BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan
modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif, salah satunya adalah diabetes melitus. Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan tidak dapatnya tubuh mengatur kadar gula darah secara otomatis (Sudoyo, 2007; Bustan, 2007). Berdasarkan American Diabetes Association (2011), kadar gula darah pasien DM berada pada level diatas batas normal, untuk kadar gula darah puasa yaitu ≥126 mg/dl dan untuk kadar gula darah acak ≥200 mg/dl (Sudoyo, 2006). Diabetes melitus merupakan penyakit yang dapat menimbulkan komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak dibandingkan dengan penyakit-penyakit yang dapat mengakibatkan komplikasi lainnya (Misnadiarly, 2006). Hal ini berkaitan dengan kondisi hiperglikemia pada pasien DM dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi menyempit yang berakibat pada kerusakan organ seperti gagal ginjal, retinopati diabetik dan kaki diabetes yang merupakan akibat dari jejas pembuluh darah dan saraf, penyakit jantung koroner, hingga serangan stroke (PERKENI, 2011). Komplikasi diabetes terjadi pada semua organ dalam tubuh yang dialiri pembuluh darah kecil dan besar dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit 1
2
jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Selain kematian, DM juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. Sebanyak 30% pasien DM mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10% harus menjalani amputasi tungkai kaki (International Diabetik Federation, 2007). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan penyakit diabetes melitus saat ini telah menjadi masalah yang semakin luas di berbagai negara, baik di negara maju maupun negara berkembang. Jumlah pasien yang semakin bertambah setiap waktunya membuat permasalahan diabetes melitus ini cukup mendapatkan perhatian masyarakat. Berdasarkan data WHO pada tahun 2000 jumlah pasien diabetes melitus yang berusia diatas 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan diperkirakan jumlah ini akan mengalami peningkatan sampai dua kali lipatnya pada tahun 2025. Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang bekerjasama dengan Bidang Penelitan dan Pengembangan Departemen Kesehatan di Jakarta menemukan bahwa jumlah pasien DM di lima wilayah DKI Jakarta dilaporkan sebesar 12,1% dengan DM yang terdeteksi dari tempat-tempat pelayanan kesehatan sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebelumnya mencapai 11,2%. Hasil penelitian ini
3
membuktikan kesesuaian dari perkiraan WHO mengenai jumlah pasien DM di Indonesia (Soegondo, Punamasari, Waspadji & Saksono, 2006). Jumlah pasien DM di Indonesia menduduki peringkat terbanyak ketujuh di dunia yaitu sebanyak 4,5 juta pada tahun 1995. Sekarang angka ini meningkat menjadi 8,4 juta dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 atau naik menjadi urutan kelima di dunia (Tandra, 2008). Berdasarkan data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali pada tahun 2011, tercatat kota Denpasar menempati peringkat pertama dari kota-kota lain yang ada di Bali, dengan jumlah pasien DM tipe II sebanyak 837 orang. Peringkat kedua ditempati oleh kabupaten Tabanan dengan jumlah pasien sebanyak 344 orang. Posisi ketiga yaitu kabupaten Bangli dengan 290 orang pasien, posisi selanjutnya ditempati kabupaten Negara dengan 209 orang pasien dan kabupaten Singaraja pada peringkat kelima dengan jumlah pasien sebanyak 157 orang. Data dari register Rekam Medis (RM) RSUP Sanglah Denpasar tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi kasus DM di Bali saat ini cukup tinggi. Hasil pengumpulan data melalui studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan data pasien rawat jalan di bulan Januari 2011 sampai Agustus 2013 berjumlah 3156 pasien. Sejumlah 1264 pasien pada tahun 2011, meningkat menjadi 1470 pasien pada tahun 2012 dan diperkirakan akan kembali meningkat pada tahun 2013 ini. Hal ini dikarenakan hanya dalam kurun waktu 8 bulan yaitu dari bulan Januari sampai Agustus 2013 jumlah pasien DM yang melakukan rawat jalan telah mencapai 1422 pasien, dengan jumlah ratarata pasien perminggu mencapai 40 pasien.
4
Penatalaksanaan DM menurut American Diabetes Association (2002), dilakukan dengan pengelolaan DM secara aktif. Pengelolaan DM ini meliputi 4 pilar yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2008), pengelolaan DM meliputi 5 pilar utama yaitu perencanaan diit, latihan jasmani, terapi farmakologis, edukasi, dan pemantauan gula darah. Perencanaan diit atau perencanaan makan menjadi hal yang sangat penting pada pengendalian DM. Dalam penatalaksanaan penyakit DM, perencanaan diit yang tepat merupakan langkah pertama sebelum pemberian obat-obatan dan perlu dilakukan bagi pasien DM yang menggunakan obat oral, suntikan insulin, maupun tanpa obat dan insulin. Perencanaan diit yang dikelola secara baik diharapkan akan dapat mencapai dan mempertahankan kadar gula darah dan kadar lemak mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat badan ideal, dan dapat mencegah komplikasi akut dan kronik sehingga kualitas hidup dapat ditingkatkan (Waspadji, 2007). Penelitian mengenai pola diit yang dilakukan oleh Achmad Yoga dan Setyo (2011) menunjukkan bahwa pengaturan pola makan mempunyai hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pengelolaan DM tipe II. Penelitian serupa oleh Suprihatin (2012) mengenai pola diit tepat jumlah, jadwal dan jenis menunjukkan adanya hubungan yang kuat terhadap kadar gula darah pasien DM tipe II di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Baptis Kediri. Selain diit, latihan fisik pada pasien DM memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah (Soegondo dalam
5
Indriyani, 2007). Penelitian tersebut menyatakan bahwa saat melakukan latihan fisik terjadi peningkatan pemakaian gula oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar gula darah. Latihan fisik adalah stimulus yang kuat terhadap masuknya gula ke dalam otot skeletal. Utomo, Azam, Anggraini (2012) dalam penelitiannya mengenai Senam menunjukkan bahwa adanya perbedaan penurunan kadar gula darah sewaktu dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Penurunan rata-rata gula darah sewaktu pada kelompok perlakuan 2,3 kali lebih besar daripada kelompok kontrol (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ahmad Baequny dkk (2009) yang hasil penelitiannya menunjukkan ada perubahan yang signifikan pada gula darah setelah melakukan senam. Penelitian-penelitian terdahulu inilah yang mendorong peneliti ingin meneliti pengaruh kombinasi pemberian pengaturan pola diit dan senam diabetes secara bersamaan, untuk mengetahui besarnya pengaruh terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II. Penelitian akan dilakukan pada pasien diabetes mellitus tipe II, hal ini terkait peneliti ingin menghomogenitaskan subyek penelitian sehingga hasil yang didapat lebih representative serta terkait dengan meminimalkan risiko terjadinya hipoglikemia dalam proses pengumpulan data. Pasien DM tipe II cenderung lebih tidak berisiko mengalami hipoglikemia sedang sampai berat sehingga mengurangi bahaya bagi subyek penelitian selama proses pengumpulan data. Pada pasien DM tipe II kejadian hipoglikemia berat jauh lebih sedikit prevalensi kejadiannya. Data dari the United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), pada kadar HbA1c yang setara dengan the Diabetes
6
Control and Complication trial (DCCT), dalam 10 tahun pertama kejadian hipoglikemia berat dengan terapi klorpropamid timbul pada 0,4%, glibenkamid 0,6% dan insulin 2,3%. Kejadian hipoglikemia berat juga meningkat dengan penggunaan insulin yang lama (Soemadji, 2005). Pada pasien diabetes yang relatif baru, keluhan dan gejala hipoglikemia yang terkait system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat akan lebih menonjol dan biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Hampir semua pasien diabetes yang mendapatkan terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap hipoglikemia yang berat, walaupun hal tersebut dengan derajat kejadian yang berbeda-beda, namun pada DM tipe II gangguan tersebut cenderung ringan (Soemadji, 2005). Pada awal diagnosis DM dibuat, respon glukagon terhadap hipoglikemia umumnya normal. pada DM tipe I mulai turun setelah menderita diabetes 1-2 tahun, dan sesudah 5 tahun hampir semua pasien mengalami gangguan atau kehilangan respon. Sigi epidemiologi melaporkan ada sekitar 25 % pasien DM tipe I sulit mengenali hipogklikemia yang menetap atau berselang-seling (intermiten). Dari sekitar 25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak mengalami hipoglikemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal dalam menganali hipoglikemia, namun pada DM tipe II hal ini jarang dilaporkan terjadi terkecuali pada pasien-pasien DM tipe II yang mendapatkan terapi sulfonilurea, terutama sulfonylurea yang bekerja lama seperti glibenklamid (Soemadji, 2005).
7
Pengelolaan DM yaitu diit dan exercise berupa senam diabetes ini cenderung mudah untuk dilakukan dengan menerapkan prinsip pengaturan pola diit dengan menu penukar dan senam diabetes yang merupakan terapi yang murah dan mudah sehingga dapat dicapai oleh semua kalangan. Berdasarkan hal ini peneliti ingin mengetahui pengaruh dari kombinasi pengaturan pola diit dan senam diabetes terhadap kadar gula darah puasa dan 2 jam pos prandial.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut : “Adakah pengaruh kombinasi pengaturan diit DM dan senam diabetes terhadap kadar gula darah pada diabetes melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar?”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh kombinasi pengaturan diit DM dan senam
diabetes terhadap kadar gula darah pada diabetes melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar.
1.3.2 a
Tujuan Khusus
Mengidentifikasi kadar gula darah pre-test pada pasien diabetes melitus pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di RSUP Sanglah.
b
Mengidentifikasi kadar gula darah post-test pada pasien diabetes melitus pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di RSUP Sanglah.
8
c
Menganalisis perbedaan (pre-testt-post test) kadar gula darah
dalam
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pasien diabetes melitus di RSUP Sanglah. d
Menganalisis perbedaan selisih (post test-pre-testt) kadar gula darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada pasien diabetes melitus di RSUP Sanglah.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Praktis
a
Manfaat bagi tenaga kesehatan Sebagai bahan refrensi penunjang tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan yang bersifat promotif dan preventif untuk mengurangi resiko komplikasi pada pasien diabetes mellitus tipe II melalui kontrol kadar gula darahnya.
b
Manfaat bagi pasien Mengetahui bahaya dari ketidakstabilan gula darah bagi pasien diabetes melitus tipe II serta manfaat dari pengaturan pola diit yang tepat dan senam diabetes dalam menjaga kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II guna menurunkan resiko terjadinya komplikasi.
1.4.2 a
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan medikal bedah khususnya pada penanganan diabetes melitus berdasarkan empat pilar pengelolaan diabetes melitus yang dua diantaranya, mencakup aspek diit (pola konsumsi) dan exercise (latihan) yaitu
9
berupa senam diabetes terhadap perubahan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus. b
Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat dijadikan sebagai wahana untuk menambah pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh.
c
Sebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti frekuensi makan, jumlah dan jenis yang tepat untuk diit, serta waktu dan durasi yang sesuai dalam pemberian exercise berupa senam diabetes pada pasien DM dalam menjaga kadar gula darah dalam batas normal.