BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10, bahwa peningkatan untuk pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui sembilan macam kegiatan, diantaranya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya pengamanan dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan dilakukan secara berhasil guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI, 1992). Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008). Semakin berkembangnya teknologi, produksi instan sangat digemari oleh masyarakat karena mudah, cepat dan murah. Inilah salah satu faktor pemicu semakin berkembang dan dibutuhkannya bahan tambahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari pengawet sampai pemberi aroma dan
pewarna.
Berkembangnya
bahan
tambahan
pangan
mendorong
pula
perkembangan hasil olahan pabrik yakni bertambah aneka ragam jenisnya serta
Universitas Sumatera Utara
ragam cita rasanya. Disamping itu penggunaan bahan tambahan pangan perlu diwaspadai baik oleh produsen maupun konsumen karena dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama (Saparinto, 2006). Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan yang dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan Makanan. Akan tetapi sering sekali terjadi penyalahgunaan
pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan
pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga karena harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna untuk pangan. Disamping itu warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik (Yuliarti, 2007). Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual ditoko, warung, dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan bahan pewarna. Warna ini biasanya disesuaikan dengan rasa yang ingin ditampilkan pada produk. Secara umum, bahan
Universitas Sumatera Utara
pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terbagi atas pewarna sintestis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Kadang-kadang, pengusaha yang nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan untuk memberikan warna pada makanan. Misalnya penggunaan Rhodamin B yang sering digunakan untuk mewarnai terasi, kerupuk, dan minuman sirup. Penggunaan pewarna jenis ini tentu saja dilarang keras karena bisa menimbulkan kanker dan penyakit lainnya. Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan harus dibatasi jumlahnya karena setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan efek (Aminah, 2009). Beberapa makanan dan minuman yang keamanan pangannya masih diragukan adalah makanan dan minuman yang dijual oleh pedagang kaki lima dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food Asosiation Organization) makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima ialah makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Soleh (2003) terhadap 25 sampel makanan dan minuman jajanan yang yang beredar di kota Bandung, terdapat 5 sampel yang positif mengandung Rhodamin B dari 251 jenis minuman yang diperiksa di Bogor sebanyak 14,5% mengandung Rhodamin B (Yuliarti, 2007). Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM pada 195 Sekolah Dasar di 18 propinsi, di antaranya Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, dan Denpasar sebanyak 861 sampel yaitu minuman ringan, es sirup, saos, kerupuk dan makanan gorengan. Hasil uji analisis menunjukan bahwa 46
Universitas Sumatera Utara
sampel minuman sirup megandung Amaranth, dan 8 sampel minuman sirup dan minuman ringan mengandung Methanil yellow ( Cahyadi, 2008). Penggunaan pewarna buatan dapat menyebabkan gangguan kesehatan apabila melebihi batas yang telah ditentukan seperti dapat menyebabkan tumor, hiperaktif pada anak-anak, menimbulkan efek pada sistem saraf, alergi dan dapat menimbulkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah, gangguan pencernaan, dan penggunaan dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kanker ( Yuliarti, 2007). Salah satu produk makanan dan minuman yang paling sering ditambahkan dengan zat pewarna adalah sirup. Pasar Aksara merupakan pasar tradisional yang ramai dikunjungi masyarakat dan banyak menjual sirup buatan lokal maupun nasional. Dengan demikian, penulis tertarik untuk meneliti zat pewarna buatan yang terdapat pada sirup yang dijual di Pasar Tradisional Aksara Kota Medan Tahun 2010. 1.2. Perumusan Masalah Tingginya penggunaan bahan tambahan pangan seperti zat pewarna dalam makanan dan minuman menyebabkan masih banyaknya penyalahgunaan pemakaian zat pewarna dalam bahan makanan khususnya sirup. Dengan demikian, yang menjadi perumusan masalah adalah apakah zat pewarna buatan yang terdapat pada sirup yang dijual di Pasar Tradisional Aksara Kota Medan tahun 2010 sesuai dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui penggunaan zat pewarna buatan pada sirup yang dijual di Pasar Tradisional Aksara Kota Medan tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui jenis zat pewarna buatan pada sirup yang dijual di pasar Tradisional Aksara apakah diizinkan atau tidak, berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. 2. Untuk mengetahui kadar zat pewarna buatan pada sirup yang dijual di pasar Tradisional Aksara memenuhi syarat kesehatan atau tidak, berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM tentang pemakaian zat pewarna buatan pada sirup dalam hal program pengawasan makanan yang beredar di pasaran. 2. Memberikan informasi dalam upaya peningkatan pengetahuan bagi masyarakat selaku konsumen di dalam memilih sirup yang akan dibeli. 3. Menambah wawasan berpikir bagi peneliti terutama yang berhubungan dengan penggunaan pewarna buatan pada sirup.
Universitas Sumatera Utara