ARTIKEL PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN NEGERI TUAPEJAT DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: RIDELHAN HAOLONGAN S 0710012111225
Program Bagian Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015
1
2
3
PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN NEGERI TUAPEJAT DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI Ridelhan Haolongan S1, Yetisma Saini1, Fitriati2 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta 2 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Taman Siswa E-mail:
[email protected] 1
ABSTRACT
Attorney General's Office are given the authority to carry out an investigation to investigators and corruption. Authorities that was given to the public prosecutors to carry out an investigation in accordance with Law Number 16 Year 2004 about the Public Prosecutor. The problems that will be discussed is: (1) How corruption investigation which will be done by the Attorney of Tuapejat on In Mentawai Islands? (2) What is hindrances that were faced by by the Investigators in corruption probe the country Judiciary Tuapejat on the Mentawai Islands? approach or has to be done is judicial sociological data source that use primary, secondary data as documents,Interview, analyzed in qualitative research. Results of research: (1) for the corruption criminal investigation which will be done by the Prosecutor Office investigator Tuapejat on land, Mentawai Islands through the stages of the as follows: The existence of the report of the occurrence of Criminal offenses, brewing over The Investigation, The invitation to the witness / experts / suspects (P-9), examination of witnesses, the experts and the suspect, efforts to force them that can be done by the investigators, Case and handed over the case, the suspect and evidence. (2) Hindrances that were faced by by the Prosecutor Office investigator Tuapejat on land, Mentawai Islands lack of Human Resources, Man, When a brief investigation and it is Difficult to present witnesses Key words:, the investigation, Corruption, the Attorney General's Office
Pendahuluan Korupsi berkaitan erat dengan kekuasaan,
dan
yudikatif)
membudaya.
membuat
korupsi
menjadi
1
dengan menyalahgunakan kekuasaan, menyebabkan
Korupsi menyebabkan kehancuran lapisan
perkembangan korupsi sulit diberantas, sebab sistem
sosial dan hajat hidup orang banyak serta merupakan
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertata
pelanggaran
secara tertib dan tidak terawasi secara baik. Landasan
Indonesia. Korupsi semakin ditindak semakin meluas,
hak
asasi
terhadap
jutaan
rakyat
hukum yang digunakan pun mengandung banyak kelemahan dalam implementasinya. Didukung pula oleh sistem check and balances yang lemah di antara ketiga kekuasaan pemerintahan (legislatif, eksekutif,
1
Marwan Effendy,2007, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Lokakarya, Anti-korupsi bagi Jurnalis, Surabaya, hlm. 1
4 bahkan perkembangannya terus meningkat dari tahun
Wewenang
jaksa
untuk
melakukan
ke tahun. Korupsi semakin terpola dan tersistematis
penyidikan, lebih ditegaskan lagi oleh Pasal 30
serta terorganisir, lingkupnya meluas ke seluruh aspek
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
kehidupan masyarakat dan lintas batas negara,
Kejaksaan RI yang menentukan: “(1) Di bidang
korupsi secara nasional disepakati tidak saja sebagai
pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
kejahatan luar biasa (extraordinary crime), tetapi juga
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
kejahatan transnasional.
2
Kejaksaan sebagai sebuah lembaga yang
tertentu
berdasarkan
kemudian
Undang-Undang”,
dalam
penjelasannya
dalam
yang
disebutkan:
berwenang sebagai penuntut umum dan penyidik
“Kewenangan
dalam tindak pidana tertentu berdasarkan Pasal 30
kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam
ayat (1). Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
Undang-Undang
tentang Kejaksaan Republik Indonesia mempunyai
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
No
ketentuan
31
Tahun
ini
1999
adalah
tentang
salah satu peran yang sangat penting dalam
Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki
penyelesaian dan pemberantasan kasus tindak pidana
oleh jaksa sebagai penyidik tindak pidana korupsi
tertentu yaitu penyidik tindak pidana korupsi.
maka jaksa bertugas untuk melakukan penyidikan
Dalam melakukan penyidikan mengenai
guna untuk menyelesaikan suatu perkara yang diduga
Tindak Pidana Korupsi diatur dalam Bab IV Pasal 25
Tindak Pidana Korupsi dan agar tersangka atau
sampai Pasal 40 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999.
terdakwanya dapat diberikan hukuman yang pantas
Pejabat yang memiliki kewenangan sebagai penyidik
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
dalam Tindak Pidana Korupsi di samping Kepolisian
berlaku.
Republik Indonesia, Komisi pemberantasan Korupsi,
Mengamati
kasus-kasus
korupsi
yang
dan pihak Kejaksaan. Lembaga Kejaksaan pertama
muncul di Indonesia, menunjukkan bahwa korupsi
kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
dilakukan
oleh
1961 Tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan, sekarang
kekuasaan
tertentu,
diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
korupsi (koruptor) tidak menunjukkan rasa malu dan
Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
takut bahkan memamerkan hasil korupsinya. 3 Padahal
orang-orang
yang
seolah-olah
menduduki
pejabat
pelaku
Dalam ketentuan KUHAP tidak dikatakan
korupsi merupakan masalah yang sangat serius dalam
jaksa bisa menjadi penyidik melainkan hanya menjadi
suatu negara, karena tindak pidana korupsi dapat
penuntut umum saja, namun dalam tindak pidana
membahayakan stabilitas keamanan negara dan
Korupsi jaksa diberi wewenang untuk menjadi
masyarakat, membahayakan pembangunan sosial,
penyidik dan melakukan penyidikan suatu perkara
politik dan ekonomi masyarakat, dapat pula merusak
yang diduga tindak pidana korupsi. Wewenang yang
nilai-nilai
diberikan kepada jaksa untuk melakukan penyidikan
kepercayaan negara-negara di dunia untuk turut serta
sama dengan wewenang kepolisian sebagai penyidik.
berinvestasi dalam dunia bisnis. 3
2
Ibid
demokrasi,
menurunkan
tingkat
Soetanto Soepiadhy, 2005, Gerakan Indonesia Patut, Artikel Mingguan Pada Kolom Opini Suara Sejati, Jakarta, Edisi 10 Tahun I Tanggal 16-18 September, hlm. 2.
5 Salah satunya contohnya adalah kasus
1. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak
korupsi mantan Bupati kepulauan Mentawai dan
pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Tuapejat
Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Mentawai tahun
di Kabupaten Kepulauan Mentawai?
2012 yang dihukum masing-masing 4 tahun penjara
2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh
dalam kasus korupsi upah pungut dana provinsi
Penyidik
dalam
melaksanakan
penyidikan
sumber daya hutan (PSDH) sebesar RP.1,5 miliar
tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri
dimana, putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa
Tuapejat Di Kabupaten Kepulauan Mentawai?
Penuntut Umum (JPU) yang dituntut masing-masing 6 tahun penjara.4Dan kemudian kasus korupsi Kepala
Tujuan Penelitian
Dinas Mentawai terhadap Dana Alokasi Khusus
Melalui penelitian ini, penulis mempunyai
(DAK) dibidang pendidikan tahun 2009 yang banyak
beberapa tujuan sesuai dengan perumusan masalah di
merugikan Negara terlebih lagi sektor pendidikan.
atas sebagai berikut :
Pola tindak pidana korupsi bertitik tolak
1. Untuk
mengetahui
pelaksanaan
penyidikan
pada tindakan yang tidak bermoral, tidak etis, dan
tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri
melanggar hukum, maka untuk memberantas tindak
Tuapejat Di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
pidana korupsi, perlu dilibatkan secara optimal sistem
2. Untuk
mengetahui
kendala-kendala
yang
peradilan pidana (criminal justice system) meliputi
dihadapi oleh Penyidik dalam melaksanakan
serangkaian
penyidikan tindak pidana korupsi di Kabupaten
tindakan
Kepolisian,
Kejaksaan,
Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai
Kepulauan Mentawai.
suatu sub sistim hukum yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.5
Metode Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dalam skripsi ini “PELAKSANAAN PIDANA NEGERI
penulis memilih judul:
PENYIDIKAN
KORUPSI TUAPEJAT
Jenis Pendekatan
OLEH DI
TINDAK
Penelitian menggunakan
yang
pendekatan
penulis
lakukan
penelitian
hukum
KEJAKSAAN
sosiologis. Penelitian hukum sosiologis merupakan
KABUPATEN
penelitian lapangan, yaitu penelitian yang langsung di
KEPULAUAN MENTAWAI”
lapangan untuk memperoleh data primer sebagai
Perumusan Masalah
sumber pertama.6
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan beberapa permasalahan hukum yang muncul dari latar
Sumber Data a.
belakang masalah sebagai berikut :
Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama. 7 Data primer didapatkan melalui wawancara dengan 4
Lihat Harian Padang Ekspres, Selasa Tanggal 31 Juli 2012, hlm.1 5 IGM Nurdjana,2010,Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi”Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 12.
Imme krisna dan Atma sebagai Penyidik Tindak 6
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 6 7 Ibid
6 Pidana Korupsi oleh Kejaksaan Negeri Tuapejat Di
yakni suatu cara pengolahan data-data, dengan
Kabupaten Kepulauan Mentawai.
menguraikan data-data dalam bentuk kalimat yang
b.
baik dan benar, sehingga mudah dibaca dan
Data sekunder Data
skunder
adalah
data
yang
diinterprestasikan,
kemudian
dibuat
kesimpulan
diperoleh/dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi
dengan menggunakan metode deduktif, metode
sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai
deduktif adalah suatu cara penyimpulan dari hal-hal
intansi lain. Biasanya sumber tidak langsung berupa
yang bersifat umum sehingga sampai pada hal-hal
data dukumentasi dan arsip-arsip resmi.Data yang
yang bersifat khusus.
diperoleh dari kantor Kejaksaan Negeri Tuapejat mengenai tindak pidana Korupsi Di Kabupaten
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Kepulauan Mentawai tahun 2010 sampai tahun 2015.
A. Pelaksanaan
Teknik Pengumpulan Data
Pidana
Kabupaten Kepulauan Mentawai
menggunakan alat pengumpulan data terdiri atas : Wawancara Wawancara
Tindak
Korupsi Oleh Kejaksaan Negeri Tuapejat Di
Di dalam teknik pengumpulan data, penulis
a.
Penyidikan
Menurut
Imme
Kirana
sebagai
Jaksa
Penyidik di Kejaksaan Negeri Tuapejat menyatakan adalah
tanya
seseorang yang diperlukan
jawab
dengan
bahwa tahapan penyidikan tindak pidana korupsi
untuk dimintak
yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Negeri
keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal
Tuapejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah:9
Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan
1.
Adanya Laporan Terjadinya Tindak Pidana
tujuan agar mendapatkan jawaban yang nyata.
Laporan Terjadinya Tindak Pidana (P-6)
Pelaksanaannya dilakukan dengan menyiapkan daftar
disampaikan oleh seorang penyidik bahwa menurut
pertanyaan tertulis akan
informasi
tetapi tidak
menutup
intelijen
yustisial
Kejaksaan
Tinggi
kemungkinan timbul pertanyaan baru sesuai dengan
Sumatera Barat telah diperolah indikasi awal adanya
pelaksanaan wawancara.8
tindak pidana korupsi pada proses pengadaan proyek
b.
bantuan bencana alam tahun 2004 di Kabupaten
Studi Dokumen Studi dokumen adalah salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial untuk menelusuri data
Mentawai. 2.
Diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan.
histories.
Surat perintah penyidikan (P-8) adalah dasar
Studi Dokumen dengan mempelajari kepustakaan
bagi penyidik untuk melakukan proses penyidikan
atau literatur dan jurnal ilmiah yang ada kaitannya
terhadap suatu tindak pidana. Nama-nama yang
dengan permasalahan yang diteliti.
diperintahkan dalam surat perintah penyidikan adalah penyidik
suatu
tindak
pidana
yang
diperintahkan. Sejalan dikeluarkannya surat perintah
Analisis Data Data
terhadap
yang
diperoleh
dari
lapangan
penyidikan, penyidik wajib menyampaikan surat
dikumpulkan, kemudian dianalisa secara kualitatif, 9
8
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta, Bandung, hlm 28.
Wawancara dengan Imme Kirana sebagai Jaksa Penyidik di Kejaksaan Negeri Tuapejat, Kebupaten Kepulauan Mentawai, Tanggal 25 Mei 2015.
7 pemberitahuan
dimulainya
penyidikan
(SPDP)
memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada
kepada penuntut umum dengan tembusan instansi
petugas untuk membawa kepadanya.”
terkait berdasarkan pasal 109 (1) KUHAP yang
4.
Pemeriksaan terhadap saksi, ahli dan tersangka
berbunyi : “Dalam hal penyidik telah mulai melakukan
penyidikan
suatu
peristiwa
yang
Saksi-saksi, tersangka dan ahli yang telah memenuhi panggilan penyidik kemudian dilakukan
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan
pemeriksaan
hal itu kepada penuntut umum”. Seandainya SPDP
sehubungan dengan tindak pidana yang sedang
belum ada maka “penyidik” belum mulai melakukan
disidik. Keterangan Saksi Menurut pasal 1 butir 27
penyidikan. Ketua Pengadilan Negeri / Pengadilan
KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti
Tindak Pidana Korupsi dapat menolak izin penyitaan
dalam perkara pidana berupa keterangan dari saksi
dan izin penggeledahan jika diketahuinya belum ada
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
SPDP, demikian pula penuntut umum dapat menolak
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan
perpanjangan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
penahanan
yang
diajukan
oleh
untuk
dimintai
keterangannya
penyidik. 3.
Pemanggilan terhadap saksi / ahli / tersangka (P-
5.
Upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik
9)
Proses selanjutnya, apabila dalam melakukan Surat panggilan saksi / tersangka adalah
penyidikan
diperlukan
adanya
surat yang dibuat oleh penyidik untuk melakukan
penggeledahan/penyitaan surat-surat, harta benda dan
pemanggilan
tindakan
kepada
seseorang
untuk
yang
berkaitan
dengan
keterangannya
dimintai
lain,
diperlukan
permintaan
izin
proses
penggeledahan/penyitaan dengan bentuk B-1 dan
penyidikan terhadap suatu tindak pidana yang sedang
kemudian dilanjutkan dengan bentuk B-5 tentang
dilaksanakan oleh penyidik. Pada prinsipnya semua
Surat Penitipan Barang Bukti atau dapat dilakukan
orang dapat menjadi saksi dan merupakan suatu
tindakan berupa permintaan izin khusus untuk
kewajiban jika dipanggil oleh penyidik
membuka,
yang
memeriksa
dan
menyita
surat
berwenang untuk itu. Penyidik menerbitkan surat
dipergunakan bentuk B-6 permintaan penyerahan
panggilan dengan mencantumkan alasan pemanggilan
surat-surat
secara jelas dengan memperhatikan tenggang waktu
mempunyai hubungan dengan perkara yang sedang
yang wajar, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab
diperiksa dengan bentuk B-7 atau bentuk-bentuk B-8
Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 112 yaitu
tentang pemberitahuan penyitaan barang bukti oleh
Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan
Kejaksaan dan B-10 tentang label benda sitaan /
menyebutkan
jelas,
barang bukti atau dapat pula dimohonkan izin dari
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang
Menkeu RI untuk memeriksa keuangan sesuai B-3.
dianggap
Selain itu pula, di dalam melakukan pemeriksaan
alasan
perlu
pemanggilan
untuk
diperiksa
secara
dengan
surat
yang dicurigai dengan alasan kuat
panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang
terhadap
waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan
penangkapan, dipergunakan bentuk T-1 atau kalau
hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan
dilakukan penahanan/pengalihan jenis penahanan
tersebut. Orang yang dipanggil wajib datang kepada
(tingkat
penyidik
permintaan perpanjangan penahanan dengan T-3 dan
dan
jika
ia
tidak
datang,
penyidik
tersangka
penyidikan)
dapat
dengan
dilakukan
bentuk
T-2
suatu
atau
8 Surat Perpanjangan Penahanan dengan T-4. Terhadap
Tuapejat, penulis dapat mengetahui kendala-kendala
semua tahap tersebut diatas kemudian dibuat berita
yang dihadapi oleh penyidik antara lain: 10
Acara Penyidikan yang ditandatangani oleh Penyidik
1.
Masalah sumberdaya manusia yang tersedia
dan saksi/tersangka.
dirasa masih kurang dan perlu penambahan
6.
personil jaksa pada bidang tindak pidana khusus
Pemberkasan Pemberkasan merupakan tahapan akhir dari
di
Kejaksaan
Negeri
Tuapejat,
Kabupaten
proses penyidikan dimana semua berkas yang
Kepulauan Mentawai, karena pada pidana khusus
berkaitan dengan perkara dikumpulkan dalam satu
Kejaksaan Negeri Tuapejat hanya ada lima (5)
kesatuan dan dijilid. Setelah semua lengkap biasanya
orang jaksa dan satu (1) orang kepala seksi
dijilid dan dilakukan penggandaan sebanyak 3 (tiga)
pidana khusus, jumlah jaksa yang terdapat di
rangkap yaitu masing-masing dua rangkap untuk
Kejaksaan Negeri Padang adalah Sembilan belas
penuntut umum karena satu rangkap akan diserahkan
(19) dan jaksa penyidik tergantung dari surat
penuntut umum kepada pengadilan negeri dan satu
perintah dari kepala kejaksaan yang sedikit tidak
rangkap untuk arsip penyidik.
sebanding dengan kasus korupsi yang ditangani
7.
Penyerahan berkas perkara, tersangka dan barang
oleh Kejaksaan Negeri Tuapejat. Karena setiap
bukti.
kasus korupsi tidak disidik secara sendirian,
Penyerahan berkas perkara, tersangka dan
namun dalam bentuk tim yang bekerja sama
barang bukti merupakan tahapan akhir dari proses
dalam melakukan penyidikan tindak pidana
penyidikan. Semua hal yang perlu dari hasil
korupsi.
penyidikan maupun surat-surat selama penyidikan
seharusnya ada 20 orang jaksa yang bertugas
berlangsung diberkas, kemudian dikirimkan kepada
dibidang pidana khusus di Kejaksaan Negeri
penuntut umum untuk dilakukan penelitian terhadap
Tuapejat, agar jaksa penyidik tidak hanya
berkas perkara, berdasarkan Pasal 8 ayat (2) dan (3)
mengerjakan tugas penyidikan, namun pada sisi
KUHAP, yaitu penyidik menyerahkan berkas perkara
lain juga melakukan tugas penuntutan pada
kepada penuntut umum, Penyerahan berkas perkara
tindak pidana umum atau tindak pidana biasa.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan pada
2.
Menurut
jaksa
penyidik
sendiri
Hal yang cukup sulit dan memakan waktu yang
tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas
cukup lama dalam kegiatan penyidikan yakni
perkara dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai,
dalam mencari harta kekayaan tersangka yang
penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka
diperoleh
dan barang bukti kepada penuntut umum.
mengingat pada umumnya mereka sangat pandai
dari
hasil
korupsi
untuk
disita,
Oleh
menyembunyikan harta kekayaan hasil korupsi
Penyidik Dalam Melaksanakan Penyidikan
telah habis difoya-foyakan oleh tersangka, ini
Tindak Pidana Korupsi Oleh Kejaksaan
akan sulit dalam mengupayakan pengembalian
Negeri Tuapejat Di Kabupaten Kepulauan
uang Negara, sekalipun nantinya dalam tingkat
B. Kendala-Kendala
Yang
Dihadapi
Mentawai Hasil wawancara dengan Atma sebagai penyidik tindak pidana khusus kejaksaan negeri
10
Wawancara dengan Atma sebagai Kasi Pidana Khusus di Kejaksaan Negeri Tuapejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Tanggal 25 Mei 2015.
9 penuntutan disidang pengadilan oleh jaksa
g.
penuntut umum terdakwa dituntut pidana denda atau uang pengganti dan ternyata diputus
3.
Penyerahan berkas perkara, tersangka dan barang bukti.
2.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik
pelaksanaannya sering tidak dipenuhi oleh
Kejaksaan
terpidana.
Kepulauan Mentawai yaitu:
Sulitnya
menghadirkan
Kabupaten
a.
Kurangnya Sumber Daya Manusia
beberapa saksi yang tempat tinggalnya jauh
b.
Waktu Penyidikan yang singkat
sehingga
c.
Sulitnya Menghadirkan Saksi
saksi
karena
Tuapejat,
ada
menyulitkan
saksi,
Negeri
untuk
datang
memenuhi panggilan jaksa penyidik. Bahkan dalam memberikan keterangan kepada jaksa penyidik sehubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahuinya saksi sering tidak bersikap terbuka atau menutup-nutupi, hal tersebut dilakukan karena saksi terjebak dari keterangan yang diberikannya karena adanya perasaan tidak ingin mencampuri urusan orang lain yang nantinya dapat menyusahkan saksi sendiri, sikap seperti ini tentu saja menghambat pengungkapan dan membuat terang tindak pidana korupsi
tersebut
untuk
mengungkap
tersangkanya. Simpulan Dari uraian atau paparan diatas yang penulis buat, maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu : 1.
Pelaksanaan Penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Tuapejat,
Kabupaten
Kepulauan
Mentawai
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut yaitu: a.
Adanya Laporan Terjadinya Tindak Pidana
b.
Diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan.
c.
Pemanggilan terhadap saksi / ahli / tersangka (P-9)
d.
Pemeriksaan
terhadap
saksi,
ahli
dan
tersangka e.
Upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik
f.
Pemberkasan
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adam Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni, Bandung. Andi Hamzah., 1984, Korupsi Di Indonesia, Masalah dan Pemecehannya, Gramedia, Jakarta. Harun M. Husein., 1991, Penyidikan dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. H.R. Abdussalam, 2006, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat, Restu Agung, Jakarta. IGM Nurdjana., 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Lilik Mulyadi., 2007, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik, dan Masalahnya, Alumni, Bandung. Maheka, Arya. 2010, Mengenali dan Memberantas Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi republic Indonesia. Jakarta. Marwan Effendy, 2007, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Lokakarya, Anti-korupsi bagi Jurnalis, Surabaya. Partanto., P.A., dan Al Barry., M.D., 1994, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya. Prodjohamidjojo, M., 2001, Penerapan Pembuktian Terbaik Dalam Delik Korupsi (UU No.31 Tahun 1999), Mandar Maju, Bandung. Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta, Bandung. Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Suyatno., 2005, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
10 B. Peraturan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Negara Republik Indonesia Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. C. Lainnya Harian Padang Ekspres, Selasa Tanggal 31 Juli 2012.