PENGANTAR HUKUM INDONESIA (1) Hukum acara atau hukum formil yang berasal dari bahasa belanda yaitu Formeelrecht juga Adjective Law dalam bahsa inggris. Hukum acara atau hukum formil adalah kaedah hukum yang mengatur bagaimana cara mengajukan sesuatu perkara ke muka suatu badan peradilan dan bagaimana hakim memberi putusan. A. Berbagai sistem hukum acara di indonesia: 1. Hukum Acara Pidana Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materil, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana keputusan itu harus dilakanakan. -
Sumber Hukum Acara Pidana Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan Hakim. Undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Undang-undang No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
-
Fungsi Hukum Acara Pidana Mencarai dan menemukan kebenaran. Pemberian keputusan oleh Hakim. Pelaksanaan keputusan oleh Hakim.
-
Asas-Asas Hukum Acara Hukum Pidana Yang berhubungan dengan peranan. •
Prakarsa proses dilakukan oleh Polisi/Jaksa.
•
Asas-asas oportunitas
•
Kedua pihak wajib didengar keterangan-keterangannya oleh Hakim.
•
Acara pemeriksaan dalam sidang pengadilan dilakukan dengan perdebatan lisan atau langsung.
•
Keputusan Hakim wajib dilandasi dengan alasan-alasan yang rasional obyetif
•
Hakim bertindak memimpin(proses) peradilan.
•
Akusator.
•
Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
•
Praduga tak bersalah.
•
Semua orang diperlakukan sama di depan hakim.
Yang berhubungan dengan keadaan peradilan •
Sidang pengadilan dilakukan terbuka untuk umum.
•
Peradilan bertahap o Tingkat pertama pada Pengadilan Negeri. o Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi. o Tingkat Kasasi pada Mahkamah Agung.
Sidang Pengadilan diselenggarakan oleh suatu Majelis Hakim (Ketua+2 orang atau 3 orang anggota) Dilakukan oleh Hakim karena jabatannya yang tetap. -
Subyek Hukum Acara Pidana Tersangka Polisi Jaksa Hakim Panitera Penasihat Hukum/Pengacara Saksi-saksi Pegawai Lembaga Pemasyarakatan yang melaksanakan putusan Hakim
-
Pelaksanaan peranan Acara Pidana dalam perkara pidana Bila diketahui ada peristiwa pidana maka Polisi/PPNS akan melakukan penyidikan. Setelah si tersangka dan barang bukti telah ditemukan maka perkara ini dilimpahkan kepada Jaksa.
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh Hakim yang di beri wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Hakim mengadili berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak. Setelah Hakim menjatuhkan putusan maka Jaksa menjalankan isi putusan tersebut. -
Upaya Hukum Upaya Hukum Biasa Melalui pemeriksaan tingkat banding diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa/kuasanya atau oleh Jaksa melalui pemeriksaan untuk kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung. Upaya Hukum Luar Biasa yaitu : Demi kepentingan hukum, terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan satu kali pemeriksaan kasasi oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung. Kasasi di sini bertujuan untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan.
-
Pra-Peradilan Sidang pengadilan dilakukan oleh cukup Hakim tunggal yang dibantu seorang Panitera. Permohonan Pra Peradilan ini diajukan oleh tersangka, keluarga tersangka atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri. Acara pemeriksaan Pra Peradilan ini harus cepat dan singkat, oleh karena dalam waktu sepuluh hari setelah diterimanya penuntutan, Hakim harus menjatuhkan putusannya.
2. Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara mengajukan perkara-perkara perdata ke muka pengadilan (termasuk juga Hukum Dagang) dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan hakim. Dapat juga dikatakan peraturan-peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata Materiil. -
Sejarah perkembangan peradilan di Indonesia Zaman Pemerintahan Hindia Belanda (1848-1042). Zaman Pendudukan Jepang (1942 - 1945).
Zaman Kemerdekaan Republik Indonesia (1945 - sekarang). -
Landasan Hukum Acara Perdata Dengan adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan bahwa kita kembali ke UUD 1945, maka melalui pasal II Aturan Peralihannya dan pasal-pasal peralihan sebelumnya, tetap digunakan HIR (RID) dan RBg sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara.
-
Sumber Hukum Acara Perdata Undang-undang Darurat no. 1 tahun 1951 tentang kesatuan susunan kekuasaan Acara Pengadilan Sipil yang menunjuk RID sebagai pedoman. Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman jo. Undang-undang no. 35 tahun 1999. Undang-undang no. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU No. 4 Tahun 2004 jo. UU No. 5 Tahun 2004. Undang-undang no. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Selain undang-undang, yurisprudensi dan doktrin juga dapat merupakan sumber hukum acara perdata.
-
Asas-asas dalam Hukum Acara Perdata Yang berhubungan dengan peranan
Prakarsa proses dilakukan oleh para pihak yang bersengketa.
Hakim bersifat menunggu
Hakim wajib mengusahakan perdamaian.
Perkara yang sudah berjalan dapat sewaktu-waktu ditarik atas persetujuan kedua belah pihak yang bersengketa.
Acara pemeriksaan dalam sidang pengadilan mengutamakan tulisan-tulisan.
Putusan hakim wajib dilandasi dengan alasan-alasan yang rasional obyektif.
Putusan
yang
tidak
lengkap
atau
kurang
cukup
dipertimbangkan merupakan alasan untuk pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung.
Yurisprudensi dan doktrin seringkali dijadikan landasan oleh Hakim untuk memperkuat putusan yang telah ditetapkannya.
-
Yang berhubungan dengan keadaan peradilan Sidang-sidang Pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum Asas terbuka ini dapat disimpangi dalam perkara susila dan ketertiban umum, tetapi putusan harus dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Peradilan dilaksanakan bertahap. Sidang-sidang pengadilan pada umumnya diselenggarakan oleh suatu Majelis Hakim.
-
Norma-norma dalam Hukum Acara Perdata Subyek Hukum
Para pihak yang bersengketa yaitu :
Penggugat, pihak yang mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Tergugat, pihak yang digugat dalam perkara perdata.
Hakim yang mengadili.
Panitera yang mencatat jalannya sidang Pengadilan.
Penasehat hukum/Pengacara.
Juru sita.
Kompetisi/Kewenangan mengadili ada dua(2) :
Absolute Competentie/Kompetensi Mutlak.
Relatieve Competentie/Kompetensi Relatif.
Perkara perdata yang diajukan ke pengadilan dapat berupa:
Perkara gugatan (jurisdictio contentiosa).
Perkara Permohonan (jurisdictio voluntaria).
Sifat isi putusan pengadilan dapat berupa:
Putusan
yang
bersifat
deklarator
yaitu
putusan
yang
menjelaskan sesuatu.
Putusan yang bersifat konstitutif yaitu menciptakan atau menghapus suatu status hukum tertentu.
Putusan yang bersifat kondemnator yaitu putusan yang memberi hukuman.
Untuk berperkara di Pengadilan pada asasnya dikenakan biaya yang meliputi :
Biaya pemanggilan para pihak.
Biaya pemberitahuan kepada para pihak
Biaya materai.
Biaya Pengacara (bila memakai Pengacara merupakan biaya di luar biaya berperkara di Pengadilan).
B. Hukum Acara Hukum acara atau hukum formil adalah kaedah hukum yang mengatur bagaimana yang mengajukan sesuatu perkara kemuka sesuatu badan peradilan dan bagaimana hakim member keputusan. Hukum acara atau hukum formil yang berasal dari bahasa belanda yaitu Formeelrecht atau juga Adjective Law dalam bahasa Inggris. 1. Ada berbagai sistem hukum acara diindonesia, sebagai berikut :
Hukum acara pidana
Hukum acara perdata
Hukum acara tata Negara usahaNegara
Hukum acara mahkamah konstitusi
Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materil, sehingga memperoleh keputusan Hakim dan cara bagaimana keputusan itu harus dilaksanakan. Mustafa Abdullah dan Ruben Achmad menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana sebagai realisasi hukum pidana adalah hukum yang menyangkut cara pelaksanaan penguasa nienindak warga yang didakwa bertanggung jawab atas suatu delik (peristiwa pidana). Landasan Hukum Acara Pidana Sumber Hukum Acara Pidana :
Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP,). Dengan berlakunya KUHAP ini, maka Herzien Indonesisch Reglement (HIR),dalam bahasa Indonesia Reglemen Indonesia diperbaharui (RID) bagian pidana dinyatakan tidak berlaku lagi.
Undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Undang-undang No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Hukum Acara Pidana Fungsi Hukum Acara Pidana
Mencari dan menemukan kebenaran.
Pemberian keputusan oleh Hakim.
Pelaksanaan keputusan hakim
Asas-Asas Hukum Acara Pidana 1. Yang berhubungan dengan peranan.
Prakarsa proses dilakukan oleh Polisi/Jaksa. Jaksa mengajukan tuntutan ke Pengadilan serta melaksanakan penetapan Hakim.
Asas-asas oportunitas yaitu dimungkinkannya perkara yang sedang dalam proses penuntutan dideponir atau dipeti-eskan oleh Jaksa/Pengadilan demi kepentingan umum.
Kedua pihak wajib didengar keterangan-keterangannya oleh Hakim.
Acara pemeriksaan dalam sidang pengadilan dilakukan dengan perdebatan lisan atau langsung.
Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Yang berhubungan dengan keadaan peradilan.
Sidang pengadilan dilakukan terbuka untuk umum.
Terhadap asas ini ada pengecualian yaitu bahwa siding perkara susila dan pelaku kejahatan adalah anak-anak dibawah umur dilakukan secara tertutup. Keputusan Hakim harus selalu dinyatakan dengan pintu terbuka.
Peradilan bertahap.
Subyek Hukum Acara Pidana.
Tersangka/terdakwa ialah orang yang diduga melakukan tindak pidana.
Polisi ialah petugas yang melakukan penyidikan.
Jaksa ialah petugas yang melakukan penuntutan.
Hakim ialah petugas yang bertugas mengadili.
Panitera ialah petugas yang melakukan pencatatan pada sidang pengadilan.
Penasehat Hukum/Pengacara ialah yang memberikan nasehat atau yang mendampingi tersangka di siding pengadilan.
Saksi--saksi.
Pegawai Lembaga Pemasyarakatan yang melaksanan putusan Hakim.
Pelaksanaan peranan Acara Pidana dalam perkara pidana
Bila diduga atau diketahui terjadi peristiwa pidana maka,dilakukan penyidikan oleh Polisi atau PPNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Setelah si tersangka dan barang bukti ditemukan maka perkara ini dilimpahkan kepada Jaksa (Penuntut Umum) yang akan melakukan penuntutan di Pengadilan Negeri supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di siding pengadilan.
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh Hakim yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (menerima,memeriksa dan memutus perkara pidana).
Hakim mengadili berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut Hakim menetapkan keputusan. Putusan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang Pengadilan Terbuka yang dapat berupa pemidanaan (penjatuhan hukuman) atau bebas (bila apa yang didakwakan dalam pengadilan tidak terbukti secara sah) atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum (perbuatan yang terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan delik).
Setelah Hakim menjatuhkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Jaksa menjalankan isi putusan tersebut.
Upaya Hukum Bila putusan Hakim sudah dijatuhkan dan para pihak (Jaksa atau terdakwa) tidak puas, bagi mereka diberikan upaya hukum berupa: 1. Upaya Hukum Biasa yaitu :
Melalui pemeriksaan tingkat banding diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa/kuasanya atau oleh Jaksa melalui pemeriksaan untuk kasasi yang diajukan keMahkamah Agung.Permintaan kasasi terhadap putusan bebas tidak dapat dilakukan. 2. Upaya Hukum Luar Biasa yaitu : Demi kepentingan hukum.terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan satu kali pemeriksaan kasasi oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung. Kasasi di sini bertujuan untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan.
Pra-Peradilan Satu macam pemeriksaan yang tidak dikenal dalam HIR/RID tetapi diuraikan dalam UU No. 8/1981 tentang KUHAP yaitu Pra Peradilan. Pemeriksaan dalam Pra Peradilan ialah perkara :
Mengenai sengketa tentang sah atau tidaknyapenangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
Mengenai ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagiseseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
HUKUM ACARA PERDATA Hukum Acara Perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara mengajukan perkara-perkara perdata ke muka pengadilan (termasuk juga Hukum Dagang) dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan hakim. Dapat juga dikatakan peraturanperaturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan Hukum PerdataMateriil.
Sejarah perkembangan peradilan di Indonesia. Peradilan di Indonesia telah mengalami tiga zaman : 1. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda (1848-1042). 2. Zaman Pendudukan Jepang (1942 - 1945). 3. Zaman Kemerdekaan Republik Indonesia (1945 - sekarang). Menurut Inlandsch Reglement tahun 1848 peradilan di Indonesia untuk bangsa Indonesia, dalam perkara perdata ditentukan sebagai berikut :
District-gerecht ;
Regentschap-gerecht ;
Landraad ;
Raad van Justitie, (RvJ) ;
Hooggerechtshof (HGH).
Landasan Hukum Acara Perdata
Pada masa penjajahan Belanda untuk hukum acara perdata berlaku Reglement op
de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv) untuk golongan Eropa dan Herzeine
Indonesisch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang Dibaharui (RID)
untuk golongan Bumi Putra di Pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk
luar Jawa dan Madura berlaku Rechtsreglement Buitengewesten (RBg).
Badan peradilan pada masa ini ialah :
Raad van Justitie dan Residentie Gerecht untuk golongan Eropa ;
Landraad untuk golongan Bumi Putra.
Asas-asas dalam Hukum Acara Perdata 1. Yang berhubungan dengan peranan :
Prakarsa proses dilakukan oleh para pihak yang bersengketa.
Hakim bersifat menunggu artinya inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan.
Hakim wajib mengusahakan perdamaian.
Perkara yang sudah berjalan dapat sewaktu-waktu ditarik atas persetujuan kedua belah pihak yang bersengketa.
Acara pemeriksaan dalam sidang pengadilan mengutamakan tulisan-tulisan.
Norma-norma dalam Hukum Acara Perdata
1. Subyek hukum dalam Hukum Acara Perdata :
Para pihak yang bersengketa yaitu :
- Penggugat, pihak yang mengajukan gugatan ke Pengadilan.
- Tergugat, pihak yang digugat dalam perkara perdata.
Hakim yang mengadili.
2. Kompetensi/kewenangan mengadili ada 2 (dua) macam :
Absolute Competentie/Kompetensi Mutlak. Kewenangan mutlak ini menjawab pertanyaan badan peradilan macam apa yang berwenang untuk mengadili sengketa ini? Jadi kompetensi mutlak ini menyangkut pembagian kekuasaan anatar badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan. Misalnya ,pemberian kekuasaan mengadili kepada Pengadilan Negeri dan tidak kepada macam pengadilan lain.
Relatieve Competentie/Kompetensi Relatif.
Kompetensi relatif ini adalah
kewenangan untuk mengadili diantara badan peradilan yang sejenis. Misalnya pembagian kekuasaan mengadili diantara berbagai wilayah Pengadilan Negeri.
3. Perkara perdata yang diajukan ke pengadilan dapat berupa: A. Perkara gugatan (jurisdictio contentiosa). Di Sini terdapat sanggahmenyanggah, jadi berhubungan dengan perselisihan. Jenis putusannya ialah Keputusan/vonnis. B. Perkara Permohonan (jurisdictio voluntaria). Di sini Hakim tidak melakukan peradilan, ia tidak membuat putusan melainkan beschikking, menetapkan secara resmi apa yang sudah ada. Misalnya penetapan ahli waris.
4. Sifat isi putusan pengadilan dapat berupa :
Putusan yang bersifat deklarator yaitu putusan yang menjelaskan sesuatu. Contoh putusan yang berisikan penunjukkan sebagai ahli waris.
Putusan yang bersifat kondemnator yaitu putusan yang memberi hukuman. Contoh : menyerahkan barang membayar biaya perkara.
5. Untuk berperkara di Pengadilan pada asasnya
dikenakan biaya yang meliputi :
Biaya pemanggilan para pihak.
Biaya pemberitahuan kepada para pihak
HUKUM ACARA ( 2 ) HUKUM PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Sejak tahun 1986 Indonesia memiliki Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU No.5 Tahun 1986, dan telah dirubah dengan UU No.9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai peradilan Adminustrasi.
Perubahan UUD 1945 berkaitan dengan Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam 24 ayat (2).
Peradilan Adminustrasi Negara adalah suatu peradilan yang menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pihak satu dengan pihak lainnya.
Sengketa yang timbul karena masalah kompetisi atau yuridiksi dan perbedaan intrepetasi
dalam
melaksanakan
suatu
ketentuan
perundang-undangan.
Sengketa yang terjadi antara sesama aparat pemerintah disebut sengketa intern. Sedangkan yang terjadi antara aparat pemerintah dan warga masyarakan disebut sengketa ekstern PENYELESAIAN SENGKETA ADMINISTRASI 1) Pengaduan. Maksudnya ialah penyelesaian sengketa dilakukan dalam lingkungan administrasi sendiri. Pengaduan ditujukan kepada instasi yang lebih tinggi. 2) Penyelesaian sengketa melalui Badan Pengadilan Semu (Quasi). Anggota Badan Peradilan ini berkedudukan sebagai hakim yang putusannya tidak dapat dibatalkan atau dipengaruhi oleh Menteri atau lainnya. Termasuk ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3) Berdasarkan UU No.5 Tahun 1986, penyelesaian melalui Badan Pengadilan Tata Usaha lalu dilanjutkan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan kasasi ke Mahkamah Agung. 4) Penyelesaian sengketa oleh suatu Badan Arbitrase, misal; Badan Administrasi Nasional Indonesia, dll. 5) Penyelesaian sengketa oleh suatu “Badan Teknis” yang dibentuk oleh Departemen atau Instasi. CARA PELAKSANAAN PERADILAN ADMINISTRASI DI INDONESIA
Berdasarkan Hukum Positif, pelaksanaan Peradilan Administrasi dilakukan oleh : a) Hakim Perdata; pajak tidak langsung, bea balik nama, dan perbuatan melawan hukum oleh Penguasa.
b) Badan Majelis; M.P.P Ordonansi 27 Januari 1927 jo. Keppres No.9 Th.1973, dan Panitia Urusan Tanah UU No.20 Th.1961 Inpres No.9 Th.1937. c) Menteri, contohnya; Menteri Dalam Negeri memutus sengketa antar Pemda tingkat I dan daerah Tingkat II. d) Kepala Daerah; Gubernur/Kepala Daerah mengenai sengketa antar Pemerintah Daerah Tingkat II yang terletak dalam Daerah Tingkat I yang sama. (Pasal 66 ayat (2) UU No.5/74) . PUTUSAN PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA Berupa :
Pembatalan terhadap keputusan pejabat administrasi Negara yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
Koreksi terhadap keputusan pejabat yang keliru.
Membetulkan interpretasi yang salah.
Perintah pembayaran gantin rugi.
TUNTUTAN GANTI RUGI
Kerugian bagi yang terkena keputusan sebagai pangkal sengketa dari dalam fungsinya melakukan servis publik. Administrasi dapat menuntut ganti rugi. Sebaliknya Administrasi dapat menuntut pihak yang terkena apabila yang bersangkutan tidak melaksanakan ketentuan yang termuat dalam Surat Keputusan.
CIRI-CIRI KARAKTERISTIK HUKUM ACARA DI PTUN Ciri utama yang membedakan Hukum Acara Peradilan Tata usaha Negara di Indonesia dengan Huku Acara Perdata atau Hukum Acara Pidana adalah Hukum Acaranya diatur dalam UU No.5 Th.1986. Ciri khusus karakteristik hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara antara lain :
1. Peranan hakim yang aktif karena tugasnya untuk mencari kebenaran materiel. Pada Pasal 63 ayat (2) butir a, b, Pasal 80 ayat (1), Pasal 95 ayat (1) dan Pasal 103 ayat (1). 2. Kompensasi ketidakseimbangan antara kedudukan penggugat dan Tergugat. 3. Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas yang terbatas. Menurut Pasal 107 UU PTUN berbunyi, hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, beserta penilaian pembuktian, sedangkan Pasal 100 UU PTUN berbunyi, menentukan secara limitatif mengenai alatalat bukti yang boleh digunakan. 4. Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat. 5. Putusan Hakim tidak boleh bersifat Ultra Petita (melebihi tuntutan penggugat). 6. Terhadap putusan Hakim Tata Usaha Negara berlaku asas erga omnes, artinya bahwa putusan itu tidak hanya berlaku bagi para pihakn yang bersengketa, tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak lain yang terkait. 7. Proses pemeriksaan di Persidangan berlaku asas audi et alteram partem yaitu para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim membuat putusan. 8. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan atau bila tidak ada kepentingan maka tidak boleh mengajukan gugatan. 9. Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materiel dengan tujuan menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. PERBEDAAN HAPER dan HAPTUN 1) Objek gugatan 2) Subjek gugatan 3) Tenggang waktu pengajuan gugatan 4) Tahapan proses berperkara 5) Tuntutan 6) Putusan Verstek (vide Pasal 72) 7) Rekonpensi 8) Peranan Pengadilan Tinggi
9) Juru Sita 10) Eksekusi
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara ada dua macam proses : 1. Secara Administratif Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara oleh Badan Hukum Perdata.
2. Secara Gugatan Mengajukan gugatan permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ke Pengadilan untuk putusan.
HUKUM ACARA PENGUJIAN UU terhadap UUD 1945 oleh MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa, mengadili dan memutuskan permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945. Pasal 24 ayat (1) mengatur kedudukan
Mahkamah
Konstitusi
dalam
sistem
ketatanegaraan
dan
perubahannya merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman tetapi bukan dari Mahkamah Agung.
Kedudukan Mahkamah Konstitusi setara dengan Mahkamah Agung, keduanya merupakn penyelenggara tertinggi dari kekuasaan kehakiman.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Mahkamah Kontitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final untuk :
Menguji UU terhadap UUD 1945.
Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Memutuskan pembubaran partai politik, dan
Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
KEWAJIBAN MAHKAMAH KONSTITUSI Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden/wakil presiden diduga : 1) Telah melakukan pelanggaran hukum berupa; Pengkhianatan terhadap Negara, Korupsi, Penyuapan, Tindak pidana atau perbuatan tercela lainnya. 2) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden/wakil presiden menurut UUD 1945. OBYEK HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Semua perkara konstitusi disebut permohonan bukan gugatan. Karena perkara konstitusi di Mahkamah Konstitusi tidak bersifat Adversarial atau Contentiuos dengan kepentingan masing- masing pihak antara satu sama lain seprti dalam perkara Perdata maupun Tata Usaha Negara.
Kepentingan yang sedang digugat dalam pengujian adalah kepentingan yang menyangkut semua orang dalam kehidupan bersama.
Undang-undang yang digugat adalah undang-undang yang mengikat umum warga Negara.
SUBYEK HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI Subyek hukum yang mengajukan disebut Pemohon. Yaitu subyek hukum yang memenuhi syarat menurut UU untuk mengajukan permohonan perkara kepada Mahkamah Konstitusi. Pemohon adalah pihak yang menganggap hak/kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya UU. a. Perorangan warga Negara Indonesia termasuk kelompok orang Warga Negara Indonesia yang mempunyai kepentingan sama, asal nama-nama memenuhi syarat-syarat yang ditentukan UU Mahkamah Konstitusi. b. Kesatuan masyarakat Hukum Adat Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 Pasal 51 ayat (1) UU No.23 Th.2003 tentang Mahkamah Konstitusi. c. Badan Hukum publik maupun Badan Hukum Perdata d. Lembaga Negara : lembaga Pemerintahan Departemen dan non Departemen. TAHAPAN PROSES BERPERKARA
1) Mengajukan Permohonan ditulis dalam Bahasa Indonesia, ditandatangani dan dibuat 12 rangkap. 2) Pendaftaran ke Panitera Mahkamah Konstitusi. 3) Penjadwalan siding yaitu 14 hari setelah pendaftaran. 4) Pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan dalam Majelis Hakim secara panel sebanyak minimal 3 orang hakim untuk melihat kelengkapan administratif perkara. 5) Pemeriksaan persidangan secara pleno, minimal dilakukan oleh 7 orang hakim dan maksimal 9 orang hakim Mahkamah Konstitusi. 6) Putusan, diberikan sesuai tenggang waktu bentuk perkara. Yaitu antara 14 hari s/d 90 hari setelah pendaftaran.
MATERI IV Pengertian Penemuan Hukum Dalam arti sempit jika peraturannya sudah ada dan sudah jelas, jadi hakim hanya menerapkan saja. Sedangkan dalam arti luas peran hakim bukan saja, sekadar menerap-kan peraturan hukum yang sudah jelas tetapi juga mem-perluas suatu ketentuan UU.
Metode Penemuan Hukum 1. Interpretasi hukum, yaitu penafsiran perkataan dalam undang-undang tetapi tetap berpegang pada kata-kata/bunyi peraturan. -
Kodifikasi hukum mencitrakan hukum yang statis dan sulit dirubah.
-
Hakim merupakan pelaksanan kodifikasi dalam praktik inti peradilan dalam persidangan.
-
Kodifikasi yang selengkap-lengkapnya tetap saja ditemukan kekurangan yang menyulitkan dalam pelaksanaannya.
-
Untuk melanggengkan hukum perlu adanya keluwesan hukum (rechtslenigheid) sehingga kodifikasi berjiwa hidup, dan dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Macam Penafsiran (menurut Kansil): -
Penafsiran tatabahasa (gramatikal): penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang.
-
Penafsiran sahih (autentik, resmi): penafsiran pasti sebagaimana telah ditentukan oleh para penyusun undang-undang (yang biasanya ada pada ketentuan atau aturan umum).
-
Penafsiran historis: a) dari sejarah munculnya hukum tersebut; b) dari sejarah pembentukan undang-undang tersebut.
-
Penafsiran ekstensif: memperluas arti kata-kata hingga suatu peristiwa dapat masuk dalam definisi.
-
Penafsiran restriktif: penafsiran dengan membatasi atau mempersempit makna.
-
Penafsiran analogis: menafsirkan dengan memberi kiyasan sesuai dengan asas hukum.
-
Penafsiran a contratio: menafsirkan menurut pengingkarannya.
2. Konstruksi hukum, yaitu penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang tidak lagi berpegang pada kata-katanya, tetapi tetap harus memperhatikan hukum sebagai suatu sistem. Metode Kontruksi Hukum
1. Analogi atau Argumentum Per-analogian, yaitu cara memperluas makna atau eksistensi suatu ketentuan undang-undang yang khusus menjadi ketentuan umum. 2. Argumentum a’Contrario, yaitu penalaran terhadap suatu ketentuan undangundang pada peristiwa hukum tertentu. 3. Rechtsvervijnings, pengkonkretan hukum, tetapi ada juga mengartikannya penyempitan atau penghalusan hukum. 4. Fiksi Hukum (Fictie), yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada, sehingga peristiwa tersebut menjadi suatu fakta baru.
Pembentukan Hukum oleh Hakim a. Keputusan hakim juga diakui sebagai sumber hukum formal, karena pekerjaan hakim merupakan faktor pembentukan hukum. b. Meskipun menemukan hukum, menciptakan peraturan. Hakim bukanlah pemegang kekuasaan legislatif. ALIRAN YURISPRUDENSI A. Anggapan dari aliran Legisme : Jurisprudensi tidak atau kurang penting, oleh karena dianggap bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. B. Anggapan dari Freie Rechtsbewegung (aliran bebas): Aliran ini beranggapan, bahwa didalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-undang atau tidak. C. Aliran Rechtsvinding (keterikatan yang bebas) Menurut
aliran
ini
tugas
hakim
disebutkan
sebagai
melakukan
“Rechtsvinding” yang artinya adalah menyelaraskan undang-undang pada tuntutan zaman. Kebebasan yang terikat dari adanya beberapa wewenang hakim seperti : 1) Penafsiran Undang-Undang (wetsinterpretatie)
2) Konstruksi hukum (komposisi) yang mencakup a. Analogi (abstrak), yaitu dengan jalan mengabstraksikan (memperluas) isi atau makna undang-undang (dari khusus ke hal yang lebih luas). b. Rechtsverfijning (Determinatie), yaitu membuat pengkhususan dari suatu asas dalam undang-undang mempunyai arti luas (dari luas ke khusus). Pengisian Kekosongan Hukum 1. Hakim memenuhi kekosongan hukum Yaitu apabila hakim menambah peraturan-perundangan, dalam sistem hukum formal dari tata hukum yang berlaku. 2. Konstruksi hukum: Yaitu hakim membuat suatu pengertian hukum yang dapat menjadi dasar hukum bagi penyelesaian persoalan (analogi hukum).
MATERI V ALUR HUKUM ACARA PIDANA
Pertama telah terjadi peristiwa hukum setelah itu, dilakukan penyidikan oleh penyidik dari kepolisisan, didalam penyelidikan para penyidik mempunyai wewenang untuk: 1. Memanggil saksi. 2. Memeriksa tersangka. 3. Memeriksa saksi ahli. 4. Melakukan upaya paksaan. a. Penangkapan. b. Penahanan. c. Pengeledahan. d. Penyitaan. Setelah semua penyelidikan selesai, bekas BAP diserahkan kepada kejaksaan untuk bisa dilakukan tuntutan untuk tersangka dari kejaksaan. Setelah dirasa seluruh berkas sudah memenuhi syarat untuk diajukan ke persidangan, pihak kejaksaan sendiri
mengajukan tersangka itu untuk disidangkan. Didalam persidangan dilakukan pemeriksaan sidang pengadilan yang isinya ada pilihan antara sidang terbuka untuk umum atau sidang tertutup untuk umum, selanjutnya ada juga Pembacaan Surat Dakwaan oleh PU (Penuntut Umum) didalam itu ada eksepsi atau keberatan dari tersangka sendiri yang selanjutnya ada tanggapan dari PU terhadap eksepsi. Setelah adanya tanggapn dari Penuntut Umum maka terjadi putusan oleh Hakim yang isinya adalah: 1. Eksepsi diterima. 2. Eksepsi tidak dapat diterima. 3. Eksepsi ditolak. Setelah itu, ada Acara Pembuktian yang isinya ialah: 1. Apa yang harus dibuktikan. 2. Pengakuan tidak melenyapkan kewajiban pembuktian. 3. Hal secara umum dikdetahui tidaak perlu bukti. 4. Syarat pembuktian. 5. Menurut KUHP pasal 183. 6. Prinsip minimum pembuktian (alat bukti). 7. Barang bukti. 8. Beban penanggung jawab pembuktian. Selanjutnya adalah tuntutan hukum Reguistoir (Penuntut Umum), jika sekiranya tuntutan tersebut memberatkan tersangka, maka tersangka dapat mengajukan Piedoi (pembelaan terdakwa atau kuasa hukum). Dan PU memiliki Replik atau Hak Penuntun Umum mempertanyakan tuntutannya. Sebagai jawaban dari Replik ada juga Duplik atau Hak Terdakwa atau Kuasa Hukum untuk menjawab ataupun menanggapi Replik dari Penuntut Umum. Setelah semua proses sudah selesai dilakukan baru terjadilah vonis hukum kepada tersangka. Sekiranya terdakwa merasa keberatan kepada vonis hukum tersebut maka terdakwa dapat melakukan upaya hukum yang didalamnya terbagi atas: 1. Upaya Hukum Biasa a. Perlawanan atau Verzet. b. Upaya Hukum Banding (PT). c. Upaya Hukum Kasasi (MA). 2. Upaya Hukum Luar Biasa.
a. Peninjauan Kembali (PK). b. Kasasi Demi Kepentingan Hukum (KDKH). Setelah semuanya selesai ketika Eksekusi Pelaksanaan Putusan [eradilan, maka putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap ada juga pengawasan dan pengamatannya.
Pengawasan: Mengawasi apakah putusan pengadilan telah dilaksanakan secara benar atau tidak.
Pengamatan: Mengamati perkembangan kepribadian dari terpidana selama pelaksanaan atau menjalani putusan.
MATERI VI SENDI-SENDI HUKUM
Ilmu ilmu hokum sebagai kumpulan dari berbagai cabang ilmu pengetahuan antara lain meliputi: 1) Ilmu tentang kaidah atau normwisseschaft atau Sollenwissenschaft ,yaitu ilmu yang menelaah hokum sebagai kaidah atau system kaidah-kaidah. 2) Ilmupengertian,yakni ilmu tentang pengertian pengertian pokok pengertian dalam hokum seperti: subyek hokum hak dan kewajiban, peristiwa, hokum dan obyek hukum.
3) Ilmu tentang kenyataan atau tatsachenwissenchaft ataus einwissenchaft yang menyoroti hokum sebagai sikap tindak atau perikelakuan. kaidah (NORMA) HUKUM DAN kaidah SOSIAL Faktor-faktor pendorong untuk hidup bermasyarakat manusia ingin selalu hidup berkelompok dengan sesamenya atau
hidup bermasyarakat, karena didorong oleh
beberapa hal yakni (teori Maslow): – Hasrat untuk memenuhi makan dan minum atau untuk Memenuhi kebutuhan ekonomis. – Hasra tuntuk membela diri. – Hasrat untuk mengadakan keturunan. KaidahSosialsebagaiPerlindunganKepentingan kaidahSosial Manusia hidup bermasyarakat mempunyai tujuan untu memenuhi kebutuhannya. Tujuan manusia tersebut menunjukkan bahwa di antarasesama Anggota masyarakat terjadi hubungan atau kontak dalam rangka mencapai dan melindungi kepentingannya. Jenis-jeniskaidahSosial Kaidah sosial yang menjadi pedoman manusia berperilaku dalam masyarakat ada bermacam-macam, yaitu : 1. kaidah agama atau kaidah kepercayaan yaitu kaidah sosial yang Asalnya dariTuhan dan berisikan larangan-larangan, perintah-perintah dan anjuran-anjuran. 2. kaidah kesusilaan, adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan perbuatan mana yang buruk. kaidah Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlak pribadinya guna penyempurnaan manusia. 3. kaidah kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan, dasarnya Adalah kepantasan, kebiasaan atau kepatutan yang berlaku Dalam masyarakat. 4. kaidah hokum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau Penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya Dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, Sehingga berlakunya kaidah hokum dapat dipertahankan.
Kaidah hokum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan konkrit yang dilakukan oleh manusia. Ciri-cirikaidahhukum : 1. Adanya perintah dan atau larangan dan kebolehan. 2. Larangan dan perintah itu harus dipatuhi / ditaati orang dan Ada sanksi hukum yang tegas. (Imperatif) 3. Kebolehan tidak harus dipatuhi. (Fakultatif) Setiap anggota masyarakat harus bertingkah laku Sedemikian rupa sehingga tatatertib masyarakat tetap Terpelihara baik. KAIDAH HUKUM 1. Macam-macamkaidah Hokum adalah salah satu macam kaidah yang mengatur Hubungan antar pribadi dalam masyarakat. 2. kaidah HukumAbstrak dan konkrit Dari sudut daya cakup maupun hierarki, kaidah hukum meliputi kaidah hokum abstrak atau umum dan kaidah hokum konkrit atau individual. 3. Isi dan sifat kaidah Hukum Suatu kaidah hukum jika ditinjau dari segi isinya dapat dikenal adanya tiga macam kaidah. Ketiga macam kaidah tersebut adalah: - kaidah hukum yang mengandung atau berisikan suruhan (“gebod”). - kaidah hukum yang mengandung atau berisikan larangan (“verbod”) - kaidah hukum yang mengandung atau berisikan kebolehan (“mogen”). 4. Perumusan kaidah Hukum kaidah hukum sebagai bagian dari tata kaidah yang mengatur aspek hidup antar pribadi bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama. Seperti halnya dengan kaidah-kaidah yang lain, kaidah hukum juga mematoki atau memberi pedoman, di samping sifat membatasi,perilaku/sikap tindak pribadi dalam hubungannya dengan pribadi lain. 5. Penyimpangan terhadap kaidah hukum Hukum sebagai kaidah hidup antar pribadi dalam kenyataannya dapat disimpangi. Artinya berbagai tindakan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan kaidah hukum dapat saja ditemukan dalam kehidupan. 6. BERLAKUNYA kaidah HUKUM Menurut sasarannya: 1. Yuridis :
a. Hans Kelsen : berhubungan dengan stufen thorie “bahwa hukum merupakan susunan kaidah” (yang harus Hirarekie). b.Zevenbergern : “bahwa suatu tata kaidah hokum Menurut terbentuk menurut cara ditetapkan (pasal 5 UUD `45 Radbruch) dari segi sasaran. c.Logeman : merupakan hubungan sebab dan akibat (Menghubungkan Peristiwa Hukum dengan Akibat Hukum) sifatnya memaksa 2. Sosiologis : berlakunya kaidah hukum adalah efektivitas dari kaidah hukum tersebut a. Teori Kekuasaan : dapat dipaksakan oleh penguasa (Power Theori (Gustav Raddbrucl) b. Teori Pengakuan : kaidah Hukum berlaku karena penerimaan (pengakuan) 3. Filosofis : kaidah Hukum harus sesuai dengan citacita hukum sebagai nilai-nilai positif (Pancasila)
MATERI VII
TUJUAN HUKUM Menurut Van Apeldoorn, Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan pertikaian. Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena hukum dapat mencapai tujuan jika menuju peraturan yang adil Dalam literatur dikenal beberapa teori tentang Tujuan hukum. Antara lain 1. Teori Etis Menurut teori etis hukum semata-mata bertujuan untuk keadilan. Aristoteles dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetoricamengatakan hukum mempunyai tugas yang suci yakni memberi kepada setiap orang apa yang berhak diterima. Aristoteles dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica mengatakan hukum mempunyai tugas yang suci yakni memberi kepada setiap orang apa yang berhak diterima. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu:
Justitia distributiva, menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya. Jatah ini tidak sama untuk setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan, kemampuan, dan sebagainya, sifatnyapun proporsional.
Justitia Commutativa, memberi kepada setiap orang sama banyaknya. Dalam pergaulan di masyarakat justitia commutativa merupakan kewajiban setiap orang terhadap sesamanya.
2. Teori Utilitis Menurut teori teori utilitis hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number). Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak Tujuan Hukum menurut Beberapa pendapat tentang teori tujuan hokum yaitu :
Menurut Bellefroid adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua anggota masyarakat.
Van Kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Utrecht mengemukakan bahwa hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia
3. Teori Campuran Teori ini dianut oleh Mochtar Kusumaatmadja, menurut beliau tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur.
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, tujuan hukum adalah kedamaian hidup antar pribadi yang meliputi ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
Van Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
Sedangkan Soebekti berpendapat bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya. Dalam mengabdi kepada tujuan negara itu dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.
Tujuan kaedah hokum adalah kedamaian hidup antar pribadi. Meliputi dua hal yaitu ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi. Sedangkan tugas kaedah hukum bersifat Dwi Tunggal yaitu: - Memberkan kepastian hukum_ Ketertiban - Memberikan Kesebandingan dalam hukum _ketenangan/ketentraman individu Hubungan Hukum dan Kekuasaan yaitu :
Yang dapat memberi atau memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum – Penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi.
Hukum ada karena kekuasaan yang sah – kekuasaan sahlah yang menciptakan “Hukum” “Hukum” yang tidak bersumber
Di dalam sejarah sering dijumpai “Hukum” yang tidak bersumber Contoh : Kudeta – dengan kekerasan/kekuasaan fisik – dan sering menghapus hukum yang lama dan menciptakan “hukum baru”; tetapi jika kudeta tidak berhasil maka revolusi/kudeta tidak merupakan sumber hukum • Hukum bisa bersumber pada kekuasaan phisik, tetapi kekuasaan phisik bukan merupakan sumber hukum • “Hukum” itu sendiri pada hakekatnya adalah kekuasaan, “hukum itu mengatur” – tidak mungkin hukum dijalankan kalau tidak merupakan kekuasaan • Kalau dikatakan hukum itu kekuasaan bukan berarti bahwa kekuasaan itu hukum Contoh : pencuri menguasai barang curian – tidak berarti barang curian itu dilindungi hukum PENGERTIAN DASAR SISTEM HUKUM 1. Masyarakat Hukum
Masyarakat Hukum mengartikan masyarakat sebagai system hubungan teratur dapatlah dirumuskan pengertian “masyarakat hukum” sebagai sistem hubungan teratur dengan hukum itu sendiri. Adapun yang dimaksud “dengan hukum sendiri” adalah hokum yang tercipta di dalam sistem hubungan itu
Subyek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban. Subyek Hukum dalam ilmu hukum disebut juga “orang” sebagai pendukung hak dan kewajiban
Dari kaca mata hukum manusia mempunyai 2 (dua) wujud yaitu : - Curzon berpendapat, yaitu: 1. Pribadi Kodrati “manusiawi” (Human Personality) yang memiliki: a. Jasmani. b. Rohani. c. Phisik. d. Kejiwaan 2. Pribadi Hukum (Legal Personality) ini yang dinamakan s ubyek hokum Dari kaca mata hukum manusia mempunyai 2 (dua) wujud yaitu : Curzon berpendapat, yaitu: 1. Pribadi Kodrati “manusiawi” (Human Personality) yang memiliki: a. Jasmani. b. Rohani. c. Phisik. d. Kejiwaan 2. Pribadi Hukum (Legal Personality) ini yang dinamakan s ubyek hokum 2. Subyek hukum 7 Subyek hukum dapat berupa : a. Pribadi kodrati (naturlijk persoon) Yaitu manusia sejak saat lahir hingga mati. b..Pribadi hukum atau rechts persoon, yaitu setiap pendukung hak dan kewajiban yang merupakan kelompok manusia. Contohnya : negara, PT, yayasan yang mempunyai harta kekayaan. c. Pejabat atau tokoh, yakni suatu bundle of roles atau rangkuman peranan (hak dan kewajiban) yang dilaksanakan oleh pemegang peranan, biasanya pribadi kodrati.8 Sifat subyek hukum sebagai berikut.: 1. Mandiri karena mempunyai kemampuan penuh untuk bersikap tindak dalam hukum, 2. Terlindung karena dianggap tidak mampu bersikap tindak, 3. Perantara yang walaupun berkemampuan tetapi sikap tindaknya dibatasi Terlindung dan perantara merupakan golongan manusia/pribadi yang tidak mempunyai kewenangan tersebut disebut “personal miserabile” yaitu : 1. manusia yang belum mencapai usia 21 tahun (dibawah umur) harus ada “wali” untuk melakukan perbuatan hukum.
2. manusia dewasa tetap berada dibawah Curatele (Pengampuan). 3. isteri yang tunduk pada Pasal 110 KUHPerdata (sudah dihapus dengan SEMA No. 3 Tahun 1963). 19 Manusia (orang dewasa) tetapi berada di bawah pengampuan ada 2 (dua): orang sakit ingatan yaitu : •
Neurosis yaitu ketidak normalan dalam system kejiwaan
•
Psikopat yaitu ketidak normalan pada seluruh jiwanya
pemboros atau pemabuk (ketidak cakapan hanya dibidang Hukum Harta Kekayaan). Di dalam Pasal 433-434 KUHPerdata: Ditaruhnya orang dibawah Curatele yaitu: o lemah pikiran o pemboros 20 3. Peran menurut hukum Peran dalam hukum selalu berkaitan dengan Hak dan Kewajiban. Kewajiban merupakan role/peran yang sifatnya imperatif (memaksa), tidak boleh tidak dilaksanakan. Hak adalah role/peran yang sifatnya fakultatif. Timbulnya suatu hak/kewajiban didasarkan oleh suatu peristiwa hukum. Misalnya, terjadi jual beli. Kewajiban secara umum ada beberapa golongan yaitu :
Kewajiban Mutlak dan Kewajiban Nisbi o Kewajiban mutlak, adalah kewajiban yang tidak mempunyai pasangan hak. Misalnya, kewajiban yang tertuju pada diri sendiri yang umumnya berasal dari kekuasaan. o Kewajiban nisbi, adalah kewajiban yang disertai dengan adanya hak. Misalnya, kewajiban pemilik kendaraan membayara pajak, sehingga berhak menggunakan fasilitas jalan raya yang dibuat oleh pemerintah.
23
Kewajiban Publik dan Kewajiban Perdata o Kewajiban publik, yaitu kewajiban yang berkorelasi dengan hak-hak publik. Misalnya, kewajiban untuk mematuhi peraturan (hokum pidana). o Kewajiban perdata, yaitu kewajiban yang berkorelasi dengan hak-hak perdata. Misalnya, kewajiban penjual untuk menyerahkan barang kepada pembeli.
24
Kewajiban Positif dan Kewajiban Negatif o Kewajiban positif, yaitu kewajiban yang menghendaki suatu perbuatan positif. Misalnya, kewajiban penjual untuk menyerahkan barang kepada pembeli. o Kewajiban negatif, yaitu kewajiban yang menghendaki untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, kewajiban seseorang untuk tidak mengambil atau menggangu hak milik orang lain. 3. Peristiwa Hukum Peristiwa hukum adalah “semua kejadian atau fakta yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat yang mempunyai akibat hukum”. Misalnya, peristiwa perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, yang menimbulkan akibat-akibat hukum (diatur oleh hukum), yaitu timbulnya hak dan kewajiban bagi kedua mempelai Rumusan pengertian “perbuatan melawan hukum” sebelum tahun 1919 dan sesudah tahun 1919 (Arrest Hoge Raad Belanda) tanggal 19 Desember 1919, adalah sebagai berikut :
melanggar hak orang lain yang diakui UU, atau melanggar ketentuan hukum tertulis saja, misalnya, mengambil barang (hak) orang lain tanpa seizin yang berhak (pemilik), merusak barang milik orang lain, dan sebagainya;
bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, misalnya, tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan sebagai kewajiban, atau tidak memberikan hak mendahului bagi orang lain di persimpangan jalan, dan sebagainya. Sesudah tahun 1919 yaitu setelah keluarnya Arrest (putusan) Hoge Raad (Mahkamah
Agung) Belanda pada tanggal 31 Desember 1919 memutuskan bahwa suatu perbuatan digolongkan melawan hukum, apabila :
setiap perbuatan atau kealpaan yang menimbulkan pelanggaran terhadap hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
melanggar baik terhadap kesusilaan maupun terhadap kepatutan yang layak dalam pergaulan masyarakat terhadap orang lain atau benda orang lain.
4. Hubungan Hukum Hubungan hukum terbedakan dalam : a.
hubungan nebeneinander/sederajat dan hubungan nacheinander/beda drajat; yang sederajat tidak hanya terdapat dalam Hukum Perdata (suami isteri) tetapi juga dalam Hukum Negara – antara propinsi yang satu dengan yang lainnya dan yang beda drajat tidak hanya dalam Hukum Negara (penguasa – warga) tetapi juga dalam Hukum Perdata – antara orang tua dan anak.
b.
hubungan timbal-balik dan hubungan timpang-bukan sepihak. Disebut timbalbalik hubungan itu karena para pihaknya samasama mempunyai hak dan kewajiban. Dalam hubungan timpang maka pihak yang satu hanya mempunyai hak saja sedangkan pihak lain berkewajiban saja. Menghubungkan kedua pembedaan itu tidaklah ternyata bahwa hubungan sederajat itu selalu timbal-balik, misalnya pinjam meminjam itu sederajat tetapi timpang. Hubungan beda derajat jugamungkin timbal balik seperti halnya hubungan buruh majikan
5. Akibat hukum. Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum. Dalam kepustakaan ilmu hukum dikenal jenis-jenis akibat hukum, yaitu sebagai berikut : Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hokum tertentu, misalnya : - Usia 21 tahun melahirkan suatu keadaan hukum baru yaitu dari tidak cakap bertindak dalam hukum menjadi cakap bertindak. - Orang dewasa yang dibawah kuratele (pengampuan), yaitu melenyapkan kecakapannya melakukan tindakan hukum. 2. Akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hokum tertentu. Misalnya : Sejak debitur dengan kreditur memperjanjikan akad kredit (secara tertulis), maka sejak itu melahirkan suatu hubungan hukum yang hubungan hukumnya utang piutang antara keduanya ASAS HUKUM Pendapat Satjipto Rahardjo. Asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum. Peraturan hukum adalah ketentuan konkrit tentang cara berperilaku di dalam masyarakat, yang merupakan konkritisasi dari asas hukum. Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa asas hukum bukanlah norma hukum konkrit karena asas hukum adalah jiwanya norma hukum itu. 37 Contoh asas-asas hukum :
Asas presumption of innocence (praduga tidak bersalah) ialah bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah dan keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Asas in dubio pro reo ialah dalam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa.
Asas similia similibus ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa).
Asas pacta sunt servanda yaitu bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang pagi para pihak yang bersangkutan.
Asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straft zonder schuld)
PEMBIDANGAN HUKUM Pembahasan perihal sandi-sendi tatahukum didasarkan pada pembidangan hukum publik dan hukum perdata, serta hokum materiel dan hukum formil. Masing-masing bidang akan dijabarkan lebih lanjut serta diberikan deskripsi secara garis. besar, dengan membatasi pembicaraan pada hukum material belaka. Sistematika dasar yang dipergunakan, adalah sebagai berikut : Hukum Tantra atau Hukum Negara yang terdiri dari : i. Hukum Tata Tantra atau Hukum Tata Negara : a. materiel dan b. formil. ii. Hukum Administrasi Tantra atau Hukum Administrasi Negara : a. materiel dan b. formil iii. Hukum Pidana a. materiil dan b. formil iv. Hukum Perdata - Perdata materiel yang mencakup : a. Hukum Pribadi. b. Hukum Harta Kekayaan yang terdiri dari : i. Hukum Benda: ii. Hukum Perikatan : iii. Hukum Hak Imateriel. c. Hukum Keluarga. d.
Hukum
Waris
MATERI VIII SUMBER HUKUM A. Sumber Hukum Materil Sumber Hukum Materil adalah factor-faktor yang turut seta menentukan isi hokum B. Sumber Hukum Formil Sumber Hukum Formil adalah sumber hokum dengan bentuk tertentu yang merupakan
dasar
berlakunya
hukum
secara
formal
agar
di
taati
oleh
masyarakatmaupun oleh penegak hokum, yaitu: 1. Undang-undang 2. Yurisprudensi 3. Perjanjian / Traktat 4. Kebiasaan 5. Doktrin
C. Pengertian Lembaga Negara dan Berita Negara 1. Lembaga Negara adalah tempat pengundangan suatu undang-undang agar mempunyai daya mengikat. 2. Berita Negara adalah tempat memuat berita lain yang sifatnya penting yang berkaitan dengan peraturan Negara dan pemerintahan, memuat surat-surat yang di anggap penting
BAB IX PENGETIAN SISTEM HUKUM DAN UNSUR-UNSURNYA A. Sistem Hukum Sistem Hukum merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari unsure-unsur yang saling berhubungan satu sama lainnya. Laurence M. Friedmen membagi unsure sistem hukum dalam tiga jenis, yaitu:
1. Subtance 2. Structure 3. Legal Culture (Kultur hukum)
B. Sistem hukum menurut tata hukum 1. System hokum common law, yang di anut Negara-negara anglo sakson 2. System hokum Eropa continental atau civil law, yang di anut oleh Negaranegara Eropa daratan
C. Hokum formil Bentuk penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat terdiri atas dua jenis. Yaitu: 1. Litigasi : di lakukan melalui pengadilan 2. Non Litigasi : di lakukan di luar pengadilan yang terbagi atas empat jenis, yaitu: a. Perdamaian (settlement) b. Mediasi c. Konsiliasi d. Arbitrasi
BAB X YURISPRUDENSI A. Yurisprudensi Yurisprudensi berasal dari kata Jurisprudentia (bahasa latin) yang berarti pengetahuan hokum. Adapun beberapa aliran yurisprudensi:
1. Anggapan dari aliran legisme: Menurutnya yurisprudensi tidak atau kurang penting, oleh karena dianggap bahwa semua hokum terdapat dalam undang-undang. Hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada undang-undang. 2. Anggapan dari Friei Recht Bewegung (aliran bebas) Aliran ini beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut undang-undang atau tidak 3. Aliran Rechtsvinding Hakim mempunyai kebebasan yang terikat. Oleh sebab itu, maka tugas hakim adalah menyelaraskan undang-undang pada tuntutan zaman, kebebasan yang terikat dari adanya beberapa wewenang hakim, seperti: a. Penafsiran undang-undang (wetsinterpretatie) b. Konstruksi hukum (komposisi) yang mencakup analogi (aestrak) dan Rechtsvefijning (Deter minatie) B. Pembagian Yurisprudensi 1. Tetap Yaitu keputusan hakim yang terjadi 2. Tidak tetap Keputusan hakim terdahulu yang buka standard arresten C. Azas-azas Yurisprudensi 1. Azas Precedent Yaitu peradilan tidak boleh menyimpang dari keputusan hakim terdahulu yang lebih tinggi atau sederajat. 2. Azas Bebas Hakim tidak terikat pada keputusan hakim terdahulu yang lebih tinggi atau sederajat.
BAB XI PENEMUAN HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM
Pengertian Penemuan Hukum Merupakan salah satu wadah yang dapat digunakan oleh hakim,untuk mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan norma peraturan yang kurang jelas. 1. Dalam arti sempit jika peraturannya sudah ada dan sudah jelas,jadi hakim hanya menerapkan saja. 2. Dalam arti luas peran hakim bukan saja sekedar menerapkan peraturan hukum yang sudah jelas tetapi juga memperluas suatu ketentuan UU yang berdiri atas konstruksi Hukum dan Interpretasi Hukum.
Metode Penemuan Hukum Metode penemuan hukum oleh hakim dapat dilakukan dalam dua bentuk,yaitu : 1. Interpretasi hukum,yaitu penafsiran perkataan dalam UU tetapi tetap berpegang pada kata-kata/bunyi peraturan 2. Konstruksi hukum,yaitu penalaran logis untuk mengembangkan suatu ketentuan dalam UU yang tidak lagi berpegang pada kata-kata nya tetapi tepat memperhatikan hukum sebagai suatu sistem.
Metode Interpretasi Hukum Metode ini digunakan karena apabila suatu peristiwa konkret tidak secara jelas dan tegas dianut dalam suatu peraturan per-UU-an.Jenis-jenis metode penemuan hukum melalui interpretasi hukum adalah sebagai berikut : 1. Interpretasi subsumtif,yaitu hakim menerapkan teks atau kata-kata suatu ketentuan UU terhadap fakta kasus tanpa silogisme dari ketentuan tersebut. 2. Interpretasi Gramatikal,yaitu menafsirkan kata-kata yang ada dalam UU sesuai dengan kaidah tata bahasa. 3. Interpretasi Ekstensi,yaitu penafsiran yang lebih luas daripada penafsiran grammatical,karena memperluas makna dari ketentuan khusus menjadi ketentuan umum sesuai dengan kaidah tata bahasanya.
4. Interpretasi Sistematis,yaitu menafsirkan UU sebagai bagian dari keseluruhan sitem peraturan perundang-undangan. 5. Interpretasi Sosiologis atau Teologis,yaitu menafsirkan makna atau kestansi UU untuk diselaraskan dengan kebutuhan atau kepentingan warga masyarakat. 6. Interpretasi Historis,yaitu dibagi menjadi 2 jenis yakni penafsiran menurut sejarah UU dan penafsiran menurut sejarah hukum. 7. Interpretasi Komparatif,yaitu membandingkan antara berbagai sistem hukum yang ada didunia,sehingga hakim bisa mengambil putusan sesuai dengan perkara yang ditanganinya. 8. Interpretai Restriktif,yaitu penafsiran yang sifatnya membatasi suatu ketentuan undang-undang terhadap peristiwa konkret. 9. Interpretasi Futuristik,yaitu menjelaskan UU yang berlaku sekarang (ius constitum) dengan berpedoman pada UU yang sekarang berlaku,akan diberlakukan (Ius Constituendum).
Metode Konstruksi Hukum 1. Analogi atau Argumentum Per-analogian yaitu penemuan hukum yang mencari esensi dari suatu peristiwa khusus ke pengaturan yang bersifat umum. 2. Argumentasi a’Contrario yaitu penalaran terhadap suatu ketentuan UU pada peristiwa hukum tertentu,sehingga secara a’contrario ketentuan tersebut tidak boleh diberlakukan pada hal-hal lain atau kebalikannya. 3. Rechtsvervijninos
(pengkonkretan
hukum,tetapi
ada
juga
mengartikannya
penyempitan atau penghalusan hukum),yaitu pengkroketan suatu ketentuan dalam UU yang,abstrak atau terlalu luas cakupanya sehingga perlu dikonkretkan oleh hakim. 4. Fiksi Hukum (Fictie),yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada.Sehingga peristiwa tersebut menjadi suatu fakta baru.
HUKUM PERIKATAN Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) KUHPerdata itu, suka tidak suka dia ada.KUHPerdata aka selalu ada, aturan dan unsur unsurnya akan selalu mengikat dan berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari Daftar Isi:
Dimana letak Hukum Perikatan didalam pembagian Hukum Perdata
Definisi dan istilah-istilah Umum
Sumber-sumber Perikatan
Perbedaan antara Perikatan dengan Perjanjian
Prinsip-prinsip Perjanjian
Jenis Perikatan dan Perjanjian
Berakhirnya Perjanjian
Letak Hukum Perikatan dalam Pembagian Hukum Perdata Menurut Ilmu Hukum:
Hukum tentang diri seseorang
Hukum Kekeluargaan
Hukum Kekayaan
Hukum Waris Bandingkan dengan pembagian Hukum Perdata berdasarkan isi KUHPerdata
Letak Hukum Perikatan di KUHPerdata buku III
Definisi dan Istilah-istilah Umum Perikatan (menurut buku III KUHPerdata) “suatu hubungan hukum antara dua orang yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu yang lainnya, sedangkan orang lain diwajibkan memenuhi tuntutan itu.” Sumber-sumber Perikatan
Dari Undang-undang (1352-1380 KUHPerdata)
Lahir dari undang-undang karena perbuatan seseorang
Pasal 1359 KUHPerdata
Pasal 1354 KUHPerdata
Pasal 1365 KUHPerdata
Perikatan mempunyai pengertan yang luas dan lebih abstrak daripada perjanjian
Syarat Sahnya Suatu Perjanjian 1. Pelaku memiliki wewenang menurut hukum (legal capacity) 2. Ada persetujuan berdasarkan kehendak bebas SEPAKAT 3. Ada hal tertentu yang diperjanjikan 4. Perjanjian itu tidak bertentangan dengan sebab yang halal Prinsip-Prinsip Dasar Perjanjian
Kebebasan Berkontrak -Bebas mengadakan perjanjian denga syarat apapun dengan bentuk apapun,dengan
batasan-batasan tertentu -Pasal 1338 jo. 1320 KUHPerdata
Asas konsensual -Pasal 1338 jo. 1320 KUHPerdata
Pacta Sunt Servanda -Pasal 1338 jo.1320 KUHPerdata
Jenis-Jenis Perikatan dan Perjanjian
Perikatan
1. Perikatan bersyarat (Pasal 1253-1267) 2. Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1268-1271) 3. Perikatan mana suka (Pasal 1272-1277) 4. Perikatan tanggung menanggung (Pasal 1278-1295) 5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi (Pasal 1296-1303)
Perjanjian
1. Perjanjian jual beli 2. Perjanjian sewa menyewa
3. Perjanjian hibah 4. Perjanjian persekutuan 5. Perjanjian kerja 6. Perjanjian perdamaian Berakhirnya Perjanjian Pasal 1381 KUHPerdata: 1. Pembayaran (Pasal 1382-1403); 2. Pembaharuan hutang (Pasal 1413-1424); 3. Pencampuran hutang (Pasal 1436-1437); 4. Penghapusan hutang (Pasal 1438-1443); 5. Pembatalan perjanjian (Pasal 1446-1456); 6. Tidak tepenuhinya syarat (Pasal 1253, 1265-1267). 7. Lewat Waktu (Pasal 1946-1962, Pasal 1967-1993)