BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman dan teknologi menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan pada manusia (Khairunnisa, 2011). Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2005, persentase penduduk Indonesia yang mempunyai keluhan kesehatan adalah 26,51% atau sekitar 59 juta jiwa (Ikatan Dokter Indonesia, 2007). Dari data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, pasien yang rawat inap di rumah sakit berdasarkan 10 penyakit besar berjumlah 333.654 orang dan pasien rawat jalan berdasarkan 10 penyakit besar berjumlah 1.871.157 orang (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa ketika seseorang memiliki penyakit dan merasakan sakit pada dirinya, maka akan timbul perilaku dan usaha mencari pelayanan medis. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat fenomena menarik pada 5 tahun belakangan ini yaitu banyaknya pasien yang berasal dari Indonesia yang berobat ke luar negeri (Grehenson, 2011). International
Medical
Travel
Journal
pada
tahun
2008
telah
mempublikasikan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri yaitu ke Negara Singapura dan Malaysia. Pasien yang berobat ke Singapura pada tahun 2007 adalah 226.200 orang. Sementara pasien yang berobat ke Malaysia pada tahun 2006 berjumlah 70.414 orang, tahun 2007 sebanyak 221.538 orang dan tahun 2008 sebanyak 288.000 orang (Beritasore, 2011). Begitu juga dengan
Universitas Sumatera Utara
pasien Medan dan sekitarnya, banyak yang berobat keluar negeri terutama ke negara tetangga Malaysia dan Singapura (Rohman, 2010). Pasien yang berasal dari Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri pada tahun 2011 adalah 5.000 orang tiap bulannya ( Seputar Indonesia, 2011). Jika dilihat dari jumlah penduduk di Sumatera Utara yang memiliki masalah kesehatan pada tahun 2010 yaitu berjumlah 615.590 jiwa (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011), maka persentase warga Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri adalah 0,97 persen per tahunnya dari total penduduk yang memiliki masalah kesehatan di Sumatera Utara. Selanjutnya, dari 100 pasien di Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri, 70 persen pasien diantaranya hanya melakukan check up dan sisanya penanganan pengobatan khusus atau spesialistik (Beritasore, 2011). Dari sisi biaya, pasien mengeluarkan biaya setiap kali berobat ke luar negeri sebesar 9 juta hingga 11 juta rupiah (MBA, 2011). Sehingga berdasarkan jumlah pasien dan biaya yang dikeluarkan oleh pasien yang berobat ke luar negeri, maka dapat diperkirakan besarnya biaya kesehatan yang ke luar untuk institusi medis di luar negeri yaitu kira-kira 600 miliyar rupiah pertahun. Ahmed (2005) menyatakan beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pasien dalam mencari dan menggunakan pelayanan medis, diantaranya yaitu; jauh dan dekatnya lokasi sarana pengobatan dari tempat tinggal pasien, etnik, usia, dan tingkat pendidikan. Sehubungan dengan pendapat Kusmawan (2011) yang menyatakan bahwa pasien cenderung memilih lokasi pengobatan yang dekat dari tempat tinggal untuk mengatasi masalah kesehatannya terlebih jika pasien dalam
Universitas Sumatera Utara
kasus darurat. Begitu juga Cockroft, Milne, dan Anderson (2004) menyatakan bahwa biaya juga menjadi faktor yang menentukan pilihan pasien dalam mencari dan menggunakan pelayanan medis. Jika didasarkan pada pandangan Cockroft, Milne, dan Anderson (2004), Kusmawan (2011), dan Ahmed (2005) bisa diperkirakan bahwa pasien akan memilih berobat di Indonesia dari pada di luar negeri. Hal ini karena, kedekatan lokasi dan biaya yang diperkirakan oleh pasien lebih murah dan tidak memerlukan biaya tambahan, seperti; biaya tiket dan akomodasi (Sulistyanto, 2010). Hal ini juga dikuatkan oleh pandangan mengenai kompetensi dokter Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Prof. Dr. CH. B. Lumenta yang merupakan Pimpinan Bedah Saraf Universitas Dusseldorf di Jerman bahwa sumber daya manusia kedokteran di Indonesia tidak kalah dari luar negeri seperti dalam bedah saraf. Sejumlah dokter di Indonesia sudah mampu mengobati pasien dengan tingkat resiko kematian paling rendah meskipun belum didukung oleh peralatan yang memadai dan dengan biaya yang relatif murah (RIMAnews, 2010). Berdasarkan faktor kedekatan, biaya, dan kompetensi SDM bidang medis maka fenomena pasien di Indonesia yang berobat ke luar negeri adalah sesuatu yang memunculkan tanda tanya. Terlebih, jika pasien berobat ke luar negeri maka ada beberapa hal lain seperti adanya biaya tambahan akomodasi perjalanan selain biaya
pengobatan
(Sulistyanto,
2010).
Selain
itu,
pasien
juga
harus
mempersiapkan dokumen, seperti paspor (Kusumasondjaja, 2012) dan yang paling utama adalah ketika berangkat ke luar negeri, kondisi pasien harus cukup sehat untuk bepergian (Voanews, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera pada tahun 2005 menemukan bahwa adanya dua faktor dominan penyebab besarnya minat masyarakat berobat ke luar negeri, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kepercayaan pasien akan kemampuan dokter luar negeri untuk mengatasi penyakit atau masalah yang diderita oleh pasien; pasien percaya akan akurasi diagnosis yang diberikan dokter luar negeri; transparansi hasil diagnosis oleh dokter luar negeri; pasien membutuhkan pelayanan prima; dan pasien merasa lebih cepat sembuh berobat di luar negeri. Sedangkan faktor eksternal meliputi fasilitas dan teknologi rumah sakit yang canggih dan modern; pelayanan yang diberikan kepada pasien lebih baik; layanan kesehatan perpaket; penanganan terhadap pasien dilakukan lebih cepat; biaya lebih murah; keramahtamahan atau keterampilan tenaga medis lebih baik; dan terakhir adalah rekomendasi dari dokter dalam negeri (Hanafie, 2007). Menurut pengamat kesehatan Destanul Aulia, masyarakat Sumatera Utara berobat ke luar negeri karena ada masalah pada pelayanan kesehatan di kota Medan, kualitas pelayanan yang tidak memuaskan, dan dokter yang tidak mau bekerja sama dengan rekan lainnya. Padahal, penanganan medis pada pasien harus dilakukan bersama (Starberita, 2011). Sementara dr. Eric Halim Sumampow yang menjabat sebagai Ketua Komite Infection Control dan Resident Specialist of Internal Medicine di Rumah Sakit Columbia Asia Medan juga mengatakan bahwa sistem pelayanan kesehatan di kota Medan kurang efektif. Dokter masih bekerja di beberapa rumah sakit yang menyebabkan pelayanan yang diberikan dokter
Universitas Sumatera Utara
kepada pasien tidak maksimal karena dokter tidak fokus dan bahkan terlambat dalam menangani pasien yang disebabkan oleh faktor situasional seperti macet (Medan Bisnis, 2011). Hal serupa juga dinyatakan oleh Kartono Mohamad selaku Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia bahwa sikap dokter belum menempatkan kepentingan pasien sebagai prioritas yang utama. Selain itu, kemampuan dokter dalam berkomunikasi serta kesediaan dokter dalam memberi penjelasan kepada pasien ataupun keluarga pasien masih lemah (Kompas, 2009). Sehingga, menurut pakar ilmu kedokteran komunitas yaitu Dr. dr. Herqutanto, MPH, MARS bahwa masalah komunikasi dokter di Indonesia menjadi pemicu banyaknya pasien untuk berobat ke luar negeri. (Pramudiarja, 2011). Disisi lain, rasio jumlah dokter di Indonesia dan jumlah penduduk pada tahun 2007 adalah 1:6.000. Hal ini jauh lebih besar dari Singapura (1:700) dan Amerika Serikat (1:500) (Pribakti, 2008). Jika di Sumatera Utara, jumlah dokter yang tersebar diseluruh kawasan Sumatera Utara pada tahun 2011 yaitu berjumlah 4006 orang, dengan rincian: dokter spesialis berjumlah 855 orang, dokter umum berjumlah 2.405 orang, dan dokter gigi berjumlah 746 orang (Alamudi, 2012). Sedangkan jumlah penduduk yang memiliki masalah kesehatan di Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 615.590 orang (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Maka bisa diperkirakan rasio dari jumlah dokter dan jumlah penduduk di Sumatera Utara yang memiliki masalah kesehatan adalah (1:154). Hal ini berarti bahwa setiap 1 orang dokter menangani 154 orang pasien.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya jumlah pasien yang ditangani oleh 1 dokter di Indonesia berdampak kepada kinerja dokter yang tidak optimal dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Dimana kondisi ini dapat menyebabkan dokter mengalami burnout. Burnout merupakan perasaan lelah akibat tuntutan yang terlalu membebankan tenaga dan kemampuan seseorang dimana beban kerja yang berlebihan menyebabkan dokter merasakan adanya ketegangan emosional saat melayani pasien (Sutjipto, 2001). Freudenberger (dalam Sutjipto, 2001) juga menjelaskan bahwa dokter yang mengalami burnout pada awalnya memiliki komitmen penuh dan berdedikasi tinggi kepada pekerjaannya. Namun karena kondisi yang lelah akibat tuntutan yang terlalu membebankan tenaga dan kemampuan, menyebabkab dokter cenderung untuk mengalami burnout (Mengel, Holleman, dan Fields, 2002) Untuk lebih memahami fenomena ini, peneliti melakukan survey awal mengenai alasan pasien memilih berobat ke luar negeri yang dilakukan peneliti terhadap 32 responden, terdiri dari 18 responden perempuan dan 14 responden laki-laki, berusia 20 hingga 85 tahun. Hasil dari survey awal ini menunjukkan bahwa pasien berobat ke luar negeri karena beberapa alasan, yaitu; fasilitas berobat di luar negeri canggih, modern, dan lebih lengkap. Tenaga medis baik dokter dan perawat yang ramah, sopan, professional dan memotivasi pasien. Namun diantara semua alasan yang muncul, alasan yang paling menonjol pada pasien yang memutuskan untuk berobat ke luar negeri adalah kepercayaan. Dua puluh sembilan dari 32 responden mempercayai dokter luar negeri lebih baik dalam hal kompetensi dan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
Kepercayaan merupakan alasan yang sangat dominan bagi pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri. Selain diungkapkan oleh hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera tahun 2005, hal yang sama juga terungkap dari hasil survey awal peneliti bahwa kepercayaan menjadi salah satu faktor penyebab pasien berobat ke luar negeri. Sebagaimana Sarafino (2006)
menjelaskan
bahwa
kepercayaan
adalah
faktor
penting
yang
mempengaruhi pasien dalam memilih pelayanan medis. Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001) menyatakan bahwa kepercayaan dapat diartikan sebagai kesediaan pasien mencari pelayanan medis, menyatakan informasi yang sensitif kepada dokter, menyerahkan pengobatan kepada dokter, dan kesediaan mengikuti rekomendasi dokter (dalam Hall, Camacho, Dugan, dan Balkrishnan, 2002a). Kepercayaan adalah keoptimisan truster (pasien) dalam kondisi yang rentan dimana truster (pasien) mempercayai trustee (dokter) akan perhatian pada kepentingan truster (pasien) (Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra 2001). Pearson dan Raeke (2000) juga menjelaskan bahwa kepercayaan sebagai elemen utama pada hubungan interpersonal pasien-dokter, yang mencakup sekumpulan keyakinan ataupun harapan pasien bahwa dokter akan bertindak untuk mengatasi masalah medis pasien. Kepercayaan memiliki beberapa bentuk. Khususnya pada area medis, kepercayaan dibedakan menjadi dua bentuk yaitu; institusional trust dan interpersonal trust. Institutional trust adalah kepercayaan terhadap institusi ataupun sistem medis dan dokter secara umum yang dipengaruhi oleh media dan lembaga-lembaga sosial, seperti rumah sakit. Sedangkan yang dimaksud dengan
Universitas Sumatera Utara
interpersonal trust adalah kepercayaan terhadap seorang provider kesehatan, seperti terhadap seorang dokter yang dibangun melalui pengulangan interaksi dimana adanya suatu pengharapan mengenai perilaku dari orang yang dipercayai dapat diuji dari waktu kewaktu (Pearson dan Raeke, 2000; Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra, 2001). Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001) menjelaskan bahwa pengalaman personal dan kepribadian individu menjadi dasar dari interpersonal trust, sedangkan lembaga-lembaga profesional seperti rumah sakit dan lembaga pendidikan kesehatan serta peran media menjadi dasar dari institusional trust. Pasien yang memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap dokter secara umum, maka juga akan mempercayai seorang dokter ketika pertama kali bertemu (Hall, Camacho, Dugan, dan Balkrishnan, 2002a). Ini karena, pada awal hubungan pasien dengan seorang dokter, kepercayaan interpersonal didasarkan pada fiturfitur sistem umum dan sikap umum pasien terhadap dokter secara lebih general (Mechanic dan Schlesinger, 1996; Buchanan, 2000). Namun, level kepercayaan tersebut bisa berubah (kepercayaan pasien bisa lebih tinggi atau lebih rendah pada dokter) baik pada institusional trust (kepercayaan terhadap dokter secara umum) dan interpersonal trust (kepercayaan terhadap seorang dokter) yang disebabkan oleh adanya faktor pembelajaran pada pasien mengenai karakteristik dokter (Hall, Camacho, Dugan, dan Balkrishnan, 2002a). Selain itu, Gray (1997) juga menambahkan bahwa kepercayaan pasien terhadap seorang dokter juga akan mempengaruhi kepercayaannya terhadap Rumah Sakit, rencana program kesehatan, dan dokter yang bekerja di institusi medis tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Hall, Dugan, Zheng, dan Mishra (2001) menjelaskan bahwa kepercayaan terdiri dari 5 dimensi, yaitu; fidelity adalah kepedulian dokter terhadap kepentingan dan kesejahteraan pasien, dan dokter juga menghindari adanya konflik kepentingan terhadap pasien; competence adalah kemampuan praktek kerja dokter yang baik, keterampilan interpersonal dokter yang bagus, dan dokter membuat keputusan yang benar dan menghindari kesalahan; confidentiality adalah bagaimana dokter melindungi dan menggunakan informasi yang sensitif ataupun informasi yang bersifat privasi tentang pasien; honesty adalah dokter mengatakan yang sebenarnya dan menghindari ketidakjujuran; dan global trust atau soul of trust adalah dimensi yang menggabungkan unsur-unsur dari beberapa atau dari semua dimensi yang terpisah. Setelah dipaparkan sebab-sebab mengenai banyaknya penduduk Indonesia khususnya Sumatera Utara yang berobat ke luar negeri, dan berbagai hasil penelitian serta hasil survey awal peneliti bahwa kepercayaan merupakan alasan utama pengambilan keputusan untuk berobat ke luar negeri, maka peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang fenomena kepercayaan ini. Mengingat bahwa kepercayaan dalam setting medis ada dua bentuk, maka peneliti juga ingin melihat kepercayaan ini secara lebih rinci. Sehingga dari hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana perbedaan kepercayaan pasien yang berobat ke luar negeri terhadap dokter lokal dan dokter di luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Apakah ada perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di luar negeri? 1. Apakah ada perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di luar negeri ditinjau dari interpersonal trust 2. Apakah ada perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di luar negeri ditinjau dari institusional trust
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di luar negeri
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi klinis, khususnya bagi psikologi kesehatan, yang berkaitan dengan kepercayaan terutama kepercayaan pasien terhadap dokter dalam setting medis yaitu interpersonal trust dan institusional trust. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang Psikologi klinis terutama pada ranah psikologi kesehatan, sehingga hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penunjang pada penelitian lebih lanjut. 1.4.2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Kesehatan Indonesia Diharapkan bahwa hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi pihak terkait yaitu pada bidang institusi kesehatan terutama di kota Medan dan sekitarnya untuk mengetahui bagaimana kepercayaan pasien yang berobat ke luar negeri terhadap dokter. Penelitian ini juga dapat menjadi gambaran dan sumber informasi untuk pengambilan kebijakan bagi pengelola lembaga medis di kota Medan dan sekitarnya guna mengoptimalkan tingkat kepercayaan pasien terhadap dokter. b. Bagi Petugas Kesehatan (Dokter) Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi dokter. Khususnya bagi dokter di kota Medan dan sekitarnya, dengan mengetahui gambaran kepercayaan pasien yang berobat ke luar negeri, dokter diharapkan dapat lebih memahami aspek kepercayaan pasien dan konsekuensinya. c. Bagi Pasien Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi pasien yang berobat ke luar negeri maupun pasien yang akan berobat ke luar negeri dalam memahami diri mengenai alasan-alasan dalam memilih layanan medis, dan membuka wawasan pasien mengenai kepercayaan terutama mengenai kepercayaan pasien terhadap dokter.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Disini digambarkan mengenai berbagai fenomena dan tinjauan literatur mengenai kepercayaan dalam setting medis, pasien dan dokter. Bab II Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Terdiri dari landasan teori kepercayaan, pasien dan dokter. Bab ini juga mengemukakan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan perbedaan kepercayaan pasien terhadap dokter lokal dan dokter di luar negeri, baik pada seorang dokter maupun dokter secara umumnya. Bab III Metode Penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item, reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengelola hasil data penelitian. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan
Universitas Sumatera Utara
Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran penelitian
Universitas Sumatera Utara