BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Anak adalah hasil buah perkawinan yang menjadi buah hati keluarga dimana nantinya akan menjadi sumber daya manusia masa mendatang yang akan mengemban tugas melanjutkan perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 menyebutkan bahwa yang masuk kategori anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Mengingat masa kanak-kanak merupakan proses pertumbuhan baik fisik maupun jiwa, maka untuk menghindari rentannya berbagai perilaku yang mengganggu pertumbuhan anak tersebut maka UU No 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak mengatakan anak pada dasarnya mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh keluarganya yaitu orang tuanya, dimana hak-hak itu meliputi : hak atas kesejahteraan, perlindungan, pengasuhan dan bimbingan. Keluarga adalah suatu kelompok yang terikat oleh adanya hubungan darah dan perkawinan dan biasanya dalam istilah lain disebutkan kelompok kekerabatan (Suyono,1985 : 91). Perkawinan itu membentuk sebuah rumah tangga. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang terdiri dari keluarga inti yaitu suami, istri, beserta anak mereka yang tinggal di dalam satu rumah. Keluarga inilah yang akan berfungsi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan hak-hak anak tersebut. Tapi tidak semua keluarga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga baik itu kebutuhan sandang, pangan, papan sampai
1 Universitas Sumatera Utara
pendidikan anak di karenakan bapak yang berfungsi sebagai kepala keluarga tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga di karenakan penghasilannya di bawah rata-rata. Karena tidak memiliki penghasilan yang cukup, mau tidak mau terjadi suatu fenomena di suatu perkotaan yang melibatkan anak-anak yang terlibat dalam mencari uang setiap harinya untuk keluarga. Kini masa kanak-kanak yang seharusnya adalah masa yang dipergunakan untuk sekolah guna menuntut ilmu yang akan menjadi bekal hidupnya dikemudian hari dan
masa dimana melewati umur untuk mulai belajar mengenal dan
memahami segala hal tentang kehidupan. Kehidupan yg dilewati dengan penuh keceriaan, kepolosan, tanpa beban berat dan masalah yang biasa membelit orang dewasa harus di ganti dengan kehilangan masa kecilnya dan kehilangan hak untuk belajar, bermain dan bersosialisasi dengan teman seumurannya dan kasih sayang dari orang tua dikarenakan faktor ekonomi atau kemiskinan sehinggga mereka memiliki tanggung jawab mencari penghasilan tambahan buat keluarga dengan cara harus bekerja atau diharuskan bekerja. Usia yang belum sepantasnya memiliki tanggung jawab untuk bekerja dan memberikan kontribusi berupa uang kepada keluarga harus dilakukan anak. Pembangunan di Negara Indonesia di belakangnya tidak terlepas dari perkotaan dan masalah sosial karena setiap perkembangan kota selalu di ikuti oleh masyarakat sosial. Semakin maju suatu Negara maka masalah sosial akan semakin kompleks. Salah satu masalah sosial itu adalah masalah anak bekerja yang sering disebut dengan masalah pekerja anak. Hal ini di pertegas oleh Muhammad Joni dan Zulchaina (1999:2) mengatakan pembangunan ekonomi membuat masalah
2 Universitas Sumatera Utara
lain yang mengejutkan, di antaranya adalah anak jalanan, pemulung, pekerja anak, eksploitasi seks anak sebagai pekerja seks anak, perdagangan anak, penculikan anak, perlakuan kekerasan dan penyiksaan terhadap anak. Pekerja anak adalah adanya hubungan kerja yang jelas dan menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta adanya keselamatan dan kesehatan kerja (Kepmenaker No.Kep.115/Men/VII/2004). Tapi pekerja anak yang dimaksud disini gambarannya adalah anak-anak miskin bukan dari golongan orang kaya yang melakukan pekerjaan yang rutin untuk orang tua atau orang lain, yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. pekerjaan yang tak seharusnya dialami anak-anak yang bekerja di usia dini. Hal ini di pertegas oleh Bellamy (dalam Nachrowi, 2004:1) mengatakan bahwa anak-anak yang bekerja di usia dini, yang biasanya berasal dari keluarga miskin, dengan pendidikan yang terabaikan, sesungguhnya akan melestarikan kemiskinan, karena anak yang bekerja tumbuh menjadi seorang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih, dan dengan upah yang sangat buruk. Tjandraningsih mengatakan mengapa anak-anak bekerja ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan dimana sisi penawaran mengatakan bahwa kemiskinan merupakan penyebab utama mendorong anak untuk bekerja demi kelangsungan hidup diri dan keluarganya sedangkan pada sisi permintaan mempekerjakan anakanak dianggap sebagai pencari nafkah kedua. Akibat dari kemiskinan itu untuk membantu mencukupkan kebutuhan hidup anak ikut memberikan kontribusi kepada keluarga. Secara sederhana
3 Universitas Sumatera Utara
kontribusi anak dalam bekerja dapat diartikan sebagai keikutsertaan anak memberikan penghasilan dalm bentuk uang dari pekerjaan anak tersebut. Data yang ada di Indonesia diperkirakan pekerja anak di Indonesia di bawah usia 14 tahun secara ekonomis aktif sekitar 2-4 juta anak (Konvensi HakHak Anak, 2000: p.iii). Berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional Tahun 2003, terdapat 566,526 ribu pekerja anak di seluruh Indonesia, dan pekerja anak di pedesaan dinyatakan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Salah satu wilayah pedesaan di Indonesia yaitu di desa Teluk Wetan dan Bugo, Kecamatan Welahan, kabupaten Jepara, Jawa Tengah, setidaknya terdapat 2.187 anak dibawah umur yang bekerja di berbagai sektor informal (Harian Seputar Indonesia, 6 April 2007) Pekerja anak banyak terjadi di banyak Negara salah satunya Negara Indonesia yang di dalamnya terdapat Kota Medan sebagai Propinsi Sumatera Utara. Di Kota Medan ini pekerja anak banyak tinggal di pemukiman kumuh. Adapun pemukiman kumuh di Kota Medan adalah di Kampung Baru, Kampung Aur, Seimelingkar B, Kelurahan I Sei Rengas, Kelurahan Pusat Pasar, Martapura dan masih banyak lagi. Dari beberapa pemukiman kumuh yang ada di Kota Medan maka pemukiman kumuh tempat tinggal pekerja anak yang penulis maksud adalah di Jl. Salak Kelurahan Pusat Pasar yang berada di Pinggiran Rel Kereta Api Jalan Salak. Pemukiman kumuh di Jalan Salak ini adalah daerah pemukiman yang kondisinya sangat buruk yang merupakan hunian yang tidak resmi namun kondisinya sudah sangat merosot. Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh 4 Universitas Sumatera Utara
digambarkan sebagai masyarakat yang identik dengan kemiskinan dengan penghasilan rendah yang sulit memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup utama dan membawa indikasi pada rendahnya derajat kesejahteraan sosial masyarakat di sekitar mereka. Kondisi kemiskinan adalah salah satu penyebab utama kenapa anak-anak dipemukiman kumuh di pinggiran rel Jalan Salak ini melakukan berbagai pekerjaan dan bukan hanya itu seperti dikatakan (Odi Shalahuddin,2004:13) − Anak bekerja turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga, dan justru orang tua menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan untuk keluarga. Hal ini terjadi karena ketidak mampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga. − Rumah tinggal yang kumuh membuat ketidak betahan anak berada di rumah, sehingga perumahan kumuh menjadi salah satu faktor pendorong untuk anak turun ke jalan. − Rendahnya pendidikan orang tua anak sehingga mereka tidak mengetahui fungsi dan peran sebagai orang tua dan juga ketidaktahuannya mengenai hakhak anak. − Belum adanya payung kebijakan mengenai anak yang turun ke jalan baik kebijakan dari kepolisian, Pemda, maupun Departemen Sosial. Ketika kita melihat kesan pekerja anak di pinggir jalan untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang telah diungkapkan menjadi masalah sosial bagi masyarakat yang memberikan pemahaman negatif tersendiri terhadap pekerja
5 Universitas Sumatera Utara
anak. Seharusnya hak azazi mereka dilindungi, dan dipenuhi justru sekarang kenyataan yang terlihat mereka di bebani untuk memberikan kontribusi kepada keluarga. Untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang telah diungkapkan maka tidak jarang bila melihat mereka di lampu-lampu merah sebagai wajah-wajah kecil yang kumal serta tubuh yang dekil. Diantara jajaran mobil, debu dan pengabnya jalanan, mereka bergelut dengan tanggung jawabnya. Mereka adu cepat dengan lampu hijau untuk mendapat lima ratus rupiah hingga seribu rupiah dan mereka juga adu cepat untuk mengorek tempat sampah untuk mendapatkan barang botot di jalanan. Sebagian besar mereka belasan tahun. Ada juga yang berusia 6-10 tahun, dengan mata pencaharian ada pengemis, pengamen, pemulung juga berjualan gorengan. Mereka bekerja sekitar jam makan siang sehabis pulang sekolah sampai malam dengan selang waktu pulang sebentar istirahat ke rumah maupun tidak istirahat pulang. Keadaan yang dialami oleh pekerja anak yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi berupa uang kepada keluarga cukup menarik penulis mengadakan pengkajian tentang mereka. Timbul pertanyaan mengapa harus pekerja anak yang berada di Pinggiran Rel Kereta Api Jalan Salak, padahal masih banyak dilokasi lain. Alasan ketertarikan penulis dalam hal ini adalah karena pekerja anak di Pinggiran Rel Kereta Api Jalan Salak ini berbeda dengan pekerja anak lainnya. Pertama, pekerja anak ini mempunyai dasar pendidikan yang cukup baik sebab adanya fasilitas pendidikan yang berada di pemukiman tempat mereka tinggal. Pendidikan tersebut mereka ikuti dari TK sehingga untuk
6 Universitas Sumatera Utara
masuk menuju Sekolah Dasar mereka tidak begitu sulit lagi mengikuti pelajaran. Kedua, antara manejemen waktu anak bersekolah, bermain dan bekerja sudah cukup baik. 1.2. Ruang Lingkup Masalah dan Lokasi Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah menguraikan bagaimana sosial kehidupan keluarga pekerja anak terlebih bagaimana orang tua memperlakukan pekerja anak sebagaimana anak seharusnya dan bagaimana anak-anak tersebut memerankan diri mereka sebagai pekerja sampai seberapa besarkah kontribusi pekerja anak untuk keluarga. Lokasi enelitian ini di pemukiman kumuh pinggiran rel Jl. Salak, Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota. Maka ruang lingkup masalah yang di teliti akan di fokuskan kepada: 1. Untuk apa saja kontribusi tersebut di gunakan ? 2. Faktor apa saja anak menjadi pekerja ? 3. Apa yang menjadi strategi pekerja anak dalam mempertahankan pekerjaan? 4. Dimana saja lokasi tempat pekerja anak ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Ketika penulis menjelaskan kontribusi pekerja anak kepada keluarga maka penelitian ini akan melihat sisi kehidupan pekerja anak sesuai dengan realitas yang ada dan bangaimana hasil kontribusi yang diberikan anak untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tujuannya untuk menjelaskan Negara-negara pada miskin
7 Universitas Sumatera Utara
perkotaan khususnya Negara Indonesia yang kenyataannya banyak anak-anak yang seharusnya tidak bekerja tetapi karena keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga harus bekerja. Manfaat penelitian ini penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan khasanah pengetahuan budaya yang dikaitkan dengan masalah perkotaan khususnya masalah pekerja anak. Akibat adanya fenomena keterbatasan ekonomi, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang mengulas tentang budaya yang dihubungkan dengan masalah-masalah perkotaan yang ada di Indonesia.
1.4. Tinjauan Pustaka Pekerja anak merupakan salah satu pekerjaan sektor informal yang dilakukan oleh masyarakat miskin kota. Pemulung, tukang becak, pedagang kaki lima, pembantu rumah tangga juga adalah pekerjaan di sektor informal. Tidak tersedianya lapangan kerja pada sektor informal menjadikan mereka harus melakoni pekerjaan tersebut. Pekerja anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan yang rutin untuk orang tua atau orang lain, yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Pekerja anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil yang belum dewasa usia paling sedikitnya 14 tahun. Adapun ciri-ciri pekerja anak yaitu : 1. Bekerja setiap hari; 2. Tereksploitasi; 3. Terganggu waktu sekolah atau tidak sekolah lagi; 4. Terganggu kesehatan; 5. Bekerja dalam waktu yang panjang; 6. Bekerja untuk ikut memenuhi
8 Universitas Sumatera Utara
kebutuhan keluarga (Bahan Seminar Pengenalan Pekerja Anak Oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Profinsi Sumatera Utara, 2009). Pekerjaan sebagai pedagang, pengamen, pemulung, pengemis ini merupakan sektor informal yang dilakoni pekerja anak, bukan hanya anak saja yang melakukan pekerjaan itu tetapi orang tua yang ada di pemukiman kumuh tersebut. Suparlan, 1984 mengatakan memang seperti itulah sebagian besar mata pencaharian penghuni pemukiman kumuh, dimana mereka tergolong memiliki penghasilan rendah. Rendahnya tingkat penghasilan yang diperoleh orang tua dari pekerjaan tersebut mengakibatkan mereka hidup dalam kemiskinan karena tidak mampu untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Akibat dari kemiskinan itu untuk membantu mencukupkan kebutuhan hidup anak ikut memberikan kontribusi kepada kepada keluarga. Kontribusi berasal dari bahasa inggris contribute, contribution, maknanya keikutsertaan, keterlibatan atau melibatkan diri (http:// id.answers.yahoo.com /question/ index?qid 20080526075812AAueg8t). Secara sederhana kontribusi anak dalam bekerja dapat diartikan sebagai keikut sertaan anak memberikan penghasilan dalm bentuk uang dari pekerjaan anak tersebut. Parsudi Suparlan (dalam AW. Widjaja, 1986) berpandapat bahwa para ahli Antropologi melihat keluarga sebagai suatu kesatuan sosial terkecil yang dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk sosial. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebuah keluarga adalah satu kesatuan kekerabatan yang juga merupakan satu tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerja sama ekonomi dan mempunyai fungsi untuk berkembangbiak, mensosialisasikan atau mendidik anak
9 Universitas Sumatera Utara
dan menolong serta melindungi yang lemah, khususnya merawat orang tua mereka yang telah jompo. Keluarga miskin adalah keluarga yang berpenghasilan rendah yang berdiam disuatu tempat, daerah atau negara yang mendapat penghasilan lebih rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan minimal mereka yang seharusnya dipenuhi. Apa yang disebut penghasilan disini adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu. Keluarga pekerja anak ini tinggal di pemukiman kumuh. Menurut (Sri Soewasti 1974), pemukiman kumuh (slum), pada umumnya mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim dipemukiman tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak terbendung arus urbanisasi. Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau benda mati. Sedangkan pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta 10 Universitas Sumatera Utara
sikap
dan
perilakunya
di
dalam
lingkungan,
sehingga
pemukiman
menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan (http://rezaantonius.multiply.com/journal/item) Berdasarkan ciri fisiknya maka pemukiman kumuh dapat dibagi menjadi Slum dan Squater. Slum areas (kawasan kumuh) adalah daerah pemukiman yang kondisinya sangat buruk yang merupakan hunian yang tidak resmi dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak dihuni oleh penduduk miskin yang padat seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong disekitar kota dan di bawah jembatan namun kondisinya sudah sangat merosot. Sedangkan Squater adalah daerah atau lahan yang diduduki secara liar, yang dibangun di lahan orang lain atau diatas tanah yang tidak jelas kepemilikannya atau tanah negara (Herlianto 1986:45). Slum diartikan sebagai permukiman yang kumuh, tidak mempunyai akses yang baik pada air bersih dan sanitasi, padat dan tidak teratur, walaupun sebagian besar penduduknya mampu menunjukkan legalitas kepemilikan lahan dan rumahnya. Squatter mengacu pada ilegalitas kepemilikan lahannya, di negara berkembang, squatter identik dengan slum dalam arti kekumuhannya, sementara di
negara
maju
squatter
tidak
mesti
merupakan
pemukiman
kumuh
(http://rezaantonius.multiply.com/journal/item. Ciri-ciri dari pemukiman kumuh
11 Universitas Sumatera Utara
menurut (Parsudi Suparlan,1991) dalam artikel Segi Sosial dan Ekonomi Pemukiman Kumuh adalah:
1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai. 2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin 3.
Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam pengunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidak berdayaan ekonomi penghuninya.
4. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal 5. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai: Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat
digolongkan sebagai hunian liar
(http://geografi.ums.ac.id/ebook/Social_Education/SOS_NOMI_KUMUH. pd)
12 Universitas Sumatera Utara
1.5. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat dengan metode kualitatif deskriftif yang berusaha untuk menggambarkan bagaimana kehidupan para pekerja anak di pemukiman kumuh di jalan salak. Adapun untuk mendapatkan data yang lebih rinci. Dingunakan metode pengalaman individu sebagai metode wawancara mendalam (Koentjaraningrat,1990:56). Peneliti berusaha mengungkapkan dengan menggambarkan sejarah hidup (life history) empat keluarga pekerja anak yang memiliki pekerjaan yang bervariasi yaitu: pengemis, pemulung, pengamen dan pedagang. Diharapkan dengan empat keluarga pekerja anak ini dapat menjadi informan yang representative terhadap gejala yang menjadi fokus peneliti. 1.5.1. Informan Informan dalam penelitian ini terbagi atas tiga macam yaitu informan pangkal, informan kunci dan informan biasa. Informan pangkal adalah informan pertama-tama peneliti jumpai dilapangan (Moleong,1994). Informan pangkal disini adalah Pendiri Yayasan Dian Bersinar yang berbentuk seperti LSM adalah Dosriana Bakara, S.sos Kepala Lurah adalah Pak Darmus S.sos dan masyarakat yang mengetahui seluk beluk pemukiman kumuh di pinggiran rel kereta api jalak salak. Dari informan pangkal inilah peneliti meminta informan tentang siapa-siapa saja orang tua yang mempekerjakan anaknya. Informan kedua adalah informan kunci (key informan). Dari informan kunci inilah peneliti mengharapkan data utama penelitian ini. Informan kunci ini terdiri dari empat keluarga pekerja anak adalah Keluarga Aldi, Keluarga Siti,
13 Universitas Sumatera Utara
Keluarga Kiki, Keluarga Ita yang diteliti pengalamannya selama menjadi pekerja anak dalam kehidupan kesehariannya. Informan ketiga informan biasa. Informan biasa ini adalah masyarakat yang ada disekitar tempat pemukiman kumuh maupun tempat anak-anak tersebut bekerja. Selain itu, dalam penelitian ini informan juga diambil dari keseluruhan pekerja anak sebagai pengemis, pemulung, pengamen dan pedagang. dari jumlah pekerja anak yang ada di pilih sebayak empat keluarga, pekerja anak yang dianggap refresentatif. Kriteria keluarga pekerja anak yang dijadikan informan tersebut ditentukan sendiri oleh peneliti, yakni : - Latar belakang orang tua dengan jenis pekerjaan - Lamanya beraktifitas sebagai pekerja anak sudah 2 tahun keatas - Umur 6 -14 tahun - Penghasilan dan jam kerja / hari 1.6. Teknik Pengumpulan Data 1.6.1. Observasi Untuk mencari kevalidan data observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi mendalam. Artinya dalam melakukan observasi ini peneliti mengadakan pengamatan pada saat diperlukan untuk memperoleh data. Penelitian terlibat secara pasif dengan arti kata hanya berada dalam arena kengiatan subjek untuk mengamati dan mempelajari realitas yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, dengan tidak melibatkan aktif dalam kengiatan hidup mereka.
14 Universitas Sumatera Utara
Adapun yang diobservasi ini di dasarkan pada situasi sosial yang terdiri dari aktor, tempat dan kengiatan. Aktor disini adalah anak-anak sebagai pekerja, tempat yaitu lokasi anak-anak bekerja, sedangkan kengiatan adalah pekerjaaan yang dilakukan anak yaitu : pengemis, pemulung, pengemen, pedagang. Peneliti juga melihat sikap hidup masyarakat yang tinggal dengan bentukan pemukiman kumuh misalnya pola pemukiman kumuh, fasilitas umum dan sebagainya.
1.6.2. Wawancara Wawancara dilakukan adalah dengan cara berkomunikasi langsung dengan para informan. Wawancara dilakukan dengan cara terbuka agar para informan dapat menjawab pertayaan dan bercerita panjang lebar tentang kehidupan dan segala informasi yang dimilikinya. Melalui teknik ini dapat di peroleh data tentang pengalaman hidup individu (life history) secara mendalam. Dengan demikian diharapkan data yang mendetail tentang pengalaman hidup serta latar belakang ekonomi mereka. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (dept interview) dan wawancara sambil lalu yang berusaha menggali informasi yang di dapat dari informan. Bukan hanya wawancara mendalam yang peneliti lakukan tetapi peneliti berperan bersama mereka dalam Binaan Pelayanaan Sosial Dian Bersinar Foundation sebagai voluntir di dalam TK maupun di bimbingan belajar. Wawancara mendalam di tujukan kepada informan kunci yaitu empat keluarga yang dianggap representative, Sehingga dapat diketahui sejarah hidup mereka secara mendalam termaksud di dalam sehari-harinya.
15 Universitas Sumatera Utara
Dalam
melakukan
wawancara
peneliti
mempergunakan
pedoman
wawancara (interview guide). Pedoman wawancara dipergunakan hanya sebagai arahan bagi penulis dalam melakukan wawancara, bukan sebagai patokan sebagaimana lazimnya penelitian kualitatif, maka peneliti akan dihentikan apabila data telah berulang (Moleong, 1994).
1.6.3. Studi Dokumentasi Data yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara akan lebih disempurnakan dengan melakukan studi dokumentasi yang diperoleh dari, artikel, internet, foto wilayah dan foto anak-anak pekerja.
1.6.4. Teknik Analisa Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Proses Analisis yakni analisis pekerja anak dalam kasus tanggung jawab anak memberikan kontribusi dalam ekonomi keluarga di pemukiman kumuh.dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari wawancara kepada informan pangkal, informan pokok dan informan biasa. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: proses yang dilalui pekerja anak dalam memperoleh pegnghasilan, apa yang menjadi strategi pekerja anak dalam mempertahankan pekerjaan serta lokasi bekerjanya dan apa saja peran orangtua dalam kehidupan pekerja anak. Dengan analisa pekerja anak tersebut maka penulis dapat melihat sejauh mana kontribusi anak dalam membantu perekonomian keluarga. Semua data yang telah diperoleh
16 Universitas Sumatera Utara
baik melalui pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi kemudian diidentifikasikan dan disusun secara sistematis.
1.6.5. Kendala dan Pengalaman Yang Dihadapi Saat Penelitian. Memasuki lokasi ini untuk pertama kalinya saat Kakak kelompok saya mengajak kami satu kelompok membantu untuk kengiatan Natal di Pelayanan Sosial Dian Bersinar Foundation yang sering disebut masyarakat dan anak-anak dipemukiman itu adalah TK Dian Bersinar membuat hati saya teriris karena dengan lokasi, fasilitas, dan rumah seperti itu mereka bisa tinggal. Atas keramahan anak-anak di TK inilah yang membuat saya memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian saya. Karena masih dua kali saya ketempat tersebut dan belum tau seluk-beluk tentang mereka dan atas ramahnya anak-anak dan masyarakat yang pada awalnya menyambut kami membuat saya berfikir bahwa itulah sifat mereka. Maka saya memberitahukan niat saya ini kepada kakak pengurus Yayasan tersebut bahwa saya mau melakukan penelitian di lokasi ini, kakak tersebutpun setuju tetapi tidak memberitahukan bahwa kondisi yang sebenarnya dilokasi tersebut dan saya pun tidak menaruh curiga sama sekali. Sehabis dari kengiatan Natal tersebut maka saya datang untuk mengadakan observasi dan wawancara sambil lalu tetapi semua terasa seperti yang tidak pernah saya duga karena anak-anak yang saya anggap ramah dan terbuka ketika di tanya soal pekerjaan mereka dan mengapa mereka bekerja tidak mau menjawab, serta mencueki bahkan meninggalkan saya. Ini disebab anakanak tersebut merasa tidak mengenal saya dan tidak membawa keuntungan bagi
17 Universitas Sumatera Utara
mereka. Begitu juga pada saat saya mulai observasi di lokasi tersebut adalah banyaknya orang-orang yang memandang saya dengan sinis. Dalam hati bangaimana saya mau mau meneliti di lokasi ini sedangkan anak-anaknya saja sudah tidak bersahabat kepada saya. Akhirnya saya mempertanyakan akan hal tersebut kepada kakak yang mengurus TK tersebut dan barulah saya satu memang mereka semua yang ada di lokasi ini mau terbuka kepada orang lain apabila orang lain tersebut sudah mereka kenal dan memberikan keuntungan bagi mereka seperti sumbangan berupa makanan berupa beras, uang dan bingkisan buah tangan. Sebab mereka takut akan orang asing yang akan mengatakan tidak-tidak kepada pemerintah atau media elektronik maupun koran tentang mereka dan pemukiman mereka yang mengakibatkan mereka akan di gusur dari tempat itu. Oleh sebab itu kakak pemilik TK tersebut menyuruh saya mengajar sebagai voluntir di TK tersebut agar masyarakat dan anak-anak di pemukiman itu mengenal saya dan apa yang peran saya bagi anak-anak mereka dan peran saya bagi anak-anak di pemukiman tersebut. Sebab itu sekarang saya sebagai voluntir di TK di pemukiman tersebut dan sekarang bukan anak-anak di TK yang saya dekati tetapi orang tua mereka pun sudah mulai mengenal saya dan sebagian tidak manaruh curiga tetapi ada juga yang masih menaruh curiga terhadap saya dimana ketika saya mewancarai salah satu empat keluarga pekerja anak. Sewaktu mewawancarai Ibu tersebut dan memang di lihat suaminya yang baru pulang kerja tersebut dan suaminya tidak berkomentar apa-apa karena langsung beristirahat tapi ketika sedang asik mewawancarai Ibu tersebut suaminya pergi pamitan untuk keluar mencari angin.
18 Universitas Sumatera Utara
Tiba-tiba hand phone Ibu tersebut berbunyi dan yang yang menelpon adalah sang suami yang bertanya siapa teman yang datang kerumah kita itu dan sedang apa dan Ibu tersebut menjawab dengan tersenyum melihat kearah saya sambil mengaktifkan loudspeaker hand phone sehingga saya dapat mendengar pembicaraan dimana Ibu berkata ini Miss yang mengajar di TK mau bertanya tentang tugas kualiahnya yang berkaitan dengan pekerjaan Aldi anak kita lalu suami menjawab kirain siapa sebab jangan mudah percaya sama orang lain sekarang nanti kau di hipnotis maka habislah kau. Saat mengambil foto-foto pekerja anak di lokasi kerja saya mendapat kendala karena saya tidak bisa terang-terangan mengambil foto mereka di karenakan salah satu orang tua pekerja anak yang ikut juga bekerja seperti anaknya melihat saya dengan pandangan yang tidak bersahabat. Hal ini di karenakan ketika pekerja anak melihat saya yang adalah Miss yang mengajari mereka di TK mereka langsung berlari menuju kepada saya yang mengakibatkan anak-anak tersebut tidak serius dalam bekerja meekipun saya sudah berkali-kali menyuruh mereka untuk bekerja. Apalagi pandangan orang-orang yang berhenti di lampu merah melihat saya di kerumuni oleh pekerja anak tersebut seolah-olah saya adalah seseorang yang sedang mengutip penghasilan mereka. Maka saya bersembunyi di balik tiang yang besar dengan ditutupi pohon-pohonan di pinggiran jalan dari situlah saya memfoto kehidupan para pekerja anak di lokasi kerja.
19 Universitas Sumatera Utara