2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab masalah
gizi
adalah
multi
faktor,
oleh
karena
itu
pendekatan
penaggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Masalah gizi meskipun sering berkaitan dengan masalah kurang pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana, kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya (Nyoman, 2001). Gizi merupakan salah satu dari masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia, dan diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya terbesar di pelosok tanah air. Ada 3 faktor utama yang saling terkait mempengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat, pertama kesediaan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang berkaitan dengan daya beli keluarga. Kedua pola asuh gizi keluarga yaitu kemampuan untuk memberikan makanan kepada bayi dan anak, khususnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan pemberian
makanan pendamping ASI dan ketiga akses terhadap pelayanan berkualitas (Supari, 2007). Beberapa literatur mengungkapkan, bahwa penyebab yang mengakibatkan terjadinya kurang gizi pada balita adalah kurangnya pengetahuan orang tua akan bahan makanan yang bergizi serta tidak mengerti bagaimana cara memberikan makanan yang benar sehingga asupan gizi kurang. Misalnya dalam pemberian makanan pada anak antara lain meliputi kualitas makanan, kuantitas makanan, saat dan jadwal pemberian makanan serta cara memberikan makanan, termasuk di dalamnya membujuk anak untuk makan (Solihin, 2003). Pada balita dengan asupan gizi kurang selama ini lebih banyak ditekankan pada pemberian makanan tambahan dan penyuluhan lewat Puskesmas atau Posyandu. Sementara bagaimana keluarga merawat dan mengasuh balita belum terlalu ditonjolkan sehingga sebagian kasus gizi kurang penanganannya lebih lama atau yang sebelumnya sudah membaik menjadi buruk lagi status gizinya karena pola asuh keluarga yang belum memadai (Mandu, 1997). Fungsi keluarga di dalam kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga di dalam masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur, dilaksanakan dan diamankan. Keluarga memberikan perawatan kesehatan secara bersama-sama untuk merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998). Fungsi utama keluarga dalam perawatan kesehatan yaitu untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi, fungsi tersebut dikembangkan menjadi tugas
4
di bidang kesehatan dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan meliputi, mengenal kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan (Suparjitno, 2004). Kesehatan keluarga digambarkan sebagai bebas dari penyakit dan tingkah laku kesehatan meliputi adat kebiasaan yang berhubungan dengan pencegahan dan pengobatan penyakit. Kesehatan keluarga dapat berarti kemampuan terus menerus dalam menentukan arti fungsi dalam interaksi dengan kelompok sosial, politik, ekonomi, dan sistem kesehatan keluarga juga dapat ditentukan untuk memiliki kemampuan dan kemauan menggerakkan dan menggunakan sumber-sumber untuk mencapai tugas pengembangan keluarga (Marcia, 1997). Menurut
(Poppy,
2003),
masa
balita
merupakan
awal
pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat gizi, untuk itu perlu penyiapan makanan yang mencukupi kebutuhan gizi. Peran orang tua dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak adalah membentuk kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang sehat, hal ini menyangkut dengan keadaan bersih, rapi dan teratur (Agoes & Poppy, 2003). Masalah gizi adalah gangguan pada berbagai segi kesejahteraan perorangan yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Balita adalah salah satu golongan atau kelompok penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi, masalah gizi
masih didominasi oleh keadaan kurang gizi seperti anemia besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan kurang energi protein (KEP) (Supariasa, 2002). Fungsi keluarga dalam mengatasi masalah gizi sangatlah penting, karena dapat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk meningkatkan kesehatan bagi status gizi anaknya, terutama pada anak balita yang rentan terjadi kurangnya gizi (Marcia, 1997). Penyebab terjadinya masalah gizi adalah pola asuh gizi, jarak kelahiran yang terlalu rapat, sanitasi lingkungan, pelayanan kesehatan dan stabilitas rumah tangga, masalah ekonomi, pendidikan dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2003). Menurut Menteri Kesehatan di Indonesia tentang gizi buruk dari tahun ketahuan mengalami penurunan, pada tahun 2004 sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta pada tahun 2005 kembali turun menjadi 4,2 juta pada tahun 2006. Tahun 2007 angkanya juga turun lagi menjadi 4,1 juta. Menurut laporan kasus gizi buruk Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke Departemen Kesehatan pada 2005, jumlah kasus gizi buruk pada balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi 50.106 pada 2006 dan turun lagi menjadi 39.080 pada 2007 (Supari, 2008). Kasus gizi buruk di Jawa Tengah dalam tiga tahun terakir ini mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 kasus tercatat 1,03% dari jumlah penduduk mengidap gizi buruk naik menjadi 2,10% pada tahun 2006, dan kembali melonjak menjadi 3,48% pada tahun 2007. Selama tahun 2006 terjadi kasus gizi buruk sebanyak 9.163 balita, mengalami peningkatan menjadi 15.980 balita pada tahun 2007 sehingga terjadi kenaikan sebanyak
6
6.817 penderita gizi buruk dari sebelumnya (Replubika, 2008). Perkembangan
keadaan
gizi
masyarakat
dapat
dipantau
berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan program gizi di masyarakat. Data di Kabupaten Semarang tahun 2006, menunjukkan balita yang ditimbang di Posyandu di Kabupaten Semarang sebesar 79’64 % sedangkan dari balita yang ditimbang 75,74 % nya berat badannya naik, dari posyandu tersebut dapat terpantau balita yang berat badannya berada di bawah garis merah (BGM) yaitu sebesar 2,65 % dari balita yang ditimbang (Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006). Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti, di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang pada tanggal 20 Januari 2008 bahwa di Desa Kebondowo terdapat 6868 jiwa penduduk dari 2018 kepala keluarga yang terdiri dari 48 RT dan 13 RW dan terdapat 409 anak usia balita. Sebagian besar dari masyarakat tersebut berpendapatan rendah dan untuk tingkat pendidikan, ibu rata-rata mendapatkan pendidikan formal, dan sebagian besar dari pekerjaan mereka petani, buruh, pedagang sehingga pendapatan bervariasi, ibu ratarata sebagai ibu rumah tangga, mereka kurang mengetahui tentang fungsi pemeliharaan kesehatan pada keluarga, seperti halnya fungsi keluarga dalam pemeliharaan kesehatan terutama masalah status gizi pada anak. Pengetahuan
tentang
pelaksanaan
fungsi
keluarga
dalam
kesehatan pada keluarga di Desa Kebondowo masih kurang, seperti halnya tugas dari pada keluarga untuk menjaga dari masalah kesehatan. Di Desa Kebondowo dalam pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan pada keluarga tersebut belum sangat diperhatikan bagi keluarganya, seperti dalam
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan makan, tidak tahu makan makanan yang bergizi dan cara memodifikasikan sajian makanan. Dalam pengobatan keluarga yang sakit, masih banyak keluarga yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia, karena pengetahuan di dalam keluarganya masih kurang. Dan sebagian juga dari keluarga ada yang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang paling mudah di jangkau yaitu Puskesmas, sebagian ada yang memanfaatkan Posyandu dengan membawa anaknya untuk menimbang dan diperiksa bila anak sakit. Kebersihan lingkungan di masyarakat tersebut sebagian kecil ada yang kurang diperhatikan untuk kesehatan, seperti contohnya masih ada masyarakat yang buang air besar di sungai, menggunakan air sungai untuk mandi, dan mencuci, membuang limbah rumah tangga di sembarang tempat, dan juga masih minimnya pengetahuan akan bahaya penyakit yang ditimbulkan terhadap lingkungannya tersebut. Berdasarkan hasil cacatan yang diperoleh dari Puskesmas Banyubiru Kabupaten Semarang, khususnya di Desa Kebondowo pada bulan April tahun 2008 dengan jumlah balita 409 anak (89.24%), dan yang hadir dalam penimbangan sebanyak 365 anak (10.75%), dari hasil penimbangan diketahui status gizi balita kurang sebanyak 42 anak, dan balita yang berat badannya di bawah garis merah sebanyak 6 anak. Mencermati kondisi tersebut perlu dicari upaya pemecahan untuk mengatasi asupan gizi kurang pada balita dengan melihat peran keluarga dalam perawatan yaitu dengan mengenal masalah kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi lingkungan
8
keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar bagi keluarga. Berdasarkan
fenomena
tersebut
peneliti
tertarik
untuk
mengadakan penelitian tentang hubungan antara pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan dengan status gizi pada balita di wilayah Puskesmas di Desa Kebondowo Kabupaten Semarang, sebagai bahan skripsi dengan judul ”Hubungan Antara Pelaksanaan Fungsi Keluarga Dalam Perawatan Kesehatan Dengan Status Gizi Pada Balita Di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.
B. Rumusan Masalah Data di atas menggambarkan masih ditemukan kasus balita dengan status gizi kurang pada tahun 2008 di Puskesmas Banyubiru Kabupaten Semarang sebanyak 42 anak untuk gizi kurang dan sebanyak 6 untuk anak yang berat badannya di bawah garis merah dari 409 anak. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diajukan pertanyaan sebagai berikut : “Adakah hubungan antara pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan dengan status gizi pada balita di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan dengan status gizi pada balita di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.
2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. b. Mendeskripsikan status gizi balita di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. c. Menganalisa hubungan antara pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan dengan status gizi balita di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan : 1. Peneliti Manfaat yang dicapai oleh peneliti dapat mengetahui hubungan antara pelaksanaan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan dengan status gizi pada balita di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang. 2. Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya
untuk
mengetahui
tumbuh
kembang
balita
serta
memberikan informasi dan program penyuluhan gizi dalam keluarga dan dampak yang diakibatkan karena masalah gizi pada anak balita. 3. Puskesmas Penelitian
ini
pengelolahan
diharapkan
dapat
menjadikan
masukan
dalam
program gizi di Desa Kebondowo Kecamatan
10
Banyubiru Kabupaten Semarang.
E. Bidang Ilmu Peneliti
ini
diharapkan
dapat
mengembangkan
dan
menambah
pengetahuan khususnya di bidang ilmu keperawatan keluarga dan ilmu gizi pada anak.