BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Judul merupakan salah satu bagian yang penting pada sebuah penelitian. Judul dalam penelitian harus didasarkan atas beberapa pertimbangan dan alasan-alasan logis berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Isi dari penelitian yang kita lakukan juga bisa tergambar dari judul yang diberikan. Adapun judul dari penelitian ini adalah:
dan Upaya Mewujudkan Hak
1.1.1 Aktualitas Anak saat ini memiliki perhatian pemerintah yang cukup besar. Anak yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa. Sebagai generasi penerus bangsa, keberadaan anak ini harus diperhatikan dan dilindungi dari berbagai aspek. Perlindungan pada anak dilakukan, karena berbagai permasalahan terjadi pada anak seperti pelanggaran-pelanggaran. Hal ini dapat dilihat pada kasus-kasus kekerasan anak yang akhir-akhir ini terjadi, pelecehan seksual sampai dengan pembunuhan pada anak. Kejahatan-kejahatan tersebut tentunya melanggar hak asasi pada anak itu sendiri. Berbagai lembaga pemerhati anak muncul, sebagai respon mereka terhadap permasalahan anak yang saat ini marak terjadi. Salah satu lembaga sosial yang muncul adalah forum anak, forum anak ini merupakan wadah partisipasi anak untuk menyampaikan aspirasi mereka dan penghubung antara anak-anak dengan pemerintah serta lembaga anak yang berdiri untuk pemenuhan hak anak.
1
Forum anak adalah wadah partisipasi bagi anak yang belum berusia 18 tahun. Anggota forum anak adalah perwakilan dari kelompok anak atau kelompok kegiatan anak yang dikelola oleh anak dan dibina oleh pemerintah sebagai media untuk mendengarkan dan memenuhi aspirasi keinginan dan kebutuhan anak di dalam proses pembangunan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, pasal 4 berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan
nak saat ini sedang berkembang
adalah Forum Anak Sleman (FORANS) yang berada di Kabupaten Sleman. 1.1.2 Orisinilitas Penelitian dapat dikatakan orisinil apabila penelitian yang dilakukan belum pernah diteliti oleh peneliti terdahulu, tetapi apabila penelitian sejenis diteliti maka harus terlihat perbedaan-perbedaannya. Terdapat penelitian terdahulu terkait dengan forum anak dan pemenuhan hak anak. Penelitian tentang forum anak pernah dilakukan oleh Silalahi (2011) dalam penelitian yang dilakukan untuk tugas akhir ini mengulas tentang peranan Forum Anak Kota Semarang ini bekerja untuk melaksanakan pemenuhan kebutuhan kesehatan anak melalui programprogram yang ada pada Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA). Penelitian tentang forum anak juga pernah dilakukan oleh Dewi (2013) dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana perjuangan Forum Anak Kota Semarang dalam melakukan pemenuhan hak-hak anak. Pemenuhan hak-hak anak yang dihasilkan dari penelitian ini terbagi menjadi 4 pemenuhan hak dasar pada
2
anak, yaitu hak kelangsungan hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi. Keempat dasar hak anak tersebut memiliki kegiatan sendiri-sendiri seperti lomba mewarnai, pentas seni, kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat dan minat masing-masing dan sebagainya. Dalam penelitian ini juga ditemukan adanya hambatan yang terjadi pada Forum Anak Kota Semarang Ada juga sebuah tesis karya Perwitasari (2013) tentang forum anak di DIY. Hasil dari penelitian ini memaparkan tentang berbagai bentuk kegiatan forum anak di DIY yang terbagi menjadi 3 kegiatan rutin yaitu kegiatan peningkatan kemampuan dan kapasitas, pengembangan bakat, serta apresiasi seni dan budaya. Kegiatan tersebut diwujudkan dengan anggota berpartisipasi dalam kegiatan maupun hanya sekadar mewujudkan ide atau materi saja. Partisipasi pada kegiatan anak ini, dilihat dengan berbagai faktor baik faktor ekternal maupun internal. Penelitian ini dilakukan dengan cara mixed method. Sebuah jurnal tulisan Lilik (2006) memaparkan tentang perlindungan terhadap hak asasi anak. Tulisan tersebut mengungkapkan bahwa Undang-Undang Perlindungan anak yang hadir untuk memberikan jaminan perlindungan pada hakhak
anak,
termasuk
untuk
hak
menjalankan
agama
masing-masing.
Implementasinya Undang-Undang Perlindungan anak untuk memberikan hukum bagi anak-anak di Indonesia masih sangat lemah. Pada kasus ini perlindungan hak anak yang menjadi bagian dalam pemenuhan hak anak meskipun sudah diatur dalam undang-undang akan tetapi belum mampu terlaksana dengan baik. Dari pusat penelitian Kementrian Sosial karya Yanuar dan Ivo (2011), studi penelitian ini memaparkan tentang perlindungan anak berbasis komunitas
3
dengan mengarusutamakan hak anak. Penelitian ini menjelaskan bahwa masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada hak-hak anak. Berbagai peraturan telah dikeluarkan, akan tetapi hasilnya masih belum maksimal. Kondisi anak di Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan seperti eksploitasi anak, diskriminasi, dan sebagainya. Perkembangan perlindungan anak dalam rangka pemenuhan hak anak ini perlu adanya keterlibatan masyarakat termasuk anak-anak sendiri. Dalam penelitian ini, terjadi perbedaan antara penelitian-penelitian yang terdahulu. Jika penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya ada yang menjelaskan tentang tingkat partisipasi anak dalam pemenuhan hak anak, belum terpenuhinya hak-hak anak ini secara maksimal, meskipun peraturan telah diimplementasikan dan sebagainya. Sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada sejarah berdirinya Forum Anak Sleman, dinamika hubungan antara Forum Anak Sleman dengan pemerintah, dan capaian apa saja yang telah diberikan Forum Anak Sleman ini kepada anak-anak dan pemerintah. 1.1.3 Relevansi
dengan
Jurusan
Pembangunan
Sosial
dan
Kesejahteraan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu yang mempelajari masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan ini memiliki tiga fokus studi, yaitu: 1. Kebijakan Sosia l, 2. Pemberdayaan Masyarakat, 3. CSR (Corporate Social Responsibility). Ketiga fokus studi tersebut sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu sosial
4
mulai dari pendekatan ke masyarakat, identifikasi masalah, pemecahan masalah, dan sampai pada perumusan kebijakan baru yang kemudian diterapkan di dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk melakukan pembangunan agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Sedangkan jika dilihat permasalahan-permasalahan sosial yang ada di dalam masyarakat masih banyak dan belum dapat terselesaikan, diantaranya permasalahan pada pendidikan, pengangguran, kelompok rentan yaitu lansia, wanita, kelompok miskin dan anak-anak. Permasalahan pada anak yang saat ini masih menjadi bagian dari masalah sosial yang belum dapat terselesaikan baik tingkat nasional maupun tingkat internasional. Permasalahan anak yang tak kunjung terselesaikan ini banyak pihak-pihak yang meresponnya, diantaranya ketiga bidang studi di Jurusan Pembangunan Sosial ini juga merespon permasalahan pada anak yang tak kunjung usai tersebut. Dari bidang kebijakan sosial, yang mana pemerintah merespon dengan mengeluarkan kebijakan tentang kesejahteraan anak, kebijakan tentang Kabupaten/Kota Layak Anak, kebijakan tentang perlindungan anak. Disisi lain pemberdayaan masyarakat yang biasanya banyak ditangani oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga turut andil di dalam menangani permasalahan tentang anak, dengan banyaknya LSM yang konsentrasi dengan permasalahan anak. Banyak pula perusahaan-perusahaan yang CSR nya mulai menangani masalah anak, seperti perusahaan yang mulai melakukan CRBP ( and Business Principles) di dalam menjalakan usahanya. Forum anak hadir menjadi bagian dari aplikasi kebijakan sosial, dimana forum anak sebagai wadah partisipasi anak dan menangani permasalahan ini
5
manjadi salah satu jalan untuk mewujudkan hak-hak anak yang belum tercapai. Dengan tercapainya hak-hak anak tersebut maka akan terwujudnya kesejahteraan anak yang berkaitan dengan ilmu pembangunan sosial dan kesejahteraan.
1.2 LATAR BELAKANG Anak merupakan generasi penerus bangsa yang menjadi investasi di dalam peradaban manusia. Sebagai generasi penerus bangsa keberadaan anak ini pada hakekatnya perlu dijaga dan dilindungi baik oleh keluarga, masyarakat, maupun negara. Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (2011) anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk yang masih berada di dalam kandungan. Di Indonesia hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah anak ada 82,0 juta atau sekitar 33,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 237,6 juta jiwa, yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan (Kementrian Perempuan dan Perlindungan Anak, 2014). Seseorang yang belum berusia 18 tahun ini tidak boleh dibedakan atas dasar apapun, termasuk tidak boleh dibedakan atas dasar ras, jenis kelamin, bahasa, agama, etnik, kebangsaaan maupun yang lainnya. Karena pada dasarnya anak sejak lahir memiliki hak dan kewajiban yang sama dimanapun mereka berada, sehingga anak juga memiliki hak seperti manusia yang lainnya. Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak bisa diganggu gugat oleh
6
siapapun. Berangkat dari hak anak tersebut, kepentingan akan tumbuh kembang dan perlindungan anak di dalam kehidupan anak harus diprioritaskan. Upaya perlindungan anak ini merupakan segala sesuatu yang bersifat mencegah, merehabilitasi serta memberdayakan anak yang telah mengalami tindakan-tindakan menyimpang yang mereka dapatkan. Perlindungan anak ini diharapkan mampu menjamin kelangsungan hidup, tumbuh kembang baik fisik maupun mental serta sosial pada anak-anak (Dewi, 2013:2). Upaya dalam perlindungan anak tersebut juga menjadi penting, karena salah satu hak anak adalah mendapat perlindungan anak. Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) anak adalah setiap manusia yang berusia sampai 18 tahun. Pada tahun 1990 KHA di ratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990. Negara Indonesia juga telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagai salah satu wujud nyata dalam bentuk regulasi untuk memnuhi hak anak dalam hal perlindungan anak (Yanuar dan Ivo, 2011: 204). Konvensi ini terdiri dari 54 pasal, yang dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian pertama merupakan konteks tentang Konvensi Hak Anak yang mengatur tentang hak bagi semua anak. Bagian kedua mengatur masalah pemantauan dan pelaksanaan konvensi. Bagian ketiga mengatur tentang pemberlakuan konvensi. Dan yang terakhir mengatur tentang pengelompokkan tentang Konvensi Hak Anak yang di dalamnya terdapat pembagian menjadi 8 kategori (Eddyono, 2005: 1-2).
7
Terpenuhinya hak-hak yang berada di dalam KHA tersebut menempatkan anak dalam kondisi ideal dalam konteks kesejahteraan, karena konteks kesejahteraan merupakan terpenuhinya hak-hak dasar anak (Astuti dkk, 2013: 28). Jika keempat dasar hak anak tersebut belum terpenuhi, maka anak belum dikatakan sejahtera. Contohnya seperti anak yang terlahir dari keluarga berkecukupan, meskipun dalam finansial semua terpenuhi, tetapi jika anak tersebut tidak mempunyai ruang untuk berpartisipasi, maka anak tersebut belum dikatakan sejahtera. Anak tersebut belum dikatakan sejahtera, karena hak anak tersebut belum terpenuhi. Indonesia juga mengatur hak-hak anak sebagai wujud respon atas belum terpenuhinya hak-hak anak secara menyeluruh. Hal ini terbukti dengan jumlah penyandang masalah menurut Kementrian Sosial (2012) anak masih tinggi, diantaranya: anak balita yang terlantar berjumlah 1.224.168 orang, anak terlantar berjumlah 3.115.777 orang, anak jalanan berjumlah 94.356 orang (Astuti dkk, 2013: 75) . Selain itu juga, jumlah pekerja anak di Indonesia tahun 2000 sebanyak 1,69 juta jiwa, anak tanpa akta kelahiran sekitar 31% dari jumlah anak 78 juta (BPS, 2001). Peraturan yang tertuang dalam Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak ini memuat 20 hak dan kewajiban anak. Undangundang ini mengatur tentang melindungi dan menjamin hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya. Undang-Undang tentang perlindungan anak ini berisi 93 pasal yang dibagi menjadi 14 bab yang di dalamnya membahas tentang hak-hak anak sejak anak lahir sampai anak tumbuh dewasa. Secara garis besar undang-
8
undang tersebut memuat 4 dasar hak anak, yaitu hak anak dalam pendidikan, hak anak dalam kesehatan, hak anak dalam komunikasi dan jaringan, dan hak anak dalam perlindungan dan partisipasi. (Komisi Perlindungan Anak Indonesia : 2013). Indonesia yang sudah meratifikasi KHA mempunyai konsekuensi untuk mensosialisasikan KHA kepada anak, membuat aturan hukum nasional mengenai hak-hak anak, membuat laporan periodik mengenai implementasi KHA setiap 5 tahun (Ibnu, 2013). Di dalam pelaksanaan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak (KPA) diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Ketiga komponen ini bertanggung jawab di dalam kegiatan perlindungan dan pemenuhan hak anak sesuai dengan yang sudah diatur dalam undang-undang tersebut, karena pada dasarnya anak merupakan penerus keturunan dari sebuah keluaraga dan juga anak merupakan generasi penerus bangsa. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi dan memenuhi hak-hak anak, tetapi sampai saat ini permasalahan pada anak masih muncul. Dalam konteks kesejahteraan anak, permasalahan anak merupakan belum terpenuhinya hak-hak dasar anak, jumlah anak di Indonesia yang belum terpenuhinya hak-haknya pada tahun 2009 sekitar 37,24 juta jiwa dengan total jumlah anak 79,39 juta jiwa (Astuti, dkk 2013: 31). Berbagai permasalahan yang muncul pada anak diantaranya kekerasan terhadap anak, pekerja anak, anak yang dilacurkan, anak jalanan, perdagangan dan penculikan anak, anak putus sekolah (Suyanto, 2010: 2). Selain itu juga permasalahan pada anak juga menyangkut
9
anak kurang mendapatkan ruang terbuka untuk bermain, ruang untuk menyampaikan aspiranya, gizi buruk dan sebagainya. Dari berbagai permasalahan pada anak tersebut, berbagai kalangan hadir untuk membantu dalam penyelesaian pada anak. Mulai dari pemerintah yang mengeluarakan undang-undang tentang perlindungan anak, munculnya regulasi tentang Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA) , berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Disisi lain mulai berdirinya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ataupun organisasi sosial untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus anak. Dan kini mulai pula perusahaan-perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosialnya konsen pada anak. Organisasi sosial muncul untuk turut serta di dalam menangani masalah sosial yang ada, salah satunya adalah masalah sosial anak. Seperti di Yogyakarta, beberapa organisasi sosial hadir untuk berpartisipasi di dalam menangani masalah sosial anak. Jumlah organisasi sosial yang ada di Yogyakarta sendiri pada tahun 2008-2012 ada sekitar 353 organisasi sosial yang tersebar di 4 kabupaten dan 1 Kotamadya ( Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta ). Organisasi sosial ini bergerak diberbagai bidang seperti pemberdayaan masyarakat miskin, kesehatan, lansia , masalah anak, dan sebagainya. Beberapa organisasi sosial yang berfokus pada anak yaitu : Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Rekso Dyah Utami Yayasan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Forum Anak Daerah. Organisasi sosial ini muncul sebagai respon adanya permasalahan sosial anak yang ada di Yogyakarta.
10
Masalah sosial anak yang terjadi di Yogyakarta meliputi kekerasan anak dengan jumlah korban 343 jiwa pada tahun 2011 dan 224 jiwa, anak terlantar dengan jumlah 28.204 pada tahun 2011 dan 28.165 pada tahun 2012. Anak putus sekolah juga menjadi masalah sosial anak, di Yogyakarta angka
anak putus
sekolah dari SD sampai SMA berjumlah 1.435 jiwa pada tahun 2011 dan 1.160 jiwa pada tahun 2012. Permasalahan lain yang ada di Yogyakarta permasalahan pada anak yaitu presentase anak yang tidak mempunyai akta kelahiran pada tahun 2011 sebesar 4,51% dan 3,66% pada tahun 2012 ( Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat, 2013). Untuk anak jalanan pada tahun 2011 di Yogyakarta mencapai 312 jiwa, anak nakal tahun 2011 mencapai 487 jiwa (Dinas Sosial Provinsi DIY: 2013). Organisasi sosial atau institusi ini merupakan suatu kelompok yang menampung aspirasi masyarakat, baik yang memiliki aturan secara tertulis maupun tidak tertulis. Organisasi ini tumbuh dan berkembang di masyarakat yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama (Wursanto, 2002: 11). Organisasi atau institusi secara formalitasnya dibedakan menjadi dua, yaitu institusi formal dan institusi non formal. Institusi formal adalah institusi yang dibentuk oleh pemerintah ataupun swasta yang mendapatkan pengukuhan secara resmi serta mempunyai aturan-aturan tertulis. Sedangkan institusi non formal merupakan institusi yang tumbuh dimasyarakat karena masyarakat membutuhkannya sebagai wadah untuk menampung aspirasi mereka (Wursanto, 2002: 21). Salah satu organisasi sosial yang muncul untuk turut serta di dalam pemenuhan hak dasar anak, khususnya hak partisipasi anak dalam pembangunan
11
adalah forum anak. Forum anak adalah organisasi atau lembaga sosial yang digunakan sebagai wadah atau pranata partisipasi bagi anak yang belum berusia 18 tahun . Keanggotaannya dari forum anak ini merupakan perwakilan dari kelompok anak atau kelompok kegiatan anak yang dikelola oleh anak-anak dan dibina oleh pemerintah sebagai media untuk mendengar dan memenuhi aspirasi, suara, pendapat, keinginan dan kebutuhan anak dalam proses pembangunan (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011). Forum Anak dibina oleh pemerintahan dalam rangka untuk memenuhi hak partisipasi anak. Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2011 tentang Kebijakan Partisipasi Anak Dalam Pembangunan, serta Peraturan Menteri Negara PP dan PA No. 4 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kebijakan Partisipasi Anak Dalam Pembangunan (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011). Sebagai wadah partisipasi anak yang difasilitasi oleh pemerintah ini, forum anak ini keberadaannya berjenjang, mulai dari Forum Anak Nasional (FAN), Forum Anak Daerah (FAD), forum anak tingkat kabupaten, forum anak tingkat kecamatan, dan forum anak tingkat desa. Keberadaan forum anak ini mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010, forum anak terbentuk di 19 provinsi, 37 kabupaten/kota, 21 kecamatan dan 36 desa/kelurahan. Jumlah ini meningkat di tahun 2014 ini menjadi 31 provinsi, 138 kabupaten/kota, 86 kecamatan, dan 211 desa/kelurahan. Bahkan dibeberapa daerah juga dibentuk forum anak tingkat RT dan RW ( beritasatu, 2014).
12
Salah satu forum anak yang sampai saat ini masih berjalan adalah Forum Anak Sleman (FORANS) yang terletak di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti halnya FORANS yang terbentuk sejak 2009 ini merupakan lembaga sosial atau institusi formal yang keberadaannya diakui secara resmi oleh pemerintah. FORANS ini sebagai wadah partisipasi anak-anak di Sleman dan sebagai jembatan antara anak-anak dengan pemerintah, sekaligus juga melindungi dan memperjuangkan hak-hak anak di Sleman sesuai dengan undangundang yang berlaku. FORANS ini berada di bawah naungan Badan Keluarga Berencana
Pemberdayaan
Masyarakat
dan
Perlindungan
Perempuan
(BKBPMPP). Dan sampai saat ini FORANS ini sudah berhasil membentuk 17 forum anak tingkat kecamatan, dan 5 forum anak tingkat desa. Sehingga di setiap kecamatan di Kabupaten Sleman telah memiliki forum anak kecamatan. Tidak hanya FORANS saja yang memiliki tujuan untuk memenuhi hakhak anak, akan tetapi forum anak yang lainnya yang tersebar di Indonesia juga memiliki tujuan untuk memenuhi hak-hak anak. pemenuhan akan hak-hak anak ini, didasari karena adanya permasalahan pada anak. Di Sleman sendiri, anak-anak yang memiliki permasalahan masuk dalam Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Data PMKS menurut jenis kelamin khususnya pada anak di Kabupaten Sleman diantaranya ada: Anak Balita yang terlantar laki-laki 217 (51,19%) Perempuan 201 (48,09%). Jumlah Anak Terlantar laki-laki 2.985 (55,47%) dan
perempuan 2.402 (44,59%). Jumlah anak jalanan laki-laki 25
(71,43%) dan perempuan 10 (28,57%). Jumlah anak kedisabilitasan Laki-laki 582 (57,57%) dan perempuan 429 (42,43%). Jumlah anak yang diperlakuan salah laki-
13
laki 79 (48,77%) dan perempuan 83 (51,23%). Jumlah anak yang memerlukan perlindungan khusus laki-laki 4 (16,67%) dan perempuan 20 (83,33%) (Dinas Sosial Kabupaten Sleman 2014). FORANS sebagai lembaga sosial anak yang konsen pada pemenuhan hak anak ini, terdiri dari berbagai perwakilan anak SMP dan SMA di 17 kecamatan yang ada di Sleman. FORANS dalam pengertian lembaga yang sosial anak yang sudah dijelaskan diatas pada dasarnya memiliki tujuan pokok, yaitu untuk memenuhi hak-hak anak yang belum terpenuhi. Selain memiliki tujuan pokok FORANS juga memiliki Secara formalitas lembaga sosial FORANS ini masuk di dalam kategori institusi formal, karena keberadaannya diakui oleh pemerintah Kabupaten Sleman dan sudah mempunyai Surat Keputusan (SK) dari Bupati. Dalam pemenuhan hak anak, FORANS tidak melakukannya sendiri. FORANS bekerja sama dengan pemerintah dalam melakukan kegiatannya. Keberadaan FORANS yang telah diakui oleh pemerintah ini memudahkan FORANS untuk bekerjasama dalam melakukan berbagai kegiatan. Keberadaan FORANS ini juga kuat dimata hukum, karena telah mendapatkan SK dari pemerintah daerah Kabupaten Sleman. Kuatnya FORANS dipemerintahan ini perlu dilihat, hubungan yang terjadi antara FORANS dengan pemerintah itu bagaimana. Terjadikah hubungan yang baik atau hubungan yang buruk. Berbagai kegiatanpun telah dilakukan oleh FORANS dengan fokus utamanya adalah memenuhi hak-hak anak pada konteks hak partisipasi anak. selain pemenuhan hak anak pada hak partisipasi, FORANS juga melebarkan
14
kegiatannya pada pemenuhan hak-hak yang lainnya. Tetapi pemenuhan hak anak ini lebih difokuskan pada pemenuhan hak dasar anak yang terdiri dari 4 yaitu, hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi.
1.3 RUMUSAN MASALAH Berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk memenuhi hakhak anak. Tidak hanya regulasi saja yang hadir untuk memenuhi hak-hak anak, akan tetapi juga berbagai organisasi anak yang konsennya pada anak juga hadir. Salah satu oraganisasi sosial yang hadir adalah Forum Anak Sleman (FORANS). Munculnya FORANS ini tentunya diharapkan dapat terpenuhinya hak-hak anak di Kabupaten Sleman. FORANS sendiri juga telah mendapat SK dari bupati. Oleh karena itu, memunculkan rumusan masalah dalam penelitian ini yakni: 1. Apa yang melatarbelakangai berdirinya Forum Anak Sleman? 2. Bagaimana dinamika hubungan antara Forum Anak Sleman dengan pemerintah? 3. Bagaimanakah peran Forum Anak Sleman di dalam memenuhi hak-hak anak ?
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Forum Anak Sleman, dinamika hubungan antara FORANS dengan pemerintah, dan peran FORANS dalam pemenuhan hak anak di Kabupaten Sleman.
15
1.4.2 Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: a) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dan refrensi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, serta memberikan kontribusi bagi pengembangan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. b) Bagi forum anak, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang pentingnya peran forum anak dalam pemenuhan hak-hak anak, dan dampak keberadaan forum anak terhadap pemenuhan hak-hak anak di Kabupaten Sleman. c) Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam mendampingi forum anak sehingga forum anak dapat berjalan dengan baik dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. 1.5 TINJAUAN PUSTAKA 1.5.1 Lembaga Sosial Konsep lembaga dipergunakan untuk merujuk pada pola perilaku yang telah mapan, akan tetapi penggunaannya kadang-kadang tidak seragam dan dapat mencakup perilaku sederhana maupun pola perilaku yang sangat kompleks. Banyak ahli yang mengartikan lembaga sebagai institusi, akan tetapi hingga kini belum ada kesepakatan mengenai istilah Indonesia yang dapat menggambarkan isi lembaga sosial (social-institution) tersebut dengan tepat. Dalam penelitian ini, lembaga kemasyarakatan akan digunakan untuk menunjuk suatu bentuk yang menjadi ciri lembaga yaitu norma-norma dan peraturan-peraturan (Soekanto,
16
2012: 171-172). Dalam penelitian ini, institusi diartikan sebagai sebuah lembaga, khususnya lembaga sosial. Lembaga merupakan suatu sistem norma, sekumpulan kebiasaankebiasaan dan tata kelakuan kegiatan pokok manusia yang oleh masyarakat dipandang penting untuk mencapai tujuan. Selain itu juga, lembaga sosial merupakan sebuah hubungan yang bersifat sosial yang keberadaannya terorganisir yang selalu mengutamakan nilai-nilai yang ada dan prosedur umum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat (Horton dan Hunt, 1993: 244245). Lembaga kemasyarakatan juga dipandang melalui sudut pandang kebudayaan, yang mempunyai pengertian sebagai sebuah perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan yang bersifat kekal dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat (Summer dalam Soekanto, 2012: 173). Lembaga juga didefinisikan dengan pola hubungan manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur yang keadaannya selalu teratur dalam suatu kerangka nilai yang relevan. Keberadaan lembaga dibatasi oleh dua unsur dasar, pertama unsur struktural dan kedua, unsur keyakinan dan cita-cita manusia ( Duverger,1981: 106 ). Unsur struktural mengacu pada sistem hubungan yang diatur oleh suatu lembaga.
Unsur keyakinan dan cita-cita mengacu pada
pandangan hidup serta sistem nilai yang dianut dalam suatu masyarakat. Lembaga memapankan interaksi manusia yang bersifat teratur dan stabil (Maran, 2007: 48 49).
17
Dalam pembentukan sebuah lembaga terdapat berbagai syarat yang harus dipenuhi, salah satunya adalah lembaga sosial baru bisa berdiri bila hubungan sosial terjalin lebih dulu di tengah masyarakat. Selain itu juga, lembaga sosial baru bisa berdiri bila hubungan sosial terjalin lebih dulu di tengah masyarakat. Seperangkat hubungan sosial baru melembaga apabila sudah dikembangkan suatu sistem yang teratur tentang status, peran, dan sistem harapan yang sudah umum diterima di masyarakat (Horton dan Hunt, 1991: 247). Meskipun hubungan sosial dalam sebuah lembaga sudah terjalin lebih dulu di masyarakat, proses keberadaan lembaga ini bisa diciptakan dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Hal lain untuk diketahui adalah kenyataan bahwa lembaga sosial bukan merupakan fenomena yang statis. Lembaga berubah seiring dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Mengingat fungsinya yang berkaitan dengan
pemenuhan
kebutuhan
anggota
masyarakat.
Perubahan
dan
perkembangan tersebut cenderung mengakibatkan munculnya kebutuhankebutuhan baru. Pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan baru tersebut belum tentu mampu dipenuhi oleh lembaga-lembaga lama. Dengan demikian, situasi tersebut menuntut hadirnya lembaga-lembaga baru yang mampu melayani tercapainya kebutuhan baru tersebut (Raharjo, 2004: 163). Suatu lembaga yang sudah tumbuh, sudah selayaknya diingat oleh masyarakat.
Sudah
selayaknya
lembaga
memiliki
simbol-simbol
dalam
mempermudah mengenali lembaga tersebut. Simbol dapat berupa nama, logo, ideologi, maupun bangunan. Simbol-simbol yang ada tersebut memiliki makna
18
dan memiliki tujuan supaya dapat mengingatkan dengan suatu lembaga (Horton dan Hunt, 1993: 248). 1.5.2 Hak Anak Hak merupakan kekuasaan untuk berbuat sesuatu, karena hak sudah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya (KBBI, 2005: 381). Hak sering disangkutkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). HAM merupakan hak yang diberikan langsung oleh tuhan sebagai sesuatu yang alami untuk semua manusia. Artinya hak-hak tersebut, seperti hak hidup, hak kebebasan tidak dapat dipindahtangankan kepada siapapun dan oleh siappun, baik itu keluarga, masyarakat maupun negara. Sehingga hak yang diperoleh manusia itu bersifat suci dari Tuhan Yang Maha Esa sendiri (Locke dalam Davidson, 1994: 37). HAM juga diartikan sebagai hak yang melekat dari Tuhan Yang Maha Esa dengan memberikan manusia kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk atau akal budi, akal budi itu yang membimbing manusia menjalankan kehidupannya (Prinst, 2001: 8). Selain itu HAM juga sebagai hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya. Jadi hak-hak yang dimiliki sebagai manusia dan HAM harus dipahami dan dimengerti secara universal (Setiardja, 1993: 75). Lebih jauh, hak asasi berarti hak yang bersifat mendasar dan inheren dengan jati diri manusia secara universal. Oleh karena itu, mengartikan HAM sesungguhnya adalah mengartikan totalitas kehidupan, sejauh mana kehidupan memberi tempat yang wajar kepada kemanusiaan (Lubis dalam El-Muhtaj, 2009: 47). HAM adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
19
bersamaan dengan kelahiran di dalam kehidupan bermasyarakat. Hak bersifat universal sehingga dimiliki tanpa harus memandang perbedaan. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. (Budiardjo, 2002: 120). Selain itu juga, manusia memiliki hak untuk hidup, hak atas integritas tubuhnya, dan hak atas kondisi kehidupan yang layak. Bahwa kebebasan suara hati, agama dan pernyataam pendapat harus dihormati, semua orang sama dihadapan hukum dan semua orang memiliki hak untuk ambil bagian dalam urusan publik yang merupakan kepedulian setiap orang dan bahwa segala bentuk diskriminasi harus ditolak (Maran, 2007: 209). Menurut Undang-Undang nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, di junjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian maka, dapat disimpulkan bahwa HAM adalah hak yang paling mendasar dari individu selama manusia dinyatakan hidup sampai manusia meninggal dunia. HAM keberadaannya harus dihormati oleh semua orang, dan dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintah tanpa membeda-bedakan ras, jenis kelamin, agama, bangsa dan sebagainya. Salah satu bagian dari HAM adalah Hak anak. Hak anak merupakan hak asasi manusia yang melekat pada diri seorang anak. Jika akan membahas tentang hak anak, maka diperlukan untuk mengetahui pengertian anak terlebih dahulu.
20
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi, usia bermain, pra sekolah, usia sekolah hingga remaja, anak juga sebagai seorang individu yang aktif, dan tumbuh berdasarkan dorongan-dorongan dirinya (Piaget dalam Yusuf, 2001: 4-6). Secara sosiologis, pengertian anak tidak dibatasi oleh umur, demikian juga pada pengertian dewasa, tidak ada batasan umur untuk menentukan dewasa tidaknya seseorang. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dianggap dewasa, seseorang dikatakan dewasa jika ia telah mampu bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Sedangkan anak masih belum mandiri dan masih tergantung kepada orang tuanya (Tafal, 1983: 141). Anak juga diartikan sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai status sosial yang lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi (Lesmana, 2012) . Anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih berada di dalam kandungan (Kemetrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011: 21). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anak merupakan seseorang yang berusia 0-18 tahun yang belum dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan masih tergantung terhadap orang tuanya, maupun lingkungan sekitarnya. Hak anak merupakan hak yang melekat pada diri anak. Hak ini yang sewajarnya harus diterima oleh anak sebagai bagian dari sebuah negara yang
21
kelak menjadi generasi penerus bangsa. Hak dan kewajiban anak merupakan sesuatu yang hadirnya bersamaan dan tidak dapat dipisahkan. Dan hak anak ini menjadi kewajiban orang dewasa untuk menjamin terealisasikannya hak-hak anak (Davies, 1994: 61). Hak-hak anak ini dilihat sebagai kekuatan yang menantang orang tua, karena tidak ada hukum yang menyatakan bahwa anak adalah hak milik orang tua, tetapi orang tua mempunyai tanggung jawab alamiah terhadap anak (Davies, 1994: 62). Salah satu hak anak yang semakin diakui adalah hak anak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam hal-hal yang berkaitan dengan anak. Hak diikutsertakannya anak di dalam pengambilan keputusan ini dilakukan dengan cara berbeda dengan orang dewasa, caranya dilakukan sesuai dengan umur dan situasi sosial dan budaya anak (Davies, 1994: 62). Meskipun kewajiban utama pemenuhan hak anak adalah keluarga, tetapi harus dilihat juga bahwa seiring perkembangan anak yang mulai tumbuh juga, anak tidak mampu menggantungkan dirinya pada keluarga mereka saja. Anakanak ini juga harus memperoleh perlindungan dan bantuan juga pada negara (Davies, 1994: 63). Dapat disimpulkan bahwa hak anak adalah, hak yang melekat pada anak yang harus diterima oleh anak-anak, keluarga, masyarakat, dan negara lah yang wajib untuk merealisasikan hak-hak anak tersebut. Beberapa norma HAM bagi anak mendapatkan penekanan khusus dan ditingkatkan standarnya, misalnya hak atas pendidikan, walaupun semua manusia memiliki namun untuk anak hak ini mendapat penekanan sebagai hak yang harus dipenuhi secara wajib dan gratis. Anak tidak memiliki beberapa hak yang diakui sebagai hak asasi bagi orang dewasa, begitupun sebaliknya (Farid, 2010: 7).
22
Prinsip-prinsip dari hak anak adalah: prinsip tak terenggutkan, prinsip universalitas, prinsip indivisabiltas, dan dua prinsip yang dikhususkan untuk anak, yaitu: prinsip berpegang teguh pada kepentingan terbaik anak, dan prinsip menghargai pendapat anak dengan mempertimbangkan usia dan tingkat kematangannya (Farid, 2010: 8). Kedua prinsip yang dikhususkan untuk anak tersebut harus diterapkan saling bertautan. Pendapat anak juga harus dihargai bersama dengan pertimbangan mengenai yang terbaik untuk anak. Norma hak-hak asasi manusia, norma hak-hak anak terkandung dalam berbagai instrumen HAM internasional. Dalam hukum HAM, norma-norma hak anak secara khusus dikompilasikan kedalam Konvensi Hak Anak (KHA), KHA ini disampaikan dan disahkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989. Munculnya pemikiran awal undang-undang ini didasari bahwa anak tidak dapat disamaratakan dengan orang dewasa, mereka memiliki dunianya sendiri, dimana berlangsung perkembangan dan pembentukan kepribadian menuju kedewasaan (Mulyaningrun, 2004: 11-12). Hak anak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan atau diterima oleh anak apabila anak tidak mendapatkannya, maka anak berhak untuk menuntut hak tersebut (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994). KHA merupakan wujud nyata atas upaya perlindungan terhadap anak, agar hidup anak menjadi lebih baik. KHA juga merupakan perjanjian yang mengikat, artinya ketika disepakati oleh suatu negara, maka negara tersebut terikat peraturan-peraturan yang ada di dalamnya. Dan negara tersebut juga wajib melaksanakannya. Pada Intinya KHA adalah perjanjian hukum tentang hak-hak
23
anak. (satunama.org) . KHA secara sederhana dikelompokkan ke dalam 3 hal, yaitu pertama mengatur tentang pihak yang berkewajiban menanggung tentang hak-hak yaitu negara. Kedua pihak penerima hak, yaitu anak-anak. dan ketiga memuat bentuk-bentuk hak yang harus dijamin untuk dilindungi, dipenuhi dan ditingkatkan. KHA berisi 54 pasal, yang terbagi ke dalam 8 kluster, adapun klusterkluster dalam KHA adalah: langkah-langkah implementasi, definisi anak, prinsipprinsip umum, hak-hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan keluarga dan pengasuhan pengganti, kesehatam dan kesejahteraan dasar, pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya, dan langkah-langkah perlindungan khusus. Dalam 54 pasal yang telah dirinci ke dalam 8 kluster tersebut, konsep akan hak anak ada pada kluster nomor 4-8. Hak anak di tingkat internasional diatur dalam The United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC). UNCRC ini untuk mengatur tentang hak anak di tingkat internasional yang kemudian oleh beberapa negara di ratifikasi. UNCRC atau Konvensi Persatuan Bangsa Bangsa tentang Hak Anak ini terdiri dari 54 pasal yang mencakup aspek kehidupan anak, aspek hak atas pendidikan anak, hak kesehatan dan hak perlindungan anak serta hak menyampaikan pendapatnya dan akses terhadap informasi. Pada dasarnya konvensi haru dilihat secara menyeluruh untuk mengetahui isi dari Konvensi PBB tentang hak anak ini. Secara garis besar konvensi ini dapat dilihat dari 4 pasal yang memayungi hak yang diperlukan pada anak. Adapun keempat hak tersebut diantaranya adalah non diskriminasi (pasal 2), kepentingan terbaik anak (pasal 3),
24
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (pasal 6), dan hak anak untuk didengar suaranya (pasal 12) (Unicef.org). Secara umum Konvensi PBB tentang hak anak ini melihat pemenuhan hak anak dari sisi sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya dari setiap anak tanpa memandang ras, agama, keadaannya. Dalam konvensi ini pula pemerintah dituntut untuk memenuhi kebutuhan dasar hak-hak anak untuk membantu anak dalam mencapai potensi dari setiap anak ini. Hak dasar anak dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak ini adalah hak hidup hak kelangsungan hidup dan perkembangan perlindungan dari kekerasaan, hak perlindungan pendidikan, dan hak untuk menyampaikan pendapatnya yang didengar (savethechildren.org). Di Indonesia, KHA diratifikasi pada tanggal 25 Agustus 1990 dengan Keputusan Presiden (Keppres) 36/1990 dan berlaku sejak tanggal 5 Oktober 1990. Selain itu juga, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak juga menjadi salah satu bagian pemenuhan hak anak di Indonesia (Ekowarni, 2001: 48). Dengan diratifikasinya KHA di Indonesia, maka Indonesia memiliki konsekuensi untuk mematuhi isi KHA dan berkewajiban untuk membuat laporan kepada PBB tentang pelaksanaan KHA di Indonesia (Muktamar, 2010: 56). Selain Undang-Undang No 23 tahun 2002, Undang-Undang yang diperbaruhi tentang perlindungan anak adalah Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Undang-Undang No 35 tahun 2014 ini muncul karena Undang-Undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang No 23 tahun 2002 dianggap masih belum berjalan efektif karena masih adanya tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan sektoral terkait dengan definisi anak, dan belum
25
terakomodirnya perlindungan hukum terhadap anak. salah satu revisi dalam undang-undang tentang perlindungan anak terbaru ini adalah bahwa perlindungan pada anak diberikan tanggung jawabnya kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua. Dalam undang-undang ini pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab dan melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak di daerah yang dapat diwujudkan melalui upaya daerah membangun kabupaten/kota layak anak, serta memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Muliyawan, 2015). Hak anak dalam undang-undang terbaru ini juga mengatur tentang penggunaan hak anak dalam menyampaikan pendapatnya sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasann anak. selain itu juga, hak anak dalam mendapatkan pendidikan harus diberikan pemerintah pendidikan dasar minimal 9 tahun untuk semua anak dan diberikan biaya pendidikan untuk anak-anak yang kurang mampu. Perlindungan dan pemenuhan hak anak juga dapat dilakukan oleh masyarakat melalui pelibatan organisasi masyarakat, akademisi dan pemerhati anak dengan cara melakukan pencegahan, perlindungan dan pemenuhan hak anak (Muliyawan, 2015). Undang-Undang terbaru No 35 Tahun 2014 ini juga mengatur anak yang mendapatkan kejahatan seksual baik itu untuk korban maupun pelaku dan anakanak yang mengalami kedisabilitasan. Dengan adanya undang-undang terbaru ini maka anak-anak penyandang disabilitas dapat terpenuhi hak nya dan mendapatkan
26
kesetaraan atau tanpa adanya diskriminasi antara anak-anak normal dan anak-anak penyandang disabilitas (Muliyawan, 2015) Secara garis besar, Hak Dasar Manusia bagi setiap anak di dalam KHA di bagi menjadi 4 bagian yaitu hak atas kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh kembang, hak untuk memperoleh perlindungan dan hak berpartisipasi (Sutrisnowati, 2012). Hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal 4 berbunyi: setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaa, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Abidin, 2010: 78). Dengan demikian, maka 4 dasar hak anak itu memang harus dipenuhi sebagai pondasi untuk pemenuhan hak anak yang lainnya. Hak atas kelangsungan hidup anak mencakup hak atas tingkat kehidupan yang layak dan pelayanan sosial. Hak untuk berkembang mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya,
hak atas
kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat atas pelayanan dan pendidikan khusus. Hak perlindungan anak mencakup hak perlindungan dari segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenangwenang. Serta hak partisipasi anak yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat serta hak ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya. Selain keempat hak dasar anak tersebut, diatur pula 10 hak anak yang wajib diberikan, yaitu: hak untuk bermain, hak untuk mendapatkan pendidikan,
27
hak untuk mendapatkan perlindungan, hak untuk mendapatkan nama (identitas), hak untuk mendapatkan status kebangsaan, hak untuk mendapatkan makanan, hak untuk mendapatkan akses kesehatan, hak untuk rekreasi, hak untuk mendapatkan kesamaan, hak untuk memiliki peran dalam pembangunan (Republika, 2013). Hak-hak dasar anak tersebut keberadaannya harus diterapkan pada anak secara maksimal, dan hak dasar tersebut juga harus diterima secara penuh oleh anak. Pemberian hak dasar anak secara penuh tersebut menjadi ujung tombak untuk pemenuhan hak-hak anak yang lainnya seperti hak memperoleh pelayanan kesehatan, hak jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial, hak mendapatkan bantuan hukum dan hukum lainnya bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindakan pidana, dan sebagainya. 1.5.3 Forum Anak sebagai Lembaga Sosial dalam Pemenuhan Hak Anak Forum anak adalah sebuah lembaga atau organisasi anak yang dibina oleh pemerintah untuk menjembatani komunikasi dan interaksi antara pemerintah dengan anak-anak (Forum Anak Nasional (FAN), 2012) . Sedangkan menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, forum anak sebagai media bagi anak untuk menyampaikan aspirasi, pendapat, keinginan dan kebutuhan. Bagi pemerintah, forum anak untuk mendengar dan memenuhi aspirasi, suara, pendapat, keinginan dan kebutuhan dalam proses pembangunan. Forum anak ini juga harus ditunjang dengan kelompok-kelompok anak dan kelompok kegiatan anak sesuai dengan jenjang administrasi pemerintah. Dengan dibentuknya forum anak tersebut, anak menjadi mempunyai wadah atau tempat
28
untuk belajar, bermain dan anak juga mendapatkan kesejahteraan, perlindungan dari pemerintah dengan adanya forum anak tersebut. Forum anak adalah lembaga sosial yang difasilitasi pemerintah dimana anggota dan kepengurusannya terdiri dari anak-anak utusan dari berbagai organisasi atau kelompok kegiatan anak. Forum anak perlu didukung sekretariat agar dapat berjalan dengan baik dan pengurus sekretariat dapat melibatkan maksimal 40 persen orang dewasa atau pemuda yang belum menikah untuk membimbing anak-anak. Mengingat bahwa forum anak merupakan media bagi anak untuk menyampaikan aspirasinya, maka forum anak merupakan pilar utama partisipasi anak khususnya dalam dimensi sosial (PermenegPP dan PA no 3 tahun 2012 tentang Kebijakan Partisipasi Anak). Sebagai salah satu lembaga sosial yang bergerak pada pemenuhan hak anak, forum anak ini juga digunakan sebagai wadah atau pranata paertisipasi bagi anak yang belum berusia 18 tahun. Di mana anggotanya merupakan perwakilan dari kelompok anak atau kelompok kegiatan anak yang dikelola oleh anak-anak dan dibina oleh pemerintah. Forum anak ini sebagai media untuk mendengar dan memenuhi aspirasi, suara, pendapat, keinginan dan kebutuhan anak dalam proses pembangunan (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011: 1). Kelompok anak yang dimaksud dalam pengertian diatas merupakan kelompok anak yang terbentuk karena suatu kondisi tertentu, misalnya kelompok anak jalanan, kelompok anak berkebutuhan khusus, Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), kelompok anak yang berhadapan dengan hukum dan sebagainya. Kelompok anak tersebut tidak terstruktur dan biasanya terbentuk
29
secara spontanitas atau alamiah. Kelompok-kelompok ini biasanya terbentuk secara tiba-tiba dan bisa hilang begitu saja tetapi ada juga yang berkelanjutan (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011: 21-22). Lebih jauh lagi, sebagai tempat belajar buat anak, ruang partisipasi anak ini juga sebagai tempat membina kemampuan anak-anak untuk menjadi warga negara
yang
aktif
dalam
proses
partisipasi,
sehingga
anak
mampu
mengidentifikasi masalah mereka sendiri, mencari potensi mereka dan terlibat langsung dalam pengembangan kebijakan untuk kehidupan mereka (Smith dan Thomas, 2010: 245). Karena pada dasarnya hak partisipasi anak harus dapat diakses oleh setiap anak tanpa membedakan dasar mereka seperti jenis kelamin, ras, agama, maupun yang lainnya (Smith dan Thomas, 2010: 246). Keberadaan forum anak dibina dan diakui pemerintah sehingga pembentukannya
disahkan melalui surat
keputusan kepala daerah dan
kepengurusannya dikukuhkan oleh kepala daerah sesuai dengan jenjang forum anak tersebut. Seperti Forum anak kelurahan, maka disahkan dan dikukuhkan oleh lurah, dan seterusnya secara berjenjang ( Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011: 22). Disahkan secara berjenjang ini, karena pada dasarnya keberadaan Forum Anak ini ada dari tingkat nasional sampai tingkat desa/kelurahan, bahkan ada yang sampai tingkat Rukun Warga (RW) ataupun Rukun Tetangga (RT). Dapat disimpulkan bahwa forum anak merupakan media partisipasi anak untuk mengungkapkan suara-suara atau ide-ide anak guna proses pembangunan
30
dan pengembangan kebijakan untuk kehidupan mereka. Selain itu juga, forum anak digunakan tempat bertemunya anak-anak yang mempunyai keinginan untuk mewujudkan hak-hak anak. Kehadiran forum anak ini, ada karena anak-anak merasa membutuhkan ruang untuk berpartisipasi dan mengungkapkan pendapatpendapat mereka. Keberadaan forum anak ini adanya dibentuk oleh pemerintah dan ada yang sudah berdiri sebelum diakui oleh pemerintah. Dan sekarang keberadaan forum anak sudah banyak yang diakui oleh pemerintah. Seperti halnya Forum Anak Sleman (FORANS) menjadi lembaga sosial yang bergerak dalam pemenuhan hak anak. Keberadaan FORANS ini memiliki ciri-ciri seperti halnya yang disebutkan dalam sebuah lembaga. FORANS juga merupakan tempat atau wadah partisipasi untuk anak. Keanggotaannya terdiri dari perwakilan anak-anak dari setiap kecamatan baik dari sekolah maupun dari kelompok-kelompok anak yang ada di wilayah tersebut. Selain tempat untuk wadah partisipasi anak, FORANS ini juga sebagai jembatan anak-anak dengan pemerintah ditingkat kabupaten. Selain itu juga wadah untuk membantu memenuhi hak-hak anak yang lainnya. FORANS ini juga sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Bupati sebagai diakuinya FORANS sebagai bagian dari pemerintahan. Setiap
lembaga
sosial
berdiri
pastinya
memiliki
tujuan
demi
keberlangsungan sebuahlembaga tersebut. Seperti halnya FORANS, forum anak ini memiliki tujuan sebagai wadah partisipasi untuk anak dalam pemenuhan hakhak anak, khususnya pemenuhan 4 dasar hak anak yang sudah diatur oleh Undang-Undnag no 22 tahun 2002 tersebut. Adapun keempat dasar hak anak yang
31
dipenuhi FORANS adalah hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi. Dalam pemenuhan hak anak meskipun berfokusnya pada 4 hak dasar anak, tetapi forum ini juga membantu didalam pemenuhan hak yang lainnya juga. 1.5.4 Teori Strukturasi Teori strukturasi giddens mengatakan ranah dasar studi-studi ilmu sosial bukanlah pengalaman aktor individu ataupun eksistensi bentuk totalitas sosial apa pun, melainkan praktik yang ditata sepanjang ruang dan waktu (Ritzer, 2007: 507). Teori Strukturasi Giddens memusatkan perhatian pada praktek sosial yang berulang. Pada dasarnya teori ini menghubungkan antara agen dan struktur.Tujuan dari teori ini adalah untuk menjelaskan hubungan dialektika dan saling pengaruhmempengaruhi antara agen dan struktur (Bernstein dalam Ritzer dan Goodman, 2007: 508). Agen dan struktur adalah dwi rangkap, yang mana keduanya tidak dapat dipahami dalam keadaan saling terpisah satu sama lain. Semua tindakan sosial melibatkan struktur dan semua struktur melibatkan tindakan sosial ( saling mempengaruhi). Agen dan struktur salin menjalin tanpa terpisahkan dalam praktek sosial atau aktivitas sosial (Ritzer dan Goodman, 2010:508). Struktur dan tindakan sosial dalam teori ini dikaitkan sebagai sebuah relasi agensi. Yang mana melahirkan praktek-praktek sosial dalam kehidupan masyarakat yang terjadi secara tersusun dan terstruktur yang berpola dan bukan sebagai suatu kebutuhan. Aktivitas-aktivitas sosial tidak dilaksanakan oleh aktor, melainkan secara terus menerus mereka ciptakan melalui alat-alat yang mereka gunakan untuk mengekspresikan dirinya sebagai aktor. Struktur lebih berperan
32
dalam menggerakkan suatu lembaga dari pada aktor itu sendiri. Struktur diartikan sebagai hal-hal yang menstrukturkan yaitu aturan dan sumber daya. Hal-hal yang memungkinkan adanya praktik sosial yang dipahami kemiripannya di ruang dan waktu yang memberi mereka bentuk sistematis ( Giddens, 2011: 17). Intinya struktur adalah sumberdaya dan aturan. Sedangkan agen dipahami sebagai subyek yang berpengetahuan dan cakap. Agen tahu apa yang ia lakukan dan mengapa ia melakukannya. Semua tindakan agen ini memiliki maksud dan tujuan tertentu. Aktor sebagai agen ini memiliki motivasi untuk bertindak dan memulai motivasi-motivasi melibatkan keinginan dan hasrat untuk mendorong tindakan. Menjadi manusia berarti menjadi agen pelaku bertujuan yang keduannya memiliki alasan-alasan atas aktivitasaktivitasnya dan mampu, jika diminta menguraikannya secara berulang alasan alasan itu (Ritzer dan Goodman, 2010: 509-510). Konsep dari teori strukturasi adalah struktur, sistem, dan dualitas struktur. Dan lebih khusus lagi dalam hubungan antara agen (pelaku, aktor) dan struktur. Secara konkrit konsep strukturasi ini adalah relasi antara agensi dan struktur yang perwujudannya berupa praktik sosial yang dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Praktik-praktik sosial itulah sebagai wujud nyata kehidupan sosial manusia dalam masyarakat atau masyarakat sebagai manifestasi kehidupan kolektif manusia yang menggambarkan hubungan timbalbalik (Dualitas) antara struktur dan agensi. Karena hubungan keduanya saling mempengaruhi. Agensi dalam teori ini dijelaskan sebagai peristiwa -peristiwa yang di dalamnya individulah yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut,
33
dan peristiwa itu tidak akan terjadi jika saja individu tidak melakukan intervensi (Giddens dalam Ritzer dan Goodman, 2007: 509). Fenomena hubungan antara agen struktur juga terjadi dalam pemenuhan hak-hak anak yang ada di Kabupaten Sleman ini. Agen dapat berupa organisasiorganisasi, sedangkan struktur adalah aturan-aturan dan sumber daya. Struktur melahirkan berbagai praktik sosial. Agensi dalam penelitian ini adalah Forum Anak Sleman (FORANS) dan pemerintah yang menaungi Forum Anak. Sedangkan sturuktur adalah undang-undang, peraturan pemerintah yang menjadikan FORANS melaksanakan program-program pemenuhan hak anak, khususnya hak partisipasi anak. Relasi antara keduanya yaitu agen dan struktur dalam konteks ini, agen adalah FORANS dan pemerintah, sedangkan Struktur adalah aturan-aturan, peraturan pemerintah, untuk melihat bagaimana hubungan keduanya untuk mencapai tujuannya, yaitu terpenuhinya hak-hak anak di Kabupaten Sleman. Sehingga hal ini, untuk menjawab pertanyaan dari rumusan penelitian tersebut yaitu, bagaimana hubungan antara FORANS, pemerintah dan peraturan yang ada untuk memenuhi hak-hak anak. Serta bagaimana peran FORANS dalam memenuhi hak-hak anak sesuai dengan peraturan yang sudah ada, karena peran tersebut dapat dilihat dari bagaimana hubungan antar agen (FORANS dan Pemerintah) dengan peraturan yang telah ada untuk mencapai tujuannya.
34