BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perbankan dan dunia usaha merupakan dua sisi yang diharapkan paling punya peran dalam stimulus pemulihan ekonomi. Semenjak krisis kepercayaan yang menggoncang masyarakat pada tahun 1997 dunia perbankan harus lebih hati-hati dalam mengelola dan mengawasi dunia usaha khususnya perbankan. Kegiatan perekonomian yang tinggi sampai dengan pertengahan tahun 1997 menyebabkan pertumbuhan uang beredar, naik pesat sebagai cerminan naiknya permintaan terhadap uang yang didorong oleh kenaikan tingkat pendapatan dan menurunnya suku bunga serta derasnya arus modal luar negeri. Menghadapi situasi permintaan domestik yang tetap kuat pada saat pertumbuhan uang beredar meningkat, kebijakan moneter hingga pertengahan tahun 1997 diarahkan untuk mengendalikan permintaan dalam negeri dalam rangka memelihara stabilitas ekonomi makro. Langkah pengendalian moneter pada pertengahan Juli 1997 tersebut ditempuh dengan meredam pemberian kredit melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dari 3% menjadi 5% dan penghentian kredit untuk sektor properti. Langkah-langkah tersebut beserta terjadinya kecenderungan apresiasi nilai tukar rupiah berhasil mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
tingkat inflasi yang rendah, yaitu rata-rata 5,11% per tahun pada periode tahun 1992-1997.1 Walaupun perekonomian Indonesia dalam periode tersebut menunjukan dinamisme yang tinggi, terdapat tanda-tanda kearah perkembangan yang kurang menguntungkan. Hal tersebut terlihat pada terus berkembangnya sektor-sektor produksi yang kurang kompetitif, ketergantungan pada utang luar negeri yang semakin meningkat, melemahnya ekspor nonmigas, impor yang meningkat pesat, dan tingginya resiko yang dihadapi perbankan terutama dalam kegiatan valuta asing. Perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut disebabkan oleh terdapatnya kelemahan-kelemahan yang mendasar sebagai berikut: 2 a. Menurunnya efisiensi pengelolaan dunia usaha yang tercermin pada naiknya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dalam tahun 19921997 sebesar rata-rata sekitar 3,1 pada tahun 1988-1991. b. Terjadinya investasi yang berlebihan (over investment) oleh dunia usaha pada sektor-sektor ekonomi yang rentan terhadap perubahan nilai tukar dan suku bunga, seperti sektor properti. c. Tersedianya
pembiayaan
yang
relatif
mudah
diperoleh
yang
menyebabkan sektor swasta mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam memperoleh pinjaman luar negeri. d. Tersedianya moral hazard di kalangan pengelola dan pemilik bank yang berkaitan dengan adanya jaminan terselubung dari bank sentral sehingga
1
J.Soedradjadjiwandono, Sejarah Bank Indonesia Periode : 1997-1999 Bank Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi Moneter dan Perbankan, Jakarta:Bank Indonesia, 2006, hlm134-135. 2 Ibid., hal 135
Universitas Sumatera Utara
mendorong perbankan untuk mengambil untung yang berlebihan dan memberi kredit ke sektor-sektor yang beresiko tinggi. Di lain pihak, sistem pengawasan bank sentral masih kurang efektif karena belum sepenuhnya dapat mengimbangi kegiatan perbankan yang sangat pesat dan kompleks. Hal ini mendorong perbankan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan operasional mereka.
Rush (penarikan dana-dana) yang dipicu oleh tindakan pemerintah atas desakan IMF (International Monetary Fund) untuk menutup 16 buah bank pada 1 November 1997 telah menyebabkan sejumlah bank berpaling pada kucuran dana likuiditas dari Bank Sentral. Pelaksanaan fungsi Bank Sentral sebagai “lender of the last resort” ini yang didorong pula oleh pelaksanaan program Penjaminan berupa blanket guarantee yang demikian luas, telah menyebabkan terjadinya tragedi BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang menimbulkan potensi kerugian yang demikian besar bagi negara. 3 Sementara itu pula ditengarai bahwa sepanjang periode awal krisis tersebut, telah terjadi capital flight (penarikan modal) besar-besaran yang diduga telah lolos melalui empat pintu yaitu : 1. Berupa pelepasan portfolio saham-saham unggulan di pasar modal yang telah menyebabkan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) telah merosot tajam dari level diatas 700an menjadi tinggal dibawah level 400an saja. Diduga dana hasil penjualan saham-saham ini yang sebagian besar 3
Masyhud Ali, Restrukturisasi Perbankan Dan Dunia Usaha, Jakarta : IKAPI, 2002,
hlm.7-8.
Universitas Sumatera Utara
dikuasai oleh unsur-unsur investor asing, telah dikonversi menjadi valas yang ditempatkan pada perbankan asing atau langsung ditransfer ke rekening bank mereka diluar negeri (capital flight). 4 2. Hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan perekonomian dan perbankan nasional yang dijalankan oleh pemerintah. Hal itu terutama dipicu oleh tindakan pemerintah menutup 16 buah bank atas desakan IMF dan penanganan krisis yang tidak jelas arahnya. Sulit dipahami mengapa Bank Sentral tetap melakukan tight money policy. 5 Di tengah terus anjloknya nilai tukar rupiah, naiknya inflasi serta makin membumbung tingginya tingkat suku bunga bank. Padahal jelas dengan langkah drastis tersebut, kegiatan produktif yang mampu memompa barang
dan
jasa-jasa
dalam
peredaran
menjadi
tidak
mampu
mengimbangi kenaikan inflasi yang demikian tinggi. Seharusnya naiknya jumlah uang yang beredar melalui kebocoran BLBI yang telah menetralisir kebijakan uang ketat itu menjadi acuan pula bagi Bank Sentral untuk mencari alternatif-alternatif lain yang lebih efektif dalam menopang kejatuhan nilai tukar rupiah. Kegagalan pemerintah menjaga nilai tukar rupiah dan mengelola kepercayaan inilah yang telah menyebakan masyarakat menarik dana-dananya dari perbankan nasional, mengkonversinya dalam satuan valas dan menempatkannya pada perbankan asing atau mentransfernya ke rekening bank-bank asing di luar 4
Ibid.,hlm 9. Tight money policy adalah sebuah kebijakan untuk mengendalikan peredaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia, lihat Mandala Manurung. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Jakarta : FE Universitas Indonesia, 2004, hlm. 55. 5
Universitas Sumatera Utara
negeri. Masyarakat telah terlanjur memiliki persepsi bahwa besarnya kejatuhan nilai tukar rupiah masih merupakan potensi return yang jauh lebih tinggi dari iming-iming bunga yang dengan panik ditawarkan oleh perbankan nasional apalagi masyarakat telah mengetahui pula perihal rapuhnya likuiditas dan rehabilitas perbankan nasional. Itu terjadi di tengah isu kemungkinan terjadinya tindakan panik pemerintah untuk membekukan atau mengkonversi saldo rekening masyarakat pada perbankan nasional menjadi obligasi. Hilangnya kepercayaan kepada pemerintah inilah yang gagal didengar dan diantisipasi oleh Bank Sentral, yang seolah asik terbelai resep generik IMF. 6 3. Kegagalan Bank Sentral dalam memahami persepsi dan kemampuan kaum spekulan membaca situasi krisis pada periode yang sangat krisis itu, yaitu terutama ketika pemerintah seolah tidak rela melihat kenyataan pahit bahwa kejatuhan nilai tukar rupiah sesungguhnya berakar pada merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap daya tahan rupiah yang sekadar ditopang oleh cadangan devisa yang terbatas. Ditambah lagi derasnya angin spekulatif yang didorong oleh kaum spekulan menangguk keuntungan ditengah situasi yang kritis. Tindakan membentuk dan menugasi Tim Radius Prawiro untuk melakukan inventarisasi atas hutang-hutang swasta telah dibaca oleh kaum spekulan sebagai tanda dari kecemasan dan ketidaktahuan pemerintah sedikitnya perihal besarnya permintaan terhadap valas untuk melunasi hutang-hutang dunia usaha
6
Op.cit.,hlm. 10
Universitas Sumatera Utara
swasta yang telah dan masih akan jatuh waktu lagi dalam jangka waktu yang pendek juga langkah untuk melepas rentang kurs intervensi rupiah terhadap US$ dan melepas kebijakan manage floating exchange rate system. 7
Sistem
ini
diinterpretasikan
sebagai
ketidakberdayaan
pemerintah melakukan intervensi karena terbatasnya cadangan devisa yang dapat dipergunakannya tersebut. Mungkin pada awalnya pemerintah berharap bahwa tindakannya dapat dipandang sebagai unjuk kekuatan oleh pemerintah. Tetapi apa daya setelah dalam beberapa hari kurs rupiah tetap jatuh dan pemerintah seolah membiarkannya karena tidak mampu lagi membelanya, langkah meninggalkan manage floating exchange rate system itu sebagai tanda angkat tangan pemerintah terhadap ulah kaum spekulan. Kukuhnya tekad pemerintah untuk tidak melaksanakan kontrol devisa untuk mencegah terjadinya capital flight sepanjang periode awal krisis ditenggarai semata disebabkan oleh adanya kepentingan politik dan kelompok tertentu yang ingin dilindungi. Belakangan ketika pemerintah mengangkat Prof. Steve Henke menjadi penasihat Dewan Pemulihan Keamanan Ekonomi dan Keuangan (DPP-EKU) dan melemparkan isu pemberlakuan Currency Board System (CBS) cari artinya, masyarakat juga melihatnya sebagai upaya untuk menyelamatkan bisnis dari sekelompok pengusaha tertentu. 8
7
manage floating exchange rate system adalah mekanisme penentuan nilai tukar mata uang suatu negara berdasarkan mekanisme pasar. Op.Cit., hlm.74. 8 Op.cit., hlm.11
Universitas Sumatera Utara
4. Berupa kebocoran dana BLBI sebagai akibat dari tidak dilakukannya penghentian kliring pada sejumlah bank yang bersaldo debet ketika bank sentral mengucurkan dana BLBI ditenggarai bahwa pelaksanaan pelaksanaan bank sentral sebagai lender of the last resort telah menyebakan terjadinya kebocoran dana yang sangat besar. Inipun setelah lebih dari empat tahun krisis berjalan pelunasan kembali dana BLBI tetap akan menghasilkan “dana tekor” yang merupakan kerugian di pihak pemerintah sendiri. Hal itu terjadi mengingat pada awal krisis, rata-rata kurs rupiah masih berada pada level Rp. 3000-an per satu US$, padahal kurs rupiah sepanjang peride pengembaliannya masih berada pada ketinggian rata-rata Rp. 9000-an per satu US$. Dengan demikian, tanpa pemberian kelunakan pada periode pelunasan yang lebih longgar pun maka penerima BLBI itu telah menarik dana “gratis” yang demikian besar dari perbedaan nilai tukar rupiah tersebut. Apabila pada saat itu para penerima BLBI tersebut telah langsung mengkonversi penerimaan dana BLBI itu menjadi valas (US$) dan menempatkannya pada rekening valas perbankan asing dan perbankan di luar negeri, maka transfer dana tersebut telah langsung efektif berfungsi sebagai capital flight. 9
Bank Sentral yaitu Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
9
Ibid., hlm. 12-13
Universitas Sumatera Utara
menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai “lender of the last resort”. Bank yang berfungsi dan menjalankan kewenangan sebagai bank sentral Indonesia yaitu Bank Indonesia. Sesuai dengan penjelasan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas. 10 Selain untuk menjalankan kewenangannya sebagai bank sentral, Bank Indonesia terlepas dari kasus Bank Century, sesungguhnya masih banyak persoalan yang menjadi tantangan dan pekerjaan rumah BI ke depan. Para ekonom mencatat sejumlah tantangan berat yang lebih mendasar yang harus diselesaikan BI ke depan, yakni mengurangi ketergantungan kebijakan moneter terhadap arus dana asing jangka pendek (hot money), mendorong kredit baik kuantitas maupun kualitas, menyiasati perekonomian yang cepat panas tanpa menaikan suku bunga. 11 Bank Indonesia dalam kebijakan moneternya cenderung memelihara lingkungan investasi yang nyaman bagi dana asing agar terus mengalir masuk keuangan Indonesia, tidak peduli bahwa yang masuk sebagian besar hanya hot money. Tujuannya tidak lain untuk memperkuat rupiah mengingat penguatan nilai tukar dari ekspor dan investasi asing langsung masih sulit diharapkan. 12 Nilai tukar rupiah yang kuat memang amat dijaga oleh rezim pimpinan Bank Indonesia saat ini. Salah satunya karena pimpinan Bank Indonesia sangat trauma dengan krisis tahun 1997 yang kebetulan diawali dengan kejatuhan nilai 10
Muhamad Djumhana. Hukum Perbankan Di Indonesia. Cetakan ketiga, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 93. 11 Otoritas Moneter Beban Berat Bagi Bank Sentral, Kompas, 7 Januari 2010, hlm.21. 12 Ibid., hlm 21.
Universitas Sumatera Utara
tukar. Penguatan nilai tukar dipandang bisa meningkatkan konfiden bagi Bank Indonesia dan pelaku pasar di dalam dan luar negeri. Strategi Bank Indonesia yang bergantung pada dana asing jangka pendek tercermin dari kecenderungan membesarnya surplus transaksi portofolio lima tahun kedepan. 13 Transaksi portofolio pada triwulan III-2009, surplus portofolio mencapai 7,22 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan surplus transaksi serupa tahun 2004 sebesar 4,41 miliar dollar AS. Dalam beberapa tahun terakhir, surplus portofolio (surat berharga seperti obligasi) selalu menjadi pendorong utama surplus Neraca Pembayaran Indonesia. Kondisi tersebut berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara tetangga. Surplus transaksi portofolio di Thailand dan Malaysia, misalnya, cenderung menurun. Bahkan, pada tahun 2008 transaksi portofolio Malaysia defisit 5 miliar dollar AS. Tingginya kandungan hot money menyimpan potensi bahaya besar berupa kejatuhan nilai tukar rupiah yang amat dalam jika terjadi pembalikan arus dana secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar. 14 Situasi ini amat beresiko mangingat pasar valas domestik amat tipis dan cadangan devisa relatif tidak besar. Menurut menteri Keuangan Sri Mulyani akibat dari membanjirnya hot money ini, aliran dana asing ke emerging market saat ini lebih dipicu oleh prilaku carry trade, yakni prilaku investor yang meminjam dana dari negara bersuku bunga rendah dan menanamkannya di negara
13 14
Ibid., hlm. 21. Ibid., hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
bersuku bungan tinggi. Jika kondisi kembali normal, biasanya dana cary trade kembali ke tempat asal. 15 Salah satu cara yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah menjaga surplus transaksi portofolio adalah mempertahankan rezim suku bunga tinggi. Buktinya, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) yang kini 6,5 persen merupakan yang tertinggi di kawasan dibandingkan dengan Thailand yang 1,75 persen dan Malaysia yang 2 persen. Tingginya BI rate pada akhirnya mengerek suku bunga berbagai instrumen di pasar keuangan domestik. Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun, misalnya mencapai sekitar 10 persen dan bunga kredit 13 persen. Bank Indonesia enggan menurunkan BI rate meskipun inflasi 2009 hanya 2,78 persen. 16 Kebijakan ini akhirnya menjadi bumerang bagi Bank Indonesia sendiri. Likuiditas di pasar keuangan yang melimpah tanpa disertai aktivitas sektor riil yang seimbang akhirnya memaksa Bank Indonesia untuk menyerap kembali likuiditas tersebut dengan menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia. Alhasil, Sertifikat Bank Indonesia (selanjutnya disebut SBI) menumpuk mencapai Rp. 270 triliun dengan porsi asing terus membesar. Ongkos yang harus dikeluarkan pun membengkak mencapai lebih dari Rp. 18 triliun pada 2009. Tak hanya biaya moneter yang
membengkak, lebih parah, strategi Bank Indonesia ini
kontraproduktif bagi perkembangan sektor riil yang seharusnya menjadi basis pertumbuhan ekonomi berkualitas. Tidak mengherankan jika dalam dekade
15 16
Ibid., hlm.21. Ibid., hlm.21.
Universitas Sumatera Utara
terakhir porsi pertumbuhan sektor perdagangan dan manufaktur terhadap produk domestik bruto terus merosot.17 Sebaliknya sektor keuangan, jasa dan usaha non dagang lainnya yang sebenarnya minim menyerap tenaga kerja tumbuh pesat. Relatif lambatnya perkembangan sektor riil di Indonesia terlihat dari perbandingan outstanding kredit terhadap Produk Domestik Bruto (selanjutnya disebut PDB). Pada tahun 2008 kredit terhadap PDB Indonesia hanya 26,5 persen jauh di bawah Thailand yang mencapai 83 persen. Bahkan, di Malaysia kredit terhadap PDB mencapai 100 persen. Banyak faktor yang membuat penyaluran kredit perbankan tidak optimal, tetapi suku bunga kredit yang tinggi merupakan faktor utama. Tak mudah menciptakan rezim suku bunga rendah dalam lingkungan perekonomian yang cepat memanas seperti Indonesia. 18 Untuk itu, Bank Indonesia mengambil kebijakan dengan memikirkan untung rugi finansial dengan memperhitungkan jika Century yang termasuk bank gagal
ditutup atau diselamatkan, karena
Century berpotensi membuat kolaps 18 bank lainnya. Oleh karena itu Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk menyelamatkan Century “dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah” 19
17
Ibid ., hlm.21. Ibid., hlm.21. 19 Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Bank Atas Undang-undang No. 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. 18
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengalaman krisis kepercayaan yang terjadi pada tahun 1997 maka Bank Indonesia mengambil langkah darurat untuk menolong bank gagal yaitu Bank Century. Langkah darurat tersebut adalah dengan mem-bailout (dana talangan) Bank Century untuk mencegah bank run. “Bank Run is the sudden withdrawl of deposits of just one bank, bank panic is a financial crisis that occurs when many banks suffer runs at the same time, as a cascading failure. In a systemic banking crisis, all or almost all of the banking capital in a country is wiped out; this can result when regulators ignore systemic risks and spillover effects. (Laevan dan Valencia F, Systemic Banking Crisis, IMF: 2008). Artinya bahwa bank run adalah tindakan penarikan simpanan secara tibatiba terhadap salah satu bank, pada saat krisis keuangan yang dilakukan bersamaan ketika banyaknya bank yang berada dalam keadaan sakit atau kegagalan bank pada akhirnya menjadi beban negara. Untuk itulah perlu kita analisis secara yuridis peranan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal. Terlepas dari apakah Bank Century berdampak sistemik atau tidak terhadap perekonomian nasional, bagaimana pun sebagai bank sentral yang memiliki otoritas moneter untuk menjaga kestabilan rupiah dan juga dengan fungsinya dalam pengawasan bank maka Bank Indonesia yang juga dalam rangka pelaksanaan jaring Pengaman Sistem Keuangan, berdasarkan Peraturan Pengganti Undang-undang RI No. 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, dibentuk KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) yang salah satu anggotanya adalah Bank Indonesia menetapkan
Universitas Sumatera Utara
kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis di sektor keuangan. Dan melakukan koordinasi dengan berbagai otoritas dalam pelaksanaanya dalam upaya penyelamatan bank gagal ini termasuk langkah pencegahan yang efektif dan juga menghindari terjadinya untuk kedua kali krisis kepercayaan yang pernah terjadi seperti tahun 1997.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, penulis berpendapat bahwa Analisis Yuridis Terhadap Peranan Bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal merupakan hal yang baru dan menarik untuk dibahas mengingat kasus Bank Century yang dikategorikan sebagai bank kecil mendapatkan dana bantuan yang sangat besar. Dan banyaknya pemberitaan di media massa yang berkembang menimbulkanberbagai pertanyaan. Dengan demikian penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan untuk dibahas secara lebih terperinci dalam tulisan ini. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apa sajakah faktor-faktor yang dijadikan hal bank tersebut adalah termasuk kategori bank gagal ? 2. Apa dampak yang ditimbulkan oleh bank gagal dalam dunia perbankan dan perekonomian nasional ? 3. Tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal ?
Universitas Sumatera Utara
4. Siapa sajakah Lembaga Keuangan yang terkait melakukan koordinasi terhadap pencegahan dan penanganan sistem financial akibat bank gagal ? Kiranya pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terjawab sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan yang berdasar pada pemikiran yuridis.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dijadikan tolak ukur bank gagal. b. Untuk mengetahui
dampak yang ditimbulkan oleh bank gagal dalam
dunia perbankan dan perekonomian nasional. c. Untuk mengetahui Tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal. d. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat penyelamatann bank gagal. 2.
Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam hal ini adalah
berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis. a. Manfaat secara Teoritis Pembahasan
terhadap
permasalahan-permasalahan
sebagaimana
diuraikan diatas, diharapkan akan menimbulkan pemahaman dan pengertian bagi pembaca mengenai Kelembagaan perbankan dan peranan Bank Indonesia
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan
Perturan perundang-undangan
menegenai peranannya
dalam
penyelamatan bank gagal. b. Manfaat secara Praktis Penulis berharap, semoga hasil penulisan ini bermanfaat bagi semua orang, terutama bagi setiap orang yang berminat untuk mengikuti perkuliahan di fakultas hukum di setiap perguruan tinggi, dan menjadi sumbangan pemikiran ilmiah bagi hukum positif di Indonesia, dan dapat dijadikan referensi bagi penulisan karya ilmiah selanjutnya yang mengkaji mengenai Peran Bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal (tinjauan kasus Bank Century) yang terbilang masih hangat diperbincangkan pada saat ini.
D. Keaslian Penulisan Sebelum tulisan ini dimulai, penulis telah terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap tulisan-tulisan terdahulu, dan sepanjang penelusuran tersebut, diketahui di Lingkungan Fakultas Hukum USU, penulisan tentang “Analisis Yuridis Peranan Bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal” belum pernah ada. Kemudian permasalahan yang dimunculkan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Oleh sebab itu, keaslian dari tulisan ini dapat dijamin oleh penulis. Adapun beberapa hal mengenai data baik sekunder maupun primer yang digunakan dalam penulisan ini berasal dari penulis yang lain semata-mata hanyalah merupakan sumber-sumber yang penulis olah kembali. Oleh sebab itu tulisan atau data-data dari para penulis
Universitas Sumatera Utara
yang turut membantu dalam mengelola hasil pemikiran sang penulis, dicantumkan di dalam catatan kaki dan studi pustaka pada tulisan ini.
E. Tinjauan Kepustakaan Di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang selanjutnya disebut sebagai Undang-undang Perbankan menyatakan bahwa Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Oleh sebab itulah maka Bank Indonesia sebagai pengawas dan juga stabilitas moneter memiliki peran yang besar dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Berdasarkan Pasal 1 butir (2) Undang-undang Perbankan bahwa yang dimaksud dengan “Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Menurut G.M Verrijn Stuart menyatakan 20 “Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kebutuhan akan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri dan dengan uang yang diperolehnya dari orang lain untuk maksud itu, 20
C.S.T Kansi, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, 1993, hlm.5
Universitas Sumatera Utara
maupun dengan jalan memperedarakan alat-alat pertukaran berupa uang giral”
Dengan sendirinya Bank Indonesia tidak termasuk dalam pengertian “Bank” sebab bukan sebuah badan usaha yang berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya kendati melakukan kegiatan usaha yang bersifat komersial pula. Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Pasal 4 yang berisikan antara lain 21: “Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang” Secara umum, peranan Bank Indonesia sangat penting dan strategis dalam upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien. Dengan kata lain bank sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu-lintas pembayaran, serta dapat mendukung efektifitas kebijakan moneter. 22 Jadi untuk melakukan upaya penyelamatan yang diakibatkan oleh bank gagal atau tidak sehat sesuai dengan peran bank Indonesia sebagai Bank Sentral
21
Lihat Pasal 4 Undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Perry Warjiyo, Bank Indonesia Bank sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar, (Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK):Bandung, 2004, hlm. 172 22
Universitas Sumatera Utara
yaitu untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat dan efisien maka tindakan yang dapat dilakukan salah satunya dengan cara likuidasi namun hal ini tidak dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap Bank Century sebagai bank gagal namun yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah dengan memberikan dana talangan (bail out). Hal ini dilakukan karena menurut pandangan Bank Indonesia berdasarkan kajian Bank Indonesia yang diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 18 November 2008 bahwa bank Century ditetapkan pada tanggal 20 November 2008 sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, alasan ditetapkannya Bank Century berdampak sistemik karena pada saat itu Capital Adequacy Ratio (CAR) atau kecukupan modalnya adalah negatif 3,53% sekalipun penguasaan asset bank ini kecil terhadap total dana pihak ketiga (DPK). 23 Dalam rangka menjalankan amanat Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia tentang pengambilan keputusan dalam kondisi kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan mengantisipasi ancaman krisis keuangan global yang dapat membahayakan stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional maka perlu dibuat suatu landasan hukum yang kuat, dibuat pula mekanisme koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam sistem pembinaan sistem keuangan nasional, serta perlu adanya mekanisme pengambilan keputusan sehingga tindakan pencegahan dan penanganan krisis dapat dilakukan secara terpadu, efisien, dan efektif. Berdasarkan pertimbangan tersebut, selain mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 23
Diakses dari www.bi.go.id, Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia, Jakarta, 2010.
Universitas Sumatera Utara
No. 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang No. 3 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keungan (KSSK) pada tanggal 21 November 2008 ini telah memiliki landasan hukum, yaitu berdasarkan pada Perppu Nomor 4 Tahun 2004 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Di dalam Perpu tersebut diatur bahwa KSSK mempunyai kewenangan menetapkan bank gagal yang berdampak sistemik dengan memperhatikan usulan Bank Indonesia (Pasal 18 ayat (1) Perppu Nomor 4 Tahun
2008
tentang
JPSK).
Selain
itu,
Keputusan
KSSK
nomor.
04/KSSK.03/2008 tanggal 21 November 2008 yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan meminta LPS untuk melakukan penanganan sesuai dengan Undang-Undang LPS, ditetapkan sebelum tanggal 18 Desember 2008. 24
F. Metode Penelitan Metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan untuk mencapai sesuatu. Dalam pembahasan skripsi ini, metodologi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normative berupa studi pustaka
24
Diakses dari www.google.com, Pandangan Akhir PKB Tentang Kebijakan Terhadap Kasus Bank Century, 10 Maret 2010.
Universitas Sumatera Utara
(library research) terhadap data sekunder yang terdiri dari bahan primer, sekunder, dan tertier. 25 Adapun data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan ini, seperti Undang-Undang 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang No. 3 tahun 2004 Tentang Bank Indonesia; 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar dan pendapat para ahli hukum; 3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan kamus bahasa. Disamping itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis historis dan yuridis komparatif, yang didasarkan pada data sebagaimana disebutkan diatas.
G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I
:
PENDAHULUAN
25
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian surat kabar, dan lain sebagainya, dalam keadaan yang siap tersaji dan telah dibentuk serta diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu.
Universitas Sumatera Utara
Bab ini berisi tentang dasar-dasar pemikiran dan gambaran umum tentang permasalahan yang akan dibahas, serta berisi tentang teknis penulisan skripsi ini yang dimulai dengan mengemukakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Adapun
alasan
penulis
mengangkat
permasalahan
ANALISIS YURIDIS PERANAN BANK INDONESIA TERHADAP GAGAL
UPAYA
(TINJAUAN
PENYELAMATAN KASUS
BANK
BANK
CENTURY)
dikarenakan kasus Century yang begitu menyita perhatian ini yang merupakan masalah keuangan begitu pelik dibawa ke ranah politik dan juga belum pernah dibahas dalam karya ilmiah untuk penulisan skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia memiliki alas hukum yang jelas sesuai dengan kewenangannya dan prosedur yang jelas. Oleh sebab itulah penulis hanya ingin memaparkan dari segi peran dan kewenangan Bank Indonesia sebagai stabilitas moneter dan tidak bermaksud untuk memasuki ranah politik yang bergelut hingga ke DPR.
Universitas Sumatera Utara
Sebab berdasarkan keterangan Bank Indonesia dan datadata serta fakta yang akan diuraikan lebih lanjut dalam penulisan ini, Bank Indonesia berpera aktigf dalam mencegah dan menangani krisis yang terjadi. Bukan hal yang mustahil bahwa krisis ekonomi dunia akibat kebangkitan Lehman Brother dan beberapa Lembaga Keuangan Besar lainnya dapat mempengaruhi sistem keuangan nasional. BAB II
:
TINJAUAN UMUM TENTANG BANK Bab ini merupakan awal dari pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan dalam pendahuluan. Jika melihat skripsi ini mengenai Peranan Bank Indonesia Dalam
Upaya
Penyelamatan
Bank
Gagal,
maka
penelusuran ini dimulai dari pandangan umum mengenai apa yang dimaksud dengan bank, jenis-jenis bank dan kegiatan usaha bank, prinsip-prinsip dalam pengelolaan bank dan kriteria bank sehat dari hal ini kita dapat mengetahui tinjauan umum tentang bank terlebih dahulu. BAB III
:
TINJAUAN UMUM BANK INDONESIA Dalam bab ini, dikemukakan pembahasan mengenai Bank Indonesia. Sejarah singkat tentang Bank Indonesia untuk terlebih dahulu memperkenalkan tentang Bank Indonesia kepada para pembaca, Bank Indonesia mengenai status,
Universitas Sumatera Utara
kedududukan, modal lalu tugas, fungsi, dan wewenang Bank Indonesia serta wewenang Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan bank gagal yaitu Bank Century. BAB IV
:
ANALISIS YURIDIS PERANAN BANK INDONESIA DALAM UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL Bab ini merupakan inti dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Dalam bab ini, penulis melakukan pembahasan mengenai faktor-faktor yang dijadikan tolak ukur bank gagal, dampak yang ditimbulkan oleh bank gagal bagi dunia perbankan dan perekonomian nasional dalam contoh kasus Bank Century. Dan tindakan Bank Indonesia dalam upaya penyelamatan Bank century sebagai bank gagal. Dari hal ini, dipaparkan profil perusahaan Bank Century, kepemilikan sahhamnya, kepengurusan, kasus Bank Century dan manfaat dan tujuan penyelamatan bank gagal dalam hal ini Bank Century.
BAB V
:
PENUTUP Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah ada sebelumnya diatas, kiranya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai Peranan bank Indonesia Dalam Upaya Penyelamatan Bank Gagal yang kiranya dapat memberikan sumbangsih praktis untuk para pembaca dalam bidang
Universitas Sumatera Utara