1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berbagai
kepentingan
anggota
masyarakat
kadang
menimbulkan
pertentangan yang akan membahayakan ketertiban, keamanan dan keselamatan dalam masyarakat bahkan pada dirinya sendiri. Masyarakat baru menyadari akan adanya peraturan-peraturan hukum serta pola-pola yang mengatur kehidupannya apabila ia melakukan suatu tindak pidana, oleh sebab itu masyarakat yang memahami dan mengerti hukum selalu berpikir dahulu sebelum melakukan suatu tindakan, agar tidak melanggar hukum. Hukum pidana sebagai sarana untuk menjamin keamanan, ketertiban dan keadilan, yang untuknya hukum pidana dapat membatasi kemerdekaan manusia dengan menjatuhkan/menetapkan pidana penjara (kurungan) dan bahkan lebih dari itu hukum pidana dapat menghilangkan nyawa manusia dengan pidana mati. Kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu masyarakat resah akibat penggangguan ini dianggap masyarakat anti sosial. Tindakan itu tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat, karena masyarakat bersifat dinamis, maka tindakanpun harus dinamis sesuai dengan perubahan masyarakat, jadi ada kemungkinan sesuatu tindakan
2
sesuai dengan tuntutan masyarakat tetapi pada suatu waktu tindakan tersebut mungkin tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat karena perubahan masyarakat tadi, demikian sebaliknya ketidaksesuaian ini dipengaruhi faktor tempat dan waktu. Kehidupan sehari-hari terlihat ada sesuatu tindakan yang menurut hukum pidana perlu dihukum sedangkan menurut masyarakat bukan suatu tindakan yang perlu dihukum, sebaliknya ada terdapat suatu tindakan dianggap masyarakat sebagai kejahatan tetapi tidak dicantumkan dalam KUHP. Perbedaan ini disebabkan situasi yang berubah yang dapat mempengaruhi perasaan masyarakat tentang apa yang merugikan (schadelijk), tidak pantas (onbe hoorlijik), dan tak dapat dibiarkan (onduldbaar). Berdasarkan unsur itu dapatlah dirumuskan kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan berencana adalah suatu perbuatan yang keji, karena si pelaku tega membunuh orang dengan alasanalasan tertentu walaupun melakukan perbuatan melawan hukum. Kebanyakan kasus-kasus tersebut dilakukan dengan alasan yang sederhana seperti cemburu, masalah warisan, dendam, keinginannya tidak terpenuhi, selingkuh dan lain-lain, yang sebenarnya alasan-alasan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Berbagai bentuk dari tindak pidana yang timbul di dalam masyarakat dirumuskan dan tercantum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang
3
diatur di dalam Buku ke-II yang memuat tentang Kejahatan, Buku ke-III yang memuat tentang Pelanggaran serta ketentuan yang ada di luar KUHP. Pada Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur tentang Kejahatan, dimana kejahatan ditinjau dari segi yuridis, kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau memenuhi rumusan delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagaimana dikatakan oleh W.A. Bonger bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial, yang memperoleh tentangan dengan sadar dari negara, berupa pemberian penderitaan (hukuman/tindakan). 1 Di antara berbagai bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat, kejahatan pembunuhan saat ini tetap ada dimanapun termasuk di negara kita. Hal inilah yang menjadikan kejahatan ini tetap perlu untuk mendapatkan perhatian. Hal ini juga bila dilihat bahwa di dalam negara kita sangat menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, tetapi kejahatan ini tetap juga ada. Dari uraian di atas, maka tugas hakim dalam memberikan keadilan melalui putusan-putusannya tentu saja harus bersifat obyektif. Oleh karena itu hakim dalam mengambil keputusan harus benar-benar telah mempertimbangkan semua fakta hukum yang ada dan didukung oleh alat bukti yang kuat, sehingga putusannya nanti dapat memuaskan rasa keadilan dalam masyarakat. Menarik diteliti pada Putusan Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt dalam duduk perkaranya bahwa perbuatan terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslim, terdakwa II Sarjono bin Suchedi baik bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim, Agus, Buang
1
W.A Bonger, 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Ghlmia Indonesia : Jakarta. Hlm 25
4
Rasmad dan istri Buang Rasmad bahwa pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2011 sekira jam 05.45 WIB s/d 06.15 WIB di dalam mobil Suzuki Carry (Nopol tidak diketahui) yang sedang melaju dalam perjalanan di area hutan jati di jalan Desa Lenggarong menuju Desa Paguyangan Kec. Bantarbolang Kab.Pemalang selanjutnya mayat korban dibuang ke dalam jurang BM 8 / Petak 36 A Perhutani Baturraden turut Desa Karangsalam Kec. Baturaden Kab. Banyumas. Atas dasar uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “ Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara
Bersama-sama
(Tinjauan
Yuridis
Terhadap
Putusan
No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Penerapan Unsur-unsur Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama dalam Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt ? 2. Apa Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersamasama dalam Putusan Nomor 180/Pid.B/2011/PN. Pwt?
5
C. Tujuan Penelitian Dengan berbagai analisis di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama dalam Perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt 2. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama dalam Putusan Nomor 180/Pid.B/2011/PN. Pwt. D. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan hukum dalam pengembangan
ilmu
hukum
khususnya
Hukum
Pidana
dalam
hal
pertimbangan hukum hakim menjatuhkan putusan pidana dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama. 2. Kegunaan praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan kepada penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana 1)
Pengertian Tindak Pidana Suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain atau tindakan yang melawan hukum disebut tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana serta tindak pidana merupakan pelanggaran terhadap norma atau kaidah sosial yang telah ada dalam masyarakat tersebut. Pengertian tindak pidana dalam KUHP disebut dengan istilah strafbaarfeit, oleh para pakar hukum pidana sering digunakan istilah delik pidana, sedangkan oleh para pembuat undang-undang dipakai istilah perbuatan tindak pidana. Istilah tindak pidana para sarjana mempunyai istilah yang berbedabeda. Menurut Moeljatno istilah “ perbuatan pidana “ sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan hukum, dengan disertai ancaman atau sanksi pidana bagi yang melanggarnya. 2
2
Hlm 37
Moeljatno, 1982. Asas-asas Hukum Pidana.. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
7
Sedangkan Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah “ tindak pidana “ yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 3 Simons yang dikutip Lamintang merumuskan tindak pidana sebagai berikut : “ Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun
tidak
dengan
sengaja
oleh
seseorang
yang
dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undangundang telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum “. Alasan Simons yang dikutip Lamintang bahwa merumuskan tindak pidana seperti tersebut di atas adalah: a) Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila undangundang melarang atau mewajibkan tindakannya tersebut dan seseorang telah melanggarnya; b) Tindakan tersebut telah memenuhi semua rumusan tindak pidana yang terdapat dalam undang-undang sehingga dapat dihukum; c) Tindakan tersebut merupakan tindakan yang bersifat melawan hukum. 4 Moeljatno berpendapat bahwa istilah “ perbuatan pidana “ tidak dapat disamakan dengan istilah “ strafbaar feit “ melainkan dengan istilah Inggris “ criminal act “. Alasan beliau adalah:
3
Wirjono Prodjodikoro. 1981. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco. Jakarta.
Hlm 50 4
P.A.F Lamintang, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung. Hlm 17
8
a) Criminal act mempunyai arti kelakuan dan akibat yaitu akibat dari suatu kelakuan yang dilarang oleh hukum ; b) Criminal act dipisahkan dari pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility atau criminal liability).
Untuk dapat dipidananya
seseorang, selain telah melakukan perbuatan pidana, maka orang itu juga harus mempunyai kesalahan (guilt). 5 Menurut sistem KUHP tindak pidana dibagi atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Pembagian dalam dua jenis ini tidak ditentukan dengan nyata-nyata dalam KUHP, tetapi sudah dianggap demikian adanya. Dalam Buku II KUHP diatur tentang Kejahatan, sedangkan dalam Buku III diatur tentang Pelanggaran. Dengan kata lain KUHP tidak memberikan kriteria mengenai jenis tindak pidana tersebut, tetapi KUHP hanya memasukan dalam kelompok pertama kejahatan dan kelompok kedua pelanggaran.6 2)
Unsur-unsur Tindak Pidana Setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif . Unsur-unsur subyektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud
5
6
Moelyatno. Op cit. Hlm 65 Sudarto. 1990. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm 50
9
unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaankeadaan, yaitu keadaan dimana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur subjektif dari tindak pidana adalah : 1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus/culpa) 2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. 3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain. 4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP. 5. Perasaan takut atau vrees seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. 7 Sedangkan unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah : 1. Sifat melanggar hukum 2. Kualitas dari si pelaku 3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.8
7 8
Lamintang. Op cit. Hlm 123 Ibid. Hlm 184
10
Berkaitan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana (starfbaarfeit) ada beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian unsur-unsur tindak pidana, yaitu : a. Van Hamel Starfbaarfeit adalah Een wettlijk omschre ven menschelijke gedraging, onrechmatig, strafwardig en aan schuld te wijten. Jadi unsur-unsurnya : 1. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam Undang-Undang 2. Bersifat melawan hukum 3. Dilakukan dengan kesalahan, dan 4. Patut dipidana. b. Simons Unsur-unsur starfbaarfeit adalah : 1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan). 2. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld) 3. Melawan hukum (onrechmatig) 4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand) 5. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (teorekeningsvatbaar persoon). c. Moeljatno Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur : 1. Perbuatan (manusia)
11
2. Yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil) 9. Dari beberapa pendapat para sarjana di atas, maka dapat simpulkan bahwa yang terpenting dari unsur-unsur tindak pidana adalah : a. Adanya perbuatan b. Terdapat hubungan sebab akibat c. Perbuatan bersifat melawan hukum d. Adanya kesalahan dari si pembuat e. Si pembuat mampu bertanggung jawab. Selanjutnya kelima unsur tersebut akan dijelaskan satu persatu di bawah ini : a. Perbuatan Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan seseorang. Perbuatan orang ini adalah titik penghubung dan dasar untuk pemberian pidana. Perbuatan biasanya bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif yaitu terjadi apabila orang tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, yang ia wajib lakukan, sehingga suatu peristiwa terjadi atau yang tidak akan terjadi, apabila perbuatan tertentu itu dilakukan.10. Beberapa pendapat mengenai perbuatan, antara lain yaitu :
9
Sudarto. Op Cit. Hlm 38 Wirjono Prodjodikoro, Op Cit. Hlm 51
10
12
1. Van Hattum memandang Gegrading itu sebagai dasar fisik atau jasmaniah dari tiap-tiap delik, benar-benar jasmaniah tanpa unsur subektif ataupun normatif, akan tetapi ditentukan secara deskriptif dan finalistis. Deskriptif yaitu hanya menggambarkan suatu keadaan saja, tanpa memberi penilaian. Sedangkan finalistis yaitu ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dengan perbuatan itu. 2. Simons mengadakan bahwa dalam arti yang sesesungguhnya handelen atau berbuat mempunyai sifat aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki dan dilakukan bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat. 3. Pompe tidak mentujui definisi di atas, sebab istilah gerakan otot itu untuk hukum tidak ada artinya dan juga tidak perlu ada pada setiap tindak pidana. Demikian pula unsur kehendak, unsur inipun tidak selalu ada pada tindak pidana. Menurtu Pompe, perbuatan itu dapat ditetapkan sebagai suatu kejadian yang berasal dari manusia, dapat dilihat dari luar dan diarahkan kepada suatu tujuan yang menjadi sasaran normanorma.11 b. Hubungan Sebab Akibat Unsur akibat dari perbuatan atau kelakuan orang yang ada di dalam ilmu pengetahuan pidana dikenal dengan istilah oorzaak atau gevolg. Dalam hal ini oorzaak dan gevold adalah suatu hubungan antara sebab dan akibat yang dapat menimbulkan kejadian yang dilarang dan diancam dengan 11
Sudarto. Op Cit. Hlm 57-58
13
pidana oleh undang-undang. Hubungan antara sebab dan akibat itu di dalam undang-undang harus ditentukan apakah akibat yang terjadi dilarang oleh undang-undang itu disebabkan oleh kelakuan orang yang berbuat, sehingga terbukti bahwa akibat itu disebabkan oleh kelakuan orang yang bersangkutan atau kelakuan itu menyebabkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang. Pembuktian sebab dan akibat ini diperlukan suatu hubungan kausal (causaliteit)12 . c. Sifat Melawan Hukum Unsur sifat melawan hukum merupakan suatu penilaian objektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap si pembuat. Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Menurut Sudarto bahwa sifat melawan hukum (wederrechtelijk) dibagi menjadi dua yaitu 13: 1. Sifat melawan hukum yang formil Suatu perbuaan bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik di dalam undang-undang. Melawan hukum sama dengan melawan atau bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis). Pada umumnya sifat melawan hukum yang formil ini di negara kita sudah tidak dianut lagi.
12 13
Ibid. Hlm 67 Ibid. Hlm 70
14
2. Sifat melawan hukum yang materiil Suatu perbuatan bersifat melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang (hukum tertulis) juga berdasarkan aturanaturan yang tidak tertulis (ubergesetlich). d. Kesalahan Suatu perbuatan meskipun memenuhi rumusan delik dalam undangundang dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah.
Dengan
kata
lain
orang
tersebut
harus
dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Lebih lanjut Sudarto memberikan tiga pengertian kesalahan, yaitu 14 : 1.
Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pembuat atas perbuatannya ;
14
Ibid. Hlm 5
15
2.
Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schulvorm) yang berupa kesengajaan (dolus atau opzet) atau kealpaan (culpa) yang merupakan pengertian kesalahan yuridis;
3.
Kesalahan dalam arti yang sempit ialah kealpaan (culpa).
e. Kemampuan Bertanggungjawab KUHP tidak memberikan perumusan secara tegas tentang pengertian kemampuan bertanggungjawab, akan tetapi hanya melihat kriterianya saja dalam hlm ini dapat dilihat dalam Pasal 44 KUHP yang menyatakan : 1.
Barangsiapa
yang
melakukan
perbuatan
yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit tidak dipidana; 2.
Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau karena terganggu penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa paling lama satu tahun sebagai masa percobaan;
3.
Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. Selanjutnya
Sudarto
berpendapat
dalam
kaitannya
dengan
Pasal 44 KUHP mengatakan bahwa pasal ini memuat syarat-syarat bertanggungjawab secara negatif dengan alasan bahwa dalam keadaan itu si pembuat tidak punya kebebasan berkehendak dan tidak dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya.15
15
Ibid. Hlm 8
16
B. Jenis-jenis Tindak Pidana Pembunuhan Kejahatan merupakan sebagian dari masalah manusia. Di dalam kehidupan sehari-hari kejahatan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, karena pelaku maupun korban kejahatan itu merupakan bagian dari masyarakat. Perkembangan kehidupan di dalam masyarakat baik itu ilmu pengetahuan, tehnologi dan sebagainya, secara tidak langsung akan digunakan bagi para penjahat untuk melakukan kejahatannya. Di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia pada Buku II Bab XIX diatur mengenai kejahatan terhadap nyawa orang, yang oleh pembentuk UndangUndang ditempatkan mulai dari Pasal 338 KUHP sampai dengan Pasal 350 KUHP. Tetapi didalam KUHP tidak dijelaskan pengertian mengenai kejahatan terhadap nyawa orang. Ada beberapa ahli hukum yang mencoba menafsirkan pengertian kejahatan terhadap nyawa orang. Pengertian nyawa dimaksudkan adalah yang menyebabkan kehidupan manusia. Menghilangkan nyawa berarti menghilangkan
kehidupan
pada
manusia
yang
secara
umum
disebut
“pembunuhan”16.
16
Leden Marpaung, 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Cetakan ke 3. Sinar Grafika, Jakarta. Hlm. 4
17
Kejahatan terhadap nyawa yang diatur dalam Buku ke II Bab XIX yaitu dalam Pasal 338-350 KUHP adalah sebagai berikut : a.
Pembunuhan Biasa (doodslag) Merupakan pembunuhan dalam bentuk pokok, diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Berdasarkan pendapat R. Soesilo bahwa pembunuhan ini harus dilakukan segera setelah timbul maksud untuk membunuh itu, jadi tidak dengan dipikir dalam tempo yang agak lama, misalnya A yang tiba di rumah melihat istrinya sedang berzinah dengan B, karena panas dan marah timbul maksud untuk membunuh B dan istrinya, yang seketika itu ia lakukan dengan menembakkan pistol yang sedang ia bawa.17
b.
Pembunuhan dengan pemberatan Ketentuan mengenai hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang berbunyi : Pembunuhan yang diikuti disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
17
R. Soesilo. 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana beserta komentar-komentarnya lengkap Pasal demi Pasal. Politea. Bogor. Hlm 241
18
Pasal ini hampir sama dengan Pasal 365 KUHP alinea tiga tentang pencurian dengan kekerasan menyebabkan matinya orang, bedanya sebagaimana dikatakan pendapat R. Soesilo yaitu : Dalam Pasal 339 KUHP kematian orang itu dimaksud oleh penjahat, sedangkan dalam Pasal 365 KUHP alinea 3 maka kematian orang itu tidak dimaksud akan tetapi hanya merupakan akibat belaka yang tidak dikehendaki sama sekali oleh penjahat.18 c.
Pembunuhan Berencana Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord) dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Mengenai pengertian direncanakan lebih dahulu, R. Soesilo menyatakan bahwa : Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) adalah antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu sempit, juga tidak perlu terlalu lama yang penting adalah apakah di dalam tempo ini si pembuat dengan tenang masih dapat berfikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya, tetapi tidak ia pergunakan.19 Jadi dapat disimpulkan bahwa antara Pasal 338 dengan Pasal 340 hanya dibedakan adanya unsur “ direncanakan terlebih dahulu “ pada tindak pidana pembunuhan
18 19
Ibid, hlm 208 Ibid
berencana,
dalam
arti
bahwa
pembunuhan
biasa
19
pelaksanaannya pada seketika itu juga, sedang dalam pembunuhan berencana ada tempo antaranya dengan pelaksanaannya. d.
Pembunuhan anak Tindak pidana anak yang oleh pembentuk undang-undang disebut kinderdoodslag itu diatur Pasal 341 KUHP yang berbunyi : Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Dari rumusan ketentuann pembunuhan anak yang dimaksud Pasal 341 KUHP tersebut di atas, menurut pendapat Lamintang terdapat beberapa unsur yaitu : 1) Unsur subyektif : dengan sengaja karena takut 2) Unsur obyektif : seorang ibu menghilangkan nyawa anaknya pada waktu setelah keluarnya.20 Unsur-unsur tersebut di atas hampir sama dengan unsur-unsur ketentuan pidana mengenai pembunuhan anak yang direncanakan terlebih dahulu (kindermoord) yang diatur Pasal 342 KUHP yang berbunyi : Seorang ibu yang melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak akan dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melaksanakan pembunuhan anak sendiri dengan rencana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
20
Lamintang, 1986. Delik-delik Khusus. Bina Cipta. Bandung. Hlm 208
20
Adapun perbedaan unsur kedua pasal tersebut di atas, menurut pendapat Lamintang yaitu : Antara unsur pada Pasal 341 dan Pasal 342 KUHP hampir tidak ada perbedaan, kecuali bahwa perbuatan menghilangkan nyawa anaknya sendiri oleh ibu di dalam pembunuhan anak dengan direncanakan lebih dahulu telah dilakukan untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sebelum ibu tersebut melahirkan anaknya dan keputusan tersebut telah diambil oleh ibu yang bersangkutan terdorong oleh perasaan takut akan diketahui bila melahirkan seorang anak.21 e.
Pembunuhan Atas permintaan yang bersangkutan Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 344 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Hermin Hadiati mengatakan : Pembunuhan ini bisa juga disebut dengan Euthanasia atau Mercy killing. Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia istilah Euthanasia dapat diartikan : 1)
2) 3)
Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, bagi mereka yang beriman dengan menyebutkan nama Allah di bibirnya. Waktu hidup akan berakhir, diiringi penderitaan si sakit dengan memberikannya obat tenang. Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.22
21
Ibid, hlm 56-57 Hermin Hadiati K, 1984. Kejahatan Permasalahannya. Sinar Wijaya. Surabaya. Hlm 22 22
Terhadap
Nyawa,
Asas-asas,
Kasus
dan
21
Dalam delik ini pada prinsipnya adalah permintaan untuk membunuh tersebut harus disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, bila tidak maka orang tersebut dikenakan pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP). f.
Membujuk / membantu orang agar bunuh diri Jenis pembunuhan ini diatur Pasal 345 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi saran untuk itu padanya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu juga bunuh diri. Dalam KUHP tidak tegas menyatakan bahwa bunuh diri diancam dengan pidana, ini berarti bahwa hal itu tidak dipidana, akan tetapi yang sengaja menghasut, menolong dan sebagainya, orang lain untuk bunuh diri dapat dikenai pasal ini dengan catatan orang tersebut benar-benar bunuh diri (mati)
g.
Pengguguran kandungan dengan izin ibunya Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 346 KUHP yang dalam ketentuannya sebagai berikut : Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Ditinjau dari rumusan pasal tersebut di atas, maka seperti pada rumusan pasal sebelumnya yaitu Pasal 341 dan Pasal 342 KUHP, Pasal 346 KUHP juga mempunyai beberapa unsur, sebagaimana dikatakan pendapat Lamintang, unsur-unsurnya adalah :
22
1) Ibu dengan sengaja menggugurkan anak dalam kandungannya. 2) Dengan sengaja mengakibatkan matinya anak dalam kandungan ibunya. 3) Menyuruh orang lain menggugurkan atau mengakibatkan matinya anak yang masih ada dalam kandungan ibunya.23 Mengenai menggugurkan anak yang masih dalam kandungan yang sering disebut dengan istilah abortus provocatus, Hermin Hadiati berpendapat : Abortus provocatus, ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, dengan maksud agar anak yang masih ada dalam kandungan si ibu dilahirkan sebelum waktunya. Dalam abortus tidak diperhatikan alasan apa yang mendorong si ibu untuk melakukanna. Perbedaan pokok antara pembunuhan anak dalam pengguguran kandungan adalah bahwa dalam pembunuhan anak harus ada bayi yang lahir dan hidup, sedangkan dalam menggugurkan kandungan bayi tersebut dilahirkan belum waktunya dalam keadaan hidup atau mati.24 C. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana materiil, yaitu tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dilarang dan baru dianggap selesai bila akibat yang dilarang tersebut timbul. Dalam hal ini menurut pendapat Hermin Hadiati ada 2 macam hubungan antara perbuatan terdakwa dengan akibat yang dilarang, yaitu matinya orang lain, kedua hubungan tersebut adalah : a. Hubungan dalam alam kenyataan, yaitu hubungan kausal antara perbuatan membunuh dengan matinya orang (yang dibunuh). 23 24
Lamintang, op cit. Hlm 55 Hermin Hadiati, op cit. Hlm 68
23
b. Hubungan dengan alam bathin (hubungan subyektif) bahwa terdakwa mengerti dan mengetahui bahwa perbuatannya itu akan mengakibatkan matinya orang lain. 25 Berdasarkan Pasal 338 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsurunsur tindak pidana pembunuhan sebagai berikut : a. Adanya perbuatan b. Adanya akibat c. Adanya kesengajaan Pembunuhan berencana ialah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa dengan direncanakan terlebih dahulu, misalnya, dengan berunding dengan orang lain atau setelah memikirkan siasat-siasat yang akan dipakai untuk melaksanakan niat jahatnya itu dengan sedalam-dalamnya terlebih dahulu, sebelum tindakan yang kejam itu dimulainya. Pembunuhan berencana yang dilakukan biasanya bertujuan untuk kepentingan komersil atau untuk kepentingan si pembunuh itu sendiri, antara lain adanya suatu dendam dan berencana untuk mengakhiri nyawa si korban bisa juga pelaku di bayar untuk melakukan suatu tindakan pembunuhan tersebut karena alasan tertentu. J.E. Sahetapy menyatakan : “Pembunuhan berencana itu di maksudkan oleh pembuat undang-undang sebagai pembunuhan bentuk khusus yang memberatkan, seharusnya tidak dirumuskan dengan cara demikian, melainkan delam Pasal 340 KUHP itu cukup disebut sebagai pembunuhan saja, tidak perlu menyebut ulang seluruh unsur Pasal 338 KUHP dan rumusannya dapat berupa “pembunuhan yang dilakukan dengan
25
Hermin Hadiati K. Op cit. Hlm 21-22
24
rencana terlebih dahulu dipidana karena pembunuhan dengan rencana….”dan seterusnya”. 26 Dalam perbuatan menghilangkan jiwa/nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu : 1) Adanya wujud perbuatan ; 2) Adanya suatu kematian (orang lain) ; 3) Adanya hubungan sebab dan akibat antara perbuatan dan akibat kematian. Rumusan Pasal 340 KUHP dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai “menghilangkan nyawa orang lain” menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan berencana adalah suatu tindak pidana materil. Perbuatan menghilangkan nyawa dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Bentuk aktif artinya mewujudkan perbuatan itu harus dengan gerakan pada sebagian anggota tubuh, tidak boleh diam atau pasif, misalnya memasukkan racun pada minuman. Disebut abstrak, karena perbuatan itu tidak menunjuk bentuk kongkrit tertentu. Oleh karena itu dalam kenyataan secara kongkrit, perbuatan itu dapat bermacam-macam wujudnya, misalnya menembak, mengampak, memukul, meracuni, dan lain sebagainya. Wujud perbuatan tersebut dapat saja terjadi tanpa menimbulkan akibat hilangnya nyawa orang lain. Bilamana perbuatan yang direncanakan untuk menghilangkan nyawa orang lain telah diwujudkan kemudian korban tidak meninggal dunia, maka delik yang terjadi adalah percobaan melakukan 26
J.E. Sahetapy. 1982. Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap Pembunuhan Berencana. CV. Rajawali. Jakarta. Hlm 32
25
pembunuhan berencana. Oleh karena itu akibat ini amatlah penting untuk menentukan selesai atau tidaknya pembunuhan itu. Saat timbul akibat hilangnya nyawa tidaklah harus seketika atau tidak lama setelah perbuatan melainkan dapat timbul beberapa lama kemudian, yang penting akibat itu benar-benar disebabkan oleh perbuatan itu. Misalnya setelah dibacok, karena menderita luka-luka berat ia dirawat di rumah sakit, dua minggu kemudian karena luka-luka akibat bacokan itu meninggal dunia. Tiga syarat yang ada dalam unsur perbuatan menghilangkan nyawa sebagaimana di atas harus dibuktikan walaupun satu sama lain dapat dibedakan, akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Oleh karena merupakan suatu kebulatan. Apabila salah satu unsur tidak terdapat diantara 3 (tiga) syarat tersebut, maka perbuatan menghilangkan nyawa tidak terjadi. Untuk menentukan adanya wujud perbuatan dan adanya kematian, tidaklah merupakan hal yang amat sulit. Lain halnya dengan untuk menentukan apa sebab timbulnya kematian atau dengan kata lain menetapkan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian. Dalam hal hubungan antara perbuatan sebagai penyebab dengan hilangnya nyawa orang sebagai akibat, ada masalah pokok yang amat penting, yakni bilamanakah atau dengan syarat-syarat apakah yang harus ada untuk suatu kematian dapat ditetapkan sebagai akibat dari suatu wujud perbuatan. Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi di dalam diri si pelaku sebelum
26
pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 (tiga) syarat yaitu : a)
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang pada saat memutuskan untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana tidak tergesa-gesa. Indikatornya adalah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh telah dipikirkan dan di pertimbangkan, telah dikaji untung ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti itu hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang. Ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat, sedangkan perbuatannya tidak diwujudkan ketika itu.
b)
Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak. Waktu yang cukup dalam hal ini adalah relatif, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian konkrit yang berlaku. Tidak perlu singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian tidak menggambarkan adanya hubungan antara pengambilan putusan dan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan. Mengenai adanya cukup waktu, di maksudkan adanya kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya perbuatan itu dan sebagainya.
c)
Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang, syarat ini dimaksudkan suasana hati dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam
27
suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan, dan lain sebagainya.27 Bertitik tolak pada pengertian dan syarat unsur direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka terbentuknya direncanakan lebih dahulu adalah lain dengan terbentuknya kesengajaan. Proses terbentuknya direncanakan memerlukan dan melalui syarat-syarat tertentu. Sedangkan terbentuknya kesengajaan tidak memerlukan syarat-syarat sebagaimana yang diperlukan bagi terbentuknya unsur-unsur “dengan rencana terlebih dahulu”. Juga dengan melihat pada proses terbentuknya unsur dengan rencana terlebih dahulu, maka kesengajaan (kehendak) sudah dengan sendirinya terdapat didalam unsur dengan rencana terlebih dahulu, dan tidak sebaliknya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kesengajaan (kehendak) adalah bagian dari direncanakan terlebih dahulu. D. Pengertian Penyertaan Dalam hukum pidana terdapat suatu perbuatan pidana dimana dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan bagian dari tiap-tiap orang dalam melakukan perbuatan dan sifatnya berlainan dan bervariatif. Hal tersebut dapat dilihat dari peran serta mereka dalam melakukan perbuatan tersebut dimana posisinya bisa sebagai pelaku atau pembantu dalam perbuatan pidana yang dilakukan. Dengan melihat hal tersebut membuat kemungkinan untuk memperluas dapat dipidananya perbuatan dalam beberapa hal khususnya terhadap 27
Ibid, hlm 38
28
pelaku yang lebih dari satu orang dan hal tersebut dikenal dengan delik penyertaan (deelnemihg).28 Penyertaan ialah apabila orang yang tersangkut untuk terjadinya suatu perbuatan pidana atau kejahatan itu tidak hanya satu orang saja, melainkan lebih dari satu orang. Definisi tersebut merupakan kesimpulan dari penjelasan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tentang bentuk-bentuk dari penyertaan karena KUHP sendiri tidak secara tegas dalam memberikan pengertian tentang penyertaan. Yang membedakan subyek pelakunya lebih dari satu orang dan sampai ketidakjelasan jumlah subyek pelaku yang ada. Bentuk–bentuk perbuatan pidana yang dilakukan secara massal, yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama yang terbentuk secara terorganisir dan terbentuk tidak secara terorganisir. Dengan adanya kedua bentuk tersebut, maka dalam hal ini perlu dikaji bagaimana hubungan antar pelaku satu dengan yang lainnya sehingga jelas dalam menentukan kesalahan masing-masing.29 Ketentuan penyertaan yang dibentuk dan dimuat dalam KUHP bertujuan agar dapat dipertanggungjawabkan dan dipidananya orang-orang yang terlibat dan mempunyai andil baik secara fisik (obyektif) maupun psikhis (subyektif) seperti orang yang terlibat dalam kasus di atas. Pembentuk Undang-undang merasa perlu membebani tanggung jawab pidana dan yang sekaligus besarnya bagi orang-
28 29
R.Soesilo, 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ctk. Ulang ,Politea, Bogor. Hlm. 73 Ibid.
29
orang yang perbuatannya semacam itu, untuk menjadi pegangan hakim dalam menjatuhkan pidana. Sistem
pembebanan
tanggung
jawab
pada
penyertaan
(deelneming) adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta / terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun pisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana. Orang-orang yang terlibat dalam kerja sama yang mewujudkan tindak pidana, perbuatan masing-masing dan mereka berbeda satu dengan yang lain, demikian juga bisa tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap peserta yang lain. Tetapi dari perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing itu terjalinlah suatu hubungan yang sedemikian rupa eratnya, di mana perbuatan oleh yang satu menunjang perbuatan oleh yang lainnya yang semuanya mengarah pada satu istilah terwujudnya tindak pidana. Sebagaimana dalam percobaan yang mengenal dua ajaran subyektif dan obyektif, demikian juga dalam penyertaan ada 2 ajaran, subyektif dan obyektif, menurut ajaran subyektif yang bertitik tolak dan memberatkan pandangannya pada sikap batin pembuat, memberikan ukuran bahwa orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang (penyertaan) ialah apabila ia berkhendak, mempunyai tujuan dan kepentingan untuk terwujudnya tindak pidana. Siapa yang berkehendak yang paling kuat dan atau mempunyai
30
kepentingan yang paling besar terhadap tindak pidana itu, dialah yang membeban tanggung jawab pidana yang lebih besar. 30 Sebaliknya menurut ajaran obyektif, yang menitik beratkan pada wujud perbuatan apa serta sejauh mana peran dan andil serta pengaruh positif dari wujud perbuatan itu terhadap timbulnya tindak pidana yang dimaksudkan, yang menentukan seberapa berat tanggung jawab yang dibebannya terhadap terjadinya tindak pidana. Menyangkut tentang sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana dalam penyertaan. Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada 2 sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana, ialah: 1.
Pertama, yang menyatakan bahwa setiap orang yang terlibat bersama-sama ke dalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggung jawabkan secara sama dengan orang yang sendirian (dader) melakukan tindak pidana, tanpa dibeda-bedakan baik atas perbuatan baik atas perbuatan yang dilakukannya maupun yang ada dalam sikap batinnya.
2.
Kedua, yang merupakan bahwa masing-masing orang yang bersama-sama terlibat kedalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggungjawabkan berbeda-beda, yang berat-ringannya sesuai dengan bentuk dan luasnya wujud perbuatan masing-masing orang dalam mewujudkan tindak pidana.
30
Hlm 73
R. Soesilo. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama. Yogyakarta.
31
Tetapi juga menurut KUHP bagi orang yang terlibat sebagai pembuat pembantu, baik pembantuan pada saat pelaksanaan kejahatan maupun pembantuan sebelum pelaksanaan kejahatan (Pasal 56 KUHP) beban tanggung jawabnya dibedakan dengan orang-orang yang masuk kelompok pertama (mededader) pada Pasal 55 KUHP, yakni beban tanggung jawab pelaku pembantu ini lebih ringan pada daripada tanggung jawab pelaku mededader tersebut, dimana menurut Pasal 57 ayat (1) KUHP ditetapkan bahwa “ dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga”.
32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif atau legal research yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legistis positivis. Konsep ini memandang bahwa hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat suatu sistem normatif yang bersifat otonom, terhadap dan terlepas dari kehidupan masyarakat.31 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptf analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan dan obyek atau masalahnya yang akan diteliti. 3. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Purwokerto 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi peraturan perundang-undangan,
31
Hlm 10
Rony Hanitijo Soemitro. 1988. Metodologi Penelitian Hukum. Ghlmia Indonesia. Jakarta.
33
buku-buku literatur, dokumen dan arsip serta Putusan Pengadilan Purwokerto Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt B. Metode Pengumpulan Data Data sekunder ini diperoleh dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, dokumen dan arsip serta Putusan Pengadilan Purwokerto No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt. C. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis. D. Metode Analisis Data Data yang diperoleh secara kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan menafsirkan data yang akan disusun secara logis dan sistematis berdasarkan doktrin atau ilmu pengetahuan hukum pidana.
34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama sebagaimana didakwakan dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Identitas Para Terdakwa Nama lengkap Tempat lahir Umur/Tanggal lahir Jenis Kelamin Alamat Agama Pekerjaan Nama lengkap Tempat lahir Umur/tanggal lahir Jenis Kelamin Alamat Agama Pekerjaan
: KASIMAH Binti MUSTAWIREJA WASLIM (alm). : Purbalingga : 46 Tahun / 18 Desember 1965 : Perempuan : Desa Gunung Karang RT. 03. RW 02 Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga. : Islam : Buruh : SARJONO bin SUCHEDI : Purbalingga : 51 Tahun / 23 Februari 1960 : Laki-laki : Desa Gunung Karang RT. 03. RW. 02 Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga. : Islam : Buruh
35
2. Duduk Perkara Bahwa hubungan antara terdakwa I. KASIMAH dengan korban KASIMUN serta saksi ASMIAH adalah saudara kandung, terdakwa KASIMAH sebagai kakak kandung korban dan saksi ASMIAH sebagai adik kandung korban sedangkan dengan terdakwa II. SARJONO sebagai kakak ipar korban; Bahwa sekitar Januari 2008, korban KASIMUN mengalami depresi berat (stress) yang disebabakan korban telah dipecat sebagai guru dan sebabnya dipecat karena korban ketahuan melakukan perselingkuhan dengan wanita lain sehingga terdakwa II. SARJONO menelpon kepada saksi ASMIAH yang tinggal di Jakarta intinya mengabarkan bahwa korban dibawa ke RS Jiwa Banyumas karena sering mengamuk dan akhir Januari 2008, terdakwa I. KASIMAH menelpon lagi kepada saksi ASMIAH yang memberitahukan bahwa korban sudah pulang dari RS Jiwa Banyumas dan dirawat sekitar 17 hari; Pada tanggal 07 Agustus 2010, terdakwa I. KASIMAH menelpon saksi ASMIAH lagi yang memberitahukan bahwa korban mengamuk kepada ibunya yang bernama SUPINI dan akibat perbuatan korban, ibunya dibawa ke RS WIRASANA Purbalingga untuk menjalani perawatan sedangkan korban dibawa ke RS Jiwa Banyumas dan sore harinya saksi ASMIAH pulang dari Jakarta ke kampung dan korban dirawat di RS Jiwa Banyumas sekitar 11 hari namun tidak sembuh;
36
Pada tanggal 19 Agustus 2010, korban KASIMUN oleh terdakwa II. SARJONO dan WARDI JARMAN als. MURYANTO (suami ASMIAH) dibawa ke Bogor untuk pengobatan selama 5 hari namun juga tidak sembuh selanjutnya tanggal 24 Agustus 2010, korban di bawa ke RS Jiwa Magelang dan pada tanggal 15 Desember 2010 korban pulang dari RS Jiwa Magelang; Bahwa pada tanggal 20 Desember 2010, saksi ASMIAH mengajak korban KASIMUN ke kontrakannya di Jakarta di daerah Ciracas dengan tujuan untuk membuka lembaran baru dan melupakan masa lalu dan menawari pekerjaan namun korban menolak pekerjaan tersebut dengan alasan sakit epilepsi yang sewaktu-waktu bisa kambuh; Bahwa sekitar pertengahan Maret 2010, saksi ASMIAH menelpon terdakwa I. KASIMAH yang memberitahukan bahwa korban KASIMUN sering mengamuk dan meminta pulang terus ke Bobotsari dengan alasan ingin merawat ibunya dan melihat anak-anaknya serta ingin membereskan hutang di KUD Sarireja Bobotsari kemudian dua hari lagi saksi ASMIAH menelpon terdakwa I. KASIMAH yang memberitahukan bahwa di daerah Tangerang ada pondik pesantren untuk penitipan dan penyembuhan korban akan tetapi biayanya Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan lamanya sekitar 5 bulan lalu terdakwa I. KASIMAH bilang”biayanya mahal banget”, apa tidak ada alternatif lain, ke orang pintar atau kyia yang intinya agar korban tidak ingat pulang kampung selanjutnya pada tanggal 26 April 2011, terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon dari saksi ASMIAH intinya
37
meminta uang sebesar RP. 3.500.000.- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk berobat korban ke daerah Bogor supaya tidak ingat pulang terus dan pada tanggal 27 April 2011, terdakwa I. KASIMAH mengirim uang melalui wesel pos sebesar Rp.3.500.000,- kepada saksi ASMIAH untuk ke Bogor untuk mencari obat dan saksi ASMIAH juga mengabarkan apabila telah berhasil mendapatkan obatnya berupa air putih untuk diminumkan kepada korban dan membasuh mukanya; Bahwa tanggal 5 Mei 2011 terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon dari saksi ASMIAH yang intinya meminta uang Rp. 500.000,- lagi guna mengambil air lagi di Bogor karena air habis; Bahwa pada tanggal 10 Mei 2011 terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon lagi dari saksi ASMIAH yang mengabarkan bahwa air yang dibawa dari Bogor tidak berhasil, malahan korban minta pulang terus dan dijawab KASIMAH “gimana KASIMUN minta pulang terus padahal sudah dicerai oleh istrinya DARYATUN sedangkan tanah, sawah sudah dijual untuk keperluan pengobatan KASIMUN tanpa sepengetahuan korban” lalu saksi ASMIAH meminta agar telpon diserahkan kepada terdakwa II. SARJONO (kakak ipar) lalu terdakwa II. SARJONO bilang “gimana, apa KASIMUN minta pulang terus” dan dijawab olen ASMIAH “ya minta pulang terus” lalu terdakwa II. SARJONO berkata lagi “orang epilepsi kalo epilepsinya kambuh ditutupi bantal saja, kalo ga ya diceburin ke kali saja” dan terdakwa II. SARJONO mengatakan hal tersebut karena takut apabila korban KASIMUN pulang ke kampung pasti
38
jadi sasaran terdakwa I. KASIMAH dan terdakwa II. SARJONO karena yang menandatangani perceraian antara korban dan istrinya adalah terdakwa I. KASIMAH dan korban KASIMUN sebelumnya pernah menelpon ke terdakwa II. SARJONO yang intinya “mau membokar perceraian itudan mengancam mau menghabisi keluarga dirumah” Bahwa pada tanggal 27 Mei 2011 terdakwa II. SARJONO menelpon saksi ASMIAH yang intinya mengatakan “kamu menghubungi BUANG RASMAD saja yang sekarang tinggal di Tegal” lalu terdakwa bertanya “gimana saya bisa menghubungi” lalu terdakwa II. SARJONO berkata “menghubungi BUANG susah dan dicari juga susah” Bahwa pada tanggal 12 Juni 2011 sekitar jam 19.00 wib, saksi ASMIAH pulang dari Jakarta ke desa dan sore hari saksi ASMIAH dan sdr. BUANG RASMAD datang ke rumah para terdakwa selanjutnya para terdakwa , BUANG RASMAD, serta saksi ASMIAH membicarakan masalah mau menyuruh BUANG RASMAD untuk membunuh korban KASIMUN dan saat itu mengadakan kesepakatan harga lalu BUANG bilang “dimana korban KASIMUN sekarang” dijawab saksi ASMIAH “di Jakarta tinggal bersama saya di kontrakan Kampung Kelapa Wetan RT 04/02 Kec. Ciracas Jakarta Timur” dan BUANG RASMAD menyutujui kerjaan tersebut namun BUANG RASMAD meminta bayaran sebesar Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah) namun oleh terdakwa II. SARJONO ditawar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tetapi BUANG RASMAD tidak mau akhirnya
39
para terdakwa dan saksi ASMIAH menyutujui permintaan BUANG RASMAD lalu BUANG minta alamat dan no. HP salsi ASMIAH dan sekaligus bilang “apabila saya mau ke Jakarta supaya disiapkan DP nya”; Pada tanggal 18 Juni 2011 sekitar jam 13.00 wib, BUANG RASMAD menelpon kepada terdakwa I. KASIMAH yang intinya meminta DP sebesar Rp. 1.500.000,- karena mau berangkat ke Jakarta besok hari. Selanjutnya pada tanggal 20 Juni 2011 sekitar jam 15.00 wib terdakwa I. KASIMAH mendapat telpon dari saksi ASMIAH yang
intinya
mengatakan bahwa “sdr. BUANG akan ke Jakarta nanti sore dan minta DP Rp. 1.500.000,- lalu saksi ASMIAH bilang “agar BUANG dikasih Rp. 1.000.000,- dulu saja, nanti yang Rp. 500.000,- saksi ASMIAH yang kasih apabila sudah sampai ke Jakarta” dan sekitar jam 16.00 wib, terdakwa I. KASIMAH menelpon saksi ASMIAH yang mengatakan “kalau sdr. BUANG sudah datang dan sudah saya kasih Rp. 1.000.000,- dan sekaligus datang ke Jakarta” Bahwa pada tanggal 21 Juni 2011 selama dalam perjalanan dari Jakarta untuk melakukan pembunuhan terhadap korban Kasimun (malam hari), saksi ASMIAH mengirimkan beberapa sms ke terdakwa I. KASIMAH yakni jam 19.23 wib yang isinya “Yu, pokoke mengko tek tinggal neng tol la” dan sekitar jam 19.24 wib sms lagi “Yu mengko angger neng tol ora turu ya kaya kue bae, jalan siji-sijine yu ora teyeng bali” dilanjut dengan sms “Maksude masalah kepriwe ora mungkin teyeng bali menko li ora
40
mangan li lemes selot sue mati” kemudian jam 19.25 wib “Yu kue mengko tanggungane aku ora usah sepuluh juta ya ra papa, 5 juta bae” dan setelah membaca sms dari saksi ASMIAH lalu dijawab dengan sms oleh terdakwa II. SARJONO dengan kata-kata “Gimana sih kemarin sudah sanggup dan sepakat, kenapa sekarang berubah” dan tidak lama kemudian saksi ASMIAH kirim sms lagi ke terdakwa I. KASIMAH isinya “Yu, jere arep di tekek bae soale KASIMUN ora turu padahal wis tek empani obat tidur 5 sing dicampur sprite kepriwe” dan belum sempat dibalas saksi ASMIAH sms lagi “Nggane suwe temen ra dibalas, kiye wis gutul Cirebon” namun sms tersebut tidak dibalas oleh para terdakwa; Bahwa pada tanggal 22 Juni 2011 sekitar jam 01.57 wib, saksi ASMIAH sms dengan kata-kata “a buang ky celek kur omonge thok, ski urng di jlni mlh btire kabur ng brbes ra gelem, ski lagi nggolet batir ng tegal” namun setelah membaca sms tersebut terdakwa I. KASIMAH tidak tahu siapa yang dimaksud teman Buang yang kabur tersebut dan belum sempat dibalas, sekitar jam 02.23 wib saksi ASMIAH sms lagi yang bunyinya “Yu ky ana glem tp wonge njluk byran 6 jt la se buang 6 jt yu ws kadung ng kene se y” dan selama perjalanan tersebut, saksi ASMIAH selalu sms namun tidak dibalas; Pada hari Rabu tanggal 22 Juni 2011 sekitar jam 12.41 wib, saksi ASMIAH sms ke terdakwa I. KASIMAH yang intinya bahwa korban KASIMUN sempat kabur tetapi sekarang ketemu;
41
Bahwa pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2011 jam 05.42 wib, terdakwa I menerima sms dari ASMIAH bunyinya “urung Kasimun brontak ky kyne arp d inumi alcohol ra gampang u” dan sebelum sempat di sms sekitar jam 06.15 wib, menerima sms lagi yang intinya menerangkan bahwa Kasimun sudah meninggal dunia dan saat ini cuma lagi bingung membuang mayatnya, solae mayat kasimun ada bekasnya selanjutnya saksi ASMIAH memberitahu kepada terdakwa I bahwa mayat korban KASIMUN telah dibuang ke dalam jurang di daerah Baturaden di BM 8/petak 36 Perhutani Baturaden sekitar jam 19.00 wib dan menurut keterangan saksi ASMIAH korban KASIMUN di bunuh dalam mobil Carry plat R- tapi nopol nggak ingat yang sedang melaju dalam perjalanan di area hutan jati di jalan Desa Lenggarong menuju Desa Paguyangan
Kec.
Bantarbolang
Kab.
Pemalang
dan
menurut
keterangan saksi ASMIAH orang yang membunuh KASIMUN bernama AGUS dengan cara dijerat dilehernya menggunakan tali tambang jemuran yang terbuat dari senur warna kuning yang sebelumnya telah dibuat simpul. Bahwa pada hari Senin tanggal 27 Juni 2011 sekitar jam 05.00 wib, saksi ASMIAH datang ke rumah para terdakwa kemudian menyuruh terdakwa II. SARJONO untuk mengubur pakaian dan celana milik korban KASIMUN di sekitar rumah dan untuk membiayai rencana untuk membunuh korban KASIMUN tersebut, terdakwa tekah menjual tanah seluas 130 ubin
42
milik ibu terdakwa seharga Rp. 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) kepada sdr. MUHYARI namun pembayaran dilakukan secara bertahap. 3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Para Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum diajukan ke persidangan dengan dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Di muka persidangan Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menuntut agar : 1) Menyatakan Terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslih (alm) dan Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan
dengan
rencana
lebih
dulu
secara
bersama-sama
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; 2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslih (alm) dan Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) dengan pidana penjara masing-masing 7 tahun dikurangi selama para terdakwa di tahanan dengan perintah tetap ditahan; 3) Menyatakan barang bukti : -
1 (satu) buah kaos lengan panjang warna hitam pada bagian belakang atas bertuliskan “ RELUNG” BOBOTSARI TELP. 759191 ;
43
-
1 (satu) buah jaket kain warna putih hitam dengan bagian tengah depan dan lengan kanan kiri berwarna putih sedangkan pada bagian depan kanan kiri warna hitam dengan plisir pada saku jaket berwarna putih ;
-
1 (satu) buah celana panjang kain warna abu-abu tua ;
-
1 (satu) buah celana dalam warna kuning krem ;
-
1 (satu) buah kaos warna coklat krem agak kehijauan merk JMR;
-
1 (satu) buah handuk warna biru merk Pamela;
-
1 (satu) buah sapu tangan handuk warna hijau kombinasi putih;
-
1 (satu) buah handphone merek Samsung warna hitam silver, dengan nomor sim card 087775515888 dan nomor 082122162111;
-
1 (satu) lembar kwitansi pembayaran tanah sawah yaitu dengan nila pembayaran Rp. 16.000.000,- (enam belas juta rupiah) tertanggal 12 Juni 2011 yang ditanda tangani oleh saudari KASIMAH dengan disaksikan oleh sdr. SARJONO;
-
1 (satu) buah handphone merek Nokia type N 1280, warna hitam, dengan nomor sim card 081903535449;
-
1 (satu) buah tas jinjing berwarna biru merek Family;
-
2 (dua) buah buku tabungan berupa 1 (satu) buah buku tabungan dengan nomor rekening 3719-01-014439-536 BRI unit Bobotsari Purbalingga, an. MEI UTAMI. Desa Gunung Karang Rt.03/02 Kec. Bobotsari Purbalingga dan 1 (satu) buah buku tabungan dengan
44
nomor rekening 0222924769 Bank BRI Bobotsari Purbalingga atas nama ASMIAH; -
1 (satu) buah cangkul gagang kayu;
-
2 (dua) potong celana panjang warna biru dongker ;
-
1 (satu) potong celana panjang warna bau-abu tua ;
-
1 (satu) potong celana panjang warna hitam kusam ;
-
1 (satu ) potong celana pendek kolor 3/4 warna coklat keabu-abuan ;
-
1 (satu) potong celana pendek kolor warna biru kombinasi warna merah, putih, hitam bertuliskan Adidas ;
-
1 (satu) potong celana pendek kolor warna putih kombinasi biru bertuliskan Adidas;
-
1 (satu) potong hem lengan pendek motif kotak warna biru bergaris merah kombinasi putih;
-
1 (satu) potong hem lengan pendek warna biru muda merk Jubilee;
-
1 (satu) potong baju koko lengan panjang warna hitam merk Sahara;
-
1 (satu) potong baju koko lengan panjang warna hijau merk Atlas;
-
1 (satu) potong kaos berkrah lengan pendek warna hijau tua;
-
1 (satu) potong kaos berkrah lengan pendek warna merah jambu merek Candini;
-
1 (satu) potong kaos berjkrah lengan pendek warna kuning krem, krah warna hitam, pada punggung bertuliskan Kejar Paket B, Ngudi Kamulyah Palumbung Wetan, atas saku depan bertuliskan Tutor;
45
-
1 (satu) potong kaos lengan pendek warna kuning;
-
1 (satu) potong kaos berkrah bermotifkan garis kombinasi warna orange, abu-abu, biru;
-
1 (satu) potong kaos lengan pendek warna biru dongker bertuliskan Toko Besi Sinar Logam, Jl. Cilangkap Baru No. 45 depan Telkom Pndok Rangon, telp. (021)84306673-99354690-082114504491;
-
3 (tiga) potong celana dalam dengan perincian: 1 (satu) potong warna biru langit, 1 (satu) potong warna biru dan 1 (satu) potong warna merah jambu;
-
2 (dua) potong sarung dengan perincian: 1 (satu) potong sarung motif kotak warna hijau, merah bata dan ungu, 1 (satu) potong sarung motif kotak warna putih, ungu dan coklat;
-
1 (satu) potong handuk motif bulat dan bergaris warna orange bertuliskan Friendship;
-
1 (satu) potong kain jarit motif parang warna putih dan coklat;
4) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000 (dua ribu rupiah) 5. Pertimbangan Hukum Hakim Di muka sidang di dengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dibawah sumpah, yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
46
a) Keterangan Saksi 1) Saksi Slamet Yuwono bin Kasrad Bahwa pada hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 8.00 WIB sewaktu sedang berangkat kerja menuju Pancuran 7 Baturaden dan pada saat berada di BM 8 kawasan Perhutani Baturaden ada sekerumunan orang pencari rumput berkumpul di tempat tersebut dan saksi mendekat ke arah kerumunan orang tersebut dan ternyata ada mayat di sebuah sungai kecil dan di tempat tersebut tercium bau busuk yang sangat menyengat dan mayat tersebut berjenis kelamin laki-laki. Mengetahui adanya penemuan mayat tersebut saksi langsung pergi ke kantor untuk absen lebih dahulu lalu melaporkan kepada atasannya yaitu Bpk. Supangat, kemudian melaporkan ke Polsek Baturaden bahwa posisi mayat diketemukan di BM 8 Kawasan Perhutani Baturaden dari arah Pemalang menuju arah Purwokerto. 2) Saksi Supangat bin Suwarno Saksi mendapat laporan dari Sdr. Slamet Yuwono tentang penemuan mayat di wilayah Perhutani Baturaden petak 36 A BM 8 pada hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 8.00 Wib ketika saksi sedang berada di kantor. Kemudian saksi melakukan pengecekan ditempat yang dimaksud dan ternyata benar ada mayat yang baunya sangat menyengat tergeletak di sungai kecil yang tidak
47
ada airnya dan posisi mayat tersebut terlentang membujur arah utara selatan, mayat masih memakai kaos warna putih dan hitam. Saksi tidak tahu sejak kapan mayat berada di tempat dan tidak tahu penyebab kematian mayat tersebut. Bahwa ditempat ditemukan mayat tersebut dari tepi jalan jaraknya + 3 meter, pada tubuh mayat tidak ada tanda-tanda bekas kecelakaan, menurut saksi mayat tersebut dibuang oleh pelakunya. 3) Saksi Zaenal Arifin Bahwa saksi ketahui dalam perkara ini yaitu sehubungan pada hari Selasa, tanggal 28 Juni 2011 sekitar jam 08.00 Wib saksi mendapat laporan dari anggota Polsek Baturaden tentang adanya penemuan mayat di hutan wilayah Baturaden tepatnya di BM 8 / petak 36 Perhutani jalan raya Baturaden – Serang (Purbalingga) turut Desa Karangsalam, Kec Baturaden, Kab. Banyumas. Setelah mendapatkan laporan dari anggota Polsek Baturaden tentang adanya penemuan mayat, saya dan anggota identifikasi Polres Banyumas langsung menuju ketempat ditemukannya mayat tersebut dan posisi mayat ditemukannya mayat tersebut ada di jurang di bawah sungai kecil sekitar 2 meter dari jalan dan berjenis kelamin laki-laki dan ada ciri-ciri tertentu yaitu mayat masih memakai kaos yang bertuliskan “ RELUNG BOBOTSARI TELP 759191 ”, jaket, celana panjang dan celana dalam yang dipakai mayat dan pada mayat tersebut ada luka
48
pada leher dan ada darah yang menggumpal. Selanjutnya mayat dibawa ke Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto untuk dilakukan tindakan mengindentifikasi ciri-ciri dan selanjutnya hasilnya diserahkan ke penyidik untuk proses lebih lanjut. 4) Saksi Suhartono bin Ahmad Suyanto Bahwa atas laporan dari masyarakat tentang penemuan mayat tersebut yaitu saksi bersama anggota yang lain menuju ke tempat ditemukan mayat tersebut dan mayat selanjutnya di bawa ke Rumah Sakit Margono untuk diautopsi bahwa pakaian kaos lengan panjang yang dipakai korban ada tulisan RELUNG BOBOTSARI TELP 759191, dan setelah dilakukan pengecekan ternyata nomor telepon tersebut milik Bpk. H. Kaendar, S.Pd yang mempunyai usaha persewaan tarub dan pernah memberikan satu kaos kepada Sdr. Kasimun (korban). Korban ditemukan pada hari Selasa, 18 Juni 2011 sekitar jam 08.00 Wib di wilayah hutan Baturaden dan para terdakwa dimintai keterangan oleh penyidik pada tanggal 23 Juli 2011. Para terdakwa pada waktu itu tidak mengakui kalau korban Kasimun meninggal karena dibunuh, namun dari penyidik mempunyai bukti hasil print out SMS HP milik terdakwa I yang isinya menunjukkan adanya rencana pembunuhan terhadap Kasimun yang dilakukan oleh para terdakwa Agus, Buwang dan istrinya Buwang yang tidak diketahui identitasnya. Alasan para terdakwa membunuh korban
49
Kasimun karena korban mengalami depresi dan pernah mengancam akan membunuh keluarga sehingga keluarga takut. Pengakuan para terdakwa bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh orang lain yaitu Agus orang Tegal, Buwang dan istrinya Buwang dengan bayaran Rp 10.000.000, dan atas kesepakatan pembayaran tersebut Buwang meminta DP (uang muka) dahulu, lalu oleh terdakwa I (Kasimah) diberi Rp 1.000.000 dan oleh Asmiah diberi Rp 500.000 pada waktu di Jakarta. Korban dibunuh pada hari Kamis, 23 Juni 2011 sekitar jam 05.45 Wib ketika mobil sudah sampai di area hutan jati daerah Kec Bantar Bolang, Kab Pemalang dan yang membunuh korban adalah Sdr Agus dengan cara menjerat leher korban dengan tali plastik dari belakang di dalam mobil Suzuki Carry warna hijau dalam keadaan berjalan. Keadaan korban sempat kejang-kejang dan lidah menjulur dan korban dibuang di jurang hutan tersebut sudah dalam keadaan meninggal. 5) Saksi Ujiono bin Supardi Dari pengakuan Amiah handphone tersebut digunakan untuk komunikasi dengan Terdakwa I ketika Asmiah berada di Jakarta dan Terdakwa I berada di Purbalingga. Pembicaraan dalam komunikasi antara Asmiah dengan Terdakwa I yaitu tentang perencanaan pembunuhan terhadap korban Kasimun dan dalam perjalanan dari Jakarta sampai daerah Bantar Bolang Pemalang, Asmiah bilang
50
sudah diserahkan kepada Sdr. Buwang dan Sdr. Agus. Bahwa Asmiah ikut merencanakan untuk membunuh korban Kasimun sebanyak 2 (dua) kali yang pertama tanggal dan bulan lupa masih tahun 2011 dan yang kedua tanggal 12 Juni 2011 sewaktu Asmiah pulang dari Jakarta kembali ke rumahnya di Bobotsari Purbalingga. Pada waktu korban dijerat lehernya korban tidak melakukan perlawanan karena korban pada waktu itu sedang tidur, hanya saja korban sempat memegang tali tersebut dari lehernya. 6) Saksi Tri Janiarti Binti Sarjono, Saksi Mei Utama binti Wardi Jarman, yang pada pokoknya menerangkan bahwa korban menderita sakit epilepsi sudah lama dan sering mengamuk. Korban sudah diobati di Rumah Sakit Jiwa Banyumas, Magelang dan pengobatan alternatif dan hasilnya korban tidak sembuh. Pekerjaan korban adalah sebagai guru dan karena ada masalah korban dipecat. Bahwa korban adalah adik kandungnya Terdakwa I / adik iparnya Terdakwa II. 7) Saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim yang pada pokoknya menerangkan bahwa saksi dan para terdakwa sudah merasa putus asa mengurusi korban, biaya yang dikeluarkan untuk mengobati korban sudah tidak terhitung lagi dan saksi merasa khilaf kemudian mempunyai niat untuk membunuh korban. Di Jakarta selama 2 minggu saksi mencari orang untuk membunuh korban tetapi tidak menemukan orang yang dapat membunuh korban hal tersebut
51
tersebut diinformasikan kepada para terdakwa, kemudian terdakwa II mengatakan
sudah
ada
orang
di
Purbalingga
yang
mau
melaksanakannya dan selanjutnya diadakan pertemuan yang dihadiri saksi, para terdakwa dan Sdr Buang yang menyepakati untuk membunuh korban dengan bayaran Rp 10.000.000. uang tersebut merupakan hasil penjualan tanah milik ibu saksi. Bahwa di dalam mobil ada 4 orang, Buwang sebagai sopir, saksi, korban dan temannya Buwang yang bernama Agus dari Tegal. Sesampainya di hutan jati saksi tidak tahu di daerah mana karena waktu itu masih gelap sekitar jam 05.00 Wib, Sdr Buwang mengatakan agar keluarga menyaksikan kemudian dari arah belakang Sdr Agus menjerat leher korban dengan tali jemuran, korban berteriak dan meronta-ronta, karena saksi takut dan tidak tega sehingga saksi pindah ke depan, menutup mata dan telinganya agar tidak mendengar apa yang telah terjadi. Sekitar pukul 06.00 Wib saksi melihat korban sudah meninggal dunia dengan kondisi matanya melotot dan lidah menjulur dan saksi minta agar korban di bahwa pulang ke Purbalingga, tapi oleh Buwang tidak diperbolehkan, setelah itu kembali lagi ke Tegal. Semula mayat korban mau dibuang ke jalan Tol Cirebon tapi karena hari sudah pagi dan terang rencana tersebut tidak jadi, selanjutnya mayat korban di bawa ke Baturaden Purwokerto sesampainya di hutan wilayah Baturaden Sdr Buwang memberhentikan mobil
52
kemudian dengan dibantu oleh Sdr. Agus mengangkat dan mengeluarkan mayat korban dari dalam mobil selanjutnya mayat korban oleh Sdr. Buwang dan Sdr. Agus dibuang di hutan perhutani Baturaden tersebut. Bahwa uang yang dibayarkan kepada Sdr. Agus seluruhnya sebesar Rp 7.000.000, dengan rincian pertama Rp 2.000.000, melalui transfer Rp 2.500.000 dan saya berikan kepada Sdr. Agus sebesar Rp 500.000 dan yang terakhir pada waktu di hotel saya menyerahkan uang sejumlah Rp 4.500.000, dan kepada Sdr. Buwang Rp 5.000.000, dengan rincian yang pertama Rp 1.000.000, dan yang kedua dan ke tiga masing-masing Rp 2.000.000 dan uang tersebut sudah dibayarkan semuanya. b) Keterangan Terdakwa I dan II yang pada pokoknya menerangkan : -
Bahwa para Terdakwa
sampai diajukan kepersidangan sebagai
terdakwa karena adanya kasus pembunuhan. -
Bahwa yang dibunuh adik kandung Terdakwa I yang bernama Kasimun (Korban) dan yang membunuh korban adalah Sdr. Agus dan Sdr. Buwang. Bahwa korban adalah adik kandung istri terdakwa II (Terdakwa I), jadi korban adalah adik ipar Terdakwa II.
-
Bahwa korban menderita sakit epilepsi dan depresi, kalau penyakit korban kambuh mengamuk dan meresahkan lingkungan, ibunya korban juga pernah dipukuli korban dan diinjak kakinya sampai
53
patah dan terdakwa I sendiri juga pernah dipukuli korban sehingga membuat takut dan kesal keluarga. -
Bahwa oleh keluarga, korban pernah diobati dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa Banyumas selama 15 hari, korban sembuh selama 1,5 tahun kemudian korban kambuh lagi mengamuk semakin parah, dengan bantuan Polisi korban dibawa ke Rumah Sakit Wirasana dan dirawat selama 13 hari.
-
Bahwa korban tidak sembuh dan sering kambuh, kemudian korban di bawah ke Jakarta untuk di rawat tapi tidak sembuh juga, selanjutnya korban di bawa ke Magelang dan dirawat selama 6 bulan, korban kelihatannya sudah sembuh dan oleh adik Terdakwa korban dibawa ke Jakarta dengan maksud untuk diobati. Dan terakhir korban minta pulang ke Purbalingga dan mengancam akan menghabisi semua keluarga sehingga membuat keluarga menjadi takut dan putus asa.
-
Pada hari, tanggalnya sudah lupa, bulan Juni 2011 bahwa saksi Aminah minta uang kepada terdakwa I sebesar Rp 14.000.000 untuk biaya menitipkan korban di pondok kemudian terdakwa I uang tersebut di transfer kepada saksi Asminah sebesar Rp 9.000.000. Semula uang tersebut untuk biaya pengobatan korban, tapi tidak jadi, kemudian uang tersebut dipergunakan untuk membayar Sdr Buwang dan Sdr Agus untuk membunuh korban. Secara kebetulan ketika suami terdakwa I (Terdakwa II) ke warung ketemu dengan Sdr.
54
Buwang dan istrinya sedang belanja apa yang dibicarakan Terdakwa I tidak tahu kemudian Buwang datang ke rumah Terdakwa I mencari Terdakwa II dan Terdakwa I katakan Terdakwa II sedang berada di sawah mengenai kedatangan Sdr. Buwang tersebut saksi tidak tahu; -
Bahwa mengenai kesepakatan harga bayaran untuk membunuh korban sebesar Rp 10.000.000, siapa yang menyepakati harga tersebut Terdakwa I tidak tahu, yang tahu adalah adik terdakwa I (Asminah) dan tugas Terdakwa I hanya mencarikan uang saja.
-
Bahwa Sdr. Buwang pergi ke Jakarta tujuannya untuk menjemput korban dirumahnya Asminah dan pagi harinya sekitar jam 07.00 Wib saksi Asminah telpon kepada Terdakwa I dan mengabarkan korban sudah meninggal dunia dan dibunuh oleh Sdr. Agus dan Sdr. Buwang dengan cara dijerat lehernya dengan tali jemuran, Terdakwa I minta kepada saksi Asminah supaya jenasah korban di bawa pulang, tapi tidak diperbolehkan oleh Sdr. Buwang. Selanjutnya Terdakwa I diberitahu oleh Pak Sukendar bahwa mayat Kasimun diketemukan di Baturaden.
Untuk itu Majelis Hakim, dimana terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun sebagaimana tersebut di atas, maka akan membuktikan lebih dahulu apakah perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari dakwaan melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
55
B. Pembahasan 1) Penerapan Unsur-unsur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama Perkara Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt. Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan dengan rencana lebih dahulu secara bersama-sama. Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menuntut terdakwa telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa yaitu dengan terbuktinya unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Barangsiapa; Dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu; Mengilangkan jiwa orang lain; Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan; Dari unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang
terdapat
dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Purwokerto
Nomor
180/Pid.B/2011/PN.Pwt, dapat diuraikan sebagai berikut : a. Unsur barangsiapa Barangsiapa artinya bahwa siapa saja atau setiap orang atau orang adalah orang yang melakukan tindak pidana, dimana tindak pidana yang
56
dilakukan
itu
harus
dipertanggungjawabkan
kepada
orang
yang
melakukan, kecuali adanya unsur-unsur yang dapat membebaskan diri dari pertanggungjawaban tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto mengenai subyek tindak pidana, bahwa pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu adalah manusia (natuurlijk personen). Ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Rumusan delik dalam undang-undang lazim dimulai dengan katakata barang siapa…, kata “barang siapa” ini tidak dapat dikatakan lain daripada “orang”. 2. Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana yang dapat dikenakan pada subyek tindak pidana, sehingga pada dasarnya hanya dapat dikenakan pada manusia. 3. Pengertian kesalahan yang dapat berupa kesengajaan dan kelapaan itu merupakan sikap dalam batin manusia. 32 Berdasarkan kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt,. bahwa Terdakwa I KASIMAH Binti MUSTAWIREJA WASLIM, Terdakwa II SARJONO bin SUCHEDI dipersidangan para terdakwa menerangkan bahwa orang yang dimaksud dalam surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah para terdakwa, bukan orang lain atau dengan kata lain tidak ada kesalahan orang. Di samping orang yang sudah dewasa para terdakwa merupakan subyek
hukum
yang
dapat
dimintai
pertanggung jawaban
perbuatannya. Dengan demikian unsur barang siapa telah terpenuhi.
32
Sudarto, op cit. Hlm 48-49
atas
57
b. Dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu Perbuatan sengaja adalah suatu perbutatan yang dilakukan dengan kesadaran dari perbuatan tersebut di ketahui serta dikehendaki oleh pelaku. Menurut Pompe pengertian kesengajaan dalam KUHP tidak memberikan definisi, akan tetapi petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan dapat diambil dari MvT yang mengartikan kesengajaan sebagai menghendaki atau mengetahui.33 Menurut memori penjelasan (memorie van toelichting), yang dimaksudkan dengan kesengajaan adalah menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya (willens en wetens veroorzaken vaneen gevolg). Artinya, seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsyafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa sengaja berarti menghendaki atau mengetahui apa yang dilakukan orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu.34 Bentuk atau corak kesengajaan itu sendiri ada tiga yaitu : 1.
33 34
Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (dolus als oogmerk atau opset als oogmerk) Apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya untuk mencapai suatu tujuan yang dekat (dolus directus) yang terdapat hubungan
Ibid, hlm 11 Ibid, hlm 12
58
langsung antara kehendak jiwa dan fakta kejadian tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi/tercapai. 2.
Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met zekerheidsbewuszijn atau noodzakelijkheidbewustzijn) Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tetapi dengan berlaku begitu pasti suatu yang tidak dikehendaki itu akan terjadi.
3.
Kesengajaan sebagai kemungkinan (dolus eventualis atau vooewaardelijk opzet) Kondisi jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tapi semestinya ia menyadari bahwa jika itu dilakukan kemungkinan besar akibat yang tidak dikehendakinya itu akan terjadi.35 Pengertian dengan sengaja dapat didefinisikan bahwa pelaku
mengetahui dan sadar atas apa yang telah diperbuatnya, tindakan para terdakwa tersebut dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh para terdakwa. Sedangkan yang dimaksud direncanakan terlebih dahulu sebagaimana
penjelasan
Pasal
340
KUHP,
bahwa
pelaksanaan
pembunuhan itu ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan. Jarak waktu antara timbulnya niat untuk membunuh dan pelaksanaan itu masih demikian luang, sehingga si pelaku masih dapat berfikir apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula merencana dengan cara sebagaimana ia melakukan pembunuhan itu. Direncanakan lebih dahulu (voorbedachte rade) adalah antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat
35
Moelyatno, op cit. Hal 26
59
untuk
dengan
memikirkan
misalnya
dengan
cara
bagaimanakah
pembunuhan itu akan dilakukan. Tempo ini tidak boleh terlalu sempit, juga tidak perlu terlalu lama yang penting adalah apakah di dalam tempo ini si pembuat dengan tenang masih dapat berfikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya, tetapi tidak ia pergunakan. Di persidangan terungkap fakta bahwa perbuatan para terdakwa dan saksi Asmiah mencari orang yang mau membunuh korban (Kasimun). Pada tanggal 13 Juni 2011 sekitar jam 14.00 Wib di rumahnya para terdakwa di Desa Gunung Karang RT 03 / 02 Kec. Bobotsari, Kab. Purbalingga diadakan pertemuan dan membicarakan untuk melakukan pembunuhan terhadap korban dan disepakati untuk membayar Sdr. Buwang sebesar Rp 10.000.000, dengan meminumkan 5 tablet obat tidur kepada korban, Sdr. Buwang di Tegal mencari temannya yang bernama Sdr. Agus yang kemudian melaksanakan pembunuhan terhadap korban dalam perjalanan dari Tegal menuju Purwokerto tindakan tersebut dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh Para Terdakwa dan saksi Asmiah. Dengan demikian tindakan para terdakwa dan saksi Asmiah tersebut dilakukan dengan sengaja dalam bentuk kesengajaan dengan maksud (opzet als oogmerk) dan direncanakan lebih dahulu, oleh karena itu menurut Majelis unsur dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu telah terpenuhi menurut hukum.
60
c. Unsur Menghilangkan jiwa orang lain Akibat perbuatan para terdakwa dan saksi Asmiah sebagaimana yang telah diuraikan pada unsur ke-2 tersebut di atas, sebagaimana hasil Visum et Repertum No. 474.3/20295/IPJ/01/VIII/2011 tertanggal 01 Agustus 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, SpKF, NMSiMed dokter Rumah Sakit Umum Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto menyimpulkan penyebab kematian disebabkan antara lain : a) Luka di leher kanan yang diperkirakan luka lecet akibat trauma tumpul. b) Luka robek pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul. c) Retak pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul. Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan pengakuan para terdakwa dan saksi Asmiah sendiri dipersidangan terungkap bahwa jenazah tidak dikenal tersebut adalah Kasimun adik kandung Terdakwa I dan Kakak Kandungnya saksi Asmiah yang dibunuh karena keluarga para Terdakwa sudah merasa putus asa mengurusi korban, biaya yang dikeluarkan untuk mengobati korban sudah tidak terhitung lagi sampai menjual tanah warisan milik orang tuanya akan tetapi penyakit korban tidak kunjung sembuh dan terakhir para terdakwa merasa takut dengan ancaman korban yang akan menghabisi semua keluarganya.
61
Berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat bahwa perbuatan Para Terdakwa tersebut telah menghilangkan jiwa orang lain, dengan demikian unsur ke-3 terpenuhi menurut hukum. d. Sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan Unsur turut serta ini dirumuskan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, yang dalam surat dakwaan dikontruksikan dengan kalimat bersama-sama. Pengertian turut serta dalam rumusan ini adalah mereka yang bersamasama melakukan perbuatan pidana, sehingga mereka yang dengan sengaja itu mengerjakan. Selengkapnya Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP merumuskan : Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana : 1. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu; R. Soesilo, dengan mendasarkan pada rumusan Pasal 55 ayat (1) KUHP mengatakan : Disini disebutkan peristiwa pidana, jadi baik kejahatan maupun pelanggaran yang dihukum sebagai orang yang melakukan disini dapat dibagi atas 4 macam, yaitu : 1. Orang yang melakukan (pleger). Orang ini ialah seorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana yang dilakkan dalam jabatan misalnya orang itu harus pula memenuhi elemen status sebagai pegawai negeri. 2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Disini sedikitnya ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa
62
pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian toch ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lainnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, misalnya dalam hal-hal sebagai berikut : a. tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut Pasal 44 KUHP; b. telah melakukan perbuatan itu itu karena terpaksa oleh kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (overmacht); c. telah melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak syah menurut Pasal 51 KUHP; d. telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama sekali. 3. Orang yang turut melakukan (medepleger). Turut melaukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.36 Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan bahwa saksi Asmiah para Terdakwa sudah merasa putus asa mengurusi korban, biaya yang dikeluarkan untuk mengobati korban sudah tidak terhitung lagi sampai menjual tanah warisan milik orang tuanya akan tetapi penyakit korban tidak kunjung sembuh dan terakhir para terdakwa merasa takut dengan ancaman korban yang akan menghabisi semua keluarganya. korban menderita sakit epilepsi dan depresi, kalau penyakit korban kambuh mengamuk dan meresahkan lingkungan, ibunya korban juga pernah dipukuli korban dan diinjak kakinya sampai patah dan terdakwa I sendiri juga pernah dipukuli korban sehingga membuat takut dan kesal keluarga. Pada tanggal 13 Juni 2011 sekitar jam 14.00 Wib di rumahnya para terdakwa di Desa Gunung Karang RT 03 / 02 Kec. Bobotsari, Kab. 36
R. Soesilo. Op cit. Hal 73
63
Purbalingga diadakan pertemuan dan membicarakan untuk melakukan pembunuhan terhadap korban dan disepakati untuk membayar Sdr. Buwang sebesar Rp 10.000.000, dengan meminumkan 5 tablet obat tidur kepada korban, Sdr. Buwang di Tegal mencari temannya yang bernama Sdr. Agus yang kemudian melaksanakan pembunuhan terhadap korban dalam perjalanan dari Tegal menuju Purwokerto tindakan tersebut dilakukan memang disadari dan dikehendaki oleh Para Terdakwa dan saksi Asmiah. Perbuatan para terdakwa dan saksi Asmiah sebagaimana telah diuraikan di atas dapat dinilai oleh Hakim sebagai orang yang menyuruh melakukan pembunuhan terhadap korban Kasimun, dengan demikian unsur ke-4 telah terpenuhi menurut hukum. Berdasarkan pendapat penulis bahwa fakta tuntutan hakim tentang menyuruh tidak tepat karena unsur dari menyuruh melakukan itu sendiri adalah bahwa pembuat materiil (orang yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan), lebih tepatnya adalah menganjurkan melakukan karena unsur menganjurkan adalah orang yang dianjurkan dapat dipertanggungjawabkan dan upaya-upaya yang dilakukanpun dengan cara yang limitatif, hal ini berdasarkan Pasal 55 ayat 1 ke-2 yaitu mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasaan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
64
perbuatan. Konsekuensinya bahwa terdakwa seharusnya diputus “bebas” (vrijspraak) diatur Pasal 191 ayat (1) KUHAP. 2) Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama a.
Dasar Mengadili Dari
hasil
penelitian
terhadap
putusan
No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt dapat diketahui bahwa pertimbangan hakim berdasarkan Pasal 50 ayat 1 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 yang dirumuskan sebagai berikut : Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa hakim dalam memutuskan perkara pidana harus memuat alasan dan dasar putusan dan memuat pasal dari peraturan perundangan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Berdasarkan pada Pasal 84 ayat 1 KUHAP (Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana) yang dirumuskan sebagai berikut : Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan di daerah hukumnya. Yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana ini adalah Pengadilan Negeri Purwokerto karena melihat dari sisi
65
teori akibat yaitu dimana tubuh korban ditemukan. Disamping itu juga berdasarkan pada Pasal 84 ayat 2 KUHAP sebagai berikut : Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, ditempat ia ditemukan atau ditahan, hanya berhak mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang didalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan. Hal ini mengandung pengertian bahwa adanya suatu kepraktisan dalam hal pemeriksaan saksi di pengadilan. Dalam hal ini saksi - saksi yang menemukan tubuh korban atau saksi-saksi yang akan di panggil dipersidangan sebagian besar berasal dari Baturraden dan tempat Terdakwa ditahan. Oleh karena itu yang berhak atau berwenang mengadili perkara ini adalah Pengadilan Negeri Purwokerto. b. Dasar Memutus Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada para terdakwa harus terlebih dahulu telah memenuhi semua syarat untuk dilakukan pemidanaan atas diri para terdakwa. Seperti dinyatakan oleh Sudarto, bahwa syarat untuk pemidanaan tersebut, adalah : 1. Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang; 2. yang bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar); 3. adanya kesalahan yaitu : a. Mampu bertanggung jawab; b. Dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf) 37
37
Sudarto, op cit. Hlm 30
66
Mendasarkan pada hasil penelitian terhadap putusan perkara Pengadilan Negeri Purwokerto No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt dan dengan melakukan studi pustaka tentang materi yang berhubungan dengan obyek penelitian serta mengacu pada pendapat Sudarto mengenai syarat-syarat pemidanaan, maka agar dapat menjawab permasalahan dan tujuan penelitian tersebut dapat disusun analisis sebagai berikut : 1.
Adanya fakta yang terbukti dalam unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. a) Perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang Unsur pertama dari tindak pidana adalah perbuatan atau tindakan seseorang, tindakan orang itu merupakan penghubung atau dasar untuk adanya pemberian pidana. Perbuatan ini meliputi berbuat dan tidak berbuat dan yang memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang yang merupakan konsekuensi dari asas legalitas.38 Selanjutnya Sudarto mengatakan, perbuatan yang memenuhi atau yang mencocoki rumusan tindak pidana dalam undang-undang berarti perbuatan konkrit dari si pembuat dan perbuatan itu harus mempunyai ciri-ciri dan delik itu sebagaimana secara abstrak disebutkan dalam undang-undang sebagai tindak pidana tidak dapat
38
Ibid
67
dipidana dan peraturan perundang-undangan itu harus ada sebelum terjadinya tindak pidana.39 Pada
putusan
perkara
No.180/Pid.B/2011/PN.Pwt,
para
terdakwa didakwa dengan dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu : 1. 2. 3. 4.
Barangsiapa; Dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu; Mengilangkan jiwa orang lain; Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan; Semua unsur dalam fakta yuridis yang terungkap di
persidangan telah sesuai dan terbukti memenuhi unsur-unsur sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan demikian telah membuat keyakinan Majelis Hakim dalam
menjatuhkan
putusan
terhadap
putusan
perkara
No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt. 2.
Perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum Menurut Sudarto, salah satu unsur dari tindak pidana adalah sifat melawan hukum. Perbuatan yang dilarang oleh undang-undang atau perbuatan yang melanggar perintah di dalam undang-undang itulah perbuatan yang melawan hukum, karena bertentangan dengan apa yang dilarang oleh atau diperintahkan di dalam undang-undang. Sifat
39
Ibid. Hlm 31
68
melawan hukum tersebut terdiri dari sifat melawan hukum yang formil dan sifat melawan hukum yang materiil. 40 Selanjutnya mengenai sifat melawan hukum yang formil dan sifat melawan hukum yang materiil, Sudarto mengatakan : 1) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum formil adalah apabila perbuatan yang dilakukan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang, sedang sifat hukumnya perbuatan itu dapat hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-undang. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis). 2) Suatu perbuatan bersifat melawan hukum materiil, adalah suatu perbuatan baik itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas ukumyang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uvergestzlich). 41 Dalam putusan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, diperoleh fakta bahwa perbuatan para terdakwa, merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum formil (hukum tertulis), sebab perbuatan para terdakwa tersebut telah memenuhi rumusan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yaitu tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama. Dengan demikian syarat adanya pemidanaan yaitu perbuatan tersebut harus bersifat melawan hukum pada putusan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt telah terpenuhi. 40 41
Sudarto, op cit. Hlm 44 Ibid. Hlm 45
69
3.
Adanya kesalahan Menurut Sudarto, untuk adanya syarat pemidanaan diperlukan adanya syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana itu mempunyai
kesalahan
atau
bersalah.
Unsur
kesalahan
sangat
menentukan dari perbuatan seseorang, sehingga apabila seseorang dianggap telah terbukti bersalah oleh pengadilan, maka ia dapat dijatuhi pidana. Di sini berlaku asas “tiada pidana tanpa kesalahan” 42 Sudarto lebih lanjut mengatakan bahwa kesalahan itu mempunyai tiga arti yaitu sebagai berikut : a. Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban dalam hukum pidana, di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pembuat atas perbuatannya; b. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldnorm) yang berupa : 1) kesengajaan (dolus); 2) kealpaan (culpa). c. Kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa) seperti yang disebutkan dalam b.2 di atas; Dijelaskan lebih lanjut bahwa kesalahan dalam arti seluas-luasnya terdiri atas tiga unsur, yaitu sebagai berikut : 1) adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya keadaan si pembuat harus normal; 2) hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa); 3) tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.
42
Ibid. Hlm 1
70
Bila ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka orang bersangkutan dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana, sehingga orang tersebut dapat dipidana.43 Berikut ini akan diuraikan mengenai ketiga unsur kesalahan tersebut di atas yaitu : 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab Kemampuan bertanggung jawab menurut Sudarto adalah : Di dalam KUHP kemampuan bertanggung jawab tidak dirumuskan secara tegas, tetapi ada pasal menunjuk kearah itu, yaitu dalam Pasal 44 KUHP yang merumuskan : Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum. Ketentuan undang-undang ini tidak memuat apa yang dimaksud dengan tidak mampu bertanggung jawab, pasal ini hanya memuat alasan yang terdapat pada diri si pembuat, sehingga perbuatan yang dilakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan.44 Berdasarkan hasil penelitian di persidangan dalam putusan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt telah ditemukan fakta-fakta hukum bahwa terdakwa dinilai mampu bertanggung jawab dan
43 44
Ibid. Hlm 4 Ibid. Hlm 6
71
mampu untuk menilai bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. 2. Adanya kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil dari MvT (Memorie van Toelichting) dan mengetahui. Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. 45 Dalam kasus yang penulis teliti terhadap putusan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt tersebut di atas, bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama di sini nampak bahwa sejak semula telah terdapat adanya iktikad buruk atau niat jahat dari para terdakwa untuk membunuh korban. 3. Tidak adanya alasan pemaaf Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, sehingga tidak mungkin ada pemidanaan.46 Di dalam perkara ini diperoleh fakta bahwa tidak ada alasan pemaaf karena jiwa terdakwa normal dan sehat, sehingga mampu bertanggung jawab. Selain itu, perbuatan terdakwa juga termasuk dolus (kesengajaan) dan telah terbukti di persidangan.
45 46
Ibid. Hlm 11 Ibid. Hlm 50
72
Pada putusan
perkara No.180/Pid.B/2011/PN. Pwt
telah
terbukti bahwa dalam diri para terdakwa terdapat adanya kesalahan yang meliputi mampu bertanggung jawab artinya dalam keadaan normal dan dilakukan dengan sengaja membunuh korban. Oleh karena itu tidak ada alasan pemaaf. Oleh karena itu Majelis Hakim tetap menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana. Berdasarkan hasil penelitian pada putusan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt juga telah diperoleh fakta hukum bahwa terdakwa mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya serta melakukan perbuatannya dengan sengaja dan tidak ada alasan pemaaf. Dengan demikian perbuatan para terdakwa telah memenuhi ketiga unsur yang mencukupi untuk dilakukan pemidanaan atas dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto tentang syarat adanya pemidanaan yang meliputi : a. perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang, b. bersifat melawan hukum, c. adanya kesalahan yang meliputi : mampu bertanggung jawab, adanya dolus atau culpa dan tidak ada alasan pemaaf. Dengan telah terbuktinya semua unsur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan telah terpenuhinya semua syarat pemidanaan, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-
73
sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarto berkaitan dengan syarat-syarat adanya pemidanaan. 4.
Adanya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terbukti di persidangan. Dalam membentuk suatu keyakinan hakim, KUHAP menentukan lebih lanjut dalam Pasal 183 KUHAP, yang menyebutkan : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa Dalam perkara putusan No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, alat-alat bukti
yang sah sudah diajukan di muka persidangan berupa keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Adapun uraian mengenai alat bukti yang diajukan dalam persidangan adalah sebagai berikut : 1) Keterangan Saksi Yang dimaksud dengan saksi seperti yang terdapat dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
74
perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu. Dalam perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, saksi-saksi yang memberi keterangan di persidangan yang dihadapkan oleh Jaksa Penuntut Umum ada 8 orang saksi, yaitu : 1) Saksi Ujiono bin Supardi 2) Saksi Suhartono bin Ahmad Suyanto 3) Saksi Zaenal Arifin 4) Saksi Supangat bin Suwarno 5) Saksi Slamet Yuwono bin Kasrad 6) Saksi Asmiah binti Mustawireja Waslim 7) Saksi Tri Janiarti Binti Sarjono, 8) Saksi Mei Utama binti Wardi Jarman Menurut KUHAP keterangan saksi yang sah adalah sebagai berikut : a.
b.
Pasal 160 ayat (3) KUHAP Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. Pasal 1 butir 27 KUHAP Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengan dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.
75
Apabila
dihubungkan
dengan
Putusan
perkara
Nomor:
180/Pid.B/2011/PN.Pwt, bahwa untuk membuktikan kesalahan para terdakwa, hakim memeriksa 8 (delapan) orang saksi dengan terlebih dahulu disumpah. 2) Surat Dalam persidangan juga diajukan bukti surat yang berupa hasil Visum et Repertum No. 474.3/20295/IPJ/01/VIII/2011 tertanggal 01 Agustus 2011 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, SpKF, NMSiMed dokter Rumah Sakit Umum Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto menyimpulkan penyebab kematian disebabkan antara lain : a) Luka di leher kanan yang diperkirakan luka lecet akibat trauma tumpul. b) Luka robek pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul. c) Retak pada kepala belakang kanan akibat trauma tumpul. 3) Keterangan Terdakwa Terdakwa dalam persidangan telah mengakui dan menerangkan bahwa keterangan para saksi dan dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah diakui kebenarannya. Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP dirumuskan tentang pengertian keterangan terdakwa yaitu :
76
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri. Mendasarkan pada rumusan Pasal 189 KUHAP tersebut diketahui bahwa keterangan para terdakwa itu adalah sama dengan arti pengakuan dari para terdakwa. Guna menentukan kesalahan para terdakwa tidaklah cukup hanya dari pengakuan terdakwa, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Dengan demikian keterangan para terdakwa baru dapat menjadi alat bukti apabila keterangan para terdakwa itu dibarengi dengan alat-alat bukti yang lain. Berdasarkan hasil penelitian apabila dihubungkan dengan kasus yang
penulis
teliti
terhadap
putusan
perkara
No.
180/Pid.B/2011/PN.Pwt dapat disimpulkan bahwa keterangan para terdakwa itu sama dengan arti pengakuan dari terdakwa. Pengakuan yang dimaksud di sini adalah ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, dengan suatu tuduhan atas dirinya mengenai perbuatan dan kesalahan yang diucapkan di dalam maupun di luar sidang pengadilan. Pada putusan Perkara Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, apabila dihubungkan dengan rumusan tersebut di atas, yaitu telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1)
77
KUHAP. Dengan demikian dapat mengungkap fakta-fakta hukum yang terbukti benarnya bahwa telah terjadi Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama Dengan demikian para terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan, oleh karena itu sudah sepantasnya kalau terdakwa dijatuhi putusan pidana. Mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah yang telah diajukan dalam persidangan, maka Majelis Hakim dapat membentuk keyakinan bahwa para terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama, sebagaimana dirumuskan dan diancam dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. 5.
Adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Berdasarkan pendapat Wiryono Prodjodikoro bahwa salah satu dasar segala hukum adalah rasa keadilan yang bertujuan yaitu segala hukum mengejar keselamatan dan tata tertib dalam masyarakat (segala kepentingan segenap masyarakat). Kadangkala berbagai kepentingan berbenturan dan tidak mungkin memuaskan semua kepentingan, maka segala kepentingan harus ditimbang satu sama lain. Hakim dalam menemukan rasa keadilan dalam masyarakat dengan berpandangan luas dan tidak hanya dari sudut hukum saja, dengan menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat untuk memecahkan persoalan dengan
78
mengingat rasa keadilan, sehingga rasa keadilan tersebut menjadi pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana.47 Dalam menjatuhkan hukuman Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyumas dalam memutus perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang merumuskan sebagai berikut : Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan : Perbuatan para terdakwa tega membunuh adik kandungnya sendiri. Hal-hal yang meringankan : 1) Para Terdakwa bersikap sopan, mengakui terus terang perbuatannya sehingga melancarkan jalannya persidangan. 2) Para Terdakwa menyesali perbuatannya dan mengakui khilaf. 3) Para Terdakwa belum pernah dihukum 4) Para Terdakwa sebagai tulang punggung bagi anak-anaknya dan orang tuanya yang sudah tua Berdasarkan pertimbangan hakim dalam persidangan perkara No. 180/Pid.B/2011/PN.Pwt, maka Majelis Hakim Pengadilan Purwokerto
47
Wirjono Prodjodikoro. 1974. Bunga Rampai Hukum. Jakarta : PT Ichtiar Baru. Hal 28
79
dengan keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama seperti dirumuskan dan diancam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan hakim menjatuhkan pidana penjara sebagai berikut : 1) Menyatakan terdakwa I Kasimah binti Mustawireja Waslim (alm) dan Terdakwa II Sarjono bin Suchedi (alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Rencana Lebih Dulu Secara Bersama-sama. 2) Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada para terdakwa tersebut dengan pidana penjara masing-masing selama 7 (tujuh) tahun. 3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani para terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4) Memerintahkan para terdakwa tetap ditahan. 5) Menetapkan, agar barang bukti berupa : -
1 (satu) buah kaos lengan panjang warna hitam pada bagian belakang atas bertuliskan “ RELUNG” BOBOTSARI TELP. 759191 ;
-
1 (satu) buah jaket kain warna putih hitam dengan bagian tengah depan dan lengan kanan kiri berwarna putih sedanglan pda bagian depan kanan kiri warna hitam dengan plisir pada saku jaket berwarna putih ;
6) Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2.000 (dua ribu rupiah).
80
Mengingat bahwa seharusnya putusan dalam perkara ini adalah bebas, maka Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan tentang penjatuhan pidana.
81
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi unsur-unsur Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Berdasarkan pendapat penulis bahwa putusan hakim tentang menyuruh tidak tepat, karena unsur dari menyuruh melakukan itu sendiri adalah bahwa pembuat materiil (orang yang disuruh tidak dapat dipertanggungjawabkan), lebih tepatnya adalah menganjurkan melakukan karena
unsur
menganjurkan
adalah
orang
yang
dianjurkan
dapat
dipertanggungjawabkan dan upaya-upaya yang dilakukanpun dengan cara yang limitatif, hal ini berdasarkan Pasal 55 ayat 1 ke-2. Konsekuensinya bahwa terdakwa seharusnya diputus “bebas” (vrijspraak) diatur Pasal 191 ayat (1) KUHAP. 2) Mengingat bahwa seharusnya putusan dalam perkara ini adalah bebas (vrijspraak), maka Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan tentang penjatuhan pidana. B. Saran Kejahatan pembunuhan berencana saat ini tetap ada dimanapun termasuk di negara kita, hal inilah yang menjadikan kejahatan ini tetap perlu untuk mendapatkan perhatian, maka tugas hakim dalam memberikan keadilan melalui putusan-putusannya tentu saja harus bersifat obyektif. Oleh karena itu hakim dalam mengambil keputusan harus memuaskan rasa keadilan dalam masyarakat.
82
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku : Bonger, W.A.. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. PT. Pembangunan Ghlmia Indonesia : Jakarta. Hadiati, Hermin K. 1984. Kejahatan Terhadap Nyawa, Azas-asas, kasus dan permasalahannya. Sinar Wijaya, Surabaya. J.E. Sahetapy. 1982. Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap Pembunuhan Berencana.CV. Rajawali. Jakarta Lamintang, P.A.F, 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana. Sinar Baru. Bandung __________, 1986. Delik-delik Khusus. Bina Cipta. Bandung. Marpaung, Leden . 2005. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, cetakan ke 3 Sinar Grafika, Jakarta Moeljatno, 1982. Asas-asas Hukum Pidana. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Prodjodikoro, Wirjono. 1974. Bunga Rampai Hukum. PT. Eresco. Jakarta __________,1981. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. PT. Eresco. Jakarta R. Soesilo. 1986. Kitab Undang-undang Hukum Pidana beserta komentarkomentarnya lengkap Pasal demi Pasal. Politea. Bogor. ________. 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ctk. Ulang ,Politea, Bogor. ________. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika Aditama. Yogyakarta. Sudarto. 1990. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung Soemitro, Rony Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum. Ghlmia Indonesia. Jakarta. PERUNDANG-UNDANGAN : Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)