BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Luas Hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan LKPJ DIY
tahun 2013 yaitu seluas 18.715,0640 Ha atau sekitar 5,87% dari total luas seluruh DIY yaitu 318.518 Ha. Pengelolaan hutan di Yogyakarta telah dilakukan sejak zaman Belanda, dimana dari kegiatan pengelolaan tersebut telah diperoleh berbagai jenis hasil dari hutan baik berupa hasil hutan kayu, maupun hasil hutan non kayu seperti minyak kayu putih. Hasil hutan berupa minyak kayu putih tersebut merupakan potensi unggulan sub sektor kehutanan. Di Yogyakarta, tanaman kayu putih mulai ditanam pada tahun 1950 dan pada tahun 1970 pemanfaatan tanaman kayu putih mulai dilakukan dengan melakukan pemanenan daun pada tanaman kayu putih untuk diproduksi menjadi produk minyak atsiri atau sering dikenal dengan minyak kayu putih. Sistem pengelolaan hutan tanaman kayu putih dilaksanakan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta dibawah Dinas Kehutanan dan Perkebunan D.I. Yogyakarta. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas tegakan kayu putih yang terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,8 ha, yang terbagi dalam kawasan lindung seluas 303,75 ha (6,74%), dan kawasan hutan produksi seluas 4.205,00 ha (93,26%). Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan lindung, 1
2
semuanya terdapat di Bagian Daerah Hutan (BDH) Kulon Progo-Bantul tepatnya di Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Sermo, RPH Mangunan, dan RPH Dlingo. Sementara itu, untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi, tersebar di 4 BDH yaitu BDH Playen (RPH Wonolagi, Kemuning, Gubung Rubuh, Menggoran, Kepek), BDH Karangmojo (RPH Candi, Gelaran, Kenet, Nglipar), BDH Paliyan
(RPH
Grogol,
Mulo),
dan
BDH
Panggang
(RPH
Pucanganom)
(Anonim,2012). Pengelolaan hutan oleh KPH dilakukan dalam unit-unit pengelolaan hutan yaitu dalam unit-unit, Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Potensi tanaman kayu putih seluas 4.508,8 Ha di KPH Yogyakarta, tersebar pada 5 Bagian Daerah Hutan (BDH), yaitu BDH Karangmojo dengan luas 3.746,40 Ha, BDH Playen dengan luas 3.641,50 Ha, BDH Paliyan seluas 4.206,30 Ha, BDH Kulon Progo-Bantul seluas 1.897,60 Ha, dan BDH Panggang seluas 2.232,70 Ha. Pengelolaan hutan kayu putih oleh KPH tak lepas dari adanya kerjasama bersama masyarakat sekitar hutan yang tergabung dalam suatu kelompok tani hutan. Kegiatan kerjasama dilakukan melalui sistem tumpangsari yaitu masyarakat/pekerja yang mengelola tanaman kayu putih, diberikan ijin untuk menggunakan lahan hutan kayu putih dengan menanam tanaman pertanian/palawija disela tanaman kayu putih dengan syarat bahwa pemanenan daun kayu putih dilakukan oleh masyarakat/pekerja penggarap tanah pada masing-masing lahan yang dimiliki dengan memberikan upah sesuai hasil yang didapatkan.
3
BDH Karangmojo merupakan salah satu bagian daerah hutan dalam KPH Yogyakarta yang memiliki luas hutan kayu putih terbesar yaitu seluas 2.267,60 Ha dan menghasilkan produk minyak kayu putih terbesar pula yaitu pada tahun 2011 sebesar 22.404 liter. BDH Karangmojo merupakan salah satu bagian daerah hutan yang melakukan pemanenan daun kayu putih untuk memenuhi target daun kayu putih yang diperlukan untuk pembuatan minyak kayu putih di Pabrik Penyulingan Minyak Kayu Putih Sendangmole dan Pabrik Penyulingan Minyak Kayu Putih Gelaran. RPH Gelaran merupakan salah satu resort pengelolaan hutan di dalam BDH Karangmojo dan merupakan RPH yang memiliki luas hutan kayu putih terbesar dibanding dengan RPH lainnya yaitu seluas 735,80 Ha. Berdasarkan data
yang
diperoleh, hasil pungutan daun kayu putih dari tahun ke tahun selalu memenuhi target produksi. Diketahui pada tahun 2015 RPH Gelaran dapat melakukan pungutan daun kayu putih sebanyak 1.171 ton. Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Gelaran terdiri dari 10 petak yang keseluruhan lahan berisi tanaman pokok yaitu kayu putih. RPH Gelaran memiliki ±2.000 tenaga pemetik yang berasal dari masyarakat desa sekitar RPH Gelaran yang tergabung dalam suatu kelompok tani hutan. Kelompok-kelompok tersebut memiliki wilayah kelola pada masing-masing petak yang ada di RPH Gelaran sehingga di RPH Gelaran terdapat 10 kelompok tani hutan dan masing-masing kelompok tersebut tentu memiliki kondisi sosiodemografi yang berbeda-beda.
4
Kelompok Tani Hutan Jati Subur merupakan salah satu kelompok tani hutan yang seluruh anggotanya merupakan pekerja dalam kegiatan pemanenan daun kayu putih di RPH Gelaran. Kelompok tani ini terbentuk pada tahun 1985 dengan jumlah anggota sebanyak 68 orang. Dalam kegiatan pemanenan daun kayu putih, tentu masing-masing anggota/pekerja dalam kelompok memiliki kondisi sosiodemografi yang berbeda, sehingga dalam kaitannya dengan hasil pungutan yang diperoleh serta hasil penggarapan lahan yang dilakukan tentu memiliki karakteristik tersendiri dan tentu akan mempengaruhi produktivitas masing-masing pekerja. Karakteristik sosiodemografi pekerja juga akan berpengaruh pada optimal atau tidaknya pungutan daun kayu putih di RPH Gelaran, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta. Oleh karena itu analisis karakteristik sosiodemografi pekerja kelompok tani hutan Jati Subur terkait kegiatan pemanenan daun kayu putih di RPH Gelaran, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta menjadi penting dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik sosiodemografi pekerja pemanenan daun kayu putih khususnya kelompok tani hutan di RPH Gelaran, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta. Nantinya hasil analisis tersebut dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih pekerja untuk kegiatan pengelolaan hutan tanaman kayu putih agar kegiatan pemanenan di RPH Gelaran dapat lebih optimal.
5
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana karakteristik sosiodemografi KTH Jati Subur terkait kegiatan pemanenan daun kayu putih di RPH Gelaran, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta ?
2.
Bagaimana hubungan karakteristik sosiodemografi KTH Jati Subur dengan beberapa elemen kegiatan pemanenan daun kayu putih di RPH Gelaran, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta ?
1.3.
Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi karakteristik sosiodemografi KTH Jati Subur. 2. Mengetahui hubungan karakteristik sosiodemografi KTH Jati Subur dengan beberapa elemen kegiatan pemanenan daun kayu putih di RPH Gelaran, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta. 3. Memberikan rekomendasi dalam pemilihan pekerja terkait kegiatan pemanenan daun kayu putih di RPH Gelaran, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta.
1.4.
Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi KPH Yogyakarta
6
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan pekerja untuk pemanenan daun kayu putih sehingga diharapkan dapat mencapai produktivitas yang optimal.
2. Bagi Pembaca Dapat dijadikan sebagai pustaka dan acuan dalam proses pembelajaran dan
menambah
wawasan
serta
pengetahuan
baru
mengenai
karakteristik sosiodemografi kelompok tani hutan yang merupakan pekerja pada pemanenan daun kayu putih.