1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Remaja adalah tunas bangsa, generasi penerus bangsa, dan tumpuan harapan bangsa yang akan bisa melanjutkan cita-cita bangsa menuju Indonesia yang bermartabat (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2014). Remaja didefinisikan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini & Sundari, 2004). Masa remaja berlangsung melalui tiga tahapan yaitu masa remaja awal (10-14 tahun), menengah (15-16 tahun), dan akhir (17-20 tahun) (Soetjiningsih,2004). Menurut Potter dan Perry (2009), proses tumbuh kembang remaja mengalami banyak perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja meliputi, peningkatan pertumbuhan tulang rangka, otot, dan organ dalam, perubahan distribusi otot dan lemak serta perkembangan sistem reproduksi dan karaterisitik seksual sekunder. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik dan pada penampakkan serta perkembangan karakteristik seks sekunder, sementara itu perubahan yang tidak tampak jelas adalah perubahan fisiologis dan kematangan fungsi alat kelamin yang disertai dengan kemampuan untuk bereproduksi (Wong, 2009). Proses pematangan fisik pada remaja terjadi lebih cepat dari proses pematangan psikososial. Hal ini sering menyebabkan berbagai masalah. Di satu sisi remaja sudah merasa matang secara fisik dan ingin bebas serta mandiri. Di sisi
1
2
lain mereka tetap membutuhkan bantuan, dukungan, serta perlindungan orang tua. Orang tua sering tidak mengetahui atau tidak memahami perubahan yang terjadi pada remaja sehingga tidak jarang terjadi konflik di antara keduanya. Hal ini menyebabkan remaja seringkali memperlihatkan agresifitas yang dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi. Seiring dengan perkembangan zaman, lingkungan telah banyak merubah perilaku para remaja dan banyak yang menjurus ke perilaku risiko tinggi (risk-taking behaviour) dengan segala konsekuensi akibat dari perilaku tersebut (Dhamayanti, 2013). Perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja baik perubahan fisik maupun perubahan psikososial dapat menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan remaja. Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan dapat mencakup kesehatan reproduksi, penyakit menular, yang diakibatkan oleh kebersihan diri dan lingkungan, kecelakaan, kegemukan, anemia, perilaku merokok, minum alkohol, seks bebas dan penggunaan obat terlarang (Potter & Perry, 2009; Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999; Depkes RI, 2007). Masalah kesehatan ini dapat dicegah, dan bentuk pencegahannya adalah dengan upaya promosi kesehatan. Salah satu bentuk program promosi kesehatan yang telah diterapkan oleh pemerintah terkait dengan masalah kesehatan adalah Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perilaku hidup bersih dan sehat adalah upaya yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat di semua bidang kehidupan agar terwujud pribadi dan lingkungan yang sehat demi
3
mencapai derajat kesehatan optimal dan kesejahteraan bangsa sesuai yang diamatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Farida, 2009). Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005, tentang PHBS dilakukan melalui pendekatan tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan institusi kesehatan. Penerapan PHBS secara nasional sudah lama diterapkan sejak tahun 2003. Pengembangan PHBS dilaksanakan pada 30 provinsi dengan jumlah kumulatif sebanyak 7,5 juta lebih di tatanan rumah tangga, 53.000 lebih di tatanan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), 260.000 lebih di tatanan tempat umum (terminal, pelabuhan, pasar) dan 5.000 di tatanan sarana kesehatan pemerintah dan swasta (Fitriani, 2011). Perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah sehat (Sari,dkk., 2013). Sebagai generasi penerus, usia sekolah dengan jumlah 30% dari jumlah penduduk Indonesia memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan dalam hal mempromosikan PHBS (Sari,dkk., 2013). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2014), tercatat bahwa kelompok usia remaja merupakan kelompok yang cukup besar, sekitar 23% dari seluruh populasi. Hal ini merupakan aset bangsa atau modal utama sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa di masa yang
4
akan datang untuk menciptakan negara Indonesia yang maju. Kemajuan suatu negara diukur melalui tingkat kesehatan penduduknya (Yanti, 2010). Program pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat yang sudah dilakukan pemerintah Dinas Kesehatan Provinsi Bali yaitu mengadakan survei cepat tentang perilaku siswa menerapkan kebiasaan PHBS di sekolah untuk mengetahui tentang kebiasaan hidup sehat bagi anak-anak di sekolah mulai dari tingkat SD, SMP dan SMU. Adapun indikator yang digunakan adalah delapan indikator yaitu kebiasaan mencuci tangan, menggunakan jamban sekolah, kebiasaan jajan sehat di kantin sekolah, mengikuti kegiatan olahraga dan aktifitas fisik, pemberantasan jentik nyamuk, kebiasaan merokok, menimbang berat badan dan tinggi badan serta membuang sampah pada tempatnya (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2011). Kesehatan lingkungan pada kawasan sekolah adalah upaya untuk memberdayakan anggota lingkungan sekolah agar sadar, mau dan mampu melaksanakan kesehatan lingkungan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit serta berperan aktif dalam menggerakan kesehatan lingkungan sekolah (Departemen Kesehatan, 2010). Perilaku akan pentingnya kesehatan lingkungan di sekolah menjadi dasar terciptanya kesehatan lingkungan secara keseluruhan. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari tidak sehat dan menciptakan lingkungan sehat di sekolah. Perubahan ini dapat dilakukan melalui promosi kesehatan (Fitriani, 2011). Kesehatan lingkungan di sekolah erat kaitannya dengan peran usaha kesehatan sekolah (UKS). Usaha kesehatan sekolah merupakan salah satu usaha
5
kesehatan pokok yang dilakukan oleh puskesmas dan juga usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik beserta lingkungan sekolahnya sebagai sasaran utama. Usaha kesehatan di sekolah juga merupakan wadah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin. Tujuan UKS adalah untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik melalui tiga program pokok usaha kesahatan di sekolah yaitu melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat (Efendi & Makhfudli, 2008). Program promosi kesehatan yang dilakukan harus dengan metode yang tepat sehingga nantinya siswa-siswi memperoleh informasi yang tepat tentang perilaku hidup bersih dan sehat yang benar. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan akan merangsang terjadinya perubahan sikap dan bahkan tindakan seorang individu. Metode promosi kesehatan yang paling sering digunakan untuk berbagai pengetahuan dan fakta kesehatan adalah metode ceramah karena pertimbangan waktu, biaya, tenaga dan sarana. Namun Ewles dan Simnettt (1994) mengungkapkan bahwa metode ceramah yang dilaksanakan sering merupakan proses komunikasi satu arah dan cenderung membosankan, sehingga pesan yang disampaikan mudah dilupakan setelah beberapa saat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah yang selama ini dilaksanakan kurang efektif, sehingga perlu dicari metode lain dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman (Murti, Prabandari dan Riyanto, 2006). Metode pendidikan kesehatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah metode peer education.
6
Peer Education adalah suatu proses komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh dan untuk kalangan yang sebaya yaitu kalangan satu kelompok, ini dapat berarti kelompok sebaya pelajar, kelompok mahasiswa, sesama rekan profesi dan jenis kelamin (Harahap & Andayani, 2004). Peer education diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang perilaku hidup bersih dan sehat pada remaja. Hal ini didukung dengan perkembangan remaja pada masa transisi yang dialami remaja. Remaja biasanya berpikiran sosial, suka berteman dan suka berkelompok. Dengan demikian kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada evaluasi diri dan perilaku remaja (Wong, 2009). Menurut Fitriani (2011) edukasi sebaya (peer education) dapat memberikan tekanan atau pengaruh terhadap perilaku sehat dan lebih praktis dibandingkan dengan pengajaran yang ditangkan dalam kurikulum kesehatan. Penelitian-penelitian dengan metode peer education sudah banyak diaplikasikan sebagai metode dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan. Namun saat ini yang banyak diteliti adalah pengaruh metode peer education dalam peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS. Hasil penelitian dari Widastra, Bagiarta dan Suamerta mengenai pengaruh metode peer education terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS menyatakan bahwa metode peer education dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS. Berdasarkan data tersebut menunjukkan seluruh responden mengalami peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS setelah diberikan metode peer education. Penelitian selanjutnya yang sudah dilakukan dengan menggunakan metode peer education yaitu penelitian yang dilakukan oleh
7
Fitriani (2011) tentang pengaruh edukasi sebaya (peer education) terhadap PHBS pada agregat anak usia sekolah yang berisiko kecacingan. Penelitian menggunakan sampel anak usia sekolah kelas 5 dan kelas 4 sekolah dasar. Berdasarkan hasil analisis statistik penelitian didapatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan anak usia sekolah lebih baik dari sebelum diberikan edukasi sebaya pada kelompok intervensi. Sebagai suatu metode promosi kesehatan, peer education yang berbasis teman sebaya sangat tepat diaplikasikan di tatanan pasraman atau lebih dikenal dengan istilah boarding school. Boarding school merupakan lembaga pendidikan di mana para siswa tidak hanya belajar tetapi juga bertempat tinggal dan hidup menyatu dengan di lembaga tersebut. Boarding School mengkombinasikan tempat di rumah dan dipindah ke institusi sekolah, di mana di sekolah tersebut disediakan berbagai fasilitas tempat tinggal, ruang tidur, ruang tamu, ruang belajar dan tempat olahraga, perpustakaan, kesenian (Maksudin, 2006). Karakteristik boarding school dari segi sosial cenderung mengisolasikan anak didik dari lingkungan heterogen yang buruk. Di lingkungan sekolah asrama, anak siswa relatif
homogen yakni teman sebaya dan didampingi oleh guru
pembimbing selama di asrama. Selain itu dari segi proses pendidikan perhatian pihak sekolah lebih optimal dan waktu interaksi yang dilakukan antar siswa lebih banyak dan intens. Segi jumlah siswa yang lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah umumnya menjadi nilai plus keakraban antar siswa. Salah satu bentuk sekolah boarding school di Bali yaitu Pasraman Gurukula Bangli. Yayasan Pasraman Gurukula Bangli merupakan salah satu yayasan di wilayah utara Bangli
8
yang dibangun untuk memfasilitasi anak-anak yang tidak mampu dari segi ekonomi agar memperoleh pendidikan yang layak. Yayasan Pasraman Gurukula memiliki sekolah-sekolah formal yang terdiri atas Play Group dan TK Pra Widyalaya Gurukula Bangli, SMP Gurukula Bangli, dan SMA Gurukula Bangli. Pasraman Gurukula Bangli merupakan satu-satunya lembaga pendidikan Hindu yang mengasramakan siswanya khususnya semua siswa SMP Gurukula diharuskan tinggal menetap di Asrama Siswa Pasraman Gurukula Bangli selama menempuh pendidikan. Hasil studi pendahuluan di SMP Gurukula Bangli yaitu melihat hasil pemeriksaan kesehatan siswa-siswi SMP Gurukula Bangli yang dilakukan oleh Yayasan Bali Kids. Berdasarkan buku catatan pemeriksaan kesehatan empat bulan terakhir, siswa-siswi SMP Gurukula Bangli setiap bulannya terdapat siswa dengan kondisi penyakit yang beragam yaitu gatal-gatal, sakit perut, sesak nafas, pilek dan sakit kepala. Berdasarkan data bulan Agustus 2014 hingga November 2014, terjadi fluktuasi kasus beberapa penyakit tersebut. Catatan kesehatan terkahir di bulan November 2014 menujukkan bahwa beberapa siswa SMP Gurukula Bangli menderita Scabies. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terlihat penerapan PHBS di sekolah Gurukula belum optimal. Kurangnya fasilitas untuk mencuci tangan di SMP Gurukula seperti tidak tersedia sabun untuk mencuci tangan. Banyaknya fasilitas kamar mandi yang rusak sehingga tidak dapat digunakan siswa-siswi SMP Gurukula. Selain itu pelaksanaan pemberantasan jentik nyamuk yang sudah dilakukan di SMP Gurukula hanya sebatas menutup penampungan air yang ada
9
dan melihat kondisi lingkungan Gurukula yang berpotensi berkembang biaknya nyamuk. Kondisi wilayah Yayasan Pasraman Gurukula merupakan salah satu wilayah di Bangli yang kesulitan air. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa di yayasan, menjelaskan terkadang siswa-siswi harus mencari air dan mandi di sungai. Dari sisi kegiatan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan tidak dilakukan secara rutin dan siswa-siswi Yayasan Pasraman Gurukula tidak menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang sudah dimiliki. Hasil wawancara dengan salah satu siswa mengatakan jika di Yayasan Pasraman pernah terdapat beberapa siswa yang merokok dan belum pernah ada penyuluhan terkait merokok. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan jika status kesehatan siswasiswi SMP Gurukula Bangli masih rendah. Hal ini harus segera diatasi, karena mempengaruhi dari absensi siswa dan potensi untuk menularkan ke siswa lainnya yang tinggal dalam satu asrama lebih besar. Sementara itu, pelaksanaan UKS di Yayasan Pasraman Gurukula belum berjalan dengan efektif. Yayasan Pasraman Gurukula sudah menyediakan fasilitas ruang UKS bagi siswa-siswinya untuk pelayanan kesehatan di sekolah. Namun, dari hasil wawancara dengan pihak sekolah, UKS di Yayasan Pasraman Gurukula belum optimal. Hal ini dilihat dari segi pemanfaatan fasilitas-fasilitas yang sudah tersedia di UKS. Selain itu, program berupa pendidikan kesehatan belum berjalan dengan efektif. Maka dari itu perlu untuk dilakukan program promosi kesehatan di sekolah Gurukula agar terciptanya kesehatan lingkungan di sekolah Gurukula. Pendidikan
10
kesehatan tentang PHBS sudah pernah dilakukan di SMP Gurukula Bangli terkait dengan kesehatan reproduksi, cuci tangan dan sikat gigi yang baik dan benar. Bentuk pendidikan kesehatan yang dilakukan yaitu berupa penyuluhan dan poster. Metode pendidikan kesehatan dalam bentuk lain belum pernah dilakukan di SMP Gurukula Bangli. Berdasarkan latar belakang di atas dan mengingat penerapan PHBS di tatanan sekolah menentukan tingkat kesehatan siswa, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh promosi kesehatan melalui metode peer education terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah Gurukula. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: apakah ada pengaruh metode peer education terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di SMP Gurukula Bangli? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh metode peer education terhadap pengetahuan, sikap dan psikomotor remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat di SMP Gurukula Bangli. 1.3.2 Tujuan Khusus
11
1. Mengidentifikasi pengetahuan remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat sebelum dan setelah diberikan metode peer education. 2. Mengidentifikasi sikap remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat sebelum dan setelah diberikan metode peer education. 3. Mengidentifikas psikomotor remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat sebelum dan setelah diberikan metode peer education. 4. Menganalisis pengaruh metode peer education terhadap pengetahuan remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat. 5. Menganalisis pengaruh metode peer education terhadap sikap remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat. 6. Menganalisis pengaruh metode peer education terhadap psikomotor remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis 1. Bagi Remaja Bagi remaja diharapkan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah dengan benar sehingga nantinya remaja sebagai penerus bangsa dapat menciptakan lingkungan sekolah bersih dan sehat. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan informasi dan salah satu metode pendidikan kesehatan yang dapat diaplikasikan bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.
12
3. Bagi Tenaga Kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi masukkan mengenai metode pendidikan kesehatan peer education agar diaplikasikan di lingkungan sekolah maupun masyarakat sebagai upaya promosi kesehatan. 4. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah untuk selalu menjalankan program-program kesehatan yang memfokuskan pada remaja dan PHBS khususnya. 1.4.2 Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat dipelajari untuk menambah referensi asuhan keperawatan yaitu dalam menggunakan metode edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan psikomotor remaja tentang perilaku hidup bersih dan sehat yang salah satunya dengan menerapkan metode peer education. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya serta mendukung penelitian yang lebih luas.