BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan bisnis perbankan di Indonesia sampai saat ini terus menunjukkan pertumbuhan dan peningkatan yang baik. Terlebih didorong oleh perkembangan pengetahuan masyarakat yang semakin selektif dalam memilih bank. Selain itu, sikap dan perilaku manajemen suatu perusahaan sangat berpengaruh besar demi kesinambungan dan keberlanjutan bisnis yang dijalankan agar menunjukkan pertumbuhan dan peningkatan. Bagi perusahaan yang ingin memenangkan persaingan, maka harus merubah paradigma di dalam tata kelola dan pengendalian perusahaannya, misalnya dengan sistem kontrol manajemen yang interaktif dan terintegrasi. Oleh karena itu manajemen perusahaan dapat memantau bisnisnya setiap saat sehingga ketika terdapat suatu masalah dapat segera diantisipasi dengan keputusan yang tepat, cepat dan akurat. Di dunia perbankan, nasabah memiliki kekuatan tawar menawar yang kuat sehingga nasabah dapat memilih bank yang diinginkan dan berbagai produk perbankan yang sesuai kebutuhan dan menguntungkan bagi dirinya. Oleh karena itu, bank harus memiliki strategi yang baik dan tepat agar mampu bersaing. Dengan banyaknya pilihan produk dan jasa perbankan di pasar, ini berarti pelanggan memiliki posisi tawar-menawar yang baik. Salah satu kunci sukses dalam bisnis adalah dalam menerapkan sebuah strategi. Hal ini perlu dilakukan
1
agar mampu mengimbangi posisi tawar-menawar yang kuat oleh pelanggan serta menghadapi persaingan keunggulan bisnis produk dan fitur perbankan. PT. Bank Negara Indonesia Syariah (selanjutnya disebut sebagai, “BNIS”) merupakan salah satu bank syariah di Indonesia yang menggunakan sistem perbankan berbasis syariah. Pada awalnya BNIS merupakan Unit Usaha Syariah dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (selanjutnya disebut sebagai “BNI”) sejak 29 April 2000. BNI membuka unit usaha syariah dengan membuka 5 kantor cabang syariah di kota– kota besar di Indonesia. Pada bulan Juni 2010, BNIS resmi melakukan pemisahan dari induk (BNI) dan menjadi bank umum syariah berdasarkan izin beroperasi dari Bank Indonesia. Pemerintah dan Bank Indonesia mendorong untuk semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia melalui berbagai peraturan dan kemudahan. Dengan dukungan tersebut, perbankan syariah khususnya BNIS mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang.(Annual Report BNIS, 2014). BNIS sebagai perusahaan anak dari BNI yang bergerak di sektor jasa perbankan khususnya perbankan syariah, dituntut untuk mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan yang adil dan dikelola secara baik dan profesional serta memberikan pelayanan semaksimal mungkin dalam upayanya menjadi yang terdepan dalam persaingan bisnis perbankan. Oleh karena itu manajemen BNIS menerapkan strategi dalam suatu misi bisnis yaitu (Annual Report BNIS, 2014): Visi : Menjadi bank syariah pilihan masyarakat yang unggul dalam layanan dan kinerja
2
Misi :
1) Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli pada kelestarian lingkungan. 2) Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa perbankan syariah. 3) Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor. 4) Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah. 5) Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah. Untuk mendukung pencapaian visi dan misi perusahaan serta target yang
ingin dicapai, BNIS menerapkan langkah-langkah strategis yaitu: 1) Kristalisasi budaya kerja amanah dan jamaah sehingga larut menjadi perilaku. 2) Implementasi program kerja perusahaan yang telah tertuang dalam Rencana Perusahaan 5 tahun. 3) Pemenuhan jumlah pegawai, pengembangan rencana kesuksesan dan talent pool serta penguatan kompetensi sumber daya manusia. 4) Memperkuat kapabilitas tenaga penjual khususnya untuk produkproduk konsumer. 5) Peluncuran produk baru dalam rangka mendukung peningkatan dana, pembiayaan dan pemasukan berbasis biaya. 6) Memperkuat sistem IT dengan membangun kapabilitas SDM divisi teknologi BNIS dengan bekerja sama divisi teknologi BNI.
3
7) Memperkokoh
jaringan
pemasaran
dan
layanan
dengan
mengoptimalkan kerjasama keagenan. Pembukaan 23 kantor cabang, 85 kantor cabang pembantu, 9 kantor kas, dan 20 unit mobil layanan gerak. 8) Mengembangkan pembiayaan segmen mikro untuk menambah lini bisnis yang sudah ada. BNIS semenjak melakukan pemisahan pada bulan Juni 2010 hingga akhir 2014 menunjukkan hasil kinerja yang meningkat tiap tahunnya, baik dari segi aset, maupun keuntungan yang diraih perusahaan. Ini dapat dilihat pada tabel neraca dan tabel laba rugi yang ditunjukkan pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Tabel 1.1 Neraca BNIS KETERANGAN 2011 2012 Jumlah Aset 8.466.887 10.645.313 Jumlah Aset Produktif 7.826.113 9.769.273 Pembiayaan yang Diberikan 5.310.291 7.631.994 Penempatan Surat Berharga 482.287 1.119.130 Penyertaan Dana Pihak Ketiga 6.752.263 8.947.729 Giro 894.565 1.468.456 Tabungan 2.612.379 3.776.960 Deposito 3.245.319 3.702.313 Jumlah Kewajiban 1.301.983 2.185.658 Jumlah Ekuitas 1.076.677 1.187.218 Modal Saham 1.001.000 1.001.000 Keterangan: dalam jutaan Rupiah, kecuali dinyatakan lain Sumber: Annual Report BNIS 2014
2013 14.708.504 13.647.599 11.242.241 1.995.502 11.422.190 1.499.694 5.005.741 4.916.755 3.838.672 1.304.680 1.001.000
2014 19.492.112 18.367.547 15.040.920 1.884.213 16.246.405 1.416.085 5.957.067 8.873.253 3.084.547 1.950.000 1.501.500
4
Tabel 1.2 Laba Rugi BNIS KETERANGAN 2011 2012 Pendapatan Pengelolaan Dana 784.144 936.406 oleh Bank sebagai Mudharib Hak Pihak Ketiga atas Bagi (252.413) (291.056) Hasil Dana Syirkah Temporer Hak Bagi Hasil Milik Bank 531.731 645.350 Pendapatan Usaha Lainnya 61.818 84.109 Pendapatan Operasional 593.549 729.459 Beban Operasional (388.918) (673.953) Penyisihan/pembalikan penyisihan kerugian aset (108.581) 85.721 produktif Pendapatan/Beban Non (6.794) (3.483) Operasional – Bersih Laba Sebelum Pajak 89.256 137.744 Laba Bersih 66.354 101.892 Jumlah Pendapatan 55.707 98.601 Komprehensi Keterangan: dalam jutaan Rupiah, kecuali dinyatakan lain Sumber: Annual Report BNIS 2014
2013
2014
1.333.245
2.026.108
(418.332)
(691.444)
914.913 146.964 1.061.877 (878.405)
1.334.664 100.387 1.435.051 (1.119.482)
8.244
(93.246)
(12.100)
(2.190)
179.616 117.462
220.133 163.251
117.462
163.251
Pertumbuhan dan persaingan bisnis perbankan di Indonesia baik antar bank syariah maupun dengan bank konvensional semakin ketat. Hal tersebut terlihat dari persaingan keunggulan produk, pelayanan terhadap nasabah, fasilitas, dan lain sebagainya. BNIS sebagai salah satu bank syariah saat ini juga mengalami berbagai kendala yang menghambat perkembangan BNIS diantaranya masih kuatnya budaya sistem perbankan konvensional yang memberikan hasil lebih pasti (berupa bunga), dibandingkan dengan perbankan syariah yang returnnya tergantung pada hasil yang diterima oleh bank. Selain itu sebagian masyarakat terutama muslim masih ada yang menganggap bunga bank itu halal. Di samping itu persaingan juga meliputi antar bank syariah itu sendiri, diantaranya Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan lain-lain. Ketiga bank tersebut merupakan salah satu bank syariah terbesar di Indonesia
5
selain BNIS. Selama ini BNIS masih sebagai pengikut pasar ditinjau dari berbagai produk dan jasa yang dipasarkan. Kurangnya inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif. BNIS cenderung mengeluarkan produk dan jasa yang sudah digunakan atau mengimitasi dari bank kompetitornya baik bank konvensional maupun syariah, selain itu faktor sumber daya manusia yang ada di BNIS saat ini yang kurang kompeten di bidangnya, kualitas dan kuantitas dari sumber daya manusia yang belum memadai serta jenjang karir yang cenderung terhambat. Selain itu pada awal tahun 2015, Indonesia sebagai negara yang masuk di kawasan ASEAN bersiap untuk memasuki era baru dalam hubungan integrasi perekonomian dan perdagangan dalam bentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Siap atau tidak siap semua negara di kawasan ASEAN sudah harus meleburkan batas teritorial negaranya dalam satu pasar bebas yang diperkirakan akan menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan Asia setelah Cina. Indonesia sebagai salah satu bagian dalam integrasi MEA tentu harus bersiap menghadapi era bebas tanpa batas berdasarkan MEA ini. Perekonomian Indonesia secara nasional diharapkan dapat terus tumbuh dengan baik untuk menunjang persaingan di kawasan ASEAN. Industri ekonomi dan perbankan syariah sebagai bagian struktur perekonomian bangsa Indonesia juga tidak lepas dari tuntutan. Namun, realita yang ada adalah bahwa sebagian pihak masih mengkhawatirkan hadirnya MEA sebagai sebuah ancaman karena pasar potensial domestik akan diambil oleh pesaing dari negara lain. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan
6
industri dan keuangan syariah di ASEAN bahkan dunia. Hal ini bukan merupakan impian yang mustahil karena potensi Indonesia untuk menjadi pemain global keuangan syariah sangatlah besar. Sehingga Indonesia melalui industri keuangan dan perbankan syariahnya akan mampu bersaing dalam kancah MEA. Meskipun tentu saja diakui bahwa di balik peluang dan kondisi yang dapat mendorong hal ini,
juga
terdapat
ancaman-ancaman
yang
justru
dapat
menghambat
perkembangan dan penguatan industri keuangan dan perbankan syariah sebagai salah
satu
pilar
penyokong
perekonomian
bangsa
Indonesia
(www.bppk.kemenkeu.go.id). Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan industri keuangan syariah di dunia, karena potensi dan peluang Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar khususnya dalam menghadapi MEA, diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii) peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah dan (iv) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai dasar transaksi industri keuangan syariah. Pengembangan keuangan syariah di Indonesia yang lebih bersifat dikendalikan oleh pasar dan dorongan dari bawah ke atas dalam memenuhi
7
kebutuhan masyarakat sehingga lebih bertumpu pada sektor riil juga menjadi keunggulan tersendiri. Berbeda dengan perkembangan keuangan syariah di Iran, Arab Saudi, dan Malaysia sebagai salah satu negara di kawasan ASEAN, dimana perkembangan keuangan syariahnya lebih bertumpu pada sektor keuangan, bukan sektor riil, dan peranan pemerintah sangat dominan. Selain dalam bentuk dukungan regulasi, penempatan dana pemerintah dan perusahaan milik negara pada lembaga keuangan syariah membuat total asetnya meningkat signifikan, terlebih ketika negara-negara tersebut menikmati profit yang tak terduga dari kenaikan harga minyak dan komoditas. Keunggulan struktur pengembangan keuangan syariah di Indonesia lainnya adalah rezim regulasi yang dinilai lebih baik dibanding dengan negara lain. Di Indonesia kewenangan mengeluarkan fatwa keuangan syariah bersifat terpusat oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merupakan institusi yang independen. Sementara di negara lain, fatwa dapat dikeluarkan oleh perorangan ulama sehingga peluang terjadinya perbedaan sangat besar. Di Malaysia, struktur organisasi lembaga fatwa ini berada di bawah Bank Negara Malaysia (BNM), tidak berdiri sendiri secara independen (www.bppk.kemenkeu.go.id). Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank-Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana menjelaskan hingga saat ini aset industri perbankan syariah masih memiliki pangsa pasar di bawah 4 persen dibandingkan dengan keseluruhan perbankan nasional. Terdapat tiga masalah besar di perbankan syariah yang menghambat perkembangan bisnis syariah sampai saat ini. Pertama, ketersediaan produk dan standarisasi produk perbankan syariah. Hal
8
ini dikarenakan selama ini masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah. Standardisasi ini diperlukan dengan alasan industri perbankan syariah memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Bahkan produk bank syariah tidak hanya diperuntukkan bagi nasabah muslim, melainkan juga nasabah non-muslim. Kedua, tingkat pemahaman produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat yang tahu tentang produkproduk perbankan syariah dan istilah-istilah di perbankan syariah. Selain itu, masalah ketiga industri perbankan syariah adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Masalah yang terjadi adalah pihak perbankan kesulitan untuk mencari SDM perbankan syariah yang kompeten dan mumpuni. Hal yang paling pokok adalah bahwa industri perbankan syariah memiliki peluang yang besar karena terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan setelah kegagalan sistem ekonomi kapitalis sistem syariah dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia. Banyaknya lembaga-lembaga keuangan syariah merupakan sebuah bukti bahwa sistem ini memiliki ketahanan terhadap krisis. Hal ini pun telah dibuktikan ketika krisis ekonomi 1998, di saat bank konvensional mengalami negative spread, namun bank syariah tampil sebagai perbankan yang sehat dan tahan terhadap krisis dan memperlihatkan eksistensinya hingga sekarang. Bank Indonesia pun memberikan perhatian yang serius dalam mendorong perkembangan perbankan syariah, dikarenakan keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa kebaikan bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah memberikan dampak yang lebih nyata dalam mendorong
9
pertumbuhan ekonomi karena lebih dekat dengan sektor riil sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari krisis keuangan global. Ketiga, sistem bagi hasil yang menjadi ruh perbankan syariah yang akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak (www.bppk.kemenkeu.go.id). Industri perbankan syariah terbesar di Indonesia saat ini baru mampu membukukan aset sekitar US$5,4 miliar sehingga belum ada yang masuk ke dalam jajaran 25 bank syariah dengan aset terbesar di dunia. Sementara tiga bank syariah Malaysia mampu masuk ke dalam daftar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa skala ekonomi bank syariah Indonesia masih kalah dengan bank syariah Malaysia yang akan menjadi kompetitor utama. Belum tercapainya skala ekonomi tersebut membuat operasional bank syariah di Indonesia kalah efisien, terlebih sebagian besar bank syariah di Indonesia masih dalam tahap ekspansi yang membutuhkan
biaya
investasi
infrastruktur
yang
cukup
signifikan
(www.bppk.kemenkeu.go.id). Tantangan lainnya dalam menghadapi MEA 2015 adalah diferensiasi produk keuangan syariah di Indonesia yang dinilai masih kurang. Hal ini disebabkan oleh faktor bisnis model industri keuangan syariah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, yang lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan di sektor riil dan sangat menjaga maqasid syariah. Hal ini berbeda dengan negara lain yang peranan produk-produk di sektor keuangan (pasar uang dan pasar modal) lebih dominan. Secara esensi, struktur pengembangan keuangan syariah di
10
Indonesia akan lebih kuat dibanding dengan negara lain. Kekurangan instrumen di pasar keuangan syariah tersebut berdampak pada pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
Pengelolaan
likuiditas
perbankan
syariah
masih
mengandalkan
mekanisme Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dengan menggunakan instrumen Sertifikat Investasi Mudharabah (SIMA), dan melakukan penempatan di instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yakni FASBI Syariah dan SBI Syariah. Masih sedikit sekali portofolio penempatan pada instrumen sukuk. Tingginya porsi pengelolaan likuiditas perbankan syariah pada instrument bank sentral menyebabkan pengembangan pasar keuangan syariah menjadi terkendala dan
mekanisme
penyesuaian
diri
menjadi
kurang
optimal
(www.bppk.kemenkeu.go.id). Oleh karena itu diperlukan suatu evaluasi strategi bagi strategi bisnis dari BNIS dalam menilai strategi bisnis yang diterapkan serta dalam menghadapi tantangan MEA 2015 yang akan dihadapi. Salah satu bagian penting dari proses manajemen strategi adalah evaluasi strategi yang berguna memberikan umpan balik kepada perusahaan untuk mendapatkan tindakan korektif untuk memastikan kinerja sesuai dengan perencanaan serta membandingkan hasil yang diinginkan dengan hasil aktual. 1.2 Rumusan Masalah Persaingan bisnis di bidang perbankan yang saat ini semakin tinggi dan ketat menuntut perusahaan untuk mendapatkan nasabah sebanyak mungkin dengan maksud agar mendapatkan keuntungan yang diinginkan.Selain itu BNIS juga menghadapi tantangan MEA mulai tahun 2015. Kondisi tersebut menuntut
11
BNIS memiliki strategi bisnis yang tepat agar memperoleh hasil kinerja yang maksimal dan dapat menjadi bank syariah terdepan dan sebagai pemimpin diantara bank syariah lainnya. Visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan harus ditempuh melalui manajemen strategi. Dalam hal ini tidak hanya perencanaan dan implementasi strategi tetapi tahap evaluasi strategi pun sangat menentukan untuk mengetahui efektifitas implementasi dari strategi yang dirumuskan. Berdasarkan latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dijelasan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana hasil evaluasi dari implementasi strategi bisnis yang telah diterapkan di BNIS saat ini ? 2) Apakah strategi bisnis yang diterapkan BNIS saat ini cukup efektif dalam menghadapi persaingan usaha dan tantangan MEA ? 3) Bagaimana strategi bisnis yang sebaiknya diterapkan oleh BNIS dalam menghadapi persaingan bisnis perbankan dan tantangan dalam menghadapi MEA ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ditujukan untuk mengevaluasi strategi yang diterapkan oleh BNIS saat ini dan memberikan alternatif strategi baru yang tepat apabila strategi yang diterapkan tersebut tidak mendapatkan hasil yang maksimal terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan serta solusi dalam menghadapi tantangan dalam MEA. 1.4 Kerangka Penelitian
12
Sebagai bahan untuk menyusun penelitian ini dapat dilihat pada kerangka pokok penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Pertanyaan Penelitian
Analisis Internal
Analisis Eksternal
Kinerja BNI Syariah
Pengaruh MEA
Balanced Scorecard
Five Forces Porter
Efektivitas Strategi BNI Syariah
Alternatif Strategi Dalam Menghadapi MEA Gambar 1.1 Kerangka Pokok Penelitian
Salah satu alternatif pengukuran kinerja yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Balanced Scorecard (BSC). Pemilihan BSC karena memiliki keunggulan
dalam
meningkatkan
strategi
yang
memiliki
karakteristik
komprehensif, koheren, seimbang dan terukur. Keseimbangan antara pengukuran kinerja keuangan dan non-keuangan akan membantu perusahaan dalam mengetahui dan mengevaluasi kinerjanya secara keseluruhan. Perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis melakukan penciptaan nilai saat ini dengan mempertimbangkan kepentingan-kepentingan masa yang akan datang
13
melalui BSC. Sedangkan penggunaan analisis Five Forces Porter karena tool ini sederhana tapi sangat powerfull untuk mengetahui situasi dari bisnis yang sedang dijalankan. Selain itu juga membantu dalam mengetahui keunggulan posisi kompetisi saat ini dan yang akan dihadapi kemudian. Dalam hal ini tantangan MEA terhadap bisnis dari BNIS. Sehingga perusahaan dapat meningkatkan kekuatan, mengantisipasi kelemahan dan akan menghindari perusahaan dalam pengambilan keputusan yang salah. 1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil evaluasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu : 1) Bagi penulis Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan aplikasi penerapan ilmu, sehingga dapat menambah wawasan mengenai praktek sistem pengendalian strategi pada perusahaan dengan membandingkan teori – teori yang telah dipelajari dengan praktek nyata di perusahaan. 2) Bagi perusahaan Diharapkan mendapatkan tindakan korektif untuk memastikan kinerja perusahaan yang sesuai dengan perencanaan serta tantangan MEA berdasarkan hasil evaluasi strategi bisnis. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terfokus pada pengukuran kinerja BNIS pada tahun 2014 dengan pendekatan BSC yang meliputi empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
14
Selain itu juga menganalisis tantangan MEA dengan menggunakan Five Forces Porter untuk menganalisis masuknya pesaing baru, ancaman dari produk pengganti, kekuatan penawaran pembeli, kekuatan penawaran pemasok, persaingan diantara perusahaan yang ada. 1.7 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penyusunan tesis ini, penulis menyusunnya menjadi 5 bab yang saling terkait antara satu dengan lainnya dan mencerminkan alur logika yang mendasari sistematika penulisan. Selain itu setiap bab dalam sistematika penulisan tesis ini mempunyai fungsi tersendiri sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN
Pada Bab I ini penulis mencoba menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka penelitian, manfaat penelitian, kerangka penelitian dan sistematika penulisan tesis. BAB II
: LANDASAN TEORI
Pada Bab II ini penulis menjelaskan landasan-landasan teori yang digunakan sebagai pedoman dalam penulisan tesis ini. BAB III
: METODE PENELITIAN DAN PROFIL BNI SYARIAH
Pada Bab III ini penulis menjelaskan mengenai metode penelitian untuk menyusun tesis ini yang berisi tentang desain dari penelitian tersebut, definisi istilah atau operasional serta metode analisis data. BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
15
Pada Bab IV ini berisi tentang analisis hasil penelitian dan penjelasan data yang telah diperoleh dan disusun. BAB V
: SIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab V ini merupakan penutup dari penelitian ini yang berisi simpulan yang didapat berdasarkan analisis hasil penelitian serta saran-saran yang diharapkan dapat menjadi rekomendasi.
16