BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi juga dapat terjadi karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakkan hukum inilah hukum menjadi kenyataan.3 Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam di dalam kaidah-kaidah / pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran tahap akhir untuk menciptakan (sebagai social enginering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya ditaati. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan
dan
menjamin
ditaatinya
hukum
materiil
dengan
menggunakan prosedural yang ditetapkan oleh hukum formil.4
3
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Cetakan Kedua, Yogyakarta, 2005, hlm.160. 4 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Cetakan Kedua, Yogyakarta, 2003, hlm.229
1
2
Dalam penegakan hukum adminsitrasi adalah meliputi pengawasan dan penegakan sangsi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sangsi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.5 Antara penguasa dan masyarakat terjalin suatu hubungan timbal balik. Pada satu sisi masyarakat mempengaruhi penguasa dalam menjalankan tugasnya, pada sis lain penguasa memberi pengaruh tertentu pada masyarakat. Dalam masyarakat, penguasa melaksanakan aneka ragam tugas. Tugas ini kadangkala dibedakan dalam tugas-tugas mengatur dan tugas-tugas mengurus. Tugas mengatur penguasa, terutama menyangkut peraturanperaturan yang harus dipatuhi oleh para warga.6 Untuk mengatur ketertiban bagi masyarakat, maka pemerintah dilekati wewenang untuk membuat peraturan. Peraturan tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat, artinya ketika suatu kegiatan tertentu mengingikan suatu pengaturan, maka tugas pemerintah adalah membuat peraturan, yang akhirnya dituangkan secara tertulis dan dibuat oleh organ yang berwenang, sehingga lazim disebut dengan peraturan perundangundangan. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan disini adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh
5
Ibid, hlm.231 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Cetakan Pertama, Surabaya, 1993, hlm.1 6
3
lembaga atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan cara yang berlaku, salah satunya dengan pemberian izin.7 Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu dapat terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan penegndali dalam memfungsikan izin itu sendiri.8 Salah satu bentuk penegakkan hukum administrasi atas izin gangguan9 (HO) di Kota Yogyakarta diterapkan pada kegiatan usaha bengkel dan cuci mobil Nirwana yang terletak di Jalan Imogiri No. 193, Yogyakarta. Penerapan sanksi hukum tersebut dilakukan karena bengkel dan cuci mobil Nirwana dalam melaksanakan kegiatan usaha tidak dilengkapi izin gangguan (HO) meskipun sudah diperingatkan oleh beberapa kali oleh Dinas Ketetiban Kota Yogyakarta.10
7
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, 1993. Hlm.13 8 Ridwan, HR, Op.Cit, hlm.160 9 Pengertian izin gangguan menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan adalah Izin Gangguan yang selanjutnya disebut dengan izin adalah pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan 10 www.jogja.go.id/index/html, diakses tanggal 25 Oktober 2008 Pukul 17.00 WIB
4
Atas ketidakpatuhan karena tidak memiliki izin gangguan, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta memberi surat perintah penutupan usaha kepada pemilik untuk ketiga kalinya agar segera menutup usaha bengkel dan cuci mobil tersebut. Surat perintah ketiga ini tertanggal 17 Oktober 2008. Terhitung 2 (dua) hari sejak surat tersebut diterima, karena pemilik tidak mengindahkan surat perintah penutupan maka dilakukan penutupan paksa.11 Landasan yuridis Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta dalam penutupan bengkel dan cuci mobil Nirwana dengan mendasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan (Perda Izin Gangguan) menyebutkan bahwa setiap orang/pribadi atau badan yang mendirikan tempat usaha di wilayah daerah wajib memiliki izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Dalam Pasal 18 disebutkan tempat usaha yang tidak dilengkapi dengan izin gangguan dapat mengakibatkan ditutupnya/disegelnya tempat usaha dan atau dikeluarkannya mesin-mesin dan atau alat-alat pembantunya yang dipergunakan untuk kegiatan usaha dari tempat usaha tersebut. Selanjutnya dalam Pasal 19 disebutkan pelanggaran karena tidak adanya izin gangguan pada tempat usaha adalah berupa pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak 50 juta rupiah.
11
Ibid.
5
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah penegakkan hukum izin gangguan (HO) dalam penutupan bengkel dan cuci mobil Nirwana? 2. Apakah penegakan hukum dalam penutupan bengkel dan cuci mobil Nirwana sudah sesuai dengan Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penegakkan hukum izin gangguan (HO) dalam penutupan bengkel dan cuci mobil Nirwana. 2. Untuk kesesuaian hukum dalam penutupan bengkel dan cuci mobil Nirwana sudah sesuai dengan Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan
D. Tinjauan Pustaka 1. Penegakan Hukum Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep tentang keadilan, kebenaran dan kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungan hukum itu bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana di kutip oleh Ridwan H.R, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep yang abstrak itu. Penegakan
6
hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.12 Masalah penegakan hukum merupakan masalah universal. Tiap negara mengalaminya masing-masing, dengan falsafah dan caranya sendiri-sendiri, berusaha mewujudkan tegaknya hukum di dalam masyarakat. Tindakan tegas dengan kekerasan, ketatnya penjagaan, hukuman berat, tidak selalu menjamin tegaknya hukum. Apabila masyarakat yang bersangkutan tidak memahami hakekat hukum yang menjadi pedoman akan menghambat hukum dan disiplin hukum.13 Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih konkret.14 Kegiatan
penegakan
hukum
pertama-tama
ditujukan
guna
meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Dalam rangka usaha ini maka akan dimantapkan sistem koordinasi serta penyerasian tugas-tugas antara instansi penegak hukum. Usaha menegakan hukum juga
12
Ridwan H.R, Op.Cit, hlm.229 Soedjono, Penegakan Hukum dalam Sistem Pertahanan Sipil, Karya Nusantara, Bandung, Bandung, 1978, hlm.1 14 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 2 13
7
meliputi kegiatan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan penegak-penegaknya.15 Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka La Favre menyatakan, bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti sempit). Atas dasar uraian tersebut dapatlah dikatakan, bahwa gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “tritunggal” nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.16 Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, apabila pelaksanaan
15 16
Ibid, hlm.9 Ibid, hlm.3
8
perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan hidup. Menurut Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi penegakkan hukum17 : a. Faktor hukumnya sendiri b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hokum d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Menurut Sudikno Mertokusumo, dalam menegakan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan, yaitu:18 a. Kepastian hukum (Rechtssicherheit); Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan memperoleh sesuatu
yang
diharapkan
dalam
keadaan
tertentu.
Masyarakat
mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
17 18
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.4-5 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm.1
9
b. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit); Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakan timbul keresahan di dalam masyarakat. c. Keadilan (Gerechtigkeit) Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum
itu
bersifat
umum,
mengikat
setiap
orang,
bersifat
menyamaratakan. Menurut Tegoeh Soejono, bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan penegakan hukum adalah peranan dari penegak hukum untuk mencermati kasus posisi dengan segala kaitannya termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kasus. Upaya tersebut membutuhkan suatu kecermatan yang terkait pada ketentuan perundang-undangan yang dilanggarnya. Apakah memang ada tindakan yang dikualifikasikan melanggar peraturan perundangundangan tertentu dan kalau benar sejauh mana. Dalam pelaksanaan tersebut tentunya harus dilakukan penafsiran / interpretasi yang cukup mendalam dan karenanya diperlukan adanya dedikasi, kejujuran dan kinerja yang tinggi.19
19
Tegoeh Soejono, Penegakan Hukum di Indonesia, Prestasi Pustaka, Cetakan Pertama, Jakarta, 2006, hlm.136-137
10
2. Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh. Sementara itu menurut Sjahran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundangundangan.20 Selanjutnya Bagir Manan mengatakan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundangundangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilanggar. N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge mebagi pengertian izin dalam arti luas dan arti sempit, yaitu sebagai berikut:21 Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan perundang20 21
Ridwan HR, Op.Cit, hlm.152 Ibid, hlm.153
11
undangan. Dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan dari suatu tidakan yang demi kepentingan umum mengaruskan pengawasan khusus atasnya.22 Izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan terntentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu: pertama, instrument yuridis; kedua, peraturan perundang-undangan; ketiga; organ pemerintah; keempat, peristiwa konkret; kelima, prosedur dan persyaratan.23 Sedangkan izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuanya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak selurunya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Yang pokok pada izin dalam arti sempit adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuanketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Dari pengertian perizinan di atas, dapat diuraikan unsure-unsur perizinan yaitu: 22 23
Philipus M. Hadjon, Op.Cit, hlm.2 Ridwan H.R, Op.Cit, hlm.155
12
a. Instrumen yuridis b. Peraturan perundang-undangan c. Organ pemerintah d. Peristiwa konkrit e. Prosedur dan persyaratan Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu. Dengan demikian izin merupakan insturmen yuridis yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mengatur peristiwa konkrit.24 Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu dapat terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan penegndali dalam memfungsikan izin itu sendiri.25
24 25
Ibid, hlm.157 Ibid, hlm.160
13
Adapun tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi. Meskipun demikian, secara umum dapatlah disebutkan sebagai berikut:26 1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu. 2. Mencegah bahaya bagi lingkungan. 3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu. 4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit. 5. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas, dimana pengurus harus memenuhi syarat tertentu. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Organ yang berwenang; 2. Yang dialamatkan; 3. Diktum; 4. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan, dan syarat-syarat; 5. Pemberian alasan; 6. Pemberitahuan-pemberitahuna tambahan.
3. Izin Ganguan (HO) Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
26
Ibid, hlm.161-162
14
kerugian dan gangguan.27 Setiap orang pribadi atau badan yang mendirikan tempat usaha di wilayah Daerah wajib memiliki Izin yang ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.28 Izin gangguan hanya diberlakukan untuk satu usaha.29 Tujuan izin gangguan adalah dalam rangka meningkatkan pelayanan, pengendalian dan pengawasan serta meningkatkan upaya mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum terhadap keberadaan tempat-tempat usaha. Berdasarkan besar kecilnya gangguan yang ditimbulkan, jenis usaha dibedakan dalam 3 (tiga) golongan sebagai berikut: a. Usaha yang dapat menimbulkan gangguan kecil; b. Usaha yang dapat menimbulkan gangguan sedang/menengah; c. Usaha yang dapat menimbulkan gangguan besar. 4. Penegakan Hukum Perizinan Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintahan dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai upaya represif. Di samping itu, yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
27
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan, Pasal 1 angka 5 28 Ibid, Pasal 1 ayat (1) 29 Ibid, ayat (3)
15
Sarana penegakan hukum itu di samping pengawasan adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundangundangan. Sangsi biasanya diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan yang dalam bahasa latin dapat disebut in cauda venenum, artinya di ujung suatu kaidah hukum terdapat sanksi.30 Arti sanksi adalah reaksi tentang tingkah laku, dibolehkan atau tidak dibolehkan
atau
reaksi
terhadap
pelanggaran
norma,
menjaga
keseimbanganya dalam kehidupan masyarakat.31 Dalam Hukum Adminisrasi Negara dikenal beberapa macam sanksi, yaitu32 : a. Bestururdwang; b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan; c. Pengenaan denda administratif d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom). Dwangsom dapat duraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang.33 Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan
30
Ibid, hlm.233 A.W Widjaja, Etika Administrasi Negara, Bumi Aksara, Cetakan Kedua, Jakarta, 1999, hlm.21 32 Philipus M. Hadjon, et.all, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,1993, hlm.245 33 Ibid, hlm.246 31
16
yang terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh organ pemerintahan.34 Pengenaan denda adminsitratif dimaksudkan untuk menambah hukuman yang pasti, terutama denda administrasi yang terdapat dalam hukum pajak. Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang kepada organ pemerintah untuk menjatuhkan hukuman yang berupa denda terhadap seseorang yang telah melakukan pelanggaran peraturan perundangundangan.35 Pengenaan uang paksa dalam hukum admninistrasi dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.36 Kegunaan sanksi adalah sebagai berikut37 : a. Pengukuhan perbuatan secara norma b. Alat pemaksa bertindak sesuai dengan norma c. Untuk menghukum perbuatan/tindakan diangap tidak sesuai dengan norma d. Merupakan ancaman hukuman terhadap pelanggaran norma.
34
Ridwan HR, Op.Cit, hlm.243 Ibid, hlm.247-248 36 Ibid, hlm. 246 37 A.W Widjaja, Op.Cit, hlm.21 35
17
E. Metode Penelitian 1. Obyek penelitian a. Penegakan hukum; b. Izin gangguan (HO) di Kota Yogyakarta 2. Subyek penelitian a. Darsono, Kabag Regulasi Dinas Perizinan Kota Yogyakarta b. Afianto, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Ketentraman dan Ketertiban Kota Yogyakarta 3. Sumber data a. Data Primer Data asli yang diperoleh peneliti dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Pada umumnya data primer mengandung data yang bersifat aktual yang diperoleh langsung dari lapangan dengan wawancara.38 b. Data sekunder Data yang digunakan untuk membahas skripsi ini, yang meliputi : 1) Bahan hukum primer a. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Izin Gangguan; b. Peraturan perundang-undangan lain yang terkait dan relevan dengan tema skripsi. 2) Bahan hukum sekunder, antara lain terdiri dari : 38
Hilman Hadi Kusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, CV Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm.65.
18
a) Buku-buku yang relevan dengan tema skripsi; b) Pendapat para ahli; c) Karya tulis; d) Literatur–literatur lainya. 3) Bahan Hukum Tersier, yang terdiri dari : a) Kamus Hukum; b) Kamus Umum Bahasa Indonesia. 4. Teknik pengumpulan data Data penelitian dikumpulkan dengan cara : a. Wawancara Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah. b. Studi pustaka Studi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan atau memahami data– data sekunder dengan berpijak pada berbagai literatur dan dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian. 5. Metode Pendekatan Pendekatan yuridis normatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dianalisis dari sudut pandang peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah di analisis, selanjutnya hasil analisis tersebut akan diwujudkan dalam bentuk deskripsi dengan ringkas dan jelas sehingga mudah dimengerti dan dipahami.
19
6. Analisis Data Data yang diperoleh dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif (content analysis) dengan langkah–langkah sebagai berikut : a. Data
penelitian
diklasifikasikan
sesuai
dengan
permasalahan
penelitian. b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan. c. Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisa untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.