1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Desa), menjadikan desa sebagai satu kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat desa.1 Pemerintahan desa yang dikepalai oleh kepala desa dipilih oleh masyarakat desa, sehingga pemerintahan desa bersumber pada masyarakat desa. Undang-Undang Desa disambut sebagai payung hukum untuk desa yang mandiri, sejahtera dan demokratis.2 Dalam perwujudannya dapat dilihat pemerintah bertindak selaku pembimbing dan pengayom masyarakat, sedangkan masyarakat berperan selaku agen-agen pembangunan desa yang berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pembangunan desa. Desa menjadi fenomena hangat untuk diperdebatkan terlebih setelah diundangkannya Undang-Undang Desa. Undang-Undang Desa tersebut desa diberi kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sesuai Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.3 Dalam penulisan ini ada bebarapa hal di pasal Undang-Undang desa yang menyoroti tentang pengawasan di Undang-Undang Desa. Pasal 78 ayat (2) misalnya menjelaskan bahwa pembangunan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan dan 1
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495). 2 Yulianto, ”Menteri Desa Mengapresiasi Masukan Ire”, http://www.ireyogya.org/id/news/menteridesa-mengapresiasi-masukan-ire.html, diakses 13 Maret 2015. 3 Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495).
2
pengawasan. Pasal 112 ayat (1) menguraikan pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota membina dan mengawasi penyelenggaran pemerintahan desa. Dan dijelaskan dalam Pasal 113 bahwa pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh pemerintah. Dalam penjelasan Undang-Undang Desa sendiri, pembangunan desa dan kawasan perdesaan terbagi menjadi dua bagian. Pertama, pembangunan desa dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa yang mengunakan pendekatan desa membangun. Kedua, pembangunan kawasan perdesaan yang merupakan pembangunan yang dirancang oleh pemerintah, kementerian/lembaga serta perlibatan karjasama antar pemerintah yang mengunakan pendekatan membangun desa partisipatif.4 Pada Tahun 2014, dengan dipilihnya presiden baru telah membentuk 34 kementerian yang tertuang dalam salinan Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabiner Kerja Periode Tahun 2014-2019.5 Dengan dipilihnya presiden bari telah membentuk kementerian baru dari 34 kementerian tersebut yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (selanjutnya disebut dengan Kementerian Desa). Pembentukan Kementerian Desa dibentuk sebagai komitmen pelaksanaan Undang-Undang Desa yang memiliki berbagai program terkait tentang desa. Dengan 4
Lihat Pasal 78 sampai 86 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495). 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019.
3
adanya kementerian tersebut diharapkan urusan desa ditangani oleh satu kementerian yaitu Kementerian Desa, Sebelum dibentuk Undang-Undang Desa, segala yang berkaitan dengan desa ditangani oleh Kementerian Dalam Negeri (selanjutnya disebut Kemendagri). Dalam Undang-Undang Desa tidak secara tegas diatur dibawah kementerian mana pengawasan desa. Tidak ada pasal induk maupun penjelas dalam UndangUndang Desa memuat, menyebutkan dan mengaturnya. Untuk itu dalam Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Tugas dan Fungsi Kabinet akan menjelaskan dan menguraikan masing-masing dari tugas kementerian termasuk urusan desa. Dalam Perpres tersebut hal-hal yang mengenai organisasi dan tata kerja Kemendagri sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) angka 6 belum terbentuk, maka Menteri Dalam Negeri memimpin dan mengkoordinasi penyelenggaraan seluruh urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri kecuali tugas dan fungsi di bidang desa.6 Hal ini menjelaskan bahwa pemerintahan tingkat desa sampai provinsi ditangani oleh Kemendagri. Untuk Kementerian Desa dalam Pasal 6 menguraikan hal organisasi dan tata kerja Kementerian Desa yang telah mana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) angka 26 belum terbentuk, maka Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memimpin dan mengkoordinasi.7
6
Lihat Pasal 1 ayat (1) angka 6 dan Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339). 7 Lihat Pasal 1 ayat (1) angka 26 dan Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339).
4
Pada tanggal 23 Januari 2015, Presiden mengeluarkan Perpres pembentukan Kementerian Dalam Negeri yaitu Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri dan pembentukan Kementerian Desa yaitu Perpres Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Dalam kelompok kementerian, Kemendagri termasuk Kementerian Kelompok I, sedangkan Kementerian Desa masuk dalam Kementerian Kelompok II.8 Kementerian Kelompok I dan II mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam
pemerintahan
untuk
membantu
Presiden
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan negera. Kelompok II merupakan kelompok yang dalam kementeriannya dapat berkoordinasi dan melaksanakan dukungan yang bersifat subtantif dengan kementerian lain terkait dengan program desa. Hal ini dapat dilihat dalam nama kementerian yang terdiri dari tiga bidang yaitu desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi. Namun
ternyata
dalam
Perpres
pembentukan
Kemendagri,
susunan
organisasnnya terdapat Ditjen Bina Pemerintahan Desa. Pasal 21 memuat Ditjen Bina Pemerintahan Desa yang mempunyai tugas dalam menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugasnya Ditjen ini mengawal
administrasi pemerintahan desa mulai di bidang fasilitasi penataan desa, penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa, pengelolaan keuangan desa dan
8
Lihat Pasal 2 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8).
5
aset desa, produk hukum desa, pemilihan kepaa desa, perangkat desa, pelaksanaan penugasan urusan pemerintahan kelembagaan desa, kerja sama pemerintahan, serta evaluasi perkembangan desa.9 Kementerian Desa dalam susunan organisasinya membentuk Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan. Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Pasal 9 Perpres pembentukan Kementerian Desa, mempunyai tugas dalam menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan, pengelolaan
pelayanan
sosial
dasar,
pengembangan
usaha
ekonomi
desa,
pemberdayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana dan prasarana desa dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.10 Pasal 12 dibentuk Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan kawasan perdesaan, pembangunan sarana/prasarana kawasan
perdesaan
dan
pembangunan
ekonomi
kawasan
perdesaan
dan
pembangunan ekonomi kawasan perdesaan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. 11 Dalam Undang-Undang desa dalam hal pembinaan dan pengawasan, bahwa pemerintah melakukan pembinaan dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan 9
Lihat Pasal 21 Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 12). 10 Lihat Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13). 11 Lihat Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13).
6
desa, serta urusan desa dalam pembangunan desa melputi perencanaan, pelaksaaan dan pengawasan. Hal ini sesuai dengan peraturan yang mengenai pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa yang tertuang dalam Permen Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintaan Desa, yang mana pengawasan desa meliputi administrasi pemerintahan desa dan urusan desa. Desa sekarang ini tidak semata hanya pergulatan kepentingan dalam kementerian. Namun untuk tujuan negara yang mana kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang dalam hal ini berfokus pada masyarakat desa. Undang-Undang Desa tidak hanya sekedar memberikan status dalam Negara Kesejahteraan Republik Indonesoa (selanjutnya disebut dengan NKRI) namun berbagai kegiatan dan program pemerintah yang membangun kawasan desa lebih makmur dan lebih sejahtera. Terlebih lagi pemberdayaan masyarakat desa yang berekonomi mandiri dan melestarikan berbagai adat istiadat milik leluhur bangsa yang ada di desa dan desa adat. Ketika dalam pembentukan Kemendagri dan Kementerian Desa terdapat Ditjen tentang desa dalam susunan organisasinya, maka pengawasan desa telah terbagi menjadi dua yang dilakukan oleh dua kementerian. Padahal dalam perpres tentang fungsi dan tata kerja kementerian telah jelas disebutkan masing-masing kinerja kementerian. Namun nyatanya dalam Kemendagri dan Kementerian desa telah juga membentuk produk hukum sebagai bentuk mengklaim bahwa urusan desa menjadi lingkup wilayah kewenangan mereka.
7
Untuk itu penulis akan mengkaji lebih dalam tentang pengawasan desa di bawah dua kementerian yaitu Kemendagri dan Kementerian Desa, yang melakukan analisis mendalam dalam pengawasan terbagi menjadi dua dan implikasi pengawasan desa tersebut ketika pengawasan desa berada di bawah dua kementerian guna membangun pembangunan desa yang lebih baik. B.
Rumusan Masalah 1. Mengapa pengawasan desa terbagi dalam dua kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi? 2. Bagaimana Implikasi pengawasan desa di bawah dua kementerian yaitu Menteri Dalam Negeri dan/atau Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi?
C.
Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengawasan desa di bawah dua kementerian, karena setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, ada lebih dari satu kementerian yang mengawasi desa. Kementerian tersebut adalah Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Oleh karena itu berdasarkan rumusan masalah yang ada diatas, maka penelitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui alasan pemerintahan membagi pengawasan desa menjadi dua kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
8
b. Untuk mengetahui implikasi pengawasan desa saat ini ketika pengawasan di bawah dua kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data-data yang berhubungan
dengan obyek
penelitian ini dalam rangka penyususnan penulisan hukum untuk menyelesaikan Program S2 (Strata II) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi penulis untuk mendalami bidang hukum yang berkaitan dengan desa. D.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk ilmu pengetahuan di bidang hukum tata negara. Penelitian ini menunjukkan gambaran pengawasan desa dibawah dua menteri setelah pembentukan kementerian desa yang baru. Tumpang tindih kewenangan dalam mengawasi pengelolaan desa diantara kedua kementerian tersebut masih menjadi polemik hingga saat ini. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dalam mengkaji Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur demikian dalam dua kementerian dengan pembentukan Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri, dan Perpres Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi, dan beserta peraturan lainnya yang tarkait untuk mendapat kejelasan tentang hal ini.
9
E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan pengetahuan penulis, penelitian ini belum pernah dan/ataupun studi mengenai pengawasan desa di bawah dua kementerian dalam negeri dan kementerian desa, pembanguan daerah tertinggal dan transmigrasi. Ada beberapa penulisan lain yang berkaitan dengan desa namun berbeda dengan penelitian ini: 1.
“Tata Kelola Desa: Isu-Isu Otonomi Desa, Demokrasi Desa dan Pemberdayaan Desa (analisis isi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa” oleh Dian Retnoningsih (Tesis Program Studi Magister Administrasi Publik Bidang Ilmu Sosial dan Politik). Rumusan masalah yang di paparkan adalah bagaimana prinsip-prinsip dasar tata kelola desa yang termuat pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dalam mengakomodasikan isu-isu mengenai otonomi desa, demokrasi desa dan pemberdayaan desa. Pertanyaan besar tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa pertanyaan sehingga dapat lebih tepat dan jelas, (a) Bagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memuat isu-isu otonomi desa?, (b) Bagaimana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memuat demokrasi desa?, (c) Bagaimana Undang-
10
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memuat isu-isu pemberdayaan desa?.12
Penulisan ini
menguraikan bagaimana
pemerintah melalui peraturan perundang-undangan mengakomodasi isu-isu otonomi desa, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat, dan menguraikan pengakuan terhadap otonomi desa menurut undangundang tersebut. 2.
“Demokrasi Desa di Era Otonomi Daerah: Studi Demokratisasi Desa dan Dinamika Politiknya di Era Otonomi Daerah” oleh Slamet Luwihono (Tesis Program Studi Sosiologi Jurusan Ilmu Sosial). Rumusan masalah mengfokuskan adanya dinamika perubahan regulasi desa dari sentralistis menuju desa yang otonomi berdasarkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Berawal dari adanya perubahan tersebut tesis ini memperoleh gambaran tentang gejala demokrasi. Desa kaitannya dengan penerapan otonomi desa di desa penelitian dan penjelasan terhadap gejala tersebut. Gejala demokrasi desa di era otonomi desa yang didalamnya juga tercermin dinamika politik politik desa menjadi fokus utama penelitian tesis ini adalah demokrasi desa di era otonomi berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
12
Dian Retnoningsih, 2012, Tata Kelola Desa: Isu-Isu Otonomi Desa dan Pemberdayaan Desa (Analisis Isi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Tesis, Pascasarjana Magister Addministrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11
Dari
permasalahan
tersebut
menguraikan
permasalahan:
(a)
Bagaimana proses dan dinamika politik penataan institusi demokrasi di desa yang terjadi di era otonomi daerah berdasarkan UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa, (b) Bagaimana partisipasi sosial-politik masyarakat desa dan peranan elite desa dapat memberikan kontribusi bagi demokratisasi desa di era otonomi daerah tersebut.13 Penulisan ini mendiskripsikan serta memberi penjelasan tentang gejala-gejala demokrasi desa dan dinamika politiknya yang meliputi relasi-relasi kekuasaan di desa antara eksekutif, legislatif dan masyarakat desa dalam proses menuju demokrasi tersebut. 3.
“Pelaku Organisasi dalam Peningkatan Kualitas Kerja Birokrasi (Suatu Studi Pada Direktorat Urusan Pemerintahan Daerah dan Direktorat Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah, Direktorat Jendral Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri) oleh Nur Wahyuni (Tesis Program Studi Magister Administrasi Publik). Penelitian ini mengkaji perilaku birokrasi dalam meningkatkan kinerja birokrasi di Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri. Penelitian ini mengfokuskan pada upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang perilaku organisasi dalam peningkatan kualitas kerja birokrasi yang efektif pada Direktorat Jenderal Otonomi
13
Luwihono, 2007, Demokrasi Desa di Era Otonomi Daerah:Studi Demokrasi Desa dan Dinamika Politiknya di Era Otonomi, Tesis, Pascasarjana Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
12
Daerah. Rumusan masalahnya adalah sejauh mana organisasi dalam peningkatan kualitas kerja birokrasi yang efektif pada Direktorat Urusan Pemerintahan Daerah dan Direktorat Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri. 14 Dengan demikian penelitian penulisan “Pengawasan Desa Di Bawah Dua Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi” belum ada. Untuk itu penulis mengangkat judul tersebut agar dapat mengkaji pengawasan desa di bawah kementerian mana antara desa dan dalam negeri., sehingga dapat mendiskripsikan urusan desa di bawah pengawasan kementerian yang mana.
14
Nur Wahyuni, 2013, Perilaku Organisasi dalam Peningkatan Kualitas Kerja Birokrasi (Suatu Studi Pada Direktorat Urusan Pemerintahan Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah, Direktorat Jendera Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Tesis, Pasca sarjana Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.