BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kekerasan memang kerap sekali terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia.
Meski sudah ada larangan terhadap kegiatan ospek yang mengandung unsur kekerasan fisik, tetapi ada juga beberapa sivitas akademika yang masih mempertahankan budaya tersebut. Bahkan hal ini menjadi semacam agenda rutin tahunan. Setiap tahun ajaran baru misalnya, budaya kekerasan sudah diperkenalkan kepada calon mahasiswa baru dalam bentuk kegiatan ospek. (Driyan/PDAT, 2014:37) Di beberapa kampus bahkan menerapkan sistem kasta atau yang kita kenal dengan istilah senioritas. Para senior ini seperti memiliki hak prerogatif untuk memberi hukuman fisik jika ada juniornya yang melanggar atau melawan. Terkait hal ini, salah satu kampus yang sering menjadi sorotan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Sekolah pemerintahan yang dulunya bernama Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) ini memang terkenal dengan budaya senioritas yang kental dengan unsur pendidikan militer. Wahyu Hidayat, seorang mahasiswa/praja IPDN yang tewas pada tahun 2003 dan Cliff Muntu yang tewas pada tahun 2007 lalu merupakan salah satu korban dari budaya kekerasan yang turun-temurun ini dan berita yang sangat menarik perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini menambah deretan daftar berita kelabu di tanah air di samping kecelakaan transportasi,
1
2
bencana alam, berbagai penyakit, dsb. Berbagai komentar bermunculan dengan bermacam ragam termasuk sorotan tajam terhadap dunia pendidikan yang memang sudah runyem sejak lama. Kejadian itu memiliki daya tarik sedemikian kuat sampai-sampai wakil presiden melakukan kunjungan mendadak ke kampus IPDN. Bahkan, presiden menghentikan penerimaan praja baru untuk satu angkatan. (Sutarso, 2007) Seperti yang terjadi pada Dimas Dikita Handoko (19), mahasiswa yang baru duduk di semester satu Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jakarta Utara. Dia jadi korban kekejaman seniornya. Meninggal dunia sia-sia dianiaya tujuh orang senior di sebuah rumah kos milik Siagan, di Jalan Kebon Baru Blok R Gang II Nomor 29 RT 17 RW 12 Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu 26 April 2014. Kasus Dimas menambah kelam catatan dunia pendidikan. Penganiayaan yang mengakibatkan junior meninggal dunia di tangan senior bukan kali ini saja terjadi. (fokus.news.viva.co.id /news /read/ 500269). Jonoly Untayanadi (25), mahasiswa tingkat tiga kampus
Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sulawesi Utara atau Sulut, tewas ketika mengikuti kegiatan orientasi, 25 Januari 2014. Dia merupakan mahasiswa pindahan dari IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Saat dibawa ke rumah sakit kondisi Jonoly sudah mengenaskan, dari mulutnya keluar darah. Pada Oktober 2013 lalu, Fikri Dolasmantya, mahasiswa baru Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Jawa Timur juga tewas saat mengikuti Orientasi studi dan pengenalan kampus atau ospek mahasiswa jurusan planologi ITN dilaksanakan di kawasan Gua Cina Sumbermancing Wetan, Malang pada 9-
3
13 oktober 2013.
Saat orientasi ini, peserta mendapat kekerasan dari senior
mereka, antara lain: diinjak, dipukul, bahkan ada dugaan pelecehan seksual. Satu tahun sebelumnya, tepatnya Februari 2012, David Richard Jamati mahasiswa Akademi Maritim Djadayat, Jakarta tewas karena terluka di bagian kepala. Cedera itu diduga dilakukan oleh seniornya saat pembekalan. Kasus lainnya terjadi pada tahun 2009 silam, yang menimpa Dwiyanto Wisno Nugroho, mahasiswa Institut Teknologi Bandung. Dia meninggal saat mengikuti ospek di kampus. Namun penyidik kesulitan mengusut kasus ini karena tidak ditemukannya alat bukti. Alat bukti yang diperlukan polisi untuk mengetahui penyebab kematian Dwiyanto sebetulnya bisa dilakukan lewat autopsi. Namun pihak
keluarga
menolak
melakukannya.
(fokus.news.viva.co.id/news/read/
500269). Sertar Irma Lesmana taruna Akademi Militer (Akmil) tingkat II diberhentikan dengan tidak hormat pada tanggal 7 September 2012 karena melanggar aspek kedisiplinan, berupa tidak hadir tanpa keterangan dalam waktu yang cukup panjang, Sermadatar Ikhsan taruna Akmil tingkat III diberhentikan dengan tidak hormat pada tanggal 27 Juli 2014 karena melanggar aspek sikap perilaku dan Sermatutar
Kharis Eko Novianto taruna Akmil tingkat IV
diberhentikan dengan tidak hormat pada tanggal 12 Agustus 2014 karena melanggar aspek kepribadian, berupa pemberian tindakan kekerasan fisik terhadap yunior yang tidak sesuai ketentuan. (Penhumas Akmil, 2014). Ditinjau sudut pandang psikologis, apa yang dilakukan senior terhadap juniornya dalam bentuk tindakan kekerasan fisik dapat dikategorikan sebagai
4
wujud “perilaku agresif”. Agresif merupakan salah satu perilaku yang dimanifestasikan dalam bentuk “menyerang” pihak lain dengan tujuan tertentu. Perilaku agresif dapat berbentuk tindakan fisik atau nonfisik (verbal atau nonverbal), secara langsung atau tidak langsung, secara individual atau kelompok, secara reaktif atau proaktif, dan secara aktif atau pasif. (Surya,2007). Dua macam perilaku agresif, yaitu agresif permusuhan dan agresif instrumental. Agresif permusuhan adalah perilaku agresif yang penyerangannya bertujuan untuk “merusak”, “merugikan”, atau bentuk lain yang sifatnya merugikan pihak yang diserang. Biasanya, permusuhan akan muncul apabila ada suatu rangsangan yang dirasakan menyentuh martabat atau harga diri seseorang, perilaku agresif itu ada dalam kasus peristiwa tindak kekerasan. Agresif instrumental adalah perilaku agresif yang memiliki tujuan lain seperti ingin memperoleh perhatian dari lingkungan, menyatakan suatu kemauan, mencapai suatu tujuan tertentu. Perilaku agresif instrumental biasanya memiliki nilai-nilai positif dalam kondisi tertentu. Perilaku agresif bukan sebagai suatu bawaan, melainkan terbentuk sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. (Surya, 2007) Tindakan kekerasan yang dikatakan sebagai suatu bentuk pembinaan atau pembentukan kepribadian atas nama pendidikan bagi para calon pemimpin. Tindakan tersebut tentu saja salah apabila tindakan kekerasan diberi nama “pendidikan” karena proses pendidikan bukan begitu bentuknya. Pendidikan harus berlangsung dalam suasana asuhan yang penuh kasih sayang, keteladanan, melalui komunikasi pedagogis dalam suasana tatanan demokratis. Mencermati makna
5
pendidikan sebagaimana telah dikemukakan oleh para ahli dan filsuf pendidikan, seperti Aristoteles, Socrates, John Dewey, Ki Hajar Dewantoro, dan Mohamad Syafei atau rumusan arti pendidikan sebagaimana tersurat dan tersirat dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semuanya tidak ada amanat tindakan kekerasan fisik sebagai alat pendidikan. Dunia pendidikan yang harusnya menjadi tempat menuntut ilmu kini malah jadi ajang balas dendam. (Surya, 2007) Optimalisasi pola pengasuhan Taruna di Akmil Magelang lebih banyak ditentukan oleh pola pendidikan, ada beberapa oknum taruna Akmil yang melakukan tindakan tidak sebagaimana mestinya. Oknum tersebut bukannya meningkatkan nama baik Korps Taruna Akmil tetapi justru mencoreng nama baik Akmil yang selalu dibanggakan oleh senior dan juniornya. Tindakan pemecatan dan penurunan pangkat kepada oknum taruna Akmil merupakan hak prerogatif Gubernur Akmil sebagai bagian tindakan pembinaan, agar tindakan negatif tersebut tidak diikuti oleh rekan-rekan lainnya. Pola asuh yang salah dalam membina adik asuhnya, yang diilhami dari gaya pendidikan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan kakak seniornya, serta adanya
pembiaran
pengasuhnya.
Pola
model asuh
pendidikan kekerasan sebelumnya senior
terhadap
adik
asuhnya
dari
para
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangannya, termasuk hasil belajar atau prestasi. Dalam
melakukan
interaksi,
diperlukan
kedekatan
dan
kearifan
pengasuhnya sebagai orang tua asuh dengan anak asuhnya sehingga terjadi hubungan yang saling mempengaruhi secara dinamis antara anak asuh dan
6
pengasuhnya. Hal ini terungkap dari hasil penelitian Marsiyanti dan Harahap (2000:15) yang mengemukakan bahwa pola asuh adalah ciri khas dari gaya pendidikan, pembinaan, pengawasan, sikap, hubungan, dan sebagainya yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Pola asuh orang tua terhadap anak berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain, tetapi pada dasarnya terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu demokratis, permisif, dan otoriter. Wahyuning(2003:128-131), mengemukakan bahwa secara umum pola asuh tergambar dalam 3 bentuk, yaitu otoriter (autoritarian), permisif, dan demokratis (authoritatif). Hal ini dibenarkan oleh Shochib (2010:6), yang mengatakan pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis menjadikan komunikasi yang dialogis antara anak dengan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak merasa diterima sehingga ada pertautan perasaan. Keluarga dengan pola pengasuhan orang tua yang demokratis akan mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga anak dapat belajar dengan baik di dalam keluarga. Pola asuh demokratis juga memberikan kebebasan yang terkendali, pengarahan, bimbingan, dan saling komunikasi dua arah antar anggota keluarga. Upaya pembentukan Taruna Akmil Magelang disesuaikan dengan budaya bangsa Indonesia yang tentunya tidak semata-mata hanya dilakukan di intern pendidikan melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar pendidikan dalam hal ini kegiatan pengasuhan melalui
pembiasaan
kehidupan sehari-hari selama mengikuti pendidikan
(habituasi)
dalam
seperti: religius, jujur,
disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya.
7
Pembiasaan itu bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang hal-hal yang benar dan salah, akan tetapi juga mampu merasakan terhadap nilai yang baik dan tidak baik, serta bersedia melakukannya dari lingkup terkecil seperti keluarga asuh sampai dengan cakupan yang lebih luas di dalam kehidupan siswa militer sebagai nilai-nilai ketahanan pribadi taruna. Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi cerminan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Akmil memiliki peranan yang besar sebagai pilar dalam menyiapkan sumber daya manusia yang mempunyai peran dan fungsi sangat menentukan dalam membentuk dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia prajurit agar memiliki kriteria professional (Tippe, 2007:7). Kemampuan personel yang mengawaki organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI AD) sangat ditentukan oleh kualitas keluaran hasil didik dari setiap lembaga pendidikan militer yang ada di jajaran TNI AD seperti di Akmil. Keberadaan lembaga pendidikan militer baik pada tingkat Badan Pelaksana Pusat (Balakpus) maupun pada tingkat Komando Utama (Kotama) memiliki peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia prajurit yang profesional di bidang pertahanan.
1.2
Perumusan Permasalahan Perumusan permasalahan yang digunakan peneliti dalam ini, “Optimalisasi
pola pengasuhan taruna akmil dan implikasinya bagi ketahanan pribadi taruna”. Berdasarkanrumusan masalah tersebut dapat ditarik pertanyaan penelitian sebagai berikut;
8
a.
Bagaimana pola pengasuhan taruna yang berlaku di Akmil ?
b.
Kendala apa yang dihadapi dalam pengasuhan taruna di Akmil?
c.
Bagaimana strategi optimalisasi pola pengasuhan dan implikasinya bagi
ketahanan pribadi taruna ?
1.3
Keaslian Penelitian Penelitian dengan latar belakang pendidikan dan pengasuhan di Akmil telah
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu antara lain: a.
Nano Rahmason, 2009, penelitian tentang “Pengaruh Paket Instruksi
terhadap Peningkatan Kualitas Hasil didik Taruna Akmil” yangmemberikan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh antara paket instruksi dengantercapainya kualitas hasil didik taruna Akmil 2009 dan tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan awal taruna dengan tercapainya nilai hasil belajar. b.
Yohanes Joko Dwi Purwanto, 2011, penelitian tentang “Penerapan Metoda
Pembelajaran Kooperatif yangmemberikan
Guna Peningkatan Kualitas Sumber Daya Taruna”
kesimpulan
dengan
menerapkan
metode
pembelajaran
kooperatifdapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam hal ini taruna Akmil dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai sarana pemberdayaan sumberdaya manusia lainnya serta sebagai sumber motivasi keberanian mengubah segala sesuatu yang doktriner. c.
Rita Kuntarti, 2014, penelitian tentang “Implikasi Perubahan Kurikulum
Pendidikan pada Sistem Pendidikan Taruna terhadap Pencapaian Kualitas Taruna guna Mendukung Ketahanan Satuan” yang memberikan kesimpulan bahwa model
9
kurikulum sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kompetensi output pendidikan Akmil dan selanjutnya desain kurikulum juga berdampak signifikan pada ketahanan satuan di tataran
internal akademi dilakukan, namun harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang bersifat prosedural. d.
Zuwanda Saputra, 2014, penelitian tentang “Pengaruh Metode Pengasuhan
Edukatif Resimen Taruna Akmil dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Fisik dan Akademik Dengan dilaksanakan penelitian ini, peneliti berharap bahwa penelitian ini Taruna Akmil” memberikan kesimpulan bahwa variabel metode edukatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kemampuan fisik dan kemampuan akademik Taruna Akmil. e.
Deny Febrianto, 2015, penelitian tentang “Peran Bimbingan dan
Pengasuhan Jasmani dalam Meningkatkan Kesamaptaan jasmani Taruna Akmil Tingkat II Werfing 2012” memberikan kesimpulan bahwa peran bimbingan pengasuhan jasmani sangat menentukan dalam meningkatkan kesamaptaan jasmani Taruna. Terlihat dari hasil kesamaptaan jasmani Taruna tingkat II yang meningkat setelah mengikuti Bimbingan dan Pengasuhan jasmani di Batalyon Taruna Dewasa. Taruna yang mendapatkan kategori nilai kesamaptaan jasmani C (Cukup) sudah tidak ada dan yang mendapatkan kategori BS (Baik Sekali) meningkat dari 24 Taruna menjadi 94 Taruna. Pemilihan objek penelitian ini juga didasari pertimbangan bahwa penelitian ini berkaitan pengasuhan taruna di
Akmil akan tetapi penelitian tentang
optimalisasi pola pengasuhan taruna akmil
dan implikasinya bagi ketahanan
pribadi taruna, belum pernah dilakukan sebelumnya.
10
1.4
Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a.
Mengetahui pola pengasuhan taruna Akmil.
b.
Mengetahui kendala apa yang dihadapi dalam pengasuhan Taruna Akmil.
c.
Merumuskan strategi optimalisasi pola pengasuhan dan implikasinya bagi ketahanan pribadi taruna.
1.5
Manfaat penelitian Dengan dilakukan penelitian ini, mahasiswa berharap bahwa penelitian ini
akan bermanfaat bagi semua pihak, terutama : a.
Manfaat teoritis:
penelitian ini sebagai sumbang pemikiran yang dapat
diharapkan mampu memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan gambaran khususnya tentang teori pola pengasuhan yang terkait dengan ketahanan pribadi taruna. b.
Manfaat praktis: 1)
Bagi mahasiswa, untuk menambah pengetahuan, wawasan dan
sebagai pengalaman untuk mengetahui masalah pola pengasuhan dan implikasinya bagi ketahanan pribadi taruna. 2)
Bagi Akmil, sebagai tambahan dokumentasi yang diharapkan dapat
memberikan sumbangan pikiran mengenai pola pengasuhan dan diharapkan dapat
digunakan
sebagai
bahan
evaluasi
oleh
Akmil.