perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil, sehingga memperoleh keputusan hakim dan cara bagaimana isi keputusan itu harus dilaksanakan (Darwan Prints, 1998: 2). Hakim dalam menjatuhkan putusan pada prinsipnya selalu mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah, karena pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mendapatkan kebenaran yang selengkap-lengakapnya. Hal ini dapat dibaca pada pedoman pelaksanaan KUHAP bahwa tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat. Hal ini diperlukan untuk mencari siapakah pelaku yang melakukan suatu pelanggaran hukum, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan dalam persidangan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 2008: 1-8). Pembuktian merupakan titik sentral dalam pemeriksaan di pengadilan. Pembuktian dalam hukum acara pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya mendapatkan keterangan-keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa (Rusli Muhammad, 2007: 185). Salah satunya adalah dengan mendengar keterangan saksi. Saksi merupakan kunci dalam perkara pidana, bahkan hampir disetiap perkara pidana selalu bertumpu pada kesaksian seorang saksi untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Namun sebelumnya harus kita ingat bahwa commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP terdapat 5 alat bukti untuk membuktikan salah tidaknya seorang terdakwa. Alat bukti tersebut adalah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; dan e. Keterangan terdakwa. Penyebutan alat-alat bukti dengan urutan pertama adalah keterangan saksi, selanjutnya keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa pada urutan terakhir bukan tanpa maksud. Hal ini menunjukkan bahwa pembuktian (bewijsvoering) dalam hukum acara pidana diutamakan pada kesaksian. Namun perihal nilai alat-alat bukti yang disebut oleh Pasal 184 ayat (1) KUHAP tetap mempunyai kekuatan bukti (bewijskracht) yang sama penting. Dalam proses persidangan, tidak semua orang bisa dijadikan sebagai saksi. Ketentuan seseorang yang dapat menjadi saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27 KUHAP yaitu saksi yang melihat sendiri, saksi yang mendengar sendiri, saksi yang mengalami sendiri serta harus menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang bersifat pendapat, hasil rekaan, dan keterangan yang diperoleh dari orang lain bukan merupakan keterangan saksi, sehingga tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah. Namun seorang saksi yang dihadirkan dalam persidangan harus sudah memahami alasan untuk hal apakah ia dihadirkan dalam persidangan di pengadilan dan harus memenuhi semua ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP. Ketentuan tersebut tentu harus sangat diperhatikan penuntut umum dalam menghadirkan saksi di pengadilan demi terciptanya penegakkan hukum yang seadil-adilnya (ex aquo et bono). Di dalam prakteknya ada suatu fenomena yang sering terjadi dalam dunia peradilan kita, yakni sering ditemuinya saksi verbalism. Yang dimaksud dengan saksi verbalism atau disebut juga dengan saksi penyidik adalah seorang penyidik yang kemudian menjadi saksi atas suatu perkara pidana karena terdakwa to user (BAP) telah dibuat di bawah menyatakan bahwa Berita Acaracommit Pemeriksaan
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tekanan atau paksaan. Dengan kata lain, terdakwa membantah kebenaran dari BAP yang dibuat oleh penyidik. Sehingga, untuk menjawab bantahan terdakwa, penuntut umum dapat menghadirkan saksi verbalism yang dimaksud. Apabila saksi verbalism tetap dihadirkan di persidangan, maka posisi seorang terdakwa dalam persidangan akan semakin terpojok dan hak-hak nya akan sulit untuk diwujudkan karena seorang saksi verbalism tidak mungkin mengakui apakah pada saat melakukan penyidikan dilakukan penekanan, tentu saja apabila seorang saksi verbalism mengakui akan merugikan dirinya sendiri dan instansi yang menaunginya. Namun harus kita ingat terdakwa mempunyai hak hak yang bersumber pada asas praduga tidak bersalah, hak hak tersebut meliputi : 1. Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan dalam fase penyidikan; 2. Hak
untuk
segera
mendapatkan pemeriksaan
oleh
pengadilan
dan
mendapatkan putusan yang seadil adilnya; 3. Hak untuk diberitahu tentang apa yang didakwakan kepadanya; 4. Hak untuk menyiapkan pembelaan; 5. Hak untuk mendapatkan juru bahasa; 6. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum; 7. Hak untuk mendapatkan kunjungan keluarga; dan 8. Hak untuk tidak dibebani pembuktian(non self incrimantion) Atas dasar hak hak yang dimiliki di atas, seorang terdakwa atau penasihat hukum berhak untuk mengajukan saksi a de charge atau saksi yang meringakan terdakwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 116 ayat (4) KUHAP, yaitu dalam hal tersangka menyatakan bahwa dia akan mengajukan saksi yang menguntungkan bagi dirinya, penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut. Permintaan mendatangkan saksi yang menguntungkan itu haruslah dilakukan dengan pertimbangan yang wajar, bukan dengan maksud untuk memperlambat jalannya pemeriksaan, atau dilakukan dengan iktikad buruk untuk mempermainkan pemeriksaan. Perkara yang diperiksa di Pengadilan Negeri Bekasi menyangkut tindak pidana menggunakan surat palsu. Dalam proses persidangan kasus tersebut commit to user(saksi penyidik), karena terdakwa penuntut umum menghadirkan saksi verbalism
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyangkal Berkas Acara Pemeriksaan(BAP) yang dibuat penyidik. Terdakwa mengungkapkan bahwa BAP yang dibuat ada unsur paksaan. Saksi verbalism ini memberikan
keterangan
yang
seakan-akan
memberatkan
terdakwa
dan
memojokkan posisi terdakwa. Sehingga seorang terdakwa atau penasihat hukumnya mempunyai hak untuk melakukan pembelaan dengan menghadirkan saksi a de charge, yaitu saksi yang meringankan. Kehadiran kedua saksi di atas akan memberikan sedikit pedoman hakim dalam memutus perkara tersebut. Berdasarkan penjabaran di atas baik tentang kedudukan saksi verbalism (saksi penyidik) dan saksi a de charge dalam kasus surat palsu di persidangan, penulis ingin menyusun penelitian hukum dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS URGENSI MENGHADIRKAN SAKSI VERBALISM DAN SAKSI A DE CHARGE DAN IMPLIKASI TERHADAP PUTUSAN YANG DIJATUHKAN
HAKIM
DALAM
PEMERIKSAAN
PERKARA
MENGGUNAKAN SURAT PALSU (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BEKASI NOMOR : 2135/PID/B/2010/PN.BKS)”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pokok-pokok masalah yang akan dibahas dan dicari jawabannya oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah urgensi kehadiran saksi verbalism dan saksi a de charge dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu? 2. Apakah implikasi kehadiran saksi verbalism dan saksi a de charge terhadap putusan yang dijatuhkan hakim dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu? C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini tujuan dari penelitian adalah untuk memberikan arah dalam melangkah dengan maksud penelitian yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis commit to user dalam penelitian ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id
1.
5 digilib.uns.ac.id
Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui urgensi menghadirkan saksi verbalism dan saksi a de charge dalam persidangan menggunakan surat palsu di Pengadilan. b. Untuk mengetahui implikasi kehadiran saksi verbalism dan saksi a de charge terhadap putusan yang dijatuhkan hakim dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu.
2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan bidang hukum acara pidana, dengan harapan dapat bermanfaat dikemudian hari. b. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum, khususnya dalam hukum acara pidana. c. Untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan bagi mahasisiwa dalam meraih gelar kesarjanaan khususnya dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian harus dipahami dan diyakini manfaatnya bagi menyelesaikan masalah yang diselidikinya. Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian ini akan bermanfaat bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan bidang hukum acara pidana pada khususnya. b. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, serta memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dijadikan data sekunder bagi penelitian berikutnya. commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan bahan hukum sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Manfaat Praktis a. Dengan Penulisan Hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang ilmu hukum sebagai bekal untuk terjun kedalam masyarakat suatu saat nanti. b. Dengan Penulisan Hukum ini diharapkan mampu memberikan suatu data dan informasi mengenai urgensi menghadirkan saksi verbalism dan saksi a de charge dalam persidangan menggunakan surat palsu. c. Dengan Penulisan Hukum ini diharapkan mampu menerapkan bidang keilmuan
yang
selama
ini
diperoleh
dalam
teori-teori
dengan
kenyataannya dalam praktek. E. Metode Penelitian Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran hipotesa atau ilmu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan knowhow dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 60). Metode penelitian merupakan suatu cara untuk menghasilkan
data
dan
analisis
data
yang
sahih
yang
dapat
dipertanggungjawabkan sehingga tujuan dari penelitian tersebut dapat tercapai. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, atau dikenal sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum commit to usersekunder dan bahan non hukum.
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebenarnya tidak perlu menyebut istilah “penelitian hukum normatif” karena dengan penyebutan “penelitian hukum” saja, sudah jelas bahwa penelitian tersebut bersifat normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 55-56). Dengan penelitian hukum ini penulis berharap mampu memberikan jawaban atas permasalahan hukum dalam penelitian ini. b. Sifat Penelitian Dalam penelitian hukum ini, sifat penelitian yang digunakan adalah perskriptif dan terapan. Bersifat perskriptif artinya ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 22). Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, penelitian hukum yang dilakukan oleh praktisi maupun para scholars tidak dimulai dengan hipotesis. Sehingga dalam hal ini bukan hanya sekedar menetapkan aturan yang ada, melainkan juga menciptakan hukum untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Mengingat ilmu hukum merupakan ilmu terapan, penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis maupun kegiatan praktis harus dibingkai oleh moral (Peter Mahmud Marzuki, 2013:59-70). c. Pendekatan Penelitian Menurut pandangan Peter Mahmud Marzuki dalam suatu penelitian hukum
terdapat
bebrapa
pendekatan
yang
dapat
digunakan
untuk
mendapatkan informasi guna menjawab isu hukum yang sedang diteliti, adapun pendekatan yang dimaksud yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach), pendekatan ini dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan commit kekuatan to user hukum tetap (Peter Mahmud pengadilan yang telah mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
Marzuki, 2013: 133-134). Dalam menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi. Ratio decidendi yaitu alasanalasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya, maka peneliti akan menggunakan ratio decidendi hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor : 2135/PID/B/2010/PN.BKS. d. Jenis dan Sumber Penelitian Pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai ototritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahanbahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokemn resmi. Publikasi tentang hukum meliputi bukubuku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penulisan hukum ini penulis menggunakan bahan hukum primer yaitu : a) Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor: 2135/Pid/B/2010/PN.BKS, b) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, c) Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana, 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan, pemahaman mengenai bahan hukum primer, misalnya : a) buku-buku; b) literatur; commit to user c) dokumen resmi atau karya ilmiah; dan
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) jurnal hukum para ahli. e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang dipakai dalam pengumpulan bahan hukum dalam penulisan hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (Library Research). Teknik pengumpulan data ini dengan cara membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah yang menjadi obyek penelitian. f. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode silogisme yang menggunakan pola berpikir deduktif. Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor(umum), kemudian diajukan premis minor(khusus), dari kedua premis tersebut ditartik suatu kesimpulan. Hadjon dalam pemaparannya mengemukakan bahwa di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian ditarik suatu konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89-90). Sehingga dalam hal ini yang merupakan premis mayor adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP) dan Kitab undang Undang Hukum Pidana(KUHP), sedangkan premis minornya adalah Putusan Pengadilan Negeri bekasi Nomor : 2135/Pid.B/2010/PN.Bks. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum ditujukan untuk dapat lebih memberikan gambaran yang lebih luas dan jelas, komprehensif, dan menyeluruh mengenai bahasan yang akan disusun.
Adapun sistematika penulisan tersebut adalah
sebagai berikut :
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis memaparkan dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis menjelaskan mengenai tinjauan umum tentang saksi verbalism, tinjauan umum tentang saksi a de charge, tinjauan umum tentang putusan hakim dan tinjauan umum tentang tindak pidana pemalsuan surat. Sedangkan dalam kerangka pemikiran penulis menampilkan bagan untuk mempermudah pemahaman mengenai jalan berfikir penulis.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan
rumusan
masalah,
yaitu
mengenai
urgensi
menghadirkan saksi verbalism dan saksi a de charge dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu di persidangan Pengadilan Negeri Bekasi dan menjelaskan mengenai implikasi putusan hakim atas kehadiran saksi verbalism dan saksi a de charge dalam pemeriksaan perkara menggunakan surat palsu di persidangan Pengadilan Negeri Bekasi. BAB IV
: PENUTUP Bab ini menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan masalah, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user