbuh 11% dibanding penjualan 2012 yang mencapai 1.116.402 unit. Hasil tersebut menempatkan penjualan mobil di 2013 menjadi penjualan mobil terbesar selama enam tahun terakhir. Gambar 1.1 menunjukan data penjualan mobil di Indonesia pada tahun 2008-2013 berdasarkan merek - merek mobil yang telah memiliki kekuatan di pasar dan sudah memiliki pangsa pasar yang cukup besar.
Gambar 1.1 Penjualan Merek Mobil Indonesia 2008-2013
2008-2013 1,400,000 1,200,000
1,000,000 800,000
2008 2009
600,000
2010 2011
400,000
2012 200,000
2013
0
Sumber
: Pengolahan data ATPM anggota Gaikindo
Dari Gambar 1.1 terlihat bahwa penguasa pasar masih tetap dipegang pabrikan asal Jepang yakni PT. Toyota Astra Motor dengan merek Toyota. Penjualan Toyota sepanjang 2013 mencapai 434.232 unit atau tumbuh 7,1 % dari penjualan 2012 yang sebesar 406.026 unit. Alhasil, Toyota menguasai pasar mobil domestik sebesar 35,3 % dari total penjualan mobil nasional. Selama tahun 2008-2013 hanya pada tahun 2009 mengalami penurunan penjualan dan sisanya mengalami kenaikan yang signifikan. Berdasarkan gambar tersebut membuktikan
industri mobil di Indonesia terus berkembang dan merupakan bisnis yang cukup menjanjikan bagi produsen mobil. Agar produsen mobil dapat bertahan dan berkembang dalam kondisi pasar yang semakin kompetitif, produsen membutuhkan konsumen yang memiliki loyalitas merek yang tinggi. Schiffman dan Kanuk (2010) menyatakan bahwa definisi loyalitas merek yang umum dipakai oleh para pemasar adalah suatu bentuk sikap dan perilaku konsumen terhadap suatu merek. Konsumen akan memiliki preferensi terhadap satu merek meski banyak tersedia merek alternatif. Pengukuran sikap konsumen terhadap suatu merek menyangkut seluruh perasaan konsumen mengenai produk dan merek serta kecenderungan mereka untuk membeli produk dan merek tersebut. Pengukuran perilaku bergantung pada respon perilaku konsumen yang telah diberi sebuah stimulus yang bertujuan untuk mempromosikan produk atau merek alternatif. Mowen dan Minor (2001) menyatakan bahwa loyalitas merek dapat diartikan bahwa konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Untuk mendapatkan loyalitas konsumen diperlukan strategi yang lebih sulit dibandingkan menciptakan kepuasan konsumen. Oliver (1999) menyatakan bahwa untuk mencapai loyalitas tertinggi diperlukan adanya komunitas sosial sebagai perlindungan dari serangan persaingan. Adanya keunggulan produk dibanding produk pesaing mutlak dibutuhkan karena dapat menjadi daya tarik pertama dan utama bagi konsumen. Selanjutnya jika konsumen telah memiliki kepuasan atas produk tersebut, dibutuhkan dukungan dari lingkungan sosial konsumen yang dapat menahan keinginan konsumen untuk berganti pilihan konsumsinya ke produk lain. Kedua hal diatas pada akhirnya akan berpadu pada diri konsumen dan menciptakan tingkat loyalitas sebagai ultimate loyalty.
Menurut McAlexander et al. (2003), sebuah komunitas lahir dari kesatuan para anggota dan hubungan antar sesama anggotanya. Komunitas cenderung memiliki dasar yang sama dalam proses pengidentifikasiannya, seperti kesamaan tempat tinggal/lingkungan, hobi, pekerjaan, jabatan/kedudukan, tempat berkumpul, atau rasa setia terhadap suatu merek. Banyak komunitas yang terbentuk mengutamakan pada identifikasi merek; seluruh aktifitasnya disimboliskan dengan penuh arti terhadap merek tersebut. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan dan kepedulian serta bertukar informasi tentang perkembangan otomotif, khususnya merek kendaraannya. Saat ini perusahaan mulai menggunakan komunitas merek untuk tujuan strategis menjadi semakin dekat ke segmen pasar yang ditargetkan. Hal ini telah dikonfirmasi oleh Hur et al. (2011), bahwa para anggota komunitas merek menentukan agenda dan kegiatan spesifik antar anggota yang memiliki merek yang sama dan mereka saling bertukar informasi. Oleh karena itu, interaksi antara perusahaan dan komunitas merek sangat membantu bagi perusahaan untuk mengidentifikasikan karakteristik pelanggan dan kebutuhan yang lebih akurat sehingga perusahaan mampu mengelola hubungan jangka panjang terhadap pelanggan denga n biaya lebih rendah. Di Indonesia terdapat puluhan hingga ratusan klub mobil, baik jenis baru maupun lama yang menumbuhkan rasa solidaritas antar sesama pemilik merek mobil yang sama. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan dan kepedulian serta bertukar informasi tentang perkembangan otomotif, khususnya merek kendaraannya. Terdapat dua jenis terbentuknya suatu komunitas yakni komunitas yang dibentuk oleh perusahaan dan komunitas independen yang di bentuk oleh para konsumen tanpa campur tangan suatu perusahaan. Salah satu komunitas mobil
yang dibentuk oleh perusahaan merek Toyota di kota DIY adalah Nasmoco Club dan berikut ini adalah data tabel dari komunitas Nasmoco Club DIY tahun 2013. Tabel 1.1 Komunitas Nasmoco Club Kota DIY tahun 2014
Nama Komunitas Toyota Jogja Yaris Community (JYC) Altis Indonesia Community Chapter Jogja (ALTIC) Toyota Kijang Club Indonesia Chapter Jogja (TKCI) Toyota Soluna Vios Community Jogja (TSVC) Fortuner Community Jogja (42ner) Toyota Avanza Club Indonesia Chapter Jogja (TACI) Jogja Great Corolla Community (JGCC) Total
Jumlah Anggota 71 orang 25 orang 78 orang 15 orang 16 orang 4 orang 40 orang 249 orang Sumber : Nasmoco Club
Tabel 1.1 menunjukan daftar komunitas dari beberapa tipe mobil Toyota yang ada di kota DIY. Komunitas tersebut terdiri dari berbagai tahun produksi tipe mobil Toyota yang masih aktif sampai saat ini. Dari data tabel tersebut menunjukan bahwa ketertarikan konsumen terhadap produk cukup tinggi yaitu dibuktikan dengan terbentuknya beberapa komunitas Toyota. Peneliti mengambil objek penelitian komunitas Nasmoco Club yang merupakan komunitas dari merek mobil Toyota dibawah naungan PT. New Ratna Motor melalui Jaringan Nasmoco Grup selaku Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) wilayah Jawa Tengah dan DIY. Nasmoco Group aktif dalam membina hubungan dengan komunitasnya melalui Nasmoco Club yang terdiri dari beberapa komunitas tipe mobil merek Toyota. Nasmoco mengadakan beberapa
event yang berupa gala dinner komunitas, ramah tamah komunitas, bakti sosial bersama komunitas, launching produk baru, karnaval Nasmoco Club dengan mengundang komunitas yang tergabung dalam Nasmoco Club. Langkah ini dinilai oleh Nasmoco sebagai strategi yang tepat untuk mendekatkan hubungan dan mempertahankan loyalitas konsumennya.
1.2 Rumusan Masalah Beberapa literatur pemasaran menyebutkan bahwa kepuasan dan loyalitas terkait secara erat, tetapi pola hubungan antara keduanya berubah- ubah. Berbagai strategi dan program pemasaran telah dilakukan dan diimplementasikan oleh pemasar guna meningkatkan loyalitas, beberapa diantaranya adalah dengan pengadaan diskon, cash back, door prize, kupon voucher dan lain- lain. Beberapa jenis program seperti itu memang dibutuhkan tetapi belum cukup untuk meningkatkan loyalitas konsumen secara signifikan. Dan beberapa literatur lain juga belum menyebutkan secara pasti keterikatan hubungan kepuasan dan loyalitas dengan integrasi komunitas merek. Keberadaan komunitas merek di Indonesia bukan hal yang baru lagi dan selain itu, komunitas yang banyak terbentuk secara independen belum dimanfaatkan secara optimal oleh semua perusahaan mobil.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian dalam riset ini adalah: a. Apakah integrasi komunitas merek berpengaruh positif pada kepuasan? b. Apakah kepuasan berpengaruh positif pada loyalitas konsumen? c. Apakah integrasi komunitas merek berpengaruh positif pada loyalitas konsumen?
d. Apakah kepuasan memediasi dampak dari integrasi komunitas merek pada loyalitas konsumen?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah menguji pengaruh integrasi komunitas merek pada kepuasan, menguji pengaruh integrasi komunitas merek pada loyalitas merek, menguji pengaruh kepuasan konsumen pada loyalitas merek dan menguji apakah kepuasan memediasi pengaruh integrasi komunitas merek loyalitas merek. Loyalitas ditunjukkan dengan perilaku responden berlangganan tetap dan niat untuk pembelian kembali di masa datang.