BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Kalimat ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 1 ayat (3). Negara berkewajiban untuk melindungi warga negaranya sebagaimana yang dibunyikan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban Dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hukum merupakan suatu elemen penting dalam sebuah negara. Konsep Hukum menurut Hans Kelsen, bahwa hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturanaturan (rules) tentang perilaku manusia.1 Dengan demikian hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal (rules), tetapi seperangkat aturan (rules) yang memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem. Konsekuensinya adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan satu aturan saja.2. Pada dewasa ini telah banyak kita jumpai aturan-aturan hukum dalam segala aspek seperti; aspek sosial,ekonomi, budaya, teknologi, lingkungan, dan lainnya. Aspek sosial menjadi fokus penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. Manusia sebagai makhluk sosial perlu bergaul dengan sesamanya dalam lintas hak hak yang sama serta wajib menjunjung tinggi nilai nilai hak asasi manusia agar kehidupan yang tentrm dan damai dapat terpelihara 1
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekretariat Jendral dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm. 13. 2 Ibid, hlm 15
dengan baik. Oleh karena itu manusia dibekali melakukan kegiatan manusia. Dalam melakukan usaha setiap manusia mempunyai hak yang sama. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi manusia”. Artinya hak-hak manusia tidak dibeda-bedakan dalam melakukan suatu kegiatan usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 350 Ayat (1) “Kepala daerah wajib memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Dalam hal ini pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pemberi izin bagi masyarakat yang ingin membuka usaha. Sejalan dengan perkembangan usaha di zaman sekarang ini yang semakin pesat, dan beragamnya kebutuhan manusia terhadap hiburan, maka munculah usaha hiburan di Kota Padang,
dalam
Peraturan
Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Nomor
PM.91/HK.501/MKP/2010 Tentang Tanda Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi Pasal 1 ayat (2) hiburan adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas bersantai dan melantai di iringi musik dan cahaya lampu dengan atau tampa pramuria. Hiburan karaoke merupakan suatu unit usaha yang dapat berbentuk badan usaha Indonesia berbadan hukum atau tidak berbadan hukum sesuai dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.91/HK.501/MKP/2010 Tentang Tanda Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Usaha identik dengan uang, barang dan jasa. Dalam usaha selalu ada pertukaran antara uang, barang dan jasa. Usaha juga dapat dihubungkan dengan beberapa aspek kehidupan antara lain : aspek hukum, aspek politik, ideologi, sosial budaya, pertahanan, keamanan. Terdapat berbagai jenis usaha yang mana pelaksanaannya harus diatur oleh pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah berupa izin tempat usaha atau izin gangguan dalam wujud surat izin tempat usaha. Izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam Hukum Administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku warga negara. Utrecht memberikan pengertian vergunning sebagai berikut : Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing–masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.3 Sedangkan menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang–undangan.4 Jadi dapat disimpulkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang – undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dalam hal perizinan terhadap usaha karaoke di Kota Padang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Dalam Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata bersisikan berbagai seperti pada Pasal 27 Paragraf 7 Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Permohonan Pendaftaran usaha reakreasi dan hiburan, Pasal 15 tentang Tahapan Pendaftaran Usaha Pariwisata, Pasal 65 Pelaporan Usaha Hiburan dan Rekreasi, Pasal 75 Tentang Pengawasan, Pasal 77 Tentang Sanksi Administrasi dan pada Pasal 83 berisikan Tentang Ketentuan Pidana. Dewasa ini bermunculan berbagai masalah terkait dengan adanya hiburan yang 3
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm167 Sadu Wasistiono, Esensi UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bunga Rampai, Jatinangor : Alqaprint, 2001, hlm 198 4
menjalakan usahanya tak sesuai dengan peraturan yang ada. Di Kota Padang sendiri merupakan salah satu kota yang mempunyai penduduk yang banyak dengan beragam latar belakang suku bangsa dan kebudayaan penduduknya. Maka dari itu, guna menghindara adanya oknum-oknum pemilik hiburan yang melakukan kegiatan usahanya yang dapat menimbulkan hal yang bertentangan dengan norma-norma sosial, agama maupun norma budaya di butuhkannya pengawasan terpadu oleh pemerintah. Pengawasan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan sewaktu-waktu kelapangan untuk memastikan kegiatan usaha dengan daftar usaha pariwisata. Maka dari itu untuk menghindari terjadinya permasalahan tempat usaha maka harus di berlakukan izin usaha. Peraturan terkait dalam pemberian izin usaha hiburan dan rekreasi sesuai Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata pada Pasal 12 ayat (1) menjelaskan bahwa Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi meliputi : a. Gelanggang olahraga: b. Gelanggang seni; c. Arena permainan; d. Hiburan malam; e. Panti pijat; f. Taman rekreasi; g. Karaoke; dan h. Jasa impresariat/promotor. Seperti usaha hiburan lainnya, usaha karaoke merupakan salah satu usaha yang membutuhkan pengawasan dalam pelaksanaan usahanya. Karaoke adalah jenis hiburan dengan
menyanyikan lagu-lagu populer dengan iringan musik yang telah direkam terlebih dahulu5. Seperti halnya hiburan lainya, usaha hiburan karaoke pun mempunyai dampak negatif terhadap norma yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut timbul karena dalam pelaksanaan kegiatan usahanya melakukan pelanggaran yang bertentangan terhadap Peraturan Daerah Kota Padang No 5 Tahun 2012. Pengertian karaoke terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Padang No 5 Tahun 2012, usaha karaoke adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas menyanyi dengan atau tanpa pemandu lagu. Dalam Peraturan Daerah Kota Padang No 5 Tahun 2012 Pasal 72 Tentang larangan dalam menjalankan usaha karaoke, klub malam, diskotik atau sejenisnya berisikan : Pengusaha yang menjalankan usaha karaoke, klub malam, diskotik atau sejenisnya, dilarang: a) Menyediakan tempat pemajangan (aquarium), foto, katalog pramuria atau pelayan; b) Beroperasi tanpa menggunakan peredam suara; c) Menyediakan tempat atau fasilitas yang memungkinkan terjadinya prostitusi atau perbuatan asusila; d) Menyediakan fasilitas tempat tidur atau sejenisnya; e) Menggunakan pintu yang tidak tembus pandang; f) Menyediakan toilet di dalam ruangan karaoke; g) Menerima tamu anak; atau h) Melakukan kegiatan yang dapat mengganggu pelaksanaan ibadah, keyakinan dan kepercayaan warga masyarakat. Melihat polemik yang terjadi di masyarakat tentang penyalahgunaan tempat hiburan karaoke dilihat dari contoh kasus yang terjadi dikota padang. Dari kasus tersebut diketahui 5
http://kbbi.web.id/karaoke, diakses pada hari rabu, tanggal 15 Juni 2016, pukul 14.00 WIB
bahwa “satuan polisi pamong praja (Satpol PP) Kota Padang Sumatera Barat pada tanggal 26 september 2011 Satpol PP telah mengamankan 2 orang penari striptis di salah satu tempat hiburan malam yaitu Fellas cafe jalan Diponegoro, Kota Padang. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang, Yadrison mengungkapkan bahwa dalam razia tempat hiburan malam dikota padang, yang salah satunya di Fellas cafe tersebut telah mengamankan 2 orang penari striptis di salah satu ruangan karaoke di cafe tersebut, dimana mereka tertangkap tangan sedang tidak memakai satu helai benangpun didepan 3 orang tamu laki-laki. Dari kesaksian 2 orang wanita yang disebutkan sebagai pelaku telah mengakui sudah bekerja di 2 cafe, yaitu di Fellas dan Happy Family. Pelaku mengatakan bahwa selain mereka mencari pelanggan sendiri, namun pihak cafe juga menyediakan jasanya apabila ada pelanggan yang meminta, dan dikenakan tarif per jam dan pihak cafe memperoleh persenan dari jasa pelaku. Dari kasus tersebut dapat dilihat adanya penyalahgunaan tempat hiburan karaoke yang di multifungsikan sebagai tempat prostitusi6 Hal ini menunjukan bahwa diperlukanya pengawasan secara ketat dan terstruktur oleh Pemerintah guna menangani oknum/pelaku usaha karaoke yang melanggar peraturan yang berlaku, sehingga menghindarkan masyarakat khususnya kaula muda dari perbuatan yang melanggara aturan hukum atau pun norma yang berlaku, baik norma sosial, norma adat, norma agama, maupun norma kesusilaan. Berdasarkan latar belakang diatas, yang juga melatar belakangi penulis untuk melakukan sebuah penelitian hukum dengan judul” PENGAWASAN USAHA HIBURAN KARAOKE OLEH DINAS KEBUDAYAAN PARIWISATA PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA PADANG”.
6
http://www.antaranews.com/berita/277236/satpol-pp-padang-amankan-penari-striptis, diakses pada hari rabu, tanggal 15 Juni 2016, pukul 14.00 WIB
B. Perumusan Masalah Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa saja yang tersedia, antara harapan dan capaian.7 Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan masalah sesuai dengan judul yang penulis ajukan diatas, yaitu : 1.
Bagaimana pengawasan usaha hiburan karaoke oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Padang ?
2.
Apa saja kendala dalam pengawasan usaha hiburan karaoke di Kota Padang dan bagaimana upaya mengatasinya ?
C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah kalimat pernyataan konkret dan jelas tentang apa yang diuji, dikonfirmasi, dibandingkan, dikolerasi, dalam penelitian.8 adapun tujuan penulis melakukan penelitian adalah : 1. Untuk mendapatkankan informasi tentang bagaimana pengawasan usaha hiburan karaoke oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Padang 2. Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam melakukan pengawasan terhadap usaha karaoke di Kota Padang D. Manfaat Penelitian
7
Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm 104.
8
Ibid., hlm 104
1. Manfaat secara teoritis Penelitian ini secara khusus bermanfaat bagi penulis yaitu dalam rangka menganalisa dan menjawab keinginan penulis terhadap perumusan masalah dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga member kontribusi pemikiran dalam menunjang perkembangan ilmu hukum khususnya hukum administrasi Negara. 2. Manfaat secara praktis a. Meberikan kontribusi serta manfaat bagi individu, masyarakat, maupun pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi pihak-pihak yang menjalankan usaha hiburan Karaoke tersebut. b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat dalam menghadapi persoalan mengenai pelaksanaan pengawasan pengelolaan hiburan Karaoke.. E.
Metode Penelitian Dalam kegiatan penyusunan proposal ini dibutuhkan data yang konkret, jawaban yang ilmiah sesuai dengan data dan fakta yang ada dilapangan dan data yang berasal dari kepustakaan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya, oleh karan itu penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut 1. Pendekatan Masalah. Berdasarkan judul penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis sosiologis ( empiris ), yaitu membandingkan norma – norma yang ada dengan fakta – fakta yang ada dilapangan sesuai dengan penelitian yang dilakukan penulis. 2. Sifat penelitian – Deskriptif
Dalam penelitian ini, analisis data tidak keluar lingkungan sample. Bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data lain.9 3. Jenis dan Sumber Data a. Data primer Dalam kegiatan pengumpulan data ini penulis menggunakan teknik wawancara. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan intervivew guide ( panduan wawancara).10 b. Data Sekunder 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum Primer, yaitu bahan–bahan hukum yang mengikat diperoleh dengan mempelajari semua peraturan meliput : Peraturan Perundang– undangan, konvensi dan peraturan terkait lainnya berhubungan penelitian penulis.11 Bahan–bahan hukum yang digunakan antara lain : a) Undang-Undang Dasar 1945. b) Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. 2) Bahan Hukum Sekunder Sugono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 36-37. Moh Nazir, Metode Penelitian, Gahalia, Bogor, 2009, hlm 193-194. 11 Soejorno Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm 52. 9
10
Bahan hukum sekunder, bahan penelitian yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer yang bersumber dari:12 a) Buku–buku. b) Tulisan ilmiah dan Makalah. c) Teori dan pendapat para pakar. d) Hasil penelitian yang sebelumnya maupun seterusnya. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : a) Kamus - kamus Hukum. b) Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini, penulis menempuh wawancara dan studi dokumen a. Teknik Wawancara Wawancara dilakukan penulis adalah wawancara yang tidak terstruktur. Maksudnya,
penulis
dalam
melakukan
wawancara
bebas
mengajukan
wawancara kepada responden yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan dalam penulisan proposal ini. Dalam melakukan wawancara ini, penulis mengambil sampel dari teknik purposive sampling. Purposive sampling diterapkan apabila penulis benar–benar ingin menjamin, bahwa unsur–unsur yang hendak ditelitinya masuk kedalam sampel yang ditariknya. Untuk itu maka
12
Ibid., hlm. 52.
dia menetapkan syarat–syarat tertentu dari sample.13 Wawancara dilakukan di kantor dinas terkait.. b. Studi Dokumen Studi dokumen adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip–arsip dan termasuk juga buku–buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum–hukum dan lain–lain yang berhubungan dengan masalah pengawasan. Dalam penelitian kualitatif tekhnik ini berfungsi sebagai alat pengumpulan data utama, karena pembuktian hipotesanya dilakukan secara logis dan rasional melaui pendapat, teori atau hukum–hukum yang diterima kebenaranya, baik yang menolak maupun yang mendukung hipotesa tersebut.14 5. Pengelolaan dan analisis data a. Pengelolan data Sebelum melakukan analisis data, data yang ditemukan dan dikumpulkan dilolah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengoreksian terhadap data yang didapat baik itu temuan–temuan di lapangan maupun data–data yang berasal dari buku maupun aturan– aturan hukum. Cara pengolahan data tersebut antara lain, editing adalah kegiatan yang dilakukan penulis yakni memeriksa kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasanya, konsistensinya, jawaban atau informasi, relevansinya bagi peneliti, maupun keseragaman data yang diterima atau didapatkan oleh penulis.15 Kemudian dengan cara analisis data, setelah data yang diperoleh tersebut diolah, maka selanjutnya penulis menganalisis data tersebut secara kualitatif, Soerjo Soekanto, op. cit., hlm. 196. Handari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Social, Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta, 1991, hlm.113. 15 Soejorno Soekarto, op. cit.,hlm. 264. 13 14
yaitu analisis dengan mempelajari hasil penelitian dan seterusnya dijabarkan serta di susun secara sistematik dalam bentuk karya ilmiah berupa proposal penelitian.