BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi sepanjang hayat untuk memajukan kehidupan manusia itu sendiri. Pendidikan utamanya juga memiliki peran yang penting dalam pembangunan Nasional Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang tujuan Pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selaras dengan tujuan yang akan dicapai tersebut maka diperlukan suatu pengelolaan dalam pengembangan kurikulum, inovasi pelaksanaan pembelajaran, dan sarana prasarana. Penerapan kurikulum merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Kurikulum di Indonesia selalu mengalami perubahan dan perkembangan mengikuti perkembangan dan perubahan zaman. Namun, perubahannya tetap mengacu pada tujuan nasional dan prinsip Pancasila. Pada tahun ajaran 2006/2007 kurikulum yang berlaku adalah kurikulum KTSP yang kemudian digantikan kurikulum 2013 pada awal tahun ajaran 2014/2015, namun pada tahun ajaran 2015/2016 kurikulum 2013 diberhentikan dan akan diberlakukan kembali pada tahun ajaran 2019/2020 hal ini tercantum di dalam
Permendikbud
No.160/2014
mengenai
penghentian
implementasi
kurikulum 2013 dan pengembalian penerapan kurikulum KTSP. Kurikulum 2013
1
akan diberlakukan secara serentak pada tahun ajaran 2019/2020. Beberapa sekolah yang telah siap tidak perlu menunggu hingga akhir tahun 2020, penerapan prinsip-prinsip dalam kurikulum 2013 juga bisa diterapkan sebagai persiapan pelaksanaan kurikulum. Salah satu persiapan yang terpenting yaitu persiapan yang dilakukan oleh guru. Guru adalah pekerjaan profesional. Seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap sesuai dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran (Wina Sanjaya, 2008: 274). Guru perlu mengembangkan perangkat pembelajaran secara mandiri dengan disesuaikan pada karakteristik siswa, namun di beberapa sekolah guru mengalami kesulitan dalam membuat perangkat pembelajaran yang model pembelajaran yang mengaktifkan kegiatan siswa tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Heri Retnawati (2016: 45) yang menyebutkan bahwa guru mengalami beberapa kesulitan dalam penerapan kurikulum 2013, salah satunya kesulitannya pada pembuatan perangkat pembelajaran. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada guru matematika SMP N 1 Turi menyatakan bahwa perangkat pembelajaran sudah dirancang sendiri oleh guru dengan memadupadankan perangkat yang diperoleh dari MGMP.
Guru
juga
menyatakan
belum
mengembangkan
LKS
untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. LKS yang digunakan lebih
2
banyak berisi latihan soal. Selain itu LKS yang ada tidak dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran tertentu. Padahal model pembelajaran dalam suatu LKS merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran, termasuk pada pembelajaran matematika. Mata pelajaran matematika diberikan dengan tujuan agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh sebagai mana disampaikan oleh Depdiknas Tahun 2006. Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki siswa. Berdasarkan penelitian oleh Ariyadi Wijaya (2014: 2) yaitu pada analisis kesalahan siswa pada saat mengerjakan soal PISA “This finding indicates that low performing students might already get stuck in the early stages of the modeling process and are unable to arrive in the stage of carrying out mathematical procedures when solving a context-based task” diketahui bahwa sebagian siswa masih rendah dalam menyelesaikan masalah pada soal PISA. Siswa kesulitan pada tahap awal saat pemodelan matematika, sehingga tidak sampai pada tahap melaksanakan prosedur penyelesaian masalah berbasis konteks. Demikian pula halnya dengan observasi yang dilakukan peneliti di SMP N 1 Turi kelas VIII menunjukkan bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam menyelesaikan masalah, hal ini ditunjukkan dengan sikap siswa yang mana pada saat mengerjakan soal rutin siswa cenderung lancar mengerjakan, namun setelah diberikan soal tidak rutin berupa soal pemecahan masalah siswa masih
3
kebingungan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini diketahui berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Turi pada bulan Agustus-September 2015. Guna memaksimalkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan sebagai upaya mencapai tujuan mata pelajaran matematika pada Depdiknas Tahun 2006, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif agar tujuan pembelajaran matematika bisa tercapai secara efektif pula. Salah satu model yang efektif untuk pembelajaran yaitu model Inquiry. Model Inquiry tidak hanya mengutamakan penyelidikan, namun juga berorientasi pada penyelesaian masalah melalui fasefasenya. Seperti yang dikatakan Jenifer Stepanek (2001: 4), model Inquiry merupakan model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga siswa lebih banyak belajar sendiri dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Model Inquiry terdiri dari berbagai macam, salah satunya yaitu Guided Inquiry. Moh. Amin (1987: 37-38) menyatakan bahwa model Pembelajaran Guided Inquiry memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif, siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan. Peran guru dalam pembelajaran ini lebih sebagai pemberi bimbingan, arahan jika diperlukan siswa, siswa dituntut bertanggung jawab penuh terhadap proses belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa agar tidak mengganggu proses belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika SMP
4
N 1 Turi didapatkan bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru (Teacher Centered) terlihat dari siswa masih pasif saat pembelajaran berlangsung. Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 materi pembelajaran pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi beberapa materi, salah satunya yaitu materi geometri. Pada jenjang kelas VIII semester II termuat SK dan KD yang berkaitan dengan materi bangun ruang sisi datar. Materi bangun ruang sisi datar ini sangatlah penting sebagai materi prasyarat materi selanjutnya berkaitan dengan bangun ruang sisi lengkung. Namun demikian, hasil ujian tahun 2014/2015 daya serap siswa pada materi bangun geometris masih rendah dibandingkan dengan materi yang lain. Hal ini dapat terlihat pada tabel daya serap terhadap materi dibawah ini. Tabel 1.Daya Serap Materi Tahun 2014/2015 No Kemampuan yang diuji Kota/Kab. Prop 1 Operasi Bilangan 65.36 63.30 2 Operasi Aljabar 59.97 58.00 3 Bangun Geometris 57.02 55.19 4 Statistika dan Peluang 64.49 63.87
Nas 60.64 57.28 52.04 60.78
Demikian pula pada siswa SMP N 1 Turi mengalami kesulitan pada materi bangun ruang sisi datar ini. Pada saat wawancara dengan guru SMP N 1 Turi, guru menyatakan bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan pada materi bangun ruang sisi datar ini. Berdasarkan uraian dan permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan pengembangan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry pada materi bangun ruang sisi datar kelas VIII SMP. Harapannya perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, sehingga siswa lebih mudah memahami materi bangun ruang sisi datar.
5
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, berikut dapat ditarik beberapa identifikasi masalah yang muncul yaitu : 1. Perangkat pembelajaran yang digunakan masih belum memfasilitasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran. 2. Kemampuan pemecahan masalah masih belum optimal. 3. Siswa masih kurang terlibat aktif dalam pembelajaran. 4. Materi bangun ruang sisi datar yang masih sulit diterima siswa. C. Pembatasan Masalah Permasalahan dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar Kelas VIII SMP. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kevalidan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar Kelas VIII SMP ? 2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar Kelas VIII SMP ?
6
3. Bagaimana keefektifan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar Kelas VIII SMP ? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Mendeskipsikan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar Kelas VIII SMP yang valid. 2. Mendeskipsikan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar Kelas VIII SMP yang praktis. 3. Mendeskipsikan perangkat pembelajaran dengan model Inquiry untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi bangun ruang sisi datar Kelas VIII SMP yang efektif. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru dan peneliti yaitu untuk : 1. Bagi Siswa Siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah pada materi bangun ruang sisi datar dalam pembelajaran matematika.
7
2. Bagi Guru Memberikan informasi tentang perangkat pembelajaran yang valid, praktis dan efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan model Inquiry. 3. Bagi Peneliti Memberikan inspirasi dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model lain, untuk memfasilitasi kemampuan yang lain dan materi yang berbeda.
8