BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul Pemilihan judul menjadi salah satu bagian terpenting untuk sebuah tulisan dimana judul yang baik adalah judul yang menimbulkan rasa keingintahuan orang lain untuk segera membaca tulisan tersebut namun isi dari tulisan tersebut tetap menggambarkan garis besar atau inti dari pembahasan. Judul dari penelitian ini berdasarkan relevansi dengan program studi yang diambil, aktualitas, dan orisinalitas yakni dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis IT sebagai Alternatif Model Pemberdayaan” (Studi Pemberdayaan Masyarakat di Kampung Blogger Desa Menowo, Kota Magelang Jawa Tengah). Judul penelitian ini berangkat dari banyaknya program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia yan dianggap kurang efektif dan efisien pada saat dilapangan. Adanya kepincangan antara program pemberdayaan yang disusun secara tertulis dengan apa yang terjadi. Kurang efektif dan efisiennya program pemberdayaan di lapangan dikarenakan program pemberdayaan sendiri adalah program yang sangat erat hubungannya dengan kemiskinan. Dengan masih tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia, membuat konsentrasi pemecahan masalah kemiskinan semakin rumit, kemiskinan yang sifatnya rentan dan sebuah masalah yang sensitif kaitannya dengan aspek kehidupan lainnya. Masalah kemiskinan yang seperti: pengangguran, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan), dan putus sekolah. Selain alasan tersebut Pemilihan judul juga diambil karena keingintahuan peneliti tentang pemberdayaan masyarakat yang ada di Kampung Blogger Desa 1
Menowo Kota Magelang yang akhir-akhir ini menjadi salah satu topic di berbagai media sebagai model pemberdayaan yang efektif dan efisien dalam kurun waktu dibawah sepuluh tahun.
B. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan cabang ilmu sosial yang menelusuri ilmu-ilmu sosial di kehidupan masyarakat diberbagai aspek yang salah satunya adalah kesejahteraan sosial yang sangat berkaitan dengan kemiskinan, pengangguran, dan masalah-masalah sosial lainnya. Pengentasan berbagai masalah sosial yang ada di masyarakat salah satunya adalah Program Pemberdayaan yang secara sistematis dicanangkan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat menuju keadaan yang sejahtera. Tetapi dalam perjalanannya terkadang program pemberdayaan yang dicanangkan pemerintah ini sering menemui hasil yang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Penelitian dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis IT sebagai Alternatif Model Pemberdayaan” (Studi Pemberdayaan Masyarakat di Kampung Blogger Desa Menowo, Kota Magelang Jawa Tengah) ini mencoba membahas salah satu model pemberdayaan alternatif ditengah banyaknya model pemberdayaan yang diarasa belum efektif dan efisien. Secara garis besar, didalam program studi Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan terdapat 3 (tiga) konsentrasi utama, yaitu Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility), Kebijakan Sosial (Social Policy), dan Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment). Berkaitan dengan ketiga konsetrasi utama tersebut, penelitian ini sangat berkaitan dengan salah satu konsentrasi utama tersebut, yaitu Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment). Sehingga dalam hal ini membahas tentang apa saja yang menjadi kunci dari distribusi 2
pemberdayaan antar anggotanya sehingga dapat berkembang secara pesat dan juga dapat meningkatkan kapasitas dari anggota komunitas Kampung Blogger.
C. Orisinalitas Kampung Blogger adalah sebuah komunitas yang ada di Desa Menowo Kota Magelang. Komunitas ini mencoba memberdayakan masyarakat secara mandiri dengan berbasis teknologi yakni bisnis online “blogger”. Tujuan komunitas ini yaitu bagaimana menghasilkan uang dengan memanfaatkan internet. Saat ini Kampung Blogger sudah memiliki banyak sekali anggota yang awalnya hanya 20 sekarang menjadi sekitar 3000 orang di seluruh Indonesia. Penelitian ini memiliki orisinalitas yang dimana diperlukan agar setiap penelitian dengan topik serupa tidak tumpang tindih. Judul penelitian terdahulu yang terkait dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat judul proposal yakni: a. Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan oleh Angga Harahap tahun 2010. b. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi Study di Kampung Cyber 36 Taman, Patehan Kraton Yogyakarta oleh Faoziyah tahun 2013. Hal yang diangkat pada penelitian-penelitian sebelumnya ini adalah bagaimana masyarakat ikut dalam pemberdayaan yang diberikan oleh Pemerintah dan sejauh mana peran sertanya yang berbeda dengan topik utama yang diangkat pada proposal ini yakni keberhasilan suatu pemberdayaan mandiri masyarakat dengan berbasis teknologi dan merangkul semua warganya tanpa batasan umur. Berbeda pula dengan tulisan oleh Faoziyah yakni Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi Study di Kampung Cyber 36 Taman, Patehan Kraton Yogyakarta dimana pada tulisan milik Faoziyah tidak terdapat spesifikasi khusus pemberdayaan pada Kampung Cyber yang 3
berbeda dengan penelitian yang dilakukan saya dimana saya akan membahas pemberdayaan dengan memanfaatkan teknologi internet sebagai bisnis online.
D. Aktualitas Di Indonesia upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi atau menekan angka kemiskinan dengan dua bentuk yakni bantuan jangka pendek dan jangka panjang atau berkelanjuatan (sustainable) . Bantuan jangka pendek adalah bantuan yang salah satunya dengan pemberian sejumlah uang tunai memiliki jangka waktu biasanya kurang dari satu tahun. Bantuan jangka panjang (sustainable) sendiri adalah bantuan yang salah satunya berupa strategi pemberdayaan. Strategi pemberdayaan merupakan strategi pemerintah dalam membantu masyrakat dari kondisi yang tidak ataupun kurang berdaya menjadi masyaakarat yang berdaya dan menuju kesejahteraan. Banyak bentuk dan model pemberdayaan di Indonesia selama ini dari orde baru sampai sekarang ini antara lain Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Takesra dan Kukesra, Program PNPM dan Program Padat Karya Akan tetapi Dari beberapa program pemberdayaan yang difasilitasi oleh pemerintah tersebut masih terdapat beberapa cela yang mengakibatkan program-program pemberdayaan kurang maksimal. Salah satunya adalah hasil dari program pemberdayaan yang bertujuan untuk keberlanjutan sering kali kita temui adalah meleset dari tujuan dikarenakan beberapa hal seperti kurang tepat sasaran, kurang memahami kebutuhan berbagai masyarakat yang setiap daerah memiliki kultur yang berbeda dan berbagai kelemahan lainnya ataupun kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri. Terlepas dari beberapa fenomena kurang maksimalnya hasil dari program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
4
masyarakat terdapat sisi lain yakni salah satunya yang terjadi di Kota Magelang Provinsi Jawa Tengah, terdapat satu kampung dengan tanpa bekal ilmu pemberdayaan secara teoritis mampu mengembangkan strategi pemberdayaan mandiri berbasis IT.
E. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar dan kaya akan sumber daya alam. Kekayaan terrsebut seharusnya menjadikan Indonesia merupakan negara yang kuat dengan sumber daya melimpah. Namun hal tersebut tidak sejalan dengan apa yang diharapkan, Indonesia masih termasuk di dalam kelompok negara berkembang atau development country. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara kaya akan sumber daya alam dengan penduduk yang besar. Memiliki sumber daya alam berlimpah dan sumber daya manusia yang banyak seharusnya menjadikan negara Indonesia bukan termasuk negara berkembang. Oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara kaya dengan penduduk yang miskin. Potret pertumbuhan Indonesia dapat dilihat dengan grafik dibawah:
Bagan 1.1 Rekapitulasi Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 2002 sampai dengan 2012 7 6 5 4 3 2 1 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
5
Sumber diolah dari : International Monetery Fund, World Economic Outlook Database, Oktober 2012
Laju pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif ini tidak disertai dengan laju pertumbuhan penduduk yang makin lama makin meningkat. Ketimpangan ini akan membuat distribusi kesejahteraan yang tidak merata, sehingga permasalahan yang kemudian muncul adalah kemiskinan diberbagai sektor. Hal ini akan berdampak pada banyak sendi-sendi dalam negara, seperti bidang ekonomi, politik, bahkan sosial. Akhirakhir ini Indonesia mengalami penurunan angka kemiskinan, namun tetap saja dalam realita kehidupannya, masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Walaupun angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Terbukti dalam data Badan Statistik Penduduk menunjukan bahwa angka kemiskinan menurun sejak 2004-2010 angka kemiskinan hanya turun 3,37% hal itu berarti tiap tahunnya terjadi penurunan 0,56%.
Bagan 1.2 Laju penurunan angka kemiskinan di Indonesia tahun 2012
6
Sumber data : Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013, Profil Kemiskinan di Indonesia September 2012. Badan Pusat Statistik.
Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dari tahun 2004 ke 2005. Namun, pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan karena harga barang-barang kebutuhan pokok saat itu naik tinggi yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Namun mulai tahun 2007 sampai 2012 jumlah maupun persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan Tabel angka kemiskinandaritahun 2000 sampai 2012 menurut Badan Statistik Penduduk. (Badan Pusat Statistik, 2013).1 Masalah kemiskinan bukan merupakan isu baru, melainkan merupakan isu yang seolah abadi sepanjang jaman. Betapa menggelisahkan, pada era yang sudah semakin canggih, kemiskinan masih saja tetap dominan, bahkan kemajuan jaman yang diekspresikan melalui ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan modernitas, di satu sisi hanyalah memberikan kontribusi kesejahteraan pada sebagian kecil penduduk dunia. Sedangkan kejayaan sebagian kecil manusia di belahan bumi ini seringkali menelan dan mengorbankan sebagian besar manusia lainnya ke lembah kemiskinan. Kemiskinan sesunguhnya merupakan suatu kondisi yang ditolak oleh manusia, tetapi pada kenyatannya sulit sekali untuk dihindarkan. Terlepas dari keadaan masyarakat miskin, menurut World Bank terdapat sekitar 68 juta penduduk di Indonesia rentan terhadap jatuh miskin. Hal ini dikarenakan pendapatan mereka hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga miskin. Guncangan ekonomi seperti jatuh sakit, bencana atau kehilangan pekerjaan dengan mudah dapat membuat mereka kembali jatuh miskin.2
1
http://www.bappenas.go.id/files/6613/7890/Buku_Datin_Kinerja_Pembangunan_2004-2012.pdf http://www.worldbank.org/in/news/press-release/2014/09/23/poverty-reduction-slows-inequalityincreases-world-bank-reports 2
7
Berkaca dengan apa yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa Indonesia belum pernah terbebas dari kemiskinan. Kemisikinan merupakan masalah gradual yang melanda di setiap bangsa, bahkan bangsa majupun masih memiiki kantung-kantung kemiskinan. Fakta menunjukan bahwa pembangunan bangsa Indonesia ini selalu terkait dengan upaya mengatasi kemiskinan, baik pembangunan dalam orde lama, orde baru maupun dewasa ini.3 Di Indonesia sendiri upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengurangi atau menekan angka kemiskinan dengan dua bentuk yakni bantuan jangka pendek dan jangka panjang atau berkelanjuatan (sustainable) . Bantuan jangka pendek adalah bantuan yang salah satunya dengan pemberian sejumlah uang tunai memiliki jangka waktu biasanya kurang dari satu tahun. Bantuan jangka panjang (sustainable) sendiri adalah bantuan yang salah satunya berupa strategi pemberdayaan. Strategi pemberdayaan merupakan strategi pemerintah dalam membantu masyrakat dari kondisi yang tidak ataupun kurang berdaya menjadi masyarakat yang berdaya dan menuju kesejahteraan. Banyak bentuk dan model pemberdayaan di Indonesia selama ini dari orde baru sampai sekarang ini antara lain Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Takesra dan Kukesra, Program PNPM dan Program Padat Karya. Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan suatu program penanggulangan kemisikinan secara terpadu, antara pemerintah dan masyarakat oleh karena itu program IDT disebut juga gerakan nasional dan gerakan masyarakat. Sifat program ini benar-benar ingin menjadikan masyarakat memiliki posisi penting dalam pengelola program. Program Takesra dan Kukesra dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada keluarga miskin, namun yang tidak berlokasi di desa tertinggal. Sesungguhnya bantuan yang diberikan tersebut sifatnya hanya merangsang masyarakat miskin untuk menabung dan selanjutnya melakukan usaha. Bantuan yang
3
Teguh, Ambar, 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gava Media. Yogyakarta 8
diberikan dalam bentuk uang tunai yang tidak diterimakan secara langsung akan tetapi bantuan tersebut berupa tabungan dan pinjaman. PNPM Mandiri adalah program utama pemerintah bagi pembangunan berbasis masyarakat. Tujuan utama PNPM adalah mengurangi kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia melalui proses perencanaan masyarakat yang menghasilkan lapangan kerja dan berinvestasi pada proyek infrastruktur berskala kecil yang meningkatkan pembangunan desa individual dan kawasan perkotaan. Program padat karya merupakan salah satu kegiatan yang sangat efisien dan efektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur yang mengalami persoalan kesempatan kerja karena hilangnya pekerjaan dan pendapatan akibat pemutusan hubungan kerja ataupun bencana alam yang sulit diprediksi. Disamping itu, kegiatan padat karya juga dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan prioritas dan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian daerah. Dari beberapa model pemberdayaan yang telah dilakukan oleh pemerintah seringkali di temukan kelemahan dan kegagalan dari setiap program yang pemerintah keluarkan. Kelemahan yang sering kita temukan menurut Edy Suharto adalah kegiatan pemberdayaan rakyat selama ini ditunjukkan pada masyarakat lokal dan berfokus pada society problems, padahal masalahnya tidak sebatas itu saja, akan tetapi menjangkau baik aspek mikro dan makro lalu ketergantungan terhadap pemerintah sehingga masyarakat tidak bisa menjadi mandiri, dan ketepatan dari program itu sendiri apakah program itu sudah tepat sasaran atau yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat.4 Kegagalan juga sering terjadi di dalam program yang di gagas oleh pemerintah salah satunya program yang baru di gagas akhir-akhir ini yaitu PNPM. PNPM menurut data
4
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Rakyat: Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, hal.109-110 9
sampai tahun 2009 cakupan areanya mencapai 60 persen wilayah pedesaan yang ada diindonesia dengan desa yang pernah menjadi lokasi proyek sebesar 50.201 desa, 3.908 kecamatan, dan 342 kabupaten. Penerima manfaat PNPM ini seisuai klaim seknas PNPM adalah 18.122.779 orang yang komposisinya 50 persen perempuan, 61 persen orang miski. Mereka (konon) terlayani dalam kegiatan program PNPM seperti simpan pinjam, proyek pembangunan infrastruktur pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Tetapi akhir-akhir ini muncul justifikasi mengenai gagalnya PNPM dalam mencapai target minimal pengentasan atau penanggulangan kemiskinan. PNPM cenderung mengalami fase stagnasi capaian keberhasilan program dan beberapa prinsip kerja yang diharapkan menjadi sumber keunggulan program, termyata tidak terlaksana dilapangan. Kegiatan PNPM 70 persen merupakan kegiatan fisik yang tidak secara langsung menyutuh prioritas penanggulangan kemiskinan maupun pemberdayaan masyarakat. Banyak ditemukan berbagai kasus di dalam pelaksanaan program PNPM kebanyakan adalah kasus korupsi, Menurut catatan dari Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat tahun 2011, menyebutkan bahwa sampai tahun 2011 terdapat 4000 kasus korupsi di dalam pelaksanaan program PNPM dengan jumlah kerugian negara sebesar Rp 110 milliar, pelaku korupsi sangat beragaram dari pendamping hingga pelaksana program. Selain kegagalan PNPM dikarenakan banyak oknum yang memanfaatkan situasi ini ada pula yang berpendapat kegagalan ini di karenakan program PNPM banyak bergerak dalam pembangunan fisik hal ini di anggap tidak efektif dan menjadi kesempatan bagi orang-orang yang memiliki kepentingan. Selain itu banyak kritik lain mengenai program PNPM seperti Program PNPM tidak memiliki konsep ideologis yang tegas terhadap masyarakat yang lemah, PNPM hanyalah sekedar obat merah untuk menyembuhkan luka membusuk mengenai kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. PNPM tidak memiliki
10
konstruksi yang utuh terhadap akar sosiologis kemiskinan dan pemberdayaan, peta analisis tentang masyarakat dan dimensi kearifan lokal. 5 Salah satu indikasi dari kesuksesan pemberdayaan pada masyarakat adalah apabila masyarakat secara sukarela dan sadar melibatkan diri dalam kegiatan program tersebut. Indikator kesukarelaan dan kesadaran masyarakat inilah yang menjadi kunci utama dari keberlanjutan program pemberdayaan atau sustainable. Namun sayangnya beberapa program pemberdayaan masyarakat yang kurang lebih difasilitasi oleh pemerintah kurang menyentuh aspek tersebut yakni program komunikasi yang terdiri dari sosialisasi dan desiminasi informasi yang menjadi kunci dalam penyadaran dan ajakan kepada masyarakat untuk terlibat dalam program tidak berjalan sebagai mana mestinya. Model-model pemberdayaan yang ada saat ini di anggap membosankan oleh masyarakat, masyarakat terlalu jenuh dengan apa yang diberikan pemerintah dengan model pemberdayaan yang hanya bergerak disitu-situ saja tanpa adanya inovasi yang baru sehingga partisipasi masyarakat pun menjadi kurang khususnya bagi golongan muda, karena bagi golongan muda jika ingin maju kita harus bisa berinovasi tidak berhenti di model yang itu-itu saja. Terlepas dari beberapa fenomena kurang maksimalnya hasil dari program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terdapat sisi lain yakni beberapa pemberdayaan yang mungkin bisa dikatakan sebagai pemberdayaan modern. Pemberdayaan terkesan sebagai salah satu program yang monoton yang biasanya hanya berkutat pada bidang pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan sebagainya, namun pada akhir dekade ini seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi ada beberapa pemberdayaan dengan konsep modern yakni pemberdayaan berbasis teknologi informasi. Berbeda dengan pemberdayaan model konvensional,
5
http://edisicetak.joglosemar.co/berita/gagalnya-program-pnpm-71968.html 11
pemberdayaan berbasis teknologi sangat efektif dan efisien seperti ketertarikan masyarakat yang jauh lebih tinggi terhadap teknologi, partisipasi yang bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja serta kecilnya kemungkinan mengalami kerugian seperti gagal panen pada pemberdayaan konvensional Pemberdayaan berbasis teknologi ini sudah sangat banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik pemberdayaan dari pemerintah maupun nonpemerintah, salah satunya yang terjadi di Kota Magelang Provinsi Jawa Tengah terdapat satu kampung dengan tanpa bekal ilmu pemberdayaan secara teoritis mampu mengembangkan strategi pemberdayaan mandiri berbasis IT. Pemberdayaan yang dilakukan oleh salah satu kampung di Kota Magelang ini yakni pemberdayaan yang nonkontemporer dan modern, mandiri, tanpa campur tangan pemerintah yakni dengan melakukan bisnis online yang sering disebut dengan Kampung Blogger. Kampung Blogger di Desa Menowo Kota Megalang Provinsi Jawa Tengah adalah julukan untuk komunitas yang berhasil memanfaatkan jaringan internet untuk berbisnis dengan omzet jutaan rupiah. Bisnis yang dilakukan pada Kampung Blogger adalah dengan bisnis online yakni pemanfaatan blogger seperti PTR (paid to review), CPA (cost per action) dan YT, Adsense, Medianet, Forex dan online shop. Dari bisnis online tersebut ratarata warga Menowo bisa memperoleh pendapatan Rp.4.000.000-Rp.100.000.000 per bulan. Kampung Blogger di Desa Menowo awal mulanya bukanlah desa dengan masyarakat sadar internet hingga pada akhirnya Desa Menowo atau Kampung Blogger ini menjadi tempat bukan hanya sebagai wahana berkumpul namun sudah berkembang menjadi sekolah blog dan e-commerce yang terbuka untuk siapa saja, tidak cuma warga Desa Menowo. Anggota dari Kampung Blogger bukan hanya anak muda yang sudah terbiasa dengan dunia teknologi internet tetapi juga menjadi ketertarikan sendiri oleh semua
12
kalangan usia mulai dari anak muda yang masih duduk di bangku sekolah sampai pada orang tua dengan usia lanjut. Tidak seperti biasanya dimana orang tua usia lanjut yang kurang tertarik dengan teknologi terutama dengan dunia internet, pada Kampung Blogger mereka mau mengenal dunia teknoligi dari awal sehingga sangat sulit kita temui warga utama dari Kampung Blogger yang tidak mengetahui apa itu internet. Kiprah Kampung Blogger pada awalnya didirikan oleh seorang asli Desa Menowo yang merantau di Jakarta yang bernama Sumbodo lalu dia pulang kembali ke Desa Menowo dengan membawa ilmu yang dia punya tentang bisnis online, lalu dia melihat banyak temantemannya yang menganggur. Dengan inisiatif sendiri dia mencoba mengajari temantemannya sebanyak 20 orang untuk belajar tentang blog dan bagaimana pengaplikasiannya pada tahun 2009. Hingga pada tahun 2015 kampung memiliki member lebih dari 3000 yang tersebar diseluruh Indonesia. Kampung Blogger ini awalnya di bangun dengan modal nol tanpa ada bantuan dari pemerintah. Dengan keadaan sedemikian rupa yang meperlihatkan sejauh mana perkembangan pemberdayaan mandiri di Kampung Blogger Desa Menowo Kota Magelang Provinsi Jawa Tengah, peneliti berusaha mencari tahu bagaimana model pemberdayaan IT di Desa Menowo ini menjadi sebuah alternatif model pemberdayaan yang ada saat ini dan juga bagaiamana pemberdayaan yang ada di Kampung Blogger dapat meningkatkan kapasitasnya.
13
F. Rumusan Masalah Mengacu pada uraian dan bahasan diatas, maka fokus penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana model pemberdayaan berbasis IT di Kampung Blogger menjadi sebuah model pemberdayaan yang diperlukan oleh masyarakat saat ini? 2. Bagimana model pemberdayaan berbasis teknologi informasi mampu meningkatkan kapasitas ekonomi Komunitas Kampung Blogger?
G. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui model pemberdayaan IT ini menjadi sebuah alternatif model pemberdayaan yang ada saat ini dan pemberdayaan ini dapat meningkatkan kapasitas anggotanya.
H. Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan referensi yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. 2. Dapat memberikan kontribusi keilmuwan bagi Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan yang dalam hal ini bagaimana adanya alternatif program pemberdayaan mandiri sebagai salah satu solusi mengentaskan kemiskinan. 3. Dapat menjadikan masukan dan saran bagi para stakeholder dalam mengadopsi program pemberdayaan guna mengentaskan kemiskinan.
14
I. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pemberdayaan 1.1 Pemberdayaan Masyarakat Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat harus memahami latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep empowerment mulai nampak sekitar dekade 70-an dan terus berkembang hingga 1990-an.6 Pranarka dan Vidhyandika (Hikmat, 2004) menjelaskan bahwa konsep pemberdayaan dapat dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran yang muncul pada paruh abad ke-20 yang lebih dikenal sebagai aliran post- modernisme. Aliran ini menitikberatkan pada sikap dan pendapat yang berorientasi pada jargon antisistem, antistruktur, dan antideterminisme yang diaplikasikan pada dunia kekuasaan. Pemahaman konsep pemberdayaan oleh masing-masing individu secara selektif dan kritis dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat.7 Prijono Dan Pranarka (1996) membagi dua fase penting untuk memahami akar konsep pemberdayaan, yakni: pertama, lahirnya Eropa modern sebagai akibat dari dan reaksi terhadap alam pemikiran, tata masyarakat dan tata budaya Abad Pertengahan Eropa yang ditandai dengan gerakan pemikiran baru yang dikenal sebagai Aufklarung atau Enlightenment, dan kedua, lahirnya aliran-aliran
A. M. W. Pranarka dan Vidhandika Moeliariarto, Pemberdayaan (Empowerment)”, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W Pranarka (eds). 1996. Pemberdayaan : Konsep Kebijakan dan Implementasi. CSIS. Jakarta 7 Hikmat, H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora: Bandung. 6
15
pemikiran eksistensialisme, phenomenologi, personalisme yang lebih dekat dengan gelombang NeoMarxisme, Freudianisme, strukturalisme dan sebagainya.8 Perlu upaya mengakulturasikan konsep pemberdayaan tersebut sesuai dengan alam pikiran dan kebudayaan Indonesia. Perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat diawali dengan proses penghilangan harkat dan martabat manusia (dehumanisasi). Proses penghilangan harkat dan martabat manusia ini salah satunya banyak dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi dan teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar dari kekuasaan (power). Power adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan. Bachrach dan Baratz membuktikan bahwa power adalah konsep rasional (rational concept). Dalam pandangan mereka, power dilakukan yang dilakukan A hanya dilakukan dalam hubungan individu atau kelompok B untuk memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan yang diberikan oleh B yang rela melakukan pilihan atas sanksi yang ada atau akan kehilangan sesuatu yang lebih tinggi (kekuasaan atau uang). Ironisnya, kekuasaan itu kemudian membuat bangunan-bangunan yang cenderung manipulatif, termasuk sistem pengetahuan, politik, hukum, ideologi dan religi. Akibat dari proses ini, manusia yang berkuasa menghadapi manusia yang dikuasai. Dari sinilah muncul keinginan untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi dan menghasilkan sistem alternatif yang menemukan proses pemberdayaan. Sistem alternatif memerlukan proses “empowerwent of the powerless.” Namun empowerment hanya akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi dari kebudayaan, yaitu aktualisasi dan
8
A. M. W. Pranarka dan Vidhandika Moeljarto, “ Pemberdayaan (Empowerment)”, dalam Onny S. Prijono dan A.M.W Pranarka (eds), 1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan dan Implementasi, CSIS, Jakarta, hal.44-46
16
koaktualisasi eksistensi manusia dan bukan sebaliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi.9 Robinson menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak.10
Ife
mengemukakan
bahwa
pemberdayaan
mengacu
pada
kata
“empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya.11 Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan,dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat menekankan kemandirian masyarakat itu sebagai suatu sistem yang mampu mengorganisir dirinya. Payne (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan pada hakekatnya ber- tujuan untuk membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.12 Paul menyatakan bahwa pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehuingga meningkatkan kesadaran politis kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasilhasil pembangunan.13 Rappaport (1987) mengatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya.14 MacArdle mengartikan pemberdayaan sebagai 9
Bachrach P. Dan M.S. Baratz. 1970. Power and Poverty: Theory and Parctice. New York: Oxford University Press. 10 Robinson, J.R. 1994. Community Development in Perspective. Ames: Iowa State. University Press 11 Ife, J.W. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analysis and Practice: Longman. Australia 12 Payne, M. 1997. Social Work and Community Care. London: McMillan. 13 Paul, S. 1987. Community Partisipation in development Project. The World Bank. Experience. Washington, D.C.: The World Bank. 14 Rappaport. 1987. “Terms of Empowerment: Toward a theory for Community Psychology”. American Journal of Communitry Psychology. Vol. 15. No.2: 15-16 17
proses pengambilan keputusan oleh orang- orang secara konsekuen melaksanakan keputusan itu.15 Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupa- kan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau pemberian kekauatan (power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan kekuatan, seperti yang dikemukakan Simon dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment. Simon menjelaskan bahwa pemberdayaan suatu akti- vitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self- determination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. 16 Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar, keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja,dan makna-makna lain yang tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang dimiliki masyarakat. Sulistiyani
(2004)
menjelaskan
lebih
rinci
bahwa
secara
etimologis
pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan.17
15
MacArdle, J. 1989. Community Development Tools of Trade. Community Quartlely Journal. Vol 16. 16 Simon, B.L. 1990. Rethingking Empowerment. Journal of Progressive Human Service, 1. 27-39. 17
Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gava Media, Jogjakarta. 18
Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian pember- dayaan yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri. Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus menyadari akan perlunya memperoleh daya atau kemampuan dalam hal mengakses informasi, baik itu masalah ekonomi, pendidikan maupun hubungan-hubungan yang menghasilkan perilaku politik
2. Tujuan Pemberdayaan Secara umum, tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah tercapainya kemandirian di dalam masyarakat itu sendiri. Jamasy mengemukakan bahwa 19
konsekuensi dan tanggungjawab utama dalam program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkanprinsip-prinsip pemberdayaan.18 Kemampuan berdaya mempunyai arti yang sama dengan kemandirian masyarakat. Salah satu cara untuk meraihnya adalah dengan membuka kesempatan bagi seluruh komponen masyarakat dalam tahapan program pembangunan. Setiap komponen masyarakat selalu memiliki kemampuan atau yang disebut potensi. Keutuhan potensi ini akan dapat dilihat apabila di antara mereka mengintegrasikan diri dan bekerja sama untuk dapat berdaya dan mandiri. Kemandirian sebagai tujuan pemberdayaan masyarakat juga diungkapkan oleh Tri Winarni dalam Ambar Teguh 2004:79 bahwa konsep pemberdayaan masyarakat intinya meliputi tiga hal, yaitu Pengembangan (enabling), Memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya kemandirian. Kemandirian masyarakat yang digunakan sebagai tujuan dari pemberdayaan masyarakat dibangun pada awalnya sebagai upaya untuk mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Lambat laun, masyarakat kemudian dapat mengelola sumber daya yang mereka miliki secara mandiri. Kemandirian di dalam pemberdayaan masyarakat ini mencakup tiga hal yaitu kemandirian dalam berpikir, kemandirian di dalam bertindak, dan juga kemandirian mengenai bagaimana masyarakat mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut.19 Singkatnya, pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya diarahkan sebagai upaya meningkatkan ketahanan lokal,
18
Jamasy, O. 2004. Keadilan, Pemberdayaan, & Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta Selatan: Blantika. 19
Teguh, Ambar, 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gava Media 20
tidak bergantung dari atas (pemerintah) atau lebih mandiri, dalam merencanakan dan merancang masa depan pembangunan di daerahnya.20 Masyarakat yang berdaya dan sadar pada akhirnya akan mampu memperbaiki kualitas hidupnya. Perbaikan kualitas hidup masyarakat harus diusahakan oleh mereka sendiri. Manusia atau masyarakat tidak dibangun oleh orang lain. 3. Model Pemberdayaan Konvensional Pemberdayaan
konvensional
adalah
merupakan
model
pemberdayaan
masyarakat yang banyak digunakan di negara berkembang salah satunya Indonesia. Model pemberdayaan konvensional biasanya menjadi program dari pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Model pemberdayaan masyarakat konvensional ini ditujukan kepada masyarakat lokal sebagai target utama dan biasanya hanya berfokus pada society problems yang ada di masyarakat. Konsep pemberdayaan konvensional ini merupakan salah satu kritik terhadap model program-program pembangunan yang terdahulu yang di anggap menemui kegagalan. Dalam Pemberdayaan Konvensional ini kebanyakan menggunakan konsep CBD (Community Based Develpoment) atau pemberdayaan yang bertumpu pada masyarakat. Jadi disini masyarakat sebagai penerima atau pelaksana program pemberdayaan yang disalurkan dari pemerintah. Secara teori model pemberdayaan konvensional ada beberapa prinsip pemberdayaan masyarakat, yang pertama adalah desentralisasi. Desentralisasi adalah proses pemberdayaan yang dilakukan untuk melakukan kontrol terhadap pengambilan keputusan dan memberdayakan. Hal ini dilakukan agar adanya pembiasaan kewenangan ke masyrakat level bawah.
20
Suparjan & Hempri Suyatno. (2003). Pengembangan Masyarakat dari pembangunan Sampai Pemberdayaan. Yogyakarta: Aditya Media. 21
Prinsip kedua adalah bottom-up atau mengikuti alur dari bawah ke atas. Dalam pendekatannya yakni berupaya mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat didalam setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki andil dalam mengambil keputusan dan juga bertanggungjawab atas keputusan tersebut. Pendekatan pemberdayaan masyarakat juga lebih cenderung melalui komitmen masyarakat sendiri. Hal ini berarti perumusan program yang akan dilaksanakan ditentukan oleh identifikasi masalah dan kebutuhan dari dan oleh masyarakat sendiri. Namun didalam proses dan mekanisme perumusan program pembangunan masyarakat ini ada dua kemungkinan. Yang pertama, identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat tersebut kemudian direspon oleh masyarakat bersangkutan dalam bentuk program pembangunan yang direncanakan dan dilaksanankan oleh masyarakat sendiri. Hal ini menempatkan masyarakat sebagai subyek dari pembangunan, dan model ini mendorong masyarakat untuk berkembang melalui proses belajar dengan menyesuaikan dinamika kehidupan dan lingkungan yang terus berkembang. Model bottom-up yang kedua adalah, identifikasi dan kebutuhan dari bawah ini kemudian diakomodasi oleh pemerintah baik daerah maupun pusat, dalam hal ini dinas-dinas terkait, untuk dimasukkan sebagai program dalam perencanaan pembangunan. Model yang kedua ini yang kemudian dikenal dengan proses dan mekanisme pembangunan yang juga bersifat bottom-up. Prinsip yang ketiga adalah variasi lokal. Didalam pendekatan pemberdayaan masyarakat, perlu diperhatikan variasi lokal dari masyarakat. Perbedaan kebutuhan, potensi, dan permasalahan didalam kehidupan masyarakat menantang bentuk pemberdayaan masyarakat untuk memberikan toleransi kepada variasi lokal bukan lagi penyeragaman. Dengan memberikan toleransi kepada variasi lokal ini, program-program yang dibentuk akan dilaksanakan dengan lebih bertanggungjawab dan masyarakat
22
merasa memiliki serta merasa bahwa ketika keberhasilan program pemberdayaan merupakan tanggungjawab mereka karena merekalah yang membuat program tersebut. Prinsip pemberdayaan masyarakat yang keempat adalah proses belajar. Prinsip dari pemberdayaan masyarakat yang disebut proses belajar ialah dimana pemberdayaan masyarakat merupakan hasil dari proses belajar, dimana dari awal mereka belajar untuk mengidentifikasi masalah kemudian bagaimana mereka mempergunakan potensi untuk membentuk sebuah program. Proses belajar ini merupakan sebuah penyesuaian masyarakat dengan kondisi lingkungan dan kehidupan yang semakin berubah, sehingga mendorong masyarakat untuk lebih peka terhadap perubahan. Proses belajar masyarakat akan terus dan terus belajar, sehingga masyarakat tidak lagi diintervensi oleh pihak lain yang secara sengaja ingin membentuk kekuasaan didalam masyarakat. Proses belajar dari pemberdayaan masyarakat ini mendorong masyarakat lebih kritis dan kreatif dengan lahirnya berbagai gagasan dan ide untuk pembangunan mereka. Prinsip yang kelima adalah keberlanjutan. Didalam pendekatan pemberdayaan masyarakat, telah dijelaskan beberapa prinsip diatas, seperti desentralisasi, bottom-up toleransi terhadap variasi lokal, dan merupakan sebuah proses belajar masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut akan melahirkan sebuah pembangunan masyarakat dengan sifat keberlanjutan atau sustainable. Hal ini dikarenkana pemberian wewenang kepada masyarakat
dalam
pengelolaan
pembangunan
lebih
mendorong
dan
menumbuhkembangkan sifat masyarakat yang lebih inisiatif dan kreatif, sehingga membuat masyarakat kemudian sadar bahwa pembangunan yang mereka lakukan digunakan sebagai kemajuan kehidupan masyarakat. Sifat-sifat bertanggungjawab ini akan membawa keberlanjutan atau sustainable pada program yang telah dibentuk dan dilakukan. Sehingga tidak akan menimbulkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan
23
program yang memang benar-benar dibentuk atas partisipasi masyarakat didalam pembangunan tersebut. Sudah banyak program pemberdayaan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dari mulai jaman orde baru hingga sekarang bagaimana pertama kali muncul PELITA yang dicanangkan oleh Soeharto pada zaman orde baru lalu muncul juga IDT, P2KP, KUBE, dan yang terakhir-terakhir ini yang di buat oleh SBY yaitu PNPM. Sebenarnya program-program yang telah dicanangkan pemerintah ini sudah cukup baik bagaimana sudah mengedepankan partisipasi masyarakat dan mengutamakan pemberdayaan dalam setiap langkahnya, tetapi dalam implementasinya terkadang nilai-nilai partisipasi dan pemberdayaan masyarakat masih menjadi nomor dua dibandingkan dengan pencapaian target program. Selain itu juga Program-program yang dicanangkan pemerintah ini merupakan suatu model pemberdayaan yang hanya berjalan dan berpola disitu-situ saja tidak pernah mengalami kemajuan didalam setiap pelaksanaan program-program tersebut sehingga masyarakat menjadi jenuh.
1.1 Kelemahan Model Konvensional Pemberdayaan masyarakat sering kali disimbolkan pada pembangunan hanya dibeberapa bidang saja seperti pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan bidang-bidang lain yang dianggap kurang memiliki inovasi sehinga beberapa kelompok masyarakat kurang tertarik. Selain kurangnya inovasi pada pengembangan model pemberdayaan, beberapa program pemberdayaan yang biasanya difasilitasi oleh pemerintah adalah bersifat kaku. Masyarakat yang pada hakikatnya sebagai objek sekaligus subjek dan pemerintah sebagai fasilitator dari program pemberdayaan seringkali meleset yakni pemerintah sebagai subjek dan masyarakat sebagai objek dari
24
program pemberdayaan yang membuat program pemberdayaan menjadi kurang optimal. Kurang efektif dan efisiennya beberapa program pemberdayaan model lama ini juga tidak terlepas dari peran komunikasi tidak digunakan secara optimal yakni sosialisasi dan desiminasi informasi yang menjadi kunci penyadaran dan ajakan kepada masyarakat untuk terlibat dalam program sebagai mana mestinya.
a.
Sosialisasi dan Diseminasi Sosialisasi menjadi penting karena dalam pengertian luas sosialisasi dapat
diartikan
sebagai
komunikasi
pengetahuan
dan
pembentukan
nilai-nilai
pendidikan.21 Sifat sosialisasi dalam pengertian ini lebih mengedepankan pada proses pembelajaran atau pembudayaan. Dapat diyakini bila dalam proses sosialisasi terjadi distorsi informasi, maka untuk meluruskan kembali informasi yang seharusnya disampaikan pada kelompok sasaran akan mengalami kesulitan. Hal ini terjadi karena sifat masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan pada isi informasi itu pada awal-awal penyampaiannya. Menurut Gonzales, desiminasi informasi berarti proses penyebaran informasi dalam hal ini sifatnya komunikasi interaktif dua arah.22 Komunikasi tidak bersifat instruktif, namun penerima informasi atau lazim disebut dengan komunikan dalam ranah komunikasi juga mempunyai kesempatan yang sama untuk merespon informasi tersebut secara timbal balik. Namun seringkali pada pemberdayaan model lama desiminasi informasi tidak memiliki kekuatan yang sebanding anatar dua arah Brim, O.G. , Jr., Wheeler, “Socialization after Childhood”, Two Essay, Wiley, New York, 1966. Jahi, Amri. 1993. Komunikasi Massa dan Pembangunan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 21 22
25
yakni seringkali lebih banyak terjadi dimana satu pihak dominan memberikan informasi sedang pihak lain cenderung hanya menerima informasi.
b. Timbal Balik Subyek, Obyek, dan Fasilitator Pemberdayaan Proses sosialisasi dan desiminasi yang selayaknya menggambarkan pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama seringkali dijalankan secara sepihak oleh perencana program pemberdayaan masyarakat, kadang-kadang kurang memperhatikan kondisi masyarakat sasaran dan konteks system informasi, struktur sosial dan institusi local yang hidup dalam masyarakat setempat. Aspekaspek yang berkaitan dengan jaringan sistem informasi dalam masyarakat seperti tokoh (opinion leader) sebagai sumber informasi, bahasa daerah local, forum pertemuan adat, keberadaan lembaga local dan sejenisnya yang berfungsi sebagai media tradisional, dan beberapa hal lainnya yang tidak diperhatikan dalam beberapa program pemberdayaan model lama. Salah satu faktor lain yang kurang diperhatikan adalah struktur masyarakat yang harusnya menjadi langkah awal memulai proses sosialisasi. Pada tipe masyarakat tertentu, sosialisasi akan lebih efektif apabila dilakukan pada kelompok sasaran masyarakat kelas tertentu. Kelas tersebut tidak melulu kelompok yang memiliki kelas pada struktur masyarakat seperti ketua agama maupun ketua RT atau RW tetapi ada kelompok lain yang dianggap lebih berani dalam berinovasi yakni kelompok pemuda. Selain itu juga masih terdapat beberapa kelemahan lainnya dari program pemberdayaan konvensional ini.
26
1. Kegiatan pemberdayaan rakyat selama ini ditujukan pada masyarakat lokal dan befokus pada society problems. Padahal masalahnya tidak sebatas itu saja, akan tetapi menjangkau baik aspek mikro dan makro. Dengan pemberdayaan masyarakat bisa terwujud kemampuan dari diri sendiri dan dari luar untuk memiliki bargaining power. 2. Ketergantungan pada pada sumber dana dari luar. Penerapan pemberdayaan masyarakat konvensional ini mengandalkan dana dari pemerintah atau asing 3. Struktur perekonomian yang berat sebelah diatas dan rapuh di bawah. Hal itu terjadi karena kurang seimbangnya perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia sejak awal sampai kini pada pengembangan ekonomi kelompokkelompok usaha mikro, kecil, dan menengah dibandingkan dengan kelompokkelompok usaha besar
4. Model Pemberdayaan Baru Didalam era Globalisasi seperti ini masyarakat sangat perlu disiapkan untuk menghadapi era globalisasi ini, agar masyarakat yang berada di kondisi tidak berdaya menjadi tidak semakin parah. Untuk itu didalam menghadapi masyarakat perlu diberdayakan tapi tidak bisa jika masyarakat diberdayakan dengan model-model yang itu saja diperlukan inovasi-inovasi didalam model pemberdayaan. Bagaimana bukan hanya memikirkan hal-hal yang sama seperti yang dilakukan didalam pemberdayaan model lama, pemberdayaan model lama hanya menitikberatkan dengan satu model yang sama dari jaman orde baru hingga sekarang. Untuk saat ini diperlukan model pemberdayaan baru dan inovatif bagaimana model pemberdayaan ini bersifat fleksibel,
27
mudah diakses, dan dapat memberikan efek yang nyata bagi masyarakat sehingga masyarakat tidak bosan dengan model yang ada saat ini. Model permberdayaan baru memiliki prinsip hampir sama dengan model pemberdayaan konvensional, namun ada beberapa prinsip yang memang diperkuat sebagai pondasi agar ada keberlanjutan di masyarakatnya yakni pada prinsip bottom up. Prinsip bottom-up pada model pemberdayaan baru diberikan sentuhan yang lebih menekan dan diberikan kewenangan masyarakatnya sebagai subyek sekaligus obyek pemberdayaan untuk berkembang sesuai dengan porsi dan kerangka masing-masing. Dengan demikian sentuhan pemerintah sebagai fasilitator sangat diperkecil bahkan tidak ada sama sekali dalam pengembangannya untuk menghindari intervensi yang pada nantinya terjadi kelas-kelas dalam proses pemberdayaan.
4.1 Pemberdayaan Berbasis Teknologi Informasi Pemberdayaan masyarakat adalah memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup manusia atau meningktakan harkat dan martabat manusia. Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya), potensi sumber daya manusia agar mampu membela dirinya sendiri.23 Masalah yang paling utama dalam pemberdayaan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat. Masyarakat yang sadar adalah masyarakat yang memahami hak-hak dan tanggung jawabnya sendiri sehingga sanggup membela dirinya dan menentang ketidakadilan yang terjadi padanya.
23
Aziz Muslim, Metedologi Pengembangan Masyarakat (Yogyakarta: Teras 2009). Hlm.5 28
Melalui
proses
pendampingan
masyarakat
dapat
belajar
mengenali
kelemahannya dan mengembangkan kemampuannya untuk mengatasi berbagai macam persoalan yang dihadapi. Memahami realitas structural yang menindas dan sadar akan posisinya dalam realitas tersebut. Jika kesadaran masyarakat tumbuh, maka akan tumbuh pula kehendak yang kuat melakukan perubahan dalam rangka memperbaiki kualitas kehidupan sehingga mereka melalui tindakan-tindakan bersama antar masyarakat tersebut. Masyarakat yang berdaya dan sadar pada akhirnya akan mampu memperbaiki kualitas hidupnya. Perbaikan kualitas hidup masyarakat harus diusahakan oleh mereka sendiri. Manusia atau masyarakat tidak bisa dibangun oleh orang lain. Kemampuan masyarakat inilah yang menjadi indikator penting dalam melihat apakah sebuah pemberdayaan berhasil. Parson mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada: Pertama apakah sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi perubahan sosial yang lebih besar, kedua apakah sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. Ketiga adalah pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orangorang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan.24 Melihat
berbagai
indikator
keberhasilan
pemberdayaan
masyarakat,
pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi dapat dikategorikan sebagai salah satu alternatif model pemberdayaan beradasarkan kecanggihan teknologi yang mampu
24
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Rakyat, hlm. 63 29
meningkatkan minat seseorang yang lebih tinggi dibandingkan pemberdayaan konvensional. Dalam pengertian yang sederhana, teknologi informasi dapat diartikan sebagai: "Teknologi informatika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kualitas informasi, serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang dan waktu" (J.B. Wahyudi, 1990). Dari pendapat ini terdapat item yang sangat mendasar yaitu: "percepatan dan peningkatan kualitas informasi yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu" kalimat kunci tersebut lebih mengarah kepada kedudukan teknologi informasi secara fungsional, yakni mempercepat akses informasi dan meningkatkan kualitas informasi.
Everett M. Rogers (1986) dalam Communication Technology menyatakan bahwa teknologi biasanya memiliki dua aspek, yaitu perangkat keras (objek materi dan sifatnya), dan aspek perangkat lunak (dasar informasi untuk menggerakkan perangkat keras
itu).
Sedangkan
batasan
mengenai
teknologi
informasi
itu,
Rogers
menyatakan:"Teknologi informasi adalah perangkat keras bersifat organisatoris, dan meneruskan nilai-nilai sosial dengan siapa individu atau khalayak mengumpulkan, memproses, dan saling mempertukarkan informasi dengan individu atau khalayak lain (Rogers,
1986).
25
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa teknologi informasi merupakan seperangkat fasilitas yang terdiri dari hadware dan
25
Rogers, Everett M., 1986, Communication Technology, New York: Free Press 30
software yang dalam prakteknya diarahkan untuk menyalurkan informasi, mendukung informasi dan meningkatkan kualitas informasi yang sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat secara cepat dan berkualitas. Berkat teknologi informasi inilah, informasi yang ada di setiap tempat pada detik yang sama dapat dipantau di tempat lain meskipun tempat itu berada di belahan bumi yang lain, atau bahkan di ruang angkasa sekalipun. Dewasa ini semakin dirasakan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana untuk layanan informasi bagi masyarakat guna mendukung penyelenggaraan program-program pemerintah. Pemerintah bagaimanapun tidak dapat mengkesampingkan keberadaan teknologi informasi karena teknilogi informasi merupakan sarana yang paling efektif untuk menyampaikan atau mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam berbagai bidang. Teknologi informasi yang difungsikan untuk layanan informasi kepada masyarakat memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dalam waktu seketika tanpa dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini tentu akan sangat mendukung suatu disiplin ilmu atau suatu jenis pekerjaan yang memerlukan kecepatan akses informasi seperti jurnalistik atau ekonomi.Jurnalistik merupakan jenis kerja yang mengutamakan aktualitas/ kecepatan; sedangkan pada bidang ekonomi/bisnis percepatan informasi akan membawa pengaruh terhadap perolehan profit atau sebaliknya. Sudah terbukti secara nyata bahwa bidang pembangunan, perekonomian, bisnis, dan bidang lainnya tidak akan mengalami kemajuan tanpa diimbangi dengan pencapaian kemajuan di bidang teknologi informasi. John Naisbitt dan Patricia Aburdene (1984) telah memprediksikan akan terbentuknya ekonomi global. Prediksi ini saat ini telah menjadi kenyataan, misalnya saja pada saat ini seseorang yang tengah berada di tengah
31
hutan belantara di pedalaman Kalimantan dapat saja melakukan transaksi dengan rekan bisnisnya yang ada di New York melalui komunikasi dengan telepon satelitnya.26 Oleh karena itu pemanfaatan teknologi informasi untuk layanan informasi kepada masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Sebab layanan informasi di masa sekarang ini tidak akan membuahkan hasil yang maksimal jika tidak didukung oleh teknologi informasi. Inilah kaitan erat antara teknologi informasi dengan layanan informasi bagi masyarakat. Menurut Haag dan Keen teknologi informasi adalah separangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi.27 Sedangkan menurut Martin teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi.28 Tetapi dalam perjalanan dan berkembangnya teknologi informasi ini ada pro dan kontra didalamnya. Bagaimana banyak yang berpikir bahwa teknologi informasi ini dapat memberikan dampak yang buruk atau negatif bagi masyarakat dan ada juga yang beranggapan bahwa teknologi informasi ini dapat memberikan efek positif bagi masyarakat karena masyarakat seperti dipermudah dalam melakukan sesuatu atau memperoleh informasi. Internet merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang paling cepat berkembang dan paling banyak diminati untuk pengaksesan informasi. Internet
26
Naisbitt, John, dan Aburdene, Megatrend 2000, Jakarta, Binarupa Aksara,1990
Haag, S and Keen P, (1996), “Information Technology, Tomorrow’s Advantage Today”, 28 Martin, E. Wainright; et al. (2005). Managing Information Technology.(5th ed.), Pearson Prentice Hall, New Jersey 27
32
dapat diartikan sebagai jaringan sistem global (international networking) yang menghubungkan setiap jaringan komputer. Internet merupakan “dunia baru” yang penuh pesona. Internet merupakan hasil dari hubungan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu memukau sehingga telah banyak digunakan oleh orang-orang di dunia. Perkembangan internet dirasa begitu cepat karena banyaknya variasi program di dalamnya sehingga membuat semua orang terpukau. Program-program yang dimiliki internet pun dinilai multifungsi, selain menyediakan informasi yang mendunia dan up to date, internet juga menyediakan sarana untuk berkomunikasi secara maya yang dapat dilakukan oleh banyak orang dan bahkan dapat mencipatakan suatu realitas kehidupan baru dalam masyarakat. Di samping internet masih banyak lagi produk teknologi informasi yang dapat diarahkan kegunaan untuk melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat. Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Roger Harris dalam bukunya yang berjudul Information and Communication Technologies for Poverty Alleviation (2004), mencatat sekurangnya 12 strategi pemanfaatan teknologi informasi yang dapat dimaksimalkan dampaknya untuk memberdayakan masyarakat, yaitu: 1. Mendistribusikan informasi yang relevan untuk pembangunan 2. Memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung (disvantaged) dan terpinggrikan (Marginalized) 3. Mendorong usaha mikro 4. Meningkatkan layanan informasi kesehatan jarak jauh (telemedicine) 5. Memperbaiki pendidikan melalui e-learning dan pembelajaran seumur hidup ( Life long learning)
33
6. Mengembangkan perdagangan melalui ecommerce 7. Menciptakan ketataprajaan (governance) yang lebih efisien dan transparan melalui egovernance 8. Mengembangkan kemampuan 9. Memperkaya kebudayaan 10. Menunjang pertanian 11. Menciptakan lapangan kerja (creating employment); dan 12. Mendorong mobilisasi sosial Secara konseptual Pemberdayaan Konvensional dan Pemberdayaan berbasis IT menggunkan Prinsip yang hampir sama. Bagaimana masih menggunakan menggunkan prinsip seperti Bottom Up, variasi lokal, Desentralisasi, proses belajar, dan keberlanjutan. Tetapi dalam hal ini pemberdayaan berbasis IT ini lebih menganut konsep community driven development yaitu bagaimana pemberdayaan ini digerakan oleh masyarakat itu sendiri dan atas keinginan mereka sendiri ini sangat berbeda dengan pemberdayaan konvensional yang masih berkutat dalam CBD (Community Based Develpoment) yaitu masyarakat hanya sebagai sasaran dan pelaksana program yang diberikan oleh pemerintah. Di dalam pemberdayaan berbasis IT kita bisa menemukan kemudahan di dalam perjalanannya karena pemberdayaan berbasis IT ini dapat lebih menghemat waktu dan biaya selain itu juga pemberdayaan ini memiliki kelebihan lain seperti membentuk jaringan sosial baik itu secara internal maupun eksternal dan cakupan dalam pemberdayaan sangat luas karena dalam IT informasi atau pengetahuan sangat global dan berkembang sangat cepat sehingga didalam pemberdayaan berbasis IT tidak hanya fokus dengan memberdayakan masyarakat dari satu sisi tapi dapat memberdyakan dari berbagai sisi atau aspek apalagi di jaman saat ini masyarakat harus di siapkan untuk mengahadapi era globalisasi dan hal itulah yang tidak bisa ditemukan
34
di Pemberdayaan Konvensional. Karena dalam
Pemberdayaan Konvensional,
pemberdyaan biasanya bersifat kaku dan tidak mempunyai efektivitas dari segi waktu pelaksanaan dan biaya sering terjadinya ketimpangan antara masyarakat dan Pemerintah sebagai pemberi program dengan masyarakat sebagai objek atau penerima program sering terjadi komunikasi yang tidak berjalan dengan baik sehingga apa yang harusnya dibutuhkan masyarakat sering tidak sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemerintah. Tetapi terkadang ada unsur selektivitas dalam pemberdayaan berbasis IT karena tidak semua orang bisa menggunakan teknologi, hanya orang terbatas saja yang dapat menggunakannya. Sehingga dalam pemberdayaan berbasis IT terkesan agak eksklusif karena hal tersebut 5. Proses Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan
konsep
mengenai
kekuasaan.
Kekuasaan
ini
sering
dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: Pertama, bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. Kedua, Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep
ini
menekankan
pada
pengertian
kekuasaan
yang
tidak
statis,
melainkan dinamis. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih 35
berdaya.Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apayang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu: 1. Mampu memahami diri dan potensinya,mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan) 2. Mampu mengarahkan dirinya sendiri 3. Memiliki kekuatan untuk berunding 4. Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan Bertanggungjawab atas tindakannya. Sumardjo menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, paham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan
dengan
mengoptimalkan
partisipasi
masyarakat
secara
bertanggungjawab
36