1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana adalah masalah Pidana dan Pemidanaan. 1 Sifat pidana merupakan suatu penderitaan. Pidana yang dijatuhkan bagi mereka yang dianggap bersalah merupakan sifat derita yang harus dijalani, meskipun demikian sanksi pidana bukan sematamata bertujuan untuk memberikan efek derita. Pelaksanaan pidana penjara di lembaga pemasyarakatan didasarkan atas prinsipprinsip sistem pemasyarakatan dengan tujuan agar menjadi warga yang baik dan berguna. Warga binaan dalam sistem pemasyarakatan mempunyai hak hak asasi untuk memperoleh pembinaan rohani dan jasmani serta dijamin untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi baik melalui media cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya. Hakhak ini seharusnya diperoleh secara otomatis tanpa dengan syarat atau kriteria tertentu, walaupun seseorang dalam kondisi yang di pidana penjara. Agar hak narapidana ini dapat terselenggara dengan baik maka sistem penjara yang nota benenya adalah pembalasan terhadap pelaku tindak pidana harus diubah ke sistem pemasyarakatan yang bertujuan untuk memulihkan narapidana
1
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 12
2
dengan tetap berorientasi kepada kesatuan hak asasi antara individu dan masyarakat. Penjatuhan pidana bukan sematamata sebagai pembalasan dendam, yang paling penting adalah pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan kepada terpidana tersendiri agar menjadi masyarakat yang baik. Demikianlah konsepsi baru fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjeraan belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitas dan reintegrasi sosial. Konsepsi itu di Indonesia disebut pemasyarakatan. 2 Dalam era globalisai yang ditandai dengan semakin tingginya kemampuan manusia dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka bukan hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang antara lain berupa semakin canggih dan berkembangnya kejahatan baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas dan semakin menglobal. Peristiwa kejahatan tersebut di Indonesia korbannya bukan hanya ditujukan kepada orang dewasa tetapi anak juga rawan menjadi korban kejahatan. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya dan perlu mendapat perlindungan dari kesalahan penerapan peraturan perundangundangan yang diberlakukan pada dirinya, yang menimbulkan kerugian mental, fisik, dan sosial. 2
Ibid., 15
3
Perlindungan anak dalam hal ini disebut perlindungan hukum yuridis (legal protection). 3 Indonesia adalah suatu negara republik yang berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar 1945, Indonesia merupakan Negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin perlindungan terhadap kesejahteraan tiaptiap warga negaranya, termasuk juga di dalamnya menjamin perlindungan warga Negara yang masih dalam usia anakanak karena pada dasarnya setiap anak telah memiliki hak sebagaimana yang tercantum dalam Undangundang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni dalam Pasal 64. 4 Anak adalah suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya juga terdapat suatu harkat dan martabat yang di miliki oleh orang dewasa pada umumnya, oleh karenanya ia juga harus mendapatkan suatu perlindungan khusus agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, karena anak adalah generasi muda penerus bangsa serta berperan dalam menjamin kelangsungan eksistensi suatu bangsa dan negara itu sendiri. Agar setiap anak kelak mamapu memikul tanggung jawab sebagai penerus bangsa maka anak perlu mendapat kesempatan seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik
3
Ibid., 18 Pasal 64, berbunyi: Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membehayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya. 4
4
mental maupun fisik serta sosial maka perlu dilakukan upaya perlindungan anak terhadap pemenuhan anak tanpa ada diskriminasi. 5 Sebagai generasi penerus bangsa anak merupakan tunas bangsa yang akan melanjutkan eksistensi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia. Namun pada akhirakhir ini sering terdapat suatu tindak pidana mengenai pencabulan anak dibawah umur yang dilakukan oleh orang dewasa maupun oleh anak di bawah umur, dan hal ini merupakan suatu ancaman yang sangat besar dan berbahaya bagi anak, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa. Salah satu sebab terjadinya tindak pidana anak di bawah umur yang di lakukan oleh anak di bawah umur diantaranya adalah kemajuan teknologi yang sangat pesat, misalkan akses internet yang telah berkembang dimanamana, hal ini justru di salah gunakan oleh sebagian anak di bawah umur untuk membuka situssitus porno di mana hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku seorang anak. Awalnya, mungkin seorang anak tidak berniat untuk melihat pornografi dan akan memanfaatkan Internet untuk tujuan yang baik. Tetapi, situs porno ini dapat muncul secara tibatiba saat seorang anak mencari bahan informasi untuk tugas sekolahnya atau untuk keperluan lainnya. Seorang anak yang masih lugu belum dapat menilai baik atau buruknya suatu hal, maka seorang anak di bawah umur sering menjadi sasaran. Perilaku seks anak di bawah umur sangat labil, dikarenakan kurangnya pengetahuannya terhadap seks itu sendiri dan hanya berpikiran untuk 5
Undangundang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5
mencobanya saja. Berawal dari rasa penasaran dan ingin mencoba seks tersebut anak di bawah umur ingin mempraktekkan apa yang di lihatnya dalam situs porno di internet/di hp dan biasanya karena takut diketahui oleh orang tua maka anak di bawah umur yang telah terpengaruh oleh perilaku seks yang terlalu dini ini maka cobacoba melakukan terhadap temanteman dekatnya atau bahkan teman adiknya yang berumur lebih muda dari dirinya. Perkara persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh anak di bawah umur merupakan kualifikasi perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan atau juga disebut dengan perkosaan berbuat cabul. 6 Hal tersebut dirasa sangat mencemaskan dan memunculkan pengaruh psikologis terhadap korbannya yang juga di bawah umur maka dari itu sangat diperlukan suatu penanganan yang serius terhadap tindak pidana ini. Namun kini di Indonesia, perlindungan terhadap anak diatur di dalam Undangundang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Latar belakang dikeluarkannya Undangundang tersebut dikarenakan Negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiaptiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia seperti yang termuat dalam Undangundang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsabangsa tentang Hak Anak.
6
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 78
6
Penjelasan UUPA menyebutkan, meski Undangundang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu Undangundang mengenai perlindungan terhadap anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Undangundang ini menegaskan bahwa pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terusmenerus demi terlindunginya hakhak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual,maupun sosial. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berusia delapan belas tahun. Bertitik tolak pada konsep perlindungan anak yang utuh, menyentuh, dan komprehensif maka Undangundang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan bagi anak berdasarkan pada asas non diskriminasi, asas kepentingan yang terbaik bagi anak, asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta asas penghargaan terhadap pandangan atau pendapat anak. 7
7
Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), 2426
7
Dalam konteks Hukum Pidana Islam tindak pidana sering juga disebut dengan istilah jari>mah. 8 Menurut Hukum Pidana Islam Tindak Pidana adalah perbuatanperbuatan yang terlarang menurut syara>’ yang pelakunya diancam dengan pidana h}udud atau ta’zi>r. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang apa yang dimaksud tindak pidana dalam konteks hukum pidana islam, berikut ini disajikan dasar filosofi atau ‘illat hukum yang melatar belakangi diterapkannya suatu perbuatan sebagai tindak pidana. Menurut para ahli filsafat hukum islam 9 , setidaknya ada 5 (lima) kepentingan pokok yang menjadi pusat perhatian dan titik tolak setiap pengaturan hukum. Artinya hukum islam mengenai apapun yang telah ditetapkan dalam nash alQur’a>n, alHadi>st, alQanun (perundangundangan) maupun yang masih akan ditetapkan ebagai respon yuridis terhadap problemproblem baru yang muncul, harus bersifat mendukung terhadap terwujudnya lima kepentingan tersebut. Kelima kepentingan pokok tersebut adalah: 1. Terpeliharanya masalah eksistensi agama 2. Terjaminnya hak hidup (jiwa) manusia 3. Terjaganya masalah hak milik (harta) 4. Terjaganya kesucian akal 5. Terjaganya kesucian keturunan dan harga diri (martabat) manusia 8
Tongat, Dasardasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, (Malang: UMM Press, Cet. I, 2008), 111 9 Ibid., 112
8
Melihat kelima kepentingan pokok yang menjadi titik tolak pengaturan hukumhukum islam diatas tersimpul, bahwa maksud disyariatkannya hukum islam adalah demi terwujudnya kemaslahatan atau kebaikan dalam hidup manusia dan segaligus untuk mencegah timbulnya mafsadah atau kerusakan dalam hidup manusia itu sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa perbuatan apapun yang dapat menghambat atau mencegah tewujudnya maksud disyariatkannya hukum islam tersebut harus dilihat atau dinyatakan sebagai tindak pidana, dalam arti sebagai perbuatan tercela/terlarang. Di dalam hukum islam tindak pidana yang mengandung suatu perbuatan maksiat dihukum dengan hukuman ta’zi>r. Pengertian ta’zir menurut al Mawardi adalah Hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’. 10 Dengan demikian jari>mah ta’zi>r suatu jarimah yang hukumannya diserahkan kepada hakim atau penguasa. Hakim dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jari>mah ta’zi>r. Dari definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimahjarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara>’. Di kalangan fuqaha, jarimah jarimah yang hukumannya belum ditentukan oleh syara>’ dinamakan dengan jari>mah ta’zi>r. Jadi, istilah ta’zir bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana).
10
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2009), 178.
9
Sumber hukum jarimah ta’zir alQur’a>n dan alHadi>st tidak menetapkan secara terperinci, baik dari segi jarimah maupun hukumannya. Dasar hukum disyariatkannya sanksi bagi pelaku jari>mah ta’zi>r adalah atta’zi>r yadu>ru ma’a maslah}ah artinya hukum ta’zir didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan dengan tetap mengacu kepada prinsip keadilan dalam masyarakat. 11 Menurut Syarbini alKhatib, bahwa ayat alQur’an yang dijadikan landasan adanya jarimah ta’zir adalah alQur’an surat alFath ayat 89: 12
ﻭَﻧَﺬِﻳﺮًﺍ ﺒَﺸِّﺮًﺍ ُﻭَﻣ ﺷَﺎﻫِﺪًﺍ َﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎﻙ ﺇِﻧَّﺎ Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
ﻭَﺃَﺻِﻴﻼ ًﺑُﻜْﺮَﺓ ُﻭَﺗُﺴَﺒِّﺤُﻮﻩ ُﻭَﺗُﻮَﻗِّﺮُﻭﻩ ُﻭَﺗُﻌَﺰِّﺭُﻭﻩ ِﻭَﺭَﺳُﻮِﻟﻪ ِﺑِﺎﻟّﻠَﻪ ﻟِﺘُﺆْﻣِﻨُﻮﺍ Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan RasulNya, menguatkan (agama)Nya, membesarkanNya. dan bertasbih kepadaNya di waktu pagi dan petang. Hukuman dalam istilah Arab sering disebut Uqubah, yaitu bentuk balasan bagi seseorang yang atas perbuatannya melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah dan Rasulnya untuk kemaslahatan Manusia. Tujuan dari hukuman dalam syari’at islam merupakan realisasi dari tujuan hukum islam itu sendiri, yakni sebagai pembalasan perbuatan jahat, pencegahan secara umum dan secara khusus serta perlindungan terhadap hakhak si korban. Pemidanaan
11 12
Ibid., 182 Kementerian Agama RI, alQur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Fokus Media, 2010), 101
10
dimaksudkan untuk mendatangkan kemaslahatan umat dan mencegah kedzaliman atau kemadharatan. Menurut Abd alQadir Awdah, hukuman adalah suatu penderitaan yang dibebankan kepada seseorang akibat perbuatannya melanggar aturan. 13 Ulama fikih mengemukakan bahwa hukuman pada setiap tindak pidana harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : 14 1. Hukuman itu disyariatkan, yaitu sesuai dengan sumber hukum yang telah ditetapkan dan di akui oleh syariat islam. Sebagaimana firman Allah SWT: 15
ﻭُﺳْﻌَﻬَﺎ ﺇِﻻ ﻧَﻔْﺴًﺎ ُﺍﻟّﻠَﻪ ُﻳُﻜَﻠِّﻒ ﻻ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (AlBaqarah:286) 2. Hukuman itu hanya dikenakan pada pelaku tindak pidana. 3. Hukuman itu bersifat universal dan berlaku bagi seluruh orang, karena pelaku tindak pidana di muka hakim berlaku sama derajatnya. Berdasarkan uraian panjang mengenai tindak pidana dan hukuman serta klasifikasinya, permasalahan mengenai hukuman dalam suatu tindak pidana kiranya sangat menarik untuk dikaji, terlebih bilamana yang melakukan tindak pidana adalah anak dibawah umur, oleh karenanya penulis tertarik untuk mengkaji salah satu putusan hakim di Pengadilan Negeri Sumenep menjatuhkan hukuman kumulatif terhadap anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana 13
Makhrus, Hukum Pidana Islam, 111112. Ibid., 113115 15 Kementerian Agama RI, alQur’an dan Terjemahnya, 38 14
11
pencabulan, yang kemudian akan penulis angkat sebagai karya tulis skripsi yang berjudul “Putusan No. 66/Pid.B/2011/PN. Smp tentang Hukuman Kumulatif terhadap Anak Pelaku Pencabulan Ditinjau dari Fikih Jina>yah”.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah Merujuk pada judul skripsi “Putusan No. 66/Pid.B/2011/PN. Smp tentang Hukuman Kumulatif terhadap Anak Pelaku Pencabulan Ditinjau dari Fikih Jina>yah”, maka diperlukan beberapa permasalahan yang perlu diidentifikasi, diantaranya: 1. Apa pengertian tindak pidana pencabulan 2. Apa saja macam klasifikasi hukuman 3. Apa maksud dari hukuman kumulatif 4. Apa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman kumulatif terhadap anak pelaku pencabulan sesuai dengan Undangundang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 5. Bagaimana tinjauan fikih jina>yah terhadap hukuman kumulatif yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Sumenep tentang Putusan No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp. Dari masalahmasalah yang telah diidentifikasi di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini hanya terbatas pada permasalahan mengenai:
12
1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman kumulatif terhadap anak pelaku pencabulan sesuai dengan Undangundang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2. Tinjauan fikih jina>yah terhadap hukuman kumulatif yang dijatuhkan oleh hakim
Pengadilan
Negeri
Sumenep
tentang
Putusan
No.
66/Pid.B/2011/PN.Smp.
C. Rumusan Masalah Dalam suatu penelitin perlu adanya suatu perumusan masalah agar penelitian tersebut terlaksana dengan baik dan terarah tepat sasaran, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman kumulatif terhadap anak pelaku pencabulan menurut Undangundang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ? 2. Bagaimana tinjauan fikih jina>yah tentang hukuman kumulatif terhadap anak pelaku pencabulan ?
D. Kajian Pustaka Penulisan skripsi mengenai tindak pidana pencabulan anak di bawah umur telah banyak yang menulis, di antara yang ditulis oleh Sholihudin 2004, berjudul : “Pandangan Hukum Islam Terhadap Sanksi Perbuatan Cabul/
13
Asusila Orang Tua kepada Anaknya (Telaah atas Pasal 294 KUHP Tentang Perbuatan Cabul/ Asusila Orang Tua kepada Anaknya)”. 16 Inti dari skripsi ini menerangkan bahwa sanksi pencabulan yang di lakukan oleh orang tua kepada anaknya di atur dalam KUHP dengan jelas. Akan tetapi perlu adanya pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau membuat sanksi baru bagi pelaku perbuatan cabul, terutama perbuatan cabul yang dilakukan oleh orang tua. Dalam tinjauan Hukum Islam, perbuatan cabul termasuk perbuatan zina muhsan, dan pelakunya dirajam sampai mati. Hukum Islam menilai perlu adanya penambahan sanksi bagi pelaku perbuatan cabul yang tercantum dalam pasal 294 KUHP. Penambahan sanksi dalam hukum islam diharapkan dapat mengurangi tindak pidana pencabulan yang dilakukan ayah kepada anaknya. Kemudian skripsi yang ditulis Ria Uswatun Hasanah, 2004, berjudul : “Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Terhadap Pencabulan Anak Di Bawah Umur)”. 17 Inti dari skripsi tersebut menyatakan bahwa putusan Hakim pada pelaku tindak pidana pencabulan yang melanggar Pasal 64 (1) KUHP jo. 293 KUHP dengan dijatuhi hukuman relatif meringankan pelaku, sehingga dengan putusan hakim yang hanya menjatuhkan 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan tidak memberi efek jera dan 16
Sholihudin, Pandangan Hukum Islam Terhadap Sanksi Perbuatan Cabul/ Asusila Orang Tua kepada Anaknya (Telaah atas Pasal 294 KUHP Tentang Perbuatan Cabul/ Asusila Orang Tua kepada Anaknya), Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004) 17 Ria Uswatun Hasanah, Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Terhadap Pencabulan Anak Di Bawah Umur), Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004)
14
dalam skripsi tersebut lebih menekankan pada landasan hukum yang diputus oleh hakim dari pada tinjauan hukum islamnya. Kemudian yang ditulis oleh Nanik Nur Lailah, 2007, berjudul : “Analisis Hukum Pidana Islam tentang pencabulan yang di lakukan Anak di Bawah umur Menurut UndangUndang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 368/Pid.B/2006/PN.LMG)”. 18 Inti dari penulisan skripsi ini, yang dibahas yaitu analisis putusan Pengadilan Negeri dalam menerapkan Undang undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak sebagaimana dalam isi putusan menyebutkan bahwa hukuman yang diberikan kepada terdakwah bersifat preventif (pencegahan), sedangkan dalam hukum pidana islam hanya dikenakan Ta’zi>r. Sedangkan inti dalam penulisan skripsi kali ini adalah membahas tentang dasar
pertimbangan
hakim
dalam
memutuskan
perkara
No.
66/Pid.B/2011/PN.Smp. Menurut Undangundang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Serta tinjauan hukum pidana dan fikih jinayah terhadap penjatuhan hukuman kumulatif. Yang mana dalam memutuskan hukuman bagi pelakunya hakim menjatuhi dengan hukuman 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan Denda sebesar Rp. 60.000.000, (enam puluh juta rupiah).
18
Nanik Nur Lailah, Analisis Hukum Pidana Islam tentang pencabulan yang di lakukan Anak di Bawah umur Menurut UndangUndang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 368/Pid.B/2006/PN.LMG), Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2007)
15
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, hal tersebut tentunya tidak terlepas dari tujuan diadakannya penelitian. Agar tidak menyimpang dari rumusan masalah yang diutarakan di atas maka tujuan dari penelitian ini ialah: 1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman kumulatif terhadap anak pelaku pencabulan sesuai dengan Undangundang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2. Untuk mengetahui tinjauan fikih jinayah terhadap hukuman kumulatif yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Sumenep tentang Putusan No.66/Pid.B/2011/PN.Smp.
F. Kegunaan Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi disiplin keilmuan secara umum, dan sekurangkurangnya dapat digunakan untuk dua aspek yaitu meliputi aspek teoritis dan aspek praktis. 1. Aspek Teoritis Dari aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum pidana yang
16
berkaitan dengan masalah hukuman, khususnya mengenai hukuman kumulatif yang dijatuhkan terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan. 2. Aspek Praktis Sedangkan dari aspek praktisnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi hukum di lingkungan Pengadilan Negeri dalam menyelesaikan perkara hukuman kumulatif yang dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan.
G. Definisi Operasional Untuk memudahkan dalam memahami isi skripsi ini, perlu dijelaskan mengenai maksud dari judul ini, perlu dijelaskan arti kata berikut : 1. Putusan Pengadilan Negeri Sumenep No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang diatur dalam Undangundang. Ini adalah tentang vonis hakim Pengadilan Negeri Sumenep terhadap pelaku pencabulan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. 2. Anak di bawah umur adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 19
19
2006), 9
Ibnu Anshori, Perlindungan Anak dalam Agama Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan Anak,
17
3. Pencabulan adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji, yang dapat membangkitkan nafsu birahinya kelamin. 20 4. Fikih adalah upaya sungguhsungguh dari para ulama (mujtah}idi>n) untuk menggali hukumhukum syara’ sehingga dapat diamalkan oleh umat islam. 21 Manurut istilah fikih adalah : 22 Ilmu atau Pemahaman tentang Hukumhukum Syari’at yang bersifat amaliyah, yang digali dari dalildalilnya yang rinci (tafsili). 5. Jinayah adalah Suatu tindakan yang dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta, keturunan, dan akal (intelegensi). 23 6. Hukuman Kumulatif adalah dua hukuman pokok yang dijatuhkan dalam tindak pidana ekonomi dan tindak pidana subversi. 24
H. Metode Penelitian 1. Data yang dikumpulkan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka data yang perlu dihimpun dalam rangka menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah tersebut adalah: a. Data yang berkaitan dengan putusan No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp
20
Adami, Tindak Pidana Kesopanan, 78. Muhammad Iqbal, Fikih Siyasah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. 2, 2007), 2 22 Ibid., 3 23 Makhrus, Hukum Pidana Islam, 2 24 Soesilo, Kitab Undangundang Hukum Pidana Serta KomentarKomentarnya, (Bogor: Politeia, 1991), 36 21
18
b. Data dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Sumenep tentang pencabulan yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam putusan No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp c. Data ketentuan Hukum pidana Islam yang berkaitan dengan masalah pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Sumenep tentang pencabulan yang dilakukan
oleh
anak
di
bawah
umur
dalam
putusan
No.
66/Pid.B/2011/PN.Smp 2. Sumber data Sumber data yang digunakan dala penulisan skripsi ini berupa Sumber Primer dan Skunder, yaitu : a. Sumber primer, yaitu data Surat Dakwaan dan Putusan Pengadilan yang diperoleh langsung dari Pengadilan Negeri Sumenep. b. Sumber sekunder, yaitu data terdiri dari dokumendokumen resmi, dan referensi yang berhubungan dengan pembahasan atau kasus ini. 1) Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2000. 2) Adami Chazali, Tindak Pidana mengenai Kesopanan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005. 3) Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2009. 4) Ibnu Anshori, Perlindungan Anak dalam Agama Islam, Jakarta, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2006.
19
5) Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia, Yogyakarta, Teras, 2009. 6) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2005. 7) Moeljatno, Kitab Undangundang Hukum Pidana, Jakarta, Bumi Aksara, Cet. 27, 2008. 8) Soesilo, Kitab Undangundang Hukum Pidana Serta Komentar Komentarnya, Bogor, Politeia, 1991. 9) Karjadi, Soesilo, Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar, Bogor, Politeia, 1997. 10) Tongat, DasarDasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, Malang, Universitas Muhammadiyah, Cet. I, 2008. 11) Ahmad Bahiej, Hukum Pidana, Yogyakarta, Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, Cet. I, 2008. 12) Kansil, Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika, Cet. I, 1995. 13) Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor, Kharisma Ilmu, Jilid. III, t.t. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mempermudah dalam memperoleh data dalam pembahasan ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara dengan hakim dan panitera di lingkungan Pengadilan Negeri Sumenep yang menangani kasus tindak pidana perkara No.
20
66/Pid.B/2011/PN.Smp. b. Studi Dokumen yaitu dengan cara mempelajari berkasberkas perkara dan putusan Pengadilan Negeri Sumenep No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp serta mengumpulkan dan menelaah bahan kepustakaan yang berkaitan dengan judul penelitian. 4. Teknik Analisis Data a. Dalam melakukan analisa data penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifatsifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 25 Dalam hal ini dengan mengemukakan kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Sumenep tentang pencabulan yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam putusan No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp, sehingga dapat memberikan pemahaman yang konkrit tentang deskripsi kasus dan dasar hukum yang digunakan hakim dalam memutus perkara tersebut. Data yang diperoleh kemudian dikaitkan dengan teori dan dalildalil yang terdapat dalam literatur sebagai analisis, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang bersifat umum. b. Pola pikir yang dipakai adalah dengan menggunakan pola pikir deduktif, yaitu dengan menggunakan analisis yang berpijak dari pengertian 25
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), 63
21
pengertian atau faktafakta yang bersifat umum mengenai apakah pertimbangan hakim tersebut telah sesuai dengan teori hukum islam (fikih jinayah). Kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus 26 , yakni tentang pertimbangan hukum yang digunakan hakim Pengadilan Negeri Sumenep tentang pencabulan yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam putusan No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp.
I. Sistematika Pembahasan Secara keseluruhan skripisi ini dibagi dalam lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab Pertama: Merupakan bagian pendahuluan yang memuat uraian tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Dari bab ini akan diketahui tata cara bagaimana penelitian akan dilaksanakan. Bab Kedua: Bab ini merupakan kerangka konsepsional yang memuat bekalbekal teori berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan secara cermat dan mendalam yang akan digunakan dalam pembahasan penelitian yang memuat tentang tindak pidana pencabulan, klasifikasi hukuman dan pola lamanya pemidanaan, juga
26
2004), 20
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, Cet. 7, (Jakarta: bumi aksara,
22
mengenai tujuan hukuman dan hukuman kumulatif terhadap anak dibawah umur di tinjau dari hukum pidana dan fikih jinayah. Bab Ketiga: Bab ini berisi deskripsi hasil penelitian terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sumenep yang meliputi: Keberadaan Pengadilan Negeri Sumenep, deskripsi kasus, putusan dan landasan hukum yang dipakai oleh hakim dalam memutuskan perkara penjatuhan hukuman kumulatif terhadap anak dibawah umur sebagai pelaku pencabulan dalam putusan No. 66/Pid.B/2011/PN.Smp Bab Keempat: Bab ini memuat analisis terhadap data penelitian yang telah dideskripsikan guna menjawab masalah penelitian, menafsirkan dan mengintegrasikan temuan penelitian kedalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan. Bab ini merupakan analisis terhadap landasan hukum yang dipakai oleh hakim dalam memutuskan perkara penjatuhan hukuman kumulatif terhadap anak dibawah umur sebagai pelaku pencabulan ditinjau dari hukum pidana dan fikih jinayah. Bab Kelima: Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.