BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Keperawatan merupakan ilmu yang berfokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan
dasar
manusia
dengan
tujuan
untuk
mempertahankan homeostasis tubuh yang seimbang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan tokoh keperawatan sepanjang masa, Florence Nightingale yang menyebutkan tujuan keperawatan adalah untuk dapat menempatkan klien dalam kondisi yang paling baik (Smeltzer & Bare, 2005). Sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan dan pendidikan, dimana tuntutan masyarakat akan peningkatan kesehatan yang berkualitas juga akan semakin meningkat. Tuntutan akan kebutuhan pelayanan asuhan keperawatan dimasa yang akan datang merupakan tantangan yang harus dipersiapkan secara benar dan ditangani dengan sungguh-sungguh oleh institusi pendidikan kesehatan (Hasan & Chitra, 2007). Schweek dan Gebbie (1996) dalam Syahreni dan Waluyanti (2007), dalam pendidikan kesehatan menyatakan bahwa pembelajaran klinik adalah “the heart of the total curriculum plan”. Hal tersebut dimaksudkan adalah unsur yang paling utama dalam pendidikan kesehatan adalah bagaimana proses pembelajaran klinik dikelola di lahan praktik. Corkhill (1998) dikutip dari Syahreni dan Waluyanti (2007), menjelaskan tujuan pembelajaran klinik adalah mengintegrasikan teori dengan praktik. Pengalaman belajar laboratorium harus dilaksanakan sebelum mahasiswa
1
2
praktek di suatu lahan klinik. Pembelajaran laboratorium akan memberi kesempatan pada mahasiswa untuk terampil dalam menerapkan teori yang sudah didapatkan di kelas. Praktek laboratorium keperawatan merupakan media praktikum yang memberikan gambaran tentang hospital image bagi mahasiswa keperawatan. Ujian skill lab harus dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat serta harus dilakukan secara lengkap tanpa terlewati satu unsur pun dalam waktu uji yang singkat (± 10 menit tiap satu keterampilan), untuk mendapatkan nilai yang bagus (Arief, Suwadi, & Sumarni, 2003). Hal tersebut
memungkinkan
timbulnya
kecemasan
pada
mahasiswa
keperawatan sebelum melaksanakan ujian lab klinik keperawatan. Indonesia merupakan negara berkembang, dimana setiap tahunnya angka kecemasan semakin meningkat. Menurut data riset kesehatan dasar tahun 2007 yang diadakan Departemen Kesehatan, gangguan mental emosional (depresi dan kecemasan) dialami sekitar 11,6 persen populasi Indonesia (24.708.000 orang) yang usianya di atas 15 tahun. Sementara data tahun 2009, jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan jiwa seperti stres, depresi, cemas berlebihan, ketakutan, hingga kasus parah schizofrenia mencapai angka 20-30 persen. Dari jumlah 20-30 persen, 2-3 persen mengalami gangguan jiwa kronis kegilaan dan schizofrenia (Handayani, 2011). Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan (Gail, 2002 dalam Hidayanto, 2010). Gangguan kecemasan ini cenderung muncul pada pertengahan usia remaja
3
sampai pertengahan usia 20-an serta berlangsung sepanjang hidup. Sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas (Haryadi, 2007 dalam Hidayanto 2010). Penelitian yang di muat dalam My Health News Daily yang melibatkan wanita dan pria berumur antara 18-64 tahun, hanya sekitar 17%-18% pria berusia yang mengalami perasaan cemas, sedangkan wanita justru lebih tinggi yaitu sekitar 23%. Rasio perempuan dibandingkan laki-laki untuk gangguan kecemasan seumur hidup adalah 3:2 (Yates, 2007 dalam Widosari, 2010). Kecemasan sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan gejala yang normal yang selalu menyertai kehidupan manusia (Zahrani, 2005). Kecemasan merupakan sesuatu yang wajar oleh karena setiap orang menginginkan segala sesuatunya dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala marabahaya atau kegagalan (Purba dkk, 2008). Respon seseorang terhadap kecemasan cenderung bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan, kepribadian, pengalaman sebelumnya terhadap stres, mekanisme koping, jenis kelamin, usia, besarnya stresor, dan kemampuan pengelolaan emosi dari masingmasing
individu
(Potter
&
Perry,
2006).
Bagi
individu
yang
penyesuaiannya baik, maka stres dan kecemasan dapat diatasi dan ditanggulangi. Namun bagi yang penyesuaiannya kurang baik maka stres dan kecemasan dapat menghambat kegiatan sehari-hari (Prawitasari, 1988 dalam Arief, Suwadi, & Sumarni, 2003).
4
Timbulnya kecemasan yang paling besar adalah pada saat mahasiswa menghadapi tes atau ujian. Kecemasan menghadapi tes penting adanya selama dalam intensitas yang wajar guna meningkatkan motivasi. Permasalahannya ketika kecemasan yang dialami individu terlalu tinggi dan bersifat negatif maka dapat mengganggu keadaan fisik dan psikologis mereka sehingga ujian tersebut tidak akan dapat terlewati dengan baik (Zulkarnain, 2009). Ujian dianggap sebagai mimpi buruk, walaupun sudah belajar dan mempersiapkan diri dengan baik. Ketika ujian tetap saja muncul perasaan gelisah, panik, susah berkonsentrasi, perut terasa sakit, dan menjadi lebih sering ke kamar kecil sehingga ujian tidak dapat diselesaikan dengan baik (Zulkarnain, 2009). Mahasiswa yang mempunyai kecemasan tinggi cenderung mendapat skor yang lebih rendah daripada skor mahasiswa yang kurang cemas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif, Suwadi, & Sumarni (2003), mengenai hubungan kecemasan menghadapi ujian skills lab modul shock dengan prestasi yang dicapai pada mahasiswa FK UGM angkatan 2000. Hasil yang diperoleh semakin besar kecemasan mahasiswa, prestasi yang dicapai semakin kecil dan sebaliknya. Sehingga mahasiswa harus benar-benar memperhatikan dan berusaha mengendalikan dengan baik faktor kecemasan sebelum menghadapi ujian skills lab. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Oktober 2013 melalui kuisioner tingkat kecemasan terhadap 80 mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
5
Kedokteran Universitas Udayana (PSIK FK Unud) angkatan 2013 didapatkan hasil cukup banyak mahasiswa yang mengalami kecemasan. Sebesar 11,25% mahasiswa mengalami tingkat kecemasan sedang, 7,5% mengalami tingkat kecemasan berat, dan 2,5% mengalami tingkat kecemasan sangat berat ketika akan menghadapi ujian. Data nilai ujian lab klinik dari 82 mahasiswa angkatan 2013 pada mata kuliah IDK 1 (Ilmu Dasar Keperawatan 1), didapatkan hasil sebesar 37,8% mahasiswa mendapatkan nilai dari rentang 70-80, 54,9% mahasiswa dengan rentang nilai 81-90, dan 7,3% mahasiswa mendapatkan nilai di atas 90. Kecemasan dalam menghadapi ujian dapat diatasi dengan pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis seperti olah raga teratur, humor, nutrisi dan diet yang baik, istirahat yang cukup, dan teknik relaksasi (Potter & Perry, 2006). Salah satu teknik relaksasi yang dapat mengatasi kecemasan adalah dengan teknik relaksasi masase yaitu pijat tangan aromaterapi lavender (hand massage aromatherapy lavender). Hal ini sesuai dengan pernyataan Lin (2004) dalam Siahaan (2013), yang menyebutkan bahwa cara untuk mengatasi kecemasan adalah relaksasi dengan melakukan masase/pijatan pada bagian tubuh tertentu dalam beberapa kali akan membuat perasaan lebih tenang. Synder
&
Lindquist
(2006),
menjelaskan
pijat
tangan
aromaterapi berfokus pada efek pemijatan dan keharuman aromaterapinya. Aromaterapi yang digunakan bersamaan dengan teknik pemijatan memiliki efek ganda. Selain dari efek penyerapan minyak esensial ke dalam kulit
6
sehingga masuk ke dalam tubuh dan mempengaruhi organ-organ di dalam tubuh, keharuman dari aromaterapi tersebut juga akan ditangkap oleh reseptor di hidung lalu menyalurkan informasi itu ke area di otak tempat pengontrol emosi dan memori. Pada pijat tangan aromaterapi dipilih minyak essensial lavender karena pada lavender terdapat kandungan utama senyawa aktif linalool utama yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) (Pengelly, 2003). Penelitian ini melibatkan Mahasiswa Reguler Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSIK FK Unud) Angkatan 2013. Pemilihan angkatan 2013 sebagai subjek penelitian dengan mempertimbangkan angkatan 2013 merupakan angkatan termuda saat ini di PSIK FK Unud. Seperti yang kita ketahui, awal masa perkuliahan merupakan masa-masa yang sangat sulit untuk dilewati. Karena masa tersebut merupakan masa transisi dari pendidikan menengah atas menuju perguruan tinggi. Dimana pada masa itu terjadi proses pendewasaan sehingga membutuhkan suatu adaptasi dari berbagai stressor dalam kehidupan akademik yang tentunya sangat berbeda dari masa Sekolah Menengah Atas (SMA) mereka dulu. PSIK FK Unud menerapkan sistem pembelajaran dengan sistem blok yang terdiri dari kegiatan lecture, SGD (Small Group Discussion), dan pleno. Kegiatan pembelajaran dengan sistem blok ini dilakukan evaluasi atau ujian di akhir mata kuliah. Sehingga para mahasiswa memikul beban yang cukup berat karena harus menguasai materi kuliah dalam waktu yang cukup singkat.
7
Berdasarkan fenomena ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pijat tangan dan aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan sebelum ujian lab klinik keperawatan pada mahasiswa PSIK FK Unud Angkatan 2013, karena sepanjang pengetahuan peneliti di Indonesia khususnya di PSIK FK Unud Denpasar belum ada penelitian mengenai pengaruh pijat tangan dan aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan mahasiswa sebelum ujian lab klinik keperawatan pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSIK FK Unud) Angkatan 2013.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah di atas didapatkan rumusan masalah; Adakah pengaruh pijat tangan dan aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSIK FK Unud) Angkatan 2013 sebelum ujian lab klinik keperawatan?
1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pijat tangan dan aromaterapi
lavender terhadap tingkat kecemasan mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSIK FK Unud) Angkatan 2013.
8
1.3.2.
Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi kelompok
tingkat
perlakuan
kecemasan
dan
mahasiswa
kelompok
kontrol
pada
sebelum
diberikan terapi pijat tangan dan aromaterapi lavender. b.
Mengidentifikasi
tingkat
kecemasan
mahasiswa
pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah diberikan terapi pijat tangan dan aromaterapi lavender. c.
Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan mahasiswa sebelum dan sesudah pemberian terapi pijat tangan dan aromaterapi
lavender
pada
kelompok
perlakuan
dan
kelompok kontrol. d.
Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh perawat untuk
melakukan modifikasi tindakan pada komunitas mahasiswa agar kejadian tingkat stres akibat kecemasan akademik dapat diminimalisir.
1.4.2
Manfaat Teoritis a. Diharapkan
hasil
penelitian
ini
dapat
menambah
perbendaharaan pustaka terutama dalam bidang keperawatan komunitas, sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.
9
b. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi intervensi yang bisa diaplikasikan untuk perawatan pasien di komunitas terkait dengan kejadian kecemasan akademik yang cenderung meningkat.