BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan merupakan serangkaian usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana serta berkelanjutan yang dilaksanakan oleh suatu bangsa dengan harapan membawa perubahan dan pertumbuhan guna mempercepat modernisasi kehidupan bangsa dalam rangka pencapaian tujuan akhir bangsa tersebut. Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional dewasa ini, maka nampak bahwa pemerinthah menitik-beratkan pada usaha meningkatkan aktivitas pembangunan di sektor pedesaan yang mempunyai nilai strategis dalam konteks pembangunan nasional karena kenyataannya sebahagian besar penduduk Indonesia bermukim di pedesaan yang merupakan potensi sumbersumber manusiawi, di samping potensi sumber-sumber kekayaan alam. Dengan kenyataan bahwa
70% penduduk Negara adalah bermukim
di desa-desa dengan keadaan dan kondisi senyatanya saat ini masih termasuk dalam keadaan “tertinggal” pada hampir di segala bidang, maka upaya pembangunan dan pemberdayaan Desa-desa merupakan langkah penting yang harus dilakukan dan di tingkatkan dengan cermat dan efektif. Hal ini terkait pula dengan tuntutan dan kebutuhan yang tidak dapat di hindarkan bahwa seluruh Bangsa Indonesia mau tidak mau dan mampu tidak mampu harus menghadapi era globalisasi, era komunikasi, informasi dan teknologi yang terus melanda dunia termasuk Indonesia dengan pelaksanaanya yang semakin menigkat dan semakin canggih.
Upaya-upaya pembangunan dan pemberdayaan desa tersebut telah dilaksanakan oleh pemerintah. Upaya tersebut seperti dilakukan pengaturan kembali tentang desa yang mana semula diatur dalam penjelasan UUD 1945, sekarang sudah diatur dalam pasal tersendiri yaitu Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. (Soewito,2007 : 14) Ketentuan Pasal 18B ayat (2) tersebut dengan tegas menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati keberadaan desa-desa atau sebutan lain sesuai dengan kondisi sosial masyarakat setempat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat istiadat setempat atau berdasarkan hak ototnomi asli ,namun tetap dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bunyi pasal 18B ayat (2) ini jelas bahwa pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap desa ini yaitu Negara memberikan otonomi seluas-luasnya terhadap pelaksanaan roda pemerintahan desa tersebut. (Soewito, 2007:14) Dengan
berlakunya
otonomi
tersebut,
kerangka
perencanaan
pembangunan desa tersebut mengalami perubahan yang dulunya perencanaan pembangunan bersifat top-buttom pada era orde baru, berubah menjadi buttom-up yang dimulai pada era reformasi hingga sekarang. berlakunya otonomi tersebut juga telah mengembalikan desa-desa diseluruh Indonesia pada identitas aslinya yang pada era orde baru diseragamkan.
Dengan
berlakunya otonomi tersebut maka kembalilah desa-desa di provinsi NAD ini kedalam bentuk gampong (Qanun No.5 tahun 2003/ UU Syari’at Islam ). Selain upaya kejelasan di dalam pengaturan desa ini pemerintah juga menciptakan program-program pembangunan desa. Diantaranya seperti Inpres
Desa Tertinggal (IDT) dan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P4DT) dan program-program pembangunan lainnya. Di Desa keupok nibong, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara terdapat banyak program-program pembangunan desa baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan pemberdayaan masyarakat desa. Salah satu program pembangunan yang diangkat penulis pada kesempatan kali ini adalah Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM). Program P2FM ini meliputi 3(tiga) kegiatan yaitu: kegiatan penggemukan sapi fakir miskin, Kegiatan bantuan Sarana Lingkungan (Sarling), kegiatan Bantuan Bahan Rumah (BBR). Dan unutk mempersingkat waktu penelitian penulis hanya berfokus pada kegiatan P2FM-BBR. Penulis memilih program P2FM-BBR dikarenakan menurut penulis suatu program akan mudah diukur tingkat keefektivannya apabila program tersebut
sudah
selesai
dilaksanakan
dibandingkan
dengan
program
pembangunan yang masih dalam tahap perencanaan atau sudah dalam tahap pelaksanaan tetapi belum selesai dilaksanakan karena adanya suatu kendala tertentu. Dan sebagaimana kita ketahui bahwasanya pada penelitian ini kita ingin melihat seberapa besar pengaruh kemampuan aparatur terhadap efktivitas
pelaksanaan
program/kegiatan
yang
program dipilih
pembangunan
adalah
desa,
program/kegiatan
tentunya
yang pihak
pelaksananya adalah aparat desa bukan pihak luar (swasta). Untuk itu menurut penulis program/kegiatan P2FM inilah yang memenuhi kriteria yang disebut diatas disbanding program/kegiatan yang lainnya.
Pada prinsipnya pelaksanaan program pembangunan desa merupakan sutau proses yang semestinya dilaksanakan secara baik dan terorganisir di setiap desa agar Efektivitas pelaksanaan program pembangunan dapat tercipta. Namun pada umumnya keadaan dan kondisi organisasi dan manajemen desa masih dalam keadaan lemah dan perlu ditingkatkan kualitas dan kapasitasnya serta kemampuan Aparatur pemerintahan Desa tersebut ditambah lagi dengan para tokoh/pemuka masyarakat dan para stakeholder atau pemangku kepentingan lainnya dalam menerima aspirasi masyarakat,menganalisa dan permasalahan yang dihadapi dan kemudian menyusun perencanaan desa secara partisipatif, pelaksanaan dan sistem evaluasi dan tindak lanjutnya yang berkesinambungan masih perlu ditingkatkan. Sebagaimana Schumacher (dalam Wasistiono 2006 :41) menyatakan bahwa persoalan pokok yang dihadapi negara-negara berkembang terletak pada dua juta desa yang miskin dan terbelakang. Schumacher berpendapat bahwa selama beban hidup di pedesaan tidak dapat diringankan, masalah kemiskinan di dunia ini tidak dapat diselesaikan, dan mau tidak mau pasti akan lebih buruk. Selanjutnya shcumacher juga mengemukakan bahwa dari berbagai sebab kemiskinan, faktor-faktor material seperti kekurangan kekayaan alam, atau tak ada modal, tak cukup prasarana hanya merupakan sebab ke dua saja. Sebab-sebab uatamanya adalah kekurangan dibidang pendidikan, organisasi dan disiplin. Dari pandangan Schumacher sebagimana dikemukakan di atas, dapat diketahui adanya tiga sebab utama kemiskinan di pedesaan yang ternyata
berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia serta wadah keja sama antar mereka. Kualitas sumber daya manusia ini dapat dilihat dari kemampuan aparatur pemerintahan desa tersebut. Walaupun desa tersebut tersedianya sumber daya alam dan modal yang cukup, belum tentu dapat menjamin desa tersebut bisa berkembang jika kemampuan aparaturnya masih dikategorikan rendah. Karena kemampuan aparatur mempunyai pengaruh yang besar dalam pengelolaan sumber daya dan modal tersebut. Berdasarkan gambaran latar belakang maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: PENGARUH KEMAMPUAN APARATUR
TERHADAP
EFEKTIVITAS
PELAKSANAAN
PROGRAM PEMBANGUNAN DESA (Studi Tentang program Bantuan Bahan Rumah-Program Pemberdayaan Fakir Miskin (BBR-P2FM). B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : Seberapa besar pengaruh kemampuan aparatur terhadap efektivitas pelaksanaan program BBR-P2FM di desa Keupok Nibong kec. Nibong, Kab. Aceh Utara ini? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kemampuan aparatur dalam melaksanakan program pembangunan desa di Desa Keupok Nibong, Kec. Nibong, Kab.Aceh Utara.
2. Untuk mengetahui Efektivitas pelaksanaan program pembangunan di Desa Keupok Nibong, Kec. Nibong, Kab. Aceh Utara. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kemampuan aparatur terhadap efektivitas pelaksanaan program pembangunan di Desa Keupok Nibong, Kec. Nibong, Kab. Aceh Utara. D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis bermanfaat untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan yang dihadapi di lapangan. 2. Bagi pemerintah Desa Keupok Nibong, Kec.Nibong, Kab. Aceh Utara dapat dijadikan sebagai acuan dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan program pembangunan desa. 3. Bagi FISIP-USU bermanfaat dalam memperkaya bahan referensi ilmiah di bidang Ilmu Administrasi Negara khususnya dan Ilmu sosial pada umumnya. E. KERANGKA TEORI 1. Kemampuan Aparatur A. Pengertian Kemampuan Aparatur Menurut Gibson (1994 : 54) bahwa kemampuan adalah sifat yang dibawa sejak lahir atau yang dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya. Menurut Davis (dalam Tjokroamadjojo, 1989 : 4) menjelaskan pengertian kemampuan sebagai “it is generally accepted that
knowledge and one’s skill in applying it constitute the human trait called capability (biasanya diakui bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam penerapannya menjadi sifat manusia tersebut, disebut kemampuan). Sehubungan dengan konsep kemampuan aparatur, Miftah Toha (1980:37) berpendapat kemampuan merupakan salah satu unsur yang berkaitan dengan pengetahuan atau ketrampilan yang dapat diperoleh pegawai melalui pendidikan dan latihan atau pengalaman kerja. Dari pendapat di atas dapatlah dimengerti bahwa kemampuan aparat merupakan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dalam melaksanakana suatu tugas/pekerjaan atau tersedianya modal pada diri seseorang pegawai yang berpotensi memiliki skill, pengetahuan atau pengalaman yang memungkinkan seseorang itu berbuat melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien. Suatu pekerjaan pemerintah sekalipun tidak efisien dalam arti input dan output tetapi tercapai tujuan itu adalah efektif. Sebab mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepentingan masyarakat banyak baik politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Dengan demikian berhasil atau tidaknya suatu kegiatan yang dilaksanakan akan sangat tergantung pada manusia sebagai pelaksana atau kemampuan aparatur pemerintah desa itu sendiri. Sedangkan efisiensi menunjukan kemampuan aparatur pemerintahan desa didadalm menjalankan tugasnya secara berdayaguna dan berhasil guna. Pembangunan aparatur negara diarahkan untuk meningkatkan kualitas aparatur Negara yang lebih baik, memiliki sikap dan prilaku yang lebih
berintikan pengabdian, tanggung jawab, disiplin, keadilan dan kewibawaan sehingga dapat memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat. Sejalan dengan itu, perlu jajaran dan perangkat aparatur negara sehingga terlaksana penyelenggaraan administrasi Negara yang bersih, berwibawa, efisien dan efektif. Keampuan aparatur sangat tergantung pada pengetahuan dan ketrampilan/ kecakapan, adapun tingkat pengetahuan ini bisa dilihat melalui (Toha,1980:37) : a. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh. b. Pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan dan penataran. c. Pengalaman kerja. Sedangkan pada tingkat kecakapan / ketrampilan biasa dilihat melalui : a. Cara pelaksanaan kerja b. Ketepatan waktu dalam pelaksanaan kerja c. Hasil yang dicapai. (Toha, 1980:37) Selain tergantung pada pengetahuan dan ketrampilan tentunya kemampuan aparatur didalam melaksanakan tugas juga harus dibarengi dengan sifat dapat dipercaya (kredibility) dan koordinasi yang baik. Mengingat tugas-tugas aparatur semakin kompleks dan rentan terhadap penyelewengan. Untuk itu kejujuran dan koordinasi yang baik diperlukan. Sebagaimana dikemukakan Echols dan shadily, kredibility merupakan keadaan dapat dibercaya yang berasal dari kata Credible yang artinya dapat
dipercaya. Keadaan ini dapat dibangun sifat jujur tentunya dan menurut Albert Hendra Wijaya (dalam Siu Tao, http://www.siutao.com) bahwa jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik, atau, lainnya. Mengingat aparat pemerintah didalam melaksanakan tugas sangat rentan terhadap penyelewengan,maka aparat pemerintah diharuskan bersikap jujur agar mendapat kepercayaan dari masyarakat (kredibilitas). Sedangkan koordinasi menurut menurut James D. Mooney (dalam Sutarto,141:1993) merupakan pengaturan usaha sekelompok orang secara teratur
untuk
menciptakan
kesatuan
tindakan
dalam
mengusahakan
tercapainya suatu tujuan bersama. Dan menurut Leonard D. White (dalam Sutarto,141:1993) koordinasi adalah penyesuaian diri dari bagian-bagian satu sama lain , dan gerakan serta pengerjaan bagian-bagian pada saat yang tepat sehingga masing-masing dapat memberikan sumbangan yang maksimum pada hasil secara keseluruhan.
Dari kedua pengertian diatas, maka dapat diambil inti sari dari koordinasi adalah sebagai berikut (Sutarto, 145:1993): a. Koordinasi berintisarikan kesatuan tindakan atau kesatuan usaha b. Koodinasi berintisarikan penyesuaian antara bagian c. Koodinasi berintisarikan keseimbangna antarsatuan d. Koordinasi berintisarikan keselarasan e. Koordinasi berintisarikan sinkronisasi Dalam pelaksanaan program pembanguan desa, kemampuan aparat sangatlah dibutuhkan sekali. Kemampuan aparat yang dimaksud adalah kemampuan aparat pemerintah desa dalam melaksanakan semua kegiatan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Karena desa merupakan unit pemerintahan terendah dalam struktur organisasi pemerintahan Negara dan hakekatnya merupakan basis, dasar dan landasan kehidupan bangsa dan Negara di bidang ideology, politik, ekonomi, sosial, budaya, petahanan, keamanan, dan agama. Sehingga urusan
pemerintahan
bahkan
menjadi tumpuan segenap pelaksanaan hampir
semua
program
dan
proyek
pemerintahan, pembangunan dan kemsyarakatan diarahkan ke pedesaan atau desa merupakan basis atau ujung tombak pemerintahan. Aparatur karena posisinya sebagai pelaksanan tugas pemerintah maka harus dapat mengikuti perkembangan dan secara bertahap selalu meningkatkan dirinya. (Sutanto, dalam Zaerudy Alamsyah, 1994: 30). Itulah secara ideal yang menjadi persyaratan aparat pemerintah yang bisa tanggap, tangguh dan terampil dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Cara kerja akan menjadi tantangan baru dalam pelaksanaan tugas-tugas selanjutnya. Pemimpin organisasi juga menanggapi kompleksitas lingkungan dengan melakukan adaptasi dan menjadi inovatif. (Bryant, 1989 :74). B. Aparatur Pemerintahan Desa Didalam PP No. 72 tahun 2005 pasal 1 point 7 bahwa yang dimaksud dengan pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kemudian Badan Permusyawaratan atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. (PP No. 72 tahun 2005 point 8). Jadi pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah Desa dan BPD. Dan didalam PP No.72 tahun 2005 pasal 12 ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah Desa sendiri terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya (pasal 12 ayat 2). Perangkat lainnya yang dimaksud pada ayat (2) terdiri atas : a. Sekretaris desa b. Pelaksana teknis lapangan c. Unsur kewilayahan (pasal 12 ayat 3) Berdasarkan Ketentuan yang telah disebutkan diatas, maka dapat kita lihat struktur organisasi pemerintahan desa meneurut PP No.72 tahun 2005
sebagai berikut : BAGAN 1 : Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Kepala Desa
BPD
Sekretaris Desa
Para Kepala Urusan
Para Kepala Dusun
Pelaksana teknis lapangan
Unsur kewilayahan (Sumber : Dwipayana, 2003:37)
Mengingat tugas dan fungsi pemerintahan desa yang sangat luas dan komplek agar jalannya pemerintahan desa dapat berlangsung secara baik dan lancar, maka diperlukan aparat yang mampu untuk melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 64 tahun 1999 telah dimuat syarat-syarat untuk menjadi perangkat desa. Di dalam pasal 9 dinyatakan bahwa Kepala Desa adalah penduduk desa Warga Negara Indonesia dengan syarat-syarat : a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Setia dan taat kepada pancasila dan Undang-Undang Dsar 1945
c. Tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan UUD 1945, G 30 S/ PKI dan / berpengetahuan yang sederajat. d. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan / atau berpengetahuan sederajat. e. Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun. f. Sehat jasmani dan rohani. g. Nyata-nyata tidak terganggu jiwa / ingatannya. h. Berkelakuan baik, jujur dan adil. i. Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana. j. Tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. k. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di desa setempat. l. Bersedia di calonkan menjadi kepala desa, dan m. Memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam peraturan daerah. Selanjutnya mengenai Sekretaris Desa, Menurut PP No.72 pasal 25 ayat1, diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sekretaris desa dan kepala-kepala urusan adalah : a. berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran
d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaa e. memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan f. bersedia tinggal di desa yang bersangkutan. Untuk kepala dusun sendiri, syarat-syarat untuk menjadi kepala dusun adalah sama dengan syarat-syarat perangkat desa lainnya dan diatur dalam Peraturan Kabupaten/ kota. ( PP No.72 tahun 2005, pasal 26 ayat 4). Kemampuan aparat pemerintah desa dapat dilihat dari empat indicator yaitu pendidikan formal, pelatihan yang pernah diikuti,
keahlain atau
ketrampilan khusus yang pernah dimiliki dan pengalaman kerja. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan jiwa seseorang untuk dapat bertindak secara logis dan rasional dalam kehidupannya sehari-hari. Seseorang yang mendapat pendidikan akan mengalami interaksi antara kecerdasan, perhatian dan pengalaman. Berpikir kreatif dengan mudah akan dapat memecahkan berbagai permasalahan, baik yagn menyangkut masalah pribadi maupun masalah yang timbul dalam masyarakat. Pelatihan merupakan hal yang penting untuk memberikan rangsangan dan latihan dalam bertindak secara logis dan rasional sebagai upaya pemecahan permasalahan dalam pekerjaan sebari-hari. Dengan latihan menjadikan sesorang kreatif, dan cepat mengadakan antisipasi/peka dengan pekerjaan yang akan dihadapi, berpikir proaktif terhadap sesuatu yang akan
timbul sebagai akibat dari pekerjaan yang dilakukan sehingga dengan pelatihan merupakan upaya peningkatan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas. Ketrampilan atau keahlian yang bersifat spesialisasi sesuai dengan jenis pekerjaan dan jabatan sangat menunjang kemampuan aparat dalam melaksanakan tugas. Ketrampilan yang dimiliki aparat dalam menyelesaikan pekerjaan sangat memberikan kemudahan dan memberikan suatu nilai tambah tersendiri bagi aparat yang bersangkutan. Pengalaman kerja menyatakan lamanya seseorang melaksanakan pekerjaan sesuai dengan jabatan yang menunjukan tentang kemampuan seseorang aparat. Dengan menggunakan istilah dimana pengalaman itu merupakan guru yang terbaik. Sesuatu dapat dikatakan pengalaman adalah apabila hal itu telah dilalui dengan sukses. Maka dengan pengalaman kerja akan menjadikan motivasi sebagai dorongan untuk lebih sukses dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dimasa lalu. 2. Efektivitas Pelaksanan Program Pembangunan Desa A. Efektivitas Setiap organisasi mempunyai tujuan. Tujuan yang hendak dicapai selalu berorientasi pada efektif dan efisien. Efektivitas umumnya disebut sebagai tingkat sampai dimanan tujuan-tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dicapai atau dapat dikatakan efektif itu diarahkan pada keberhasilan
pencapaian
tujuan.
Sedangkan
efisien
diarahkan
pada
pendayagunaan waktu, biaya, dan cara untuk mencapi tujuan. Menurut Echols dan shadily, efektivitas berasal dari kata efektiveness yang berarti keefektivan, kata dasarnya adalah efektive yang berarti berhasil atau ditaati. (echols, 1990:207). Sedangkan Handoko mengatakan bahwa efktivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Handoko, 1982:7). Menurut Emerson (dalam Handayaningrat, 1987:16) menyebutkan tentang efektivitas itu adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan maupun sasaran sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa keberhasilan suatu organisasi selalu diukur dengan konsep efektivitas itu sendiri. Sehingga efektivitas merupakan suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan dari kegiatan manajemen didalam mencapai tujuannya. Dengan demikian efektivitas mengandung pengertian tingkat kemampuan sebuah organisasi dalam hal memanage sumber daya yang ada melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Sedangkan efektivitas dalam bidang pemerintahan adalah suatu perkerjaan pemerintah sekalipun tidak efisien dalam arti input dan output, tetapi tercapainya tujuan itu efektif sebab mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepentingan masyarakat banyak, baik politik, ekonomi, maupun sosial. Dari pengertian ini konsep efektivitas diukur dari sisi organisasi yang bersifat non frofit dimana pemerintah didalam menyelenggarakan tugas dan pekerjaan lebih mengutamakan pada pencapaian tujuan yang mempunyai efek
yang besar terhadap kelangsungan kehidupan nasional dalam usaha menciptakan masyarakat yang adil dan makmur dan bukan pada efisiensi. Untuk efktivitas biaya menunjukan jumlah hasil-hasil yang dapat dicapai dengan pengeluaran sejumlah rupiah tertentu. Akan tetapi efektivitas biaya harus dipertimbangkan pula terhadap hasil-hasil dari sudut mamfaat biaya. Untuk itu orang disamping mengukur biaya-biaya maupun mamfaat menrut nilai sekarang yang tepat, kemudian membuat suatu perbandingan mamfaat / biaya dimana mamfaat dinyatakan dalam rupiah dibagi dengan biaya yang dinyatakan dalam rupiah. Jika perbandingan itu lebih besar dari satu (>1) maka kesimpulannya proyek itu dapat dibenarkan karena mamfaat melebihi biayanya. Mamfaat Rp. 50 Juta 2(>1) Umpamanya : ________ = __________ = _____
Sebaliknya :
Biaya
Rp. 25 Juta
1
Mamafaat
Rp. 25 Juta
1(<1)
________ = __________ = _____ Biaya
Rp. 50 Juta
2
(Handayaningrat,1989:182) Wijaya lebih cenderung memberikan istilah pendayagunaan daripada efktivitas. Pendayagunaan adalah segala usaha untuk meningkatkan dalam melaksanakan tugas. Ini berarti adanya kemampuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan organisasi dalam menyusun pedoman dan program, merumuskan kebijaksanaan dan
melaksanakannya serta kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan. (Wijaya, 1990:146). Selanjutnya kemampuan dalam menyusun program dan pedoman adalah kemampuan organisasi dalam merencanakan apa dan bagaimana cara kerja maupun pekerjaan itu sendiri yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk memuaskan kebijakan adalah kemampuan dari aparat pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dan memilih apa-apa yang penting dan mendesak untuk dilaksanakan dalam kepentingan sebagai abdi masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan dalam pelaksanaan adalah kemampuan yang terpenting dan yang paling erat hubungannya dengan penelitian ini, yakni efektifnya pelaksanaan program pembangunan desa. Ivan rich dan Donnely mendefinisikan efektif sebagai suatu hal yang menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan usaha atau dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya yang ideal, taraf efektif dapat dinyatakan dalam ukuran-ukuran yang pasti. (Ivan, 1987:28). Sementara itu apabila ditinjau dari aspek mamfaat yang dihasilkan M. Steers mengatakan bahwa efektivitas adalah suatu usaha untuk mencapai keuntungan yang diperoleh organisasi maka organisasi itu semakin efktif. (Steers, 1980:74). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas itu pada dasarnya merupakan suatu tolak ukur tercapainya suatu sasaran atau tujuan dari pekerjaan tersebut tercapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan semula. Dan sebaliknya bila sasaran atau tujuan dari pekerjaan
tidak dapat dicapai maka organisasi yang melaksanakan tugas pekerjaan tersebut tidak mencapai efektivitas. Sebagaimana disampaikan diatas bahwa efktivitas pada dasarnya merupakan tolak ukur keberhasilan untuk mencapai sasaran dan tujuan dari suatu pekerjaan. Sehubungan dengan hal tersebut lebih lanjut Richar M. Steers (1985:167), mengemukakan 19 macam variable pengukuran dari efektivitas yaitu: efektivitas keseluruhan, kualitas, kesiagaan, produktivitas, efisiensi, laba, atau penghasilan, pertumbuhan, pemamfaatan lingkungan, stabilitas, perputaran kerja, kemangkiran, kecelakaan, semangat kerja, motivasi, kepuasan, penerimaan tujuan, kepaduan, keluwesan, dan penilaian pihak luar. Dengan demikian menurut berbagai persepsi pengertian efektivitas diatas dapat ditinjau dari tiga indikator yaitu : a. Pencapaian tujuan b. Ketepatan waktu c. mamfaat Ditinjau dari aspek Pencapaian tujuan, menurut Emerson dalam Handayaningrat
(1989:16),
efektivitas
ialah
pengukuran
dalam
arti
tercapainya sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebebelumnya adalah efektif. Jadi jika tujuan atau sasaran itu tidak selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, pekerjaan itu tidak efektif.
Sealanjutnya ditinjau dari aspek Ketepatan waktu, maka
menurut
Siagian (2002: 171), efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan. Artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak adalah sangat tergantung bilamana tugas tersebut diselesaikan dan tidak terutama menjawab pertanyaan tentang bagaimana melaksanakannya serta biaya yang dikeluarkan untuk itu. Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan pengertian efektivitas kerja itu semata-mata ditinjau dari segi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan bukan pada metode ataupun biaya yang dibutuhkan untuk mnyelesaikan pekerjaan tersebut. Sedangkan bila ditinjau dari aspek mamfaat dan kemampuan melakukan tugas, maka menurut Arouf (dalam Sedarmayanti, 2000:183) efektivitas adalah berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal dengan pencapaian kualitas,kuantitas, dan waktu. suatu tujuan atau sasaran yang telah tercapai sesuai dengan rencana adalah efektif, tetapi belum tentu efisien. Suatu pekerjaan pemerintah sekalipun tidak efisien dalam arti input dan output, tetapi tercapainya tujuan itu adalah efektif sebab mempunyai efek atau pengaruh yang besar terhadap kepentingan masyarakat banyak, baik politik, ekonomi, maupun sosial. B. Pelaksanaan Program Pembangunan Desa
Pembangunan
dalam
arti
sebenarnya
haruslah
mencerminkan
pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi masyarakat, karena suatu pembangunan tidak ada artinya apabila tidak memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk mencapai adanya pemerataan pembangunan dan tujuan yang diinginkan maka pemerintah menggiatkan pembangunan sampai ke desa-desa dengan berbagai program dan proyek yang sesuai dengtan keinginan dari masyarakat desa itu sendiri. Pembangunan desa yang bertujuan mengatasi
berbagai
keterbelakangan
permasalahan
dituangkan
dalam
seperti
adanya
kemiskinan
bentuk
program-program.
dan Untuk
mewujudkan program-program secara nyata diperlukan adanya pelaksanaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program merupakan awal dari suatu kegiatan pembangunan. Untuk tercapainya suatu tujuan agar berhasil dengan baik perlu ditetapkan sasaran yang akan dicapai guna meletakkan dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan pembangunan nasional yang sehat dan kuat dengan meningkatkan perkembangan desa dari desa swasembada ke desa swakarya dan dari desa swakarya menuju desa swasembada terus menuju desa pancasila. Sasaran tersebut akan meliputi sasaran fisik dan non fisik. Sasaran fisik adalah : 1. Pembanguan prasarana desa yang dibutuhkan. 2. Meningkatkan pendapatan (income) masyarakat. 3. Memperluas lapangan kerja.
4. Menigkatkan
kesehatan
dan
lingkungan
melalui
program
K-3
(Kebersiahan, Keindahan dan Ketertiban). Sedangkan sasaran non fisik yang bersifat penyuluhan berupa penyuluhan mengenai: 1. Pertahanan dan keamanan. 2. Agama. 3. PKK. 4. Generasi Muda. 5. K-3. ( Manunggal Sakato, 1996:11) Menurut Cheema dan Rondinelli, pelaksanaan atau implementasi maksudnya adalah melakukan suatu program kebijaksanaan. Dan dijelaskan bahwa suatu proses interaksi diantaranya merancang dan menentukan sasaran yang diinginkan.(Cheema, 1991). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan. Program akan menunjang pelaksanaan, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain : a. Adanya tujuan yang ingin dicapai. b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan itu. c. Adanya aturan-aturan yang harus dilalui. d. Adanya perkiraan pembiayaan yang dibutuhkan. e. Adanya strategi dalam pelaksanaan.
Dengan program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Lebih lanjut Charles O. Jones memberikan pengertian tentang program itu adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. (Jones, 1991:296). Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses pelaksanaan program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan mamfaat kepada masyarakat maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program dilaksanankan tergantung pada unsur pelaksana ini yang merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting artinya karena pelaksana itu dapat berupa baik itu organisasi maupun perorangan, yang bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses pelaksanaan. Batasan tentang pembangunan desa adalah suatu usaha pembangunan dari masyarakat pada unit pemerintahan yang terendah yang harus dilaksanakan dan dibina terus menerus, sistematis dan terarah sebagai bagian yang penting dalam usaha pembangunan Negara, sebagai usaha yang menyeluruh. (Nurdin, 1989 : 26) Sedangkan
pengertian
pembangunan
merupakan
suatu
usaha
pertumbuhan dan perubahan yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara, dan pemertintah menuju modernitas (S.P. Siagian, 1982:2). Selanjutnya desa itu sendiri menurut ketentuan Undang-Undang No.32 tahun
2004 adalah suatu masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasrkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem
Pemertintahan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia.
(Wasistiono, 2006:26). Pembangunan desa mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, bukan saja karena sebagian masyarakat Indonesia tinggal di desa tetapi justru dari sanalah yang memberikan sumbangan yang besar dalam rangka menciptakan stabilitas nasional. (Soetigno, 1985 :17). Kemudian pembangunan desa itu juga dapat diberikan batasan sebagai pembangunan yang sepanjang prosesnya masyarakat desa yang bersangkutan diharapkan berpartisipasi aktif dan dikelola ditingkat desa. (Ndraha, 1984 :15). Taliziduhu Ndraha juga mengatakan bahwa pembangunan desa meliputi segi-segi sebagai berikut : a. Pembangunan pedesaan haruslah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta aktif dalam masyarakat. b. Pembangunan pedesaan harus menyerahkan tanggungjawab pembangunan kepada masyarakat setempat. c. Pembangunan masyarakat harus dapat mengembangkan kemampuan untuk menggali kebutuhannya sendiri dan dapat memenuhi kebutuhannya tersebut menurut kemampuannya. d. Pembangunhan desa harus juga membangun sarana fisik. e. Lingkungan hidup yang serasi harus pula dibangun.
Pada umumnya pembangunan desa sering disebut community development yaitu proses pembangunan yang diarahkan pada masyarakat (people centered), mengutamakan segi kehidupan manusia dan mementingkan aspek-aspek humanisme. (Maskun, 1993:21). Menurut kertas kerja Bank Dunia ditekankan tentang pembangunan pedesaan yaitu suatu strategi yang dirancang untuk meningkatkan kehidupan kelompok sosial ekonomi masyarakat tertentu, warga desa yang miskin. Strategi ini mengandung pemerataan mamfaat pembangunan kepada golongan miskin diantaranya mereka yang mencari kehidupan dipedesaan. Kelompok ini mencakup petani kecil, petani penyewa dan tidak memiliki tanah. (Chanbers.1987:188). Dari uraian yang dikemukakan diatas oleh kertas Bank Dunia menunjukkan bahwa pembangunan masyarakat desa tidak ditujukan untuk suatu teritorial, tetapi golongan tertentu dari masyarakat desa seperti petani kecil, petani penyewa. Dengan demikian, pembangunan masyarakat desa tidak hanya dilihat dari penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang berbentuk fisik saja (jalan, jembatan, saluran irigasi) dan jarang sekali ada desa yang mampu menciptakan nilai tambah, seperti usaha yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi produktif dalam bentuk Bank Desa, KUD dan peningkatan kerajinan desa. Selain itu dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 21 Tahun 1981 telah jelas dikatakan bahwa pembangunan Desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung dipedesaan dan meliputi seluruh
aspek
kehidupan
masyarakat,
dilaksanakan
secara
terpadu
dengan
mengembangkan swadaya gotong royong. (Dirjen Bangdes, 1984). Dari uraian diatas jelaslah perubahan menuju kemajuan yang dilaksanakan
secara
sadar,
berencana
dan
berkelanjutan
dengan
mengikutsertakan masyarakat desa yang dilaksanakan secara terpadu dan terprogram dengan mengembangkan swadaya gotong royong dan diarahkan mengembangkan secara optimal sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 1969 ditegaskan bahwa program pembangunan desa adalah suatu usaha pembangunan dari masyarakat pada unit pemerintahan terendah yang harus dilaksanakan dan dibina terus menerus, sistematis dan terarah sebagai bagian penting dalam usaha pembangunan Negara sebagai usaha menyeluruh. Di bagian lain dijelaskan pula bahwa pembangunan masyarakat sendiri meiliki sasaran yaitu: 1. Berupa kerohanian (mental, agama, ketrampilan, kebudayaan, kesehatan dan perumahan). 2. Berupa ekonomi dan kebendaan (produksi, pemasaran, prasarana, perkreditan, dan lapangan kerja). 3. Berupa pemerintahan dan ketertiban. Selain
itu
Ndraha
(1984:28)
juga
mengemukakan
tentang
pembangunan desa ada dua istilah yang terkenal menurut cara pendekatannya yaitu pembanguanan masyarakat dan pembangunan daerah. Pembangunan
masyarakat pendekatannya adalah dari segi masyarakat sebagai suatu kesatuan sedangkan pembangunan daerah adalah pendekatan dari segi wilayah. Yang pertama dapat disebut pembangunan masyarakat desa sedangkan yang kedua disebut pembangunan pedesaan. Selanjutnya menurut Hanafiah (1986:27) karena semakin luasnya konsep dan pendekatan pembangunan pedesaan ia membagi menjadi urutanurutan kegiatan yaitu dimulai dari pendekatan pembangunan masyarakat (community
development),
pemabngunan
pedesaan
(integrated
rural
development) sampai kepada konsep pembangunan kedaerahan (local development). Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembangunan desa adalah suatu usaha pembangunan dari masyarakat sebagai suatu kesatuan pada unit pemerintahan terendah untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan dalam jangka panjang yang merupakan bagian penting dalam usaha pemabangunan Negara. 3. Program/kegiatan
Bantuan
Bahan
Rumah(BRR)Program
Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) Program P2FM ini adalah terobosan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Departemen Sosial dalam upaya mengentasan kemiskinan pada tahun 2007 melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). P2FM dilatar belakngi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan dan tingginya persentase penduduk miskin di Indonesia. Hasil pendataan yang dilakukan oleh BPS tahun 2006, di Indonesia terdapat 10 juta rumah tangga miskin atau sekitar 40 juta jiwa
penduduk. Didalamnya termasuk 4 juta rumah tangga yang dikategorikan miskin adalah 15,5 juta rumah tangga atau sekitar 62 juta jiwa yang tersebar di seluruh Indonesia. Khusus Kabupaten Aceh Utara, Masyarakat miskin /dhu’afa telah mencapai 65,5% dan hampir semua dari persentase tersebut berdomisili di daerah pedesaan. Peluncuran P2FM ini dilandasi pada: a. Undang-Undang No. 6 Tahun 1074 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. b. Pemeraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin. c. Peraturan Presiden RI No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. d. Peraturan Presiden RI No. 19 Tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2007. e. Peraturan Menteri Sosial RI No. 82/HUK/2006 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial RI. f. Keputusan menteri Sosial RI No. 19/HUK/1988 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin yang diselenggerakan oleh masyarakat. g. Keputusan Bersama Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah dan Menteri Sosial No. 05/SKB/M/V/1999-45/HUK1999. h. Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI No. S-4411/PB/2006 Perihal Izin Penerbitan Surat Kuasa Pengguna
Anggaran (SKPA) Satker Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin TA.2007 i. Peraturan Direktur Jendral Perbendaharaan No. 19 Tahun 2006 tentang Penyaluran Bantuan Kepada Masyrakat. Tujuan Utama pelaksanaan Program Pemberdayaan Fakir Miskin (P2FM) di Kab. Aceh Utara meliputi: 1. Meningkatkan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan keluarga fakir miskin. 2. Pemerintah Kab. Aceh Utara mampu mensinergikan segenap potensi diwilayahnya dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga fakir miskin. 3. Meningkatkan aksesibilitas keluarga fakir miskin terhadap pelayanan sosial dasar dan jaminan kesejahteraan sosial. 4. Peningkatan jumlah aset individual fakir miskin anggota KUBE. 5. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab sosial masyarakat dan dunia usaha dalam program pemberdayaan fakir miskin. 6. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam pemberdayaan fakir miskin. 7. Meningkatkan manajemen pelayanan kesejahteraan sosial terhadap keluarga fakir miskin. 8. Meningkatkan peran serta masyarakat terutama kelompok fakir miskin dan perempuan dalam mengelola KUBE. 9. Melembagakan
pengelolaan
pembangunan
mendayagunakan potensi dan sumberdaya local.
partisipatif
dengan
10. Melembagakan keuangan mikro dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin. 11. Pemerintah Kab/Kota mampu secara mandiri mengelola program pemberdayaan sosial kepada fakir miskin di wilayahnya sendiri. Adapun program P2FM ini meliputi berbagai kegiatan, seperti kegiatan penggemukan sapi yang dilaksanakan melalui KUBE Usaha Ekonomi Produktif, kegiatan Bantuan Sarana Lingkungan (SARLING), dan kegiatan Bantuan Bahan Rumah (BBR). A. Program/Kegiatan Bantuan Bahan Rumah (BBR) Bantuan Bahan Rumah (BRR) merupakan stimulant bahan bahan untuk memperbaiki/memugar rumah bagi fakir miskin/dhuafa yang belum memiliki rumah layak huni. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Bina Sosial Kab. Aceh Utara selanjutnya disebut Dinas PMBS adalah Dinas yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan Bantuan Bahan Rumah Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin Tahun Anggaran 2007. Dan Kelompok Usaha Bersama yang selanjutnya disebut KUBE adalah Pelaksana kegiatan Bantuan Bahan Rumah (BBR) dimasing-masing Gampong. B. Kebijaksanaan Umum Program/Kegiata Bntuan Bahan Rumah (BRR) 1. Kebijaksanaan dan langkah yang ditempuh untuk kegiatan Bantuan Bahan Rumah (BBR) Program Pemberdayaan Fakir Miskin Tahun Anggaran 2007 diprioritaskan untuk: a. Rumah tidak layak huni di Gampong-gampong/Desa-desa
b. Klasifikasi kepemilikikan yang didukung rekomendasi Geuchik dan Camat serta Konsultan Pendamping Daerah. 2. Alokasi Dana Alokasi dana untuk masing-masing KUBE akan disesuaikan dengan hasil pendataan Tim sesuai kebutuhan dari masing-masing KUBE. 3. Pelaksana Fisik Kegiatan. Ketua
KUBE,
dimana
yang
menjadi
Ketua
KUBE
adalah
Geuchik/Kepala Desa sendiri mengajukan kebutuhan dana sesuai daftar Bahan Bangunan Rumah dari masing-masing nama anggota KUBE yang telah ditetapkan dalam Keputusan Bupati Aceh Utara No. 463/526/2007 tanggal 13 November 2007. 4. Penyaluran Dana Penyaluran dana ini disalurkan secara utuh/penuh melalui rekening masing-masing Ketua KUBE, tanpa potongan pajak. Pajak yang timbul sebagai akibat pembayaran (pembelian) diselesaikan oleh wajib pajak (Penjual/toko) yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. C. Mekanisme Pelaksanaan BBR-P2FM 1. Sumber Dana Kegiatan Bantuan Bahan Rumah (BRR) Program Pemberdayaan Fakir Miskin Tahun Anggaran 2007 bersumber dari dana APBN Tahun Anggaran 2007 diprioritaskan kepada 90 (Sembilan puluh ) unit rumah untuk Kecamatan Nibong Kabupaten Aceh Utara. Untuk Desa Keupok
sendiri direhab 22 unit rumah, dan nama-nama penduduk yang mendapatkan bantuan tersebut adalah sebagai berikut: a. Mahmuddin, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 2.350.000,00
Perbaikan Lantai
: Rp
Perbaikan dinding
: Rp 2.650.000,00
Jumlah
: Rp 5.000.000,00
Dibulatkan
:Rp 5.000.000,00
b. Nurman, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 3.158.000,00
Perbaikan Lantai
: Rp 1.414.000,00
Perbaikan dinding
: Rp
Jumlah
: Rp 5.004.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
432.000,00
c. Baharuddin, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 2.185.000,00
Perbaikan lantai
: Rp 1.407.000,00
Perbaikan dinding
: Rp 1.412.000,00
Jumlah
: Rp 5.004.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
d. Tgk. Tarmizi R, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 1.673.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp
875.000,00
Perbaikan dinding
: Rp 2.456.000,00
Jumlah
: Rp 5.004.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
e. Aminah Malem, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 1.855.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp 3.145.000,00
Perbaikan dinding
:Rp –__________
Jumlah
: Rp 5.000.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
f. Hajarah, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp 1.775.000,00
Perbaikan lantai
: Rp 2.919.000,00
Perbaikan dinding
: Rp
Jumlah
:Rp 5.009.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
315.000,00
g. Idris, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp 3.070.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp –
Perbaikan dinding
: Rp 1.933.000,00
Jumlah
: Rp 5.003.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
h. Buleun, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp –
Perbaiakan lantai
: Rp 3.369.000,00
Perbaiakan dinding
: Rp 1.610.000,00
Jumlah
: Rp 5.003.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
i. Hawiyah, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 2.590.000,00
Perbaikan lantai
: Rp –
Perbaiakan dinding
: Rp 2.415.000,00
Jumlah
: Rp 5.005.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
j. Syamaun, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 2.925.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp
Perbaikan dinding
: Rp 1.424.000,00
Jumlah
: Rp 5.009.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
660.000,00
k. Halimah, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 2.430.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp –
Perbaikan dinding
: Rp 2.573.000,00
Jumlah
: Rp 5.003.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
l. A. Azis B, dengan rincian dana :
Perbaikan atap
: Rp –
Perbaiakan lantai
: Rp 1.513.000,00
Perbaiakan dinding
: Rp 3.493.000,00
Jumlah
: Rp 5.006.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
m. Hj. Juariah, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp 1.486.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp –
Perbaiakan dinding
: Rp 3.519.000,00
Jumlah
: Rp 5.004.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
n. Basyaruddin, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp –
Perbaikan lanatai
: Rp –
Perbaikan dinding
: Rp 5.000.000,00
Jumlah
: Rp 5.000.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
o. Ibrahim Ys, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 1.340.000,00
Perbaiakan Lantai
: R P1.540.000,00
Perbaikan dinding
: Rp 2.125.000,00
Jumlah
: Rp 5.005.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
p. Rusli Amin, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp 1.645.000,00
Perbaikan lantai
: Rp 1.447.000,00
Perbaiakan dinding
: Rp 1.908.000,00
Jumlah
: Rp 5.000.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
q. Jamaluddin Amin, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp 5.001.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp –
Perbaikan dinding
: Rp –
Jumlah
: Rp 5.001.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
r. Syahbuddin, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 2.560.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp –
Perbaiakan dinding
: Rp 2.443.000,00
Jumlah
: Rp 5.003,000,00
Dibulatkan
: RP 5.000.000,00
s. Tizalikha, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp 5.006.000,00
Perbaiakan lantai
: Rp –
Perbaiakan dinding
: Rp –_________
Jumlah
: Rp 5.006.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
t. Nunabah, dengan rincian dana : Perbaiakan atap
: Rp 1.940.000,00
Perbaikan lantai
: Rp 3.064.000,00
Perbaiakan dinding
: Rp –_________
Jumlah
: Rp 5.004.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
u. Amiruddin, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 3.250.000,00
Perbaikan lantai
: Rp –
Perbaiakan dinding
: Rp 1.854.000,00
Jumlah
: Rp 5.004.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
v. Mansur B, dengan rincian dana : Perbaikan atap
: Rp 2.490.000,00
Perbaikan lantai
: Rp –
Perbaikan dinding
: RP 2.513.000,00
Jumlah
: Rp 5.003.000,00
Dibulatkan
: Rp 5.000.000,00
2. Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Rumah (BRR) Program Pemberdayaan Fakir Miskin.
a. Penetapan calon Penerima Bantuan Bahan Rumah (BBR) telah ditetapkan
dengan
Keputusan
Bupati
Aceh
Utara
No.
463/526/2007 tanggal 13 November 2007. b. Kegiatan Pengadaan Bantuan Bahan Rumah (BBR) dilakukan secara swakelola oleh KUBE, sesuai daftar kebutuhan yang telah disepakati bersama antara Ketua KUBE, Dinas PMBS dan Konsultan Pendamping Daerah. c. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara d/p. Dinas PMBS dalam hal ini bertindak sebagai penyedia anggaran dan penanggung jawab kegiatan, sedangkan KUBE sebagai pelaksana. 3. Pencairan Dana Setelah Ketua KUBE mendapatkan kebutuhan bahan rumah dari masing-masing anggota, maka Ketua KUBE mengajukan permohonan untuk pencairan dana kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara d/p. Dinas PMBS secara bertahap. Tahap pertama setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen) apabila KUBE selaku Pelaksana Lapangan telah siap untuk melaksanakan pekerjaan dan Tahap kedua 50%9lima puluh persen) sisanya apabila pekerjaan telah mencapai 30% (tiga puluh persen). Perlengkepan Administrasi yang harus dipenuhi oleh Kelompok Pekerja Masyarakat selaku Pelaksana Lapangan (KPM) dalam mengajukan pencairan dana adalah sebagai berikut : a. Surat Pernyataan Siap Melaksanakan Pekerjaan
b. Berita Acara Serah Terima Barang c. Copy/Gambar Visual 0%, 30%, dan 100% Pencairan/penyaluran dana dilakaukan melalui BPD Kantor Kas Geudong Kab. Aceh Utara atas Permintaan Kadis PMBS Kabupaten Aceh Utara selaku Kuasa Pengguna Anggaran. D. Sistem Pelaporan Dan Pengawasan 1. Pelaporan a. Laporan Kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan keuangan dilaporkan oleh KUBE selaku pelaksana pekerjaan kepada Dinas PMBS Kabupaten Aceh Utara setiap bulannya secara rutin. b. Laporan
kemajuan
Pendamping
pelaksanaan
Daerah
dilaporkan
pekerjaan kepada
oleh
Konsultan
Kepala
Dinas
Pemberdayaan Masyrakat dan Bina Sosial Kabupaten Aceh Utara. 2. Pengawasan Pengawasan
pelaksanaan
pekerjaan
diawasi
oleh
Konsultan
Pendamping Daerah dilaporkan kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Bina Sosial Kabupaten Aceh Utara. 4. Hubungan Kemampuan Aparatur Dengan Efektivitas Pelaksanaan Program Pembangunan Desa Kemampuan merupakan sifat yang dibawa sejak lahir atau yang dipelajari yang memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya (Gibson,1994:54). Kemampuan aparat merupakan salah satu unsur yang
berkaitan dengan pengetahuan atau ketrampilan yang dapat diperoleh pegawai melalui pendidikan dan latihan atau pengalaman kerja. (Toha,1980:37). Jadi kemampuan aparat ini dapat dilihat dari segi pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki aparat tersebut yang diperoleh melalui pendidikan,latihan dan pengalaman kerja . Fungsi dari kemampuan aparat adalah untuk menunjang aparat
tersebut
dalam
melaksanakan
tugas-tugas
pemerintahan
dan
pembangunan desa. Mengingat tugas-tugas aparat dalam pembangunan semakin lama semakin luas dan komplek, agar tugas-tugas pembangunan dapat dilaksanakan dengan baik, maka setiap aparat dituntut memiliki kemampuan yang memadai. Menurut Stanley (dalam Lauer, 1989:323) ada tiga kategori utama fungsi pemerintahan, yaitu: 1. Menciptakan landasan fisik dan sosial bagi pembangunan 2. Menciptakan pembangunan yang menyeluruh dan terpadu 3. Menghasilkan produksi dan distribusi barang barang yang lebih banyak dan efisien. Karena fungsi-fungsi yang harus dijalankan itulah, terutama fungsi pembangunan dan pendorong perubahan sosial membuat pemerintah dalam hal ini aparat harus selalu berada selangkah didepan dinamika masyarakatnya. Ini berarti bahwa pemerintah termasuk organisasinya sebagai wadah kerja sama, harus bersifat adaptif dan inovatif terhadap setiap perubahan yang terjadi di masyarakat.
Setiap organisasi mempunyai tujuan, begitu pula halnya dengan organisasi pemeritahan desa
yang bersifat non frofit dimana pemerintah
didalam menyelenggarakan tugas dan pekerjaan lebih mengutamakan pada pencapaian tujuan yang mempunyai efek yang besar terhadap kelangsungan kehidupan nasional dalam usaha menciptakan masyarakat yang adil dan makmur dan bukan pada efisiensi. Setiap tujuan yang ingin dicapai selalu berorientasi pada efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif, maka aparatur desa atau pemerintah desa yang bertindak sebagai agen pembangunan harus melaksanakan fungsi-fungsi yang disebutkan diatas terutama fungsi pembangunan dan pendorong perubahan sosial dengan baik. Agar fungsifungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka aparat tersebut harus didukung dengan kemampuan yang memadai sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa keberhasilan suatu organisasi selalu diukur dengan konsep efektivitas itu sendiri. Sehingga efektivitas merupakan suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan dari kegiatan manajemen didalam mencapai tujuannya. Dengan demikian efektivitas mengandung pengertian tingkat kemampuan sebuah organisasi dalam hal memanage sumber daya yang ada melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan
dan
pengawasan.
(Emerson
dalam
Handayaningrat, 1987:16). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kemampuan aparatur maka cenderung semakin efektif pelaksanaan program
pembangunan. Sehingga terdapatnya hubungan yang kuat antara kemampuan aparatur terhadap efektivitas pelaksanaan program pembangunan desa. F. HIPOTESIS Menurut Sugiyono (2002:39) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Berdasarkan permasalahan penelitian di atas maka peneliti merumuskan hipotesa terhadap penelitian ini sebagai berikut: Hipotesis Alternative : Terdapat pengaruh yang positif antara Kemampuan Aparatur dengan Efektivitas Pelaksanaan Program Pembangunan Desa pada program BBR-P2FM di desa Keupok Nibong Kec. Nibong Kabupaten Aceh Utara. Hipotesis Nol
: Tidak terdapat pengaruh yang positif antara Kemampuan Aparatur dengan Efektivitas Pelaksanaan Program Pembangunan Desa pada program BBR-P2FM di desa Keupok Nibong Kec. Nibong Kab. Aceh utara.
G. DEFENISI KONSEP
Singarimbun (1995:31) mengemukakan bahwa konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Adapun definisi konsep yang penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kemampuan Aparatur adalah aparat yang memiliki kecakapan dibidang administrasi
dan
manajemen
dalam
pelaksanaan
pembangunan.
Kemampuan aparat ini sangatlah mempengaruhi kegiatan pemerintahan dan kenegaraan sehingga perlu untuk terus ditingkatkan potensi kemampuan yang dimiliki sesuai dengan perkembangan terutama dalam penemuan ide baru dan pemecahan masalah. Dari uraian diatas dapat diketahui
istilah
kemampuan
adalah
menunjukan
potensi
untuk
melaksanakan tugas dalam arti makin banyak tugas yang dapat dikerjakan aparat maka makin besar tingkat kemampuannya. Kemampuan aparatur disini adalah kemampuan aparatur desa yang melaksanakan tugasnya sehari-hari dalam melaksanakan program pembangunan desa. 2. Efektivitas dalam pelaksanaan program pembangunan desa adalah suatu pekerjaan pemerintah sekalipun tidak efisien dalam arti input dan output, tetapi tercapainya tujuan itu efektif sebab mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepentingan masyarakat banyak, baik politik, ekonomi, maupun sosial. Dari pengertian ini konsep efektivitas diukur dari sisi organisasi
yang
bersifat
non
profit
dimana
pemerintah
dalam
menyelenggarakan tugas dan pekerjaannya lebih mengutamakan pada pencapaian
tujuan
yang
mempunyai
efek
yang
besar
terhadap
kelangsungan kehidupan nasional dalam usaha menciptakan masyarakat yang adil dan makmur bukan pada efisiensi. H. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah unsur yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur variabel melalui indikator-indikatornya. 1. Variabel Bebas (X) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kemampuan Aparatur dengan indikatornya sebagai berikut: a. Pendidikan formal yang pernah ditempuh. Jenjang pendidikan formal seseorang aparat merupakan kunci untuk memiliki kemampuan melaksanakan tugas. b. Pelatihan yang pernah diikuti. Pelatihan yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan jabatan dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas. c. Keahlian/ketrampilan khusus yang dimiliki. Keahlian/ketrampilan khusus yang bersifat spesialisasi sesuai dengan jenis pekerjaan dan jabatan sangat menunjang kemampuan aparat dalam melaksanakan tugas. d. Pengalaman kerja. Pengalaman
kerja
menyatakan
lamanya
seseorang
melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan jabatan yang menunjukkan tentang kemampuan seorang aparat. e. Koordinasi Mencipatakan kesatuan/keselarasan didalam pelaksanaan tugas antar aparat agar aparat tersebut agar dapat bekerja sama dengan baik dan mencapai tujuan bersama
f. Kejujuran/dapat dipercaya (kredibilitas) kejujuran
merupakan
sifat/prilaku
dari
aparat
mengingat
dalam
pelaksanaan tugas/kewajibannya sangat rentan terhadap penyelewengan maka setiap aparat harus jujur agar mendapat kepercayaan dari masyarakat 2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Efektivitas Pelaksanaan Program Pembangunan Desa dengan indikator sebagai berikut: a. Pencapaian tujuan. Program/kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan/sasaran yang telah ditentukan/ditetapkan sebelumnya. b. Ketepatan waktu Program/kegiatan tersebut dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapainya tujuan sesuai waktu/jadwal yang telah ditetapkan. c. Manfaat Program/kegiatan tersebut dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan mamfaat bagi masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhannya.