BAB I PENDAHULUAN 1.1. Lingkungan Eksternal Perusahaan Perekonomial global pada tahun 2015 secara umum mengalami perlambatan. Perekonomian negara–negara besar yang melambat, seperti Tiongkok, AS, dan negara-negara Eropa, turut mempengaruhi perlambatan ekonomi secara global. Memasuki pertengahan tahun 2016, kondisi perekonomian global juga belum menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Gubernur Bank Indonesia menyampaikan, bahwa pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan hanya mencapai 5,2 persen pada tahun 2017. Hal ini disebabkan oleh harga komoditas yang belum stabil atau cenderung masih mengalami trend penurunan, terlebih lagi dengan sentimen pasar dunia terhadap kebijakan ekonomi dua kekuatan besar dunia yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok. Kebijakan pemerintah Tiongkok untuk mengerem pertumbuhan ekonomi akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Demikian pula dengan kebijakan pemerintah Amerika Serikat. Jika semula yang paling dikhawatirkan oleh dunia usaha adalah tentang kebijakan suku bungan bank sentral Amerika, kini dengan kemenangan Donald Trump sebagai presiden Amerika hasil pemilu 2016, pelaku dunia usaha dihadapkan dengan ketidakpastian tentang kebijakan ekonomi pada era presiden Trump. Sedangkan kondisi di dalam negeri, masih terhambat lemahnya permintaan domestik. Masih lemahnya permintaan domestik indikasinya ditunjukkan dengan
1
pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang diprediksi hanya mencapai kurang dari 11 persen1. Selain itu, penurunan impor barang konsumsi serta bahan baku dan barang modal, menurut BPS menunjukkan indikasi masih rendahnya permintaan domestik 2. Menteri keuangan, Sri Mulyani, pada Rapat Kerja bersama komisi VI DPR tanggal 24 Agustus 2016 menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 adalah 5,2 persen, turun 0,1 persen dari angka proyeksi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Revisi tersebut disebabkan terdapat sejumlah perbedaan pada komponen indikator, seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan pembentukan modal tetap bruto. Sedangkan ekspor dan impor diprediksi masih akan bergerak positif. Menteri keuangan pada bulan Agustus 2016 mengambil kebijakan pengetatan anggaran dengan memotong memotong Rp133,8 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang terdiri atas pengurangan belanja kementerian/lembaga Rp65 triliun dan dana transfer ke daerah Rp68,8 triliun. Pemerintah terpaksa memotong anggaran karena penerimaan pajak tidak sesuai dengan harapan, termasuk beberapa sumber pemasukan lainnya seperti dana hasil program tax amnesty. Pemotongan anggaran ini tentunya akan
1 http://katadata.co.id/berita/2016/09/15/juli-penyaluran-kredit-melambat-kredit-macet-menanjak diakses tanggal 10 November 2016. 2http://katadata.co.id/berita/2016/10/17/penurunan-impor-alarm-ekonomi-masih-lemah diakses tanggal 10 November 2016.
2
berdampak pada berbagai sektor bisnis, termasuk diantaranya sektor riil dan perbankan. Meskipun terdapat pemotongan anggaran, namun pembayaran gaji PNS tetap dapat dilakukan. Menkeu meyakinkan bahwa anggaran daerah yang di tunda pembayarannya telah mempertimbangkan pembayaran gaji PNS3. Ditengah ketidakpastian ekonomi global tersebut diatas dan tantangan domestik yang nyata, industri perbankan masihmemiliki daya tahan yang baik. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB OJK, Slamet Edy Purnomo, mengatakan, dari sisi permodalan, ketahanan perbankan secara umum berada pada level yang mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan berada pada level yang cukup tinggi sebesar 23,19 persen per Juli 20164. Tingkat loan to deposit ratio (LDR) pada Juli 2016 mencapai 90,18 persen turun dibanding posisi Juni sebesar 91,19 persen. Sedangkan jika dilihat dari pertumbuhan kredit perbankan per Juli 2016, tercatat sebesar 7,74 persen year-on-year (yoy). Namun, risiko kredit perbankan juga menunjukkan peningkatan tetapi masih pada tingkat yang terkelola baik. Rasio NPL tercatat sebesar 3,18 persen meningkat dibanding posisi Juni sebesar 3,05 persen dan NPF per Juli 2016 sebesar 2,23 persen dibanding posisi Juni sebesar 2,20 persen.
3
https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/09/01/090800968/proyeksi-pertumbuhan-ekonomi-2017-turun-jadi5-2-persen, diakses tanggal 18 September 2016. 4 http://infobanknews.com/ojk-likuiditas-dan-permodalan-bank-terjaga/ diakses pada tanggal 19 September 2016.
3
Bank Indonesia
juga melakukan
berbagai upaya moneter guna
menciptakan iklim moneter yang kondusif, yaitu: menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) menjadi sebesar 6,5 persen sejak 16 Juni 2016 (turun 1 persen dari bulan Desember 2015), menurunkan batas Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dari 8,0 persen menjadi 7,50 persen di bulan November 2015 untuk menunjang kebutuhan likuiditas bank. Berdasarkan data Perekonomian dan Perbankan Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia Yogyakarta untuk periode Desember 2015, diketahui bahwa total penyaluran kredit di Yogyakarta adalah Rp.31,434 trilyun. Kredit konsumsi mengambil porsi terbesar yaitu 40,27 persen atau sebesar Rp.12,659 trilyun, selebihnya sebanyak 39,35 persen untuk kredit modal kerja, dan 20,36 persen untuk kredit investasi. Kredit konsumsi menyumbang angka kontribusi yang tertinggi dalam penyaluran kredit di Yogyakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa bagi dunia perbankan, sektor konsumsi masih merupakan primadona bagi penyaluran kredit. Jika dilihat dari pertumbuhan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sektor kredit konsumsi juga menunjukkan pertumbuhan yang tertinggi, yaitu 8,65 persen. Secara umum rasio kredit bermasalah (non performing loan – NPL) relatif rendah, yaitu 2,18 persen.
4
Tabel 1.1. Tabel Penyaluran Kredit di Yogyakarta per Desember 2015
Sumber: Data Pereknomian dan Perbankan DIY Desember 2015 publikasi Bank Indonesia Yogyakarta.
Meskipun suku bunga kredit produktif dan konsumtif (kendaraan bermotor dan rumah) beberapa bank mengalami penurunan yang cukup signifikan (saat ini suku bungan kredit konsumtif di beberapa bank sudah mencapai dibawah 10 persen efektif per tahun), namun untuk sektor kredit pensiun dan mikro (nonKUR) belum banyak mengalami perubahan. Khusus untuk kredit pensiun, kecuali bank Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta - BPD DIY, bank – bank lain sebagai pemain utama dalam bisnis pensiunan (Bank Rakyat Indonesia - BRI, Bank Tabungan Pensiunan Nasional - BTPN, Bank Bukopin, Bank Saudara), belum menurunkan suku bunganya secara sifnifikan. Penurunan hanya berkisar antara 0,5 sampai dengan 1 persen dari suku bunga tahun 2015. Suku
5
bunga kredit pensiunan masih di kisaran 14 persen - 18 persen efektif per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk memperoleh margin yang optimal dengan kualitas penyaluran kredit yang baik (ditunjukkan dengan rasio NPF yang kecil) melalui kredit pensiunan masih terbuka luas. Yang diperlukan bagi pemain baru untuk masuk ke persaingan kredit pensiunan adalah menerapkan strategi yang tepat untuk menghadapi dominasi pemain lama pada segmen ini. Berdasarkan annual report PT Taspen (Persero) tahun 2014, jumlah penerima manfaat pensiun secara nasional adalah sejumlah 2.444.013 orang. Dengan jumlah terbanyaknya adalah PNS DO (daerah otonom) berjumlah 1.124.444 orang (46 persen) dan PNS Pusat berjumlah 940.221 orang (38 persen), selebihnya berjumlah 379.348 orang adalah pejabat negara, hakim, TNI/Polri, veteran, PT KAI, pegawaian, dan penerima dana kehormatan. Dikutip dari laman www.menpan.go.id, jumlah PNS pada akhir Desember 2015 tercatat sejumlah 4.498.643 orang. Dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2020 sebanyak 752.271 orang akan memasuki masa pensiun. Khusus untuk tahun 2016 terdapat 122.515 orang yang memasuki usia pensiun, sedangkan pada 2017 sebanyak 132.815 orang. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian yang menunjukkan sinyal tidak sebaik tahun sebelumnya, yang menyebabkan situasi berusaha menjadi kurang meyakinkan, ditengah rezim keuangan negara yang ketat, maka perbankan harus merancang strategi terbaik untuk menunjuang pertumbuhan bisnisnya. Sektor kredit konsumsi, salah satunya yang disumbang oleh kredit pegawai dan pensiunan (khususnya PNS/BUMN), akan tetap menjadi
6
primadona, sebab sumber pendapatan mereka telah dipastikan oleh pemerintah tidak mengalami pemotongan.
1.2. Lingkungan Internal Perusahaan Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak Desember 2015 telah mencatatkan dirinya sebagai bank syariah pertama yang masuk dalam kategori buku 3 (bank dengan modal inti lebih dari Rp5 trilyun sampai dengan Rp30 trilyun). Penguasaan pangsa pasar BSM per September 2015 di sisi aset sebesar 24,20 persen, DPK sebesar 27,50 persen dan Pembiayaan sebesar 24,41 persen. Dengan masuknya BSM kedalam bank kategori buku 3, diharapkan dapat mendukung perkembangan bisnis dengan lebih optimal. Pada tahun 2015, total penyaluran pembiayaan konsumer terbesar di Cabang Yogyakarta adalah pada produk pembiayaan perumahan/griya. Dari total pencairan yang dilakukan oleh CFBC (Consumer Financing Busienss Center) Yogyakarta sebesar Rp160 milyar, pencairan pembiayaan griya new (rumah baru) mencapai Rp81 milyar (50,62 persen), diikuti oleh pembiayaan griya second (rumah bekas)
sebesar Rp39 milyar (24,37 persen), take over KPR sebesar
Rp14,5 milyar (0,9 persen), dan renovasi rumah sebesar Rp14,5 milyar (0,9 persen), selebihnya disumbangkan oleh produk pemilikan kendaraan, implan, dan pensiunan. Khusus pembiayaan pensiunan, pencairan yang dilakukan di CFBC Yogyakarta adalah untuk nasabah dari Cabang Cilacap (sebesar Rp1,4 milyar, dengan jumlah nasabah 7 orang), sedangkan untuk Cabang Yogyakarta sendiri,
7
tidak ada pencairan pembiayaan pensiunan. Sampai dengan bulan Agustus 2016, belum terdapat realisasi pencairan pembiayaan pensiunan di Cabang Yogyakarta. Pada tahun 2016, berdasarkan data yang diperoleh dari PT Taspen Cabang Yogyakarta, terdapat 2885 orang PNS yang memasuki masa pensiun. Terdiri dari 2.062 pensiunan daerah, dan 823 pensiunan instansi pusat/vertikal. Belum diketahui secara detail tentang nominal manfaat pensiun yang akan diterima oleh calon pensiunan tersebut, namun berdasarkan data dari PT Taspen, rata – rata penerimaan manfaat/gaji pensiun di Yogyakarta adalah sekitar Rp2,6 juta per bulan. Total pembayaran manfaat pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen setiap bulannya adalah sekitar Rp201 milyar. Dengan asumsi, 50 persen calon pensiunan mengajukan kredit dengan plafond Rp100 juta per pensiunan, maka terdapat potensi pembiayaan pada tahun 2016 sebesar Rp144 milyar. Jika BSM mentargetkan memperoleh pangsa 5 persen saja, maka pembiayaan pensiunan BSM akan mencapai Rp4,32 milyar. Sebagai pemain baru di binis pensiunan, berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada jajaran manajemen dan staf marketing BSM Yogyakarta, ditemukan sejumlah kendala teknis, diantaranya: keterbatasan akses informasi data pensiunan eksisting dan data calon pensiunan yang memasuki batas usia pensiun per tahun, penetrasi pasar dan upaya dikenal oleh para pensiunan dan calon pensiunan, strategi bersaing menghadapi pemain lama di bisnis pensiunan (BRI, BPD DIY, dan BTPN), dan pemahanan pegawai BSM terhadap pemrosesan pembiayaan pensiun (meliputi akuisisi nasabah, teknis pencairan pembiayaan, serta menjaga hubungan dengan PT Taspen dan Badan Kepegawaian Daerah).
8
Oleh karena itu, diperlukan strategi pemasaran yang komprehensif dalam rangka melakukan penetrasi pasar kepada para pensiunan, baik untuk mendapatkan potensi pembayaran manfaat pensiun, maupun pembiayaan pensiun.
1.3. Rumusan Masalah Pensiunan adalah seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diberhentikan, ataupun atas permintaan sendiri. Menurut Undang – Undang, pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap Pegawai Negeri yang telah bertahun – tahun mengabdikan dirinya kepada Negara (UU No. 8 tahun 1974 tentang Pokok Kepegawaian). Pembiayaan pensiunan adalah pembiayaan yang diberikan kepada pensiunan dalam rangka memberikan kesempatan dan kemudahan memperoleh fasilitas pembiayaan untuk menjembatani kebutuhan para pensiunan. Sumber pembayaran angsuran atas fasilitas pembiayaan ini adalah berasal dari manfaat tabungan hari tua atau manfaat pensiun bulanan. Pembiayaan pensiunan adalah pembiayaan dengan risiko yang sangat kecil (dari
sisi
Non
Performing
Financing/Loan
(NPF/L))
karena
sumber
pembayarannya adalah manfaat pensiun bulanan dan ditanggung juga dengan asuransi jiwa/kerugian. Selain itu, bank penyalur pembiayaan pensiunan, pasti juga menyalurkan pembayaran manfaat pensiun bulanan, sehingga akan meningkatkan jumlah simpanan dana masyarakat di bank tersebut. Disamping kedua keuntungan tersebut, pembiayaan pensiunan saat ini juga masih memberikan margin/bunga yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan konsumer
9
pada umumnya, sehingga sangat mendukung kinerja bisnis bank khususnya dalam aspek laba/pendapatan operasional. PT Taspen menjadi mitra yang sangat penting karena secara nasional jumlah nasabah yang dikelolanya mencapai 6,4 juta jiwa, yaitu PNS Aktif dan Pensiunan PNS/TNI/Polri. Meskipun terdapat 195 lembaga dana pensiun anggota Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), namun PT Taspen merupakan pengelola dana pensiun terbesar. Berdasarkan data publikasi PT Taspen tahun 2014 jumlah penerima manfaat pensiun secara nasional adalah sejumlah 2.444.013 orang. Dengan jumlah terbanyaknya adalah PNS DO (daerah otonom) berjumlah 1.124.444 orang (46 persen). Diperkirakan sejumlah 752.271 PNS akan memasuki pensiun sejak 2016 – 2020. Untuk tahun 2016 terdapat 122.515 PNS yang pensiun, sedangkan pada 2017 sebanyak 132.815 orang. Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun.5 Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 2885 PNS memasuki usia pensiun di Yogyakarta. Jika dibandingkan dengan jumlah nasional, maka jumlah pensiunan PNS Yogyakarta adalah 2,3 persen. Dengan asumsi porsi yang sama untuk tahun 2017 – 2020 dan terdapat kenaikan jumlah pensiunan yang sama seperti kenaikan jumlah pensiunan nasional, maka terdapat calon pensiunan PNS di Yogyakarta sebanyak 17.715 orang pada tahun 2020. Meskipun belum diketahui secara pasti nominal manfaat pensiun yang akan diterima oleh calon pensiunan tersebut, namun jika diasumsikan per orang pensiunan memperoleh Rp2,6 juta per bulan, maka terdapat potensi penerimaan 5
http://www.menpan.go.id/berita-terkini/5447-hingga-2020-sebanyak-752-271-pns-akan-pensiun pada tanggal 22 September 2016.
diakses
10
dana baru sebesar Rp7,5 Milyar (per bulan). Dengan asumsi, 50 persen calon pensiunan mengajukan kredit dengan plafond Rp100 juta per pensiunan, maka terdapat potensi pembiayaan pada tahun 2016 sebesar Rp144 milyar. Perhitungan ini belum mempertimbangkan jumlah pensiunan eksisting di Yogyakarta yang pada tahun 2015 berjumlah 82.167 orang. Dengan target utama adalah pensiunan PNS, maka BSM Cabang Yogyakarta harus berhadapan dengan 10 bank dan lembaga keuangan mitra PT Taspen (dari total 48 bank dan lembaga mitra PT Taspen). Dengan kondisi saat ini BSM
Cabang
Yogyakarta
belum
menyalurkan
pembiayaan
pensiunan,
mempertimbangkan potensi bisnis dan manfaat yang diperoleh dari pembiayaan pensiunan, maka melalui penelitian ini penulis akan menyusun Rencana Pemasaran Produk Pembiayaan Pensinan BSM Cabang Yogyakarta.
1.4. Tujuan Studi dan Batasan Penelitian Tujuan penelitan ini adalah menyusun rencana pemasaran yang komprehensif untuk produk pembiayaan pensiun Bank Syariah Mandiri di Cabang Yogyakarta. Batasan penelitian dalam penulisan studi tentang rencana pemasaran produk pensiunan BSM adalah: 1.
Penelitian ini terbatas dilakukan di Cabang Yogyakarta yang terdiri dari 1 kantor cabang utama dengan 9 kantor cabang di wilayah Provinsi DIY dengan jangka waktu penelitian sejak bulan Agustus sampai dengan November 2016.
11
2. Penulis hanya melakukan kajian terhadap penerima manfaat program pensiun dari PT Taspen Cabang Yogyakarta.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Bank Syariah Mandiri, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi Area/Cabang BSM untuk memasarkan pembiayaan kepada pensiunan. Selain itu, kajian akademik tentang rencana pemasaran yang disajikan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk penelitian lanjutan oleh BSM dalam rangka memperbaiki rencana pemasaran produk pembiayaan pensiunan secara umum. 2. Bagi praktisi perbankan dan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian, studi pada BSM dapat menjadi literatur penelitian dan referensi dalam menyusun rencana pemasaran. 3. Bagi PT Taspen, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal terkait dengan persepsi pensiunan terhadap layanan perbankan dan harapan pensiunan terhadap layanan pembayaran manfaat pensiun serta layanan kredit pensiun.
12