6
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema penelitian. Penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai bahan kajian dan perbandingan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan disini adalah beberapa model perilaku pencarian informasi oleh beberapa subjek. Hasil penelitian Huda dan Setijorini (2010) yang berjudul Kompetensi Penyuluh dalam Mengakses Informasi Pertanian (Kasus Alumni Wilayah Serang). Hasil penelitian menunjukan bahwa penyuluh perempuan relatif lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Hal tersebut dimungkinkan karena pekerjaan penyuluh lebih banyak di lapangan dan dengan medan yang berat. Penyuluh alumni UT memiliki tingkat motivasi belajar yang tergolong sedang sampai tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa motivasi belajar penyuluh di UT terutama dilatarbelakangi oleh adanya suatu kebutuhan untuk kenaikan jabatan, karir, dan pendapatan. Dalam berinteraksi dengan bahan ajar cetak, khususnya modul, rata-rata penyuluh alumni UT menggunakan waktu untuk membaca modul sekitar 7,5 jam per minggu. Hasil penelitian Indah, 2012 berjudul “Perilaku Penemuan Informasi Mahasiswa Baru (Studi Deskriptif Tentang Perilaku Pencarian Informasi Mahasiswa Baru dalam Menunjang Kebutuhan Informasi Akademis)”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Perilaku pencarian informasi mahasiswa baru dalam menunjang kebutuhan informasi akademis yakni mahasiswa baru melakukan perilaku pencarian informasi dengan cara pencarian yang bersifat aktif dengan melakukan pencarian informasi langsung dan pasif secara tidak langsung seperti melalui facebook, twitter, dan website Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan. Hambatan yang dialami dalam melakukan pencarian informasi diantaranya kesulitan melakukan pencarian informasi, masalah biaya dan terlalu menghabiskan banyak waktu sehingga mahasiswa lebih memilih cara instan dalam melakukan pencarian informasi. 6
7
Penelitian berjudul “Perilaku Pencarian Informasi melalui internet oleh Fansbase Boyband Super Junior” (Dewi, 2012) menunjukan bahwa responden melakukan 6 tahap pencarian informasi sesuai dengan model tahapan pencarian Ellis-Wilson yaitu starting, chaining, browsing, differentiating, monitoring, extracting, verryfying dan ending. Lebih dari setengah jumlah responden merupakan mahasiswa wanita atau yang berusia 15-20 tahun. Setengah dari responden melakukan akses informasi selama 3-4 jam. Hasil
penelitian
Anwas
(2009)
berjudul
“Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Penyuluh dalam Pemanfaatan Media”. Hasil menunjukan bahwa intensitas pemanfaatan media belajar yang dilakukan oleh penyuluh pertanian, baik intensitas pemanfatan media massa, intensitas pemanfatan media terprogram, dan intensitas pemanfatan media lingkungan dalam katagori rendah. Intensitas pemanfaatan media massa yang rendah disebabkan oleh tingkat kepemilikan media massa dan dukungan keluarga yang relatif rendah, meskipun tingkat pendidikan formal tinggi. Rendahnya intensitas pemanfaatan media terprogram dan media lingkungan disebabkan oleh motivasi dan tuntutan klien yang cenderung rendah, meskipun tingkat pendidikan formal tinggi. Tabel 2. Aspek Persamaan dan Perbedaan Penelitian Tentang Pencarian Informasi yang Telah Dilakukan oleh Peneliti Lain No
Judul Penelitian dan Penulis
Persamaan
1
Kompetensi Penyuluh dalam Mengakses Informasi Pertanian (Kasus Alumni Wilayah Serang) (Huda dan Setijorini, 2010). Perilaku Penemuan Informasi Mahasiswa Baru (Studi Deskriptif Tentang Perilaku Pecarian Informasi Mahasiswa Baru dalam Menunjang Kebutuhan Informasi Akademis) (Indah, 2012) Perilaku Pencarian Informasi melalui internet oleh Fansbase Boyband Super Junior (Dewi, 2012)
Akses Informasi Pertanian
2
3
Penelitian kuantitatif
Menggunakan model pencarian informasi Ellis
Perbedaan Penelitian Penelitian yang Terdahulu dilakukan Akses Informasi Akses Informasi Pertanian oleh Pertanian oleh Penyuluh Mahasiswa Pendamping Penyuluh Perilaku dan Kebutuhan dan hambatan perilaku pencarian pencarian informasi informasi mahasiswa mahasiswa
Melihat perilaku dan karakteristik responden
Melihat perilaku berdasarkan kebutuhan informasi
8
Lanjutan Tabel 2. Aspek Persamaan dan Perbedaan Penelitian Tentang Pencarian Informasi yang Telah Dilakukan oleh Peneliti Lain No
Judul Penelitian dan Penulis
4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyuluh dalam Pemanfaatan Media (Anwas, 2009)
Persamaan Pemanfaatan Media
Perbedaan Penelitian Penelitian yang Terdahulu dilakukan Perilaku Perilaku pencarian pencarian informasi informasi penyuluh dilihat pendamping dari pemanfaatan penyuluh dilihat media dari pemanfaatan media
B. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan dan Keamanan Pangan Ketahanan
pangan
merupakan
fenomena
yang
kompleks,
mencakup banyak aspek dan faktor terkait yang luas. Isu ketahanan pangan dimulai pada tahun 1970-an seiring dengan terjadinya krisis pangan global (Soekirman, 2000). Sejarah membuktikan bahwa ketahanan pangan sangat erat kaitanya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan atau ketahanan nasional (Suryana, 2001). Bryan
(1988)
menyatakan
bahwa
pakar
ketahanan
pangan
mengidentifikasi permasalahan dalam menghadapi pangan dalam uraian sebagai berikut: Food safety expert have identified the most common food handling problems by consumers: obtaining food from unsafe course, inadequate cooking or heat processing, improper cooling, intervals of 12 hours or more between preparation and eating, poor hygiene or colonized person handling implicated food. Ketahanan pangan terwujud apabila secara umum telah terpenuhi dua aspek sekaligus. Pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari. Ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga merupakan landasan bagi ketahanan pangan masyarakat, yang selanjutnya menjadi pilar bagi ketahanan pangan daerah dan nasional (Dewan Ketahanan Pangan, 2006).
9
Ketahanan pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal (UU RI No 18, 2012). Ketahanan pangan sebagai prasyarat untuk memenuhi hak asasi pangan masyarakat juga pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa. Oleh sebab itu seluruh bangsa harus bersamasama membangun ketahanan pangan nasional (Nainggolan, 2013). Memantapkan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan, karena
pangan merupakan
prioritas
utama dalam
pembangunan, karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa. Oleh karena itu program ketahanan pangan dijadikan sebagai ssalah satu fokus utama kebijakan operasional pembangunan pertanian. Ketahanan pangan dalam arti keterjangkauan pangan juga berkaitan erat dengan upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia Indonesia. Tanpa dukungan pangan yang cukup dan bermutu, tidak mungkin dihasilkan sumberdaya manusia yang bermutu, oleh karena itu membangun sistem ketahanan pangan yang kokoh merupakan syarat mutlak bagi pembangunan nasional (Saliem, 2005). Aspek ketahanan pangan adalah prasyarat bagi produk yang bermutu, oleh karenanya keamanan pangan telah menjadi perhatian konsumen pangan. Konsumen menuntut adanya pemastian bagi produk pangan yang dihasilkan oleh industri. Tanpa pemastian ketahanan pangan maka industri tersebut tidak akan bisa masuk dalam kancah persaingan perdagangan apalagi perdagangan internasional. Secara umum ketahanan pangan (food safety) adalah hal-hal yang membuat pangan aman untuk dimakan, bebas dari faktor-faktor yang menyebabkan penyakit misalnya banyak mengandung sumber penular penyakit mengandung bahan kimia beracun dan mengandung benda asing (Hariyadi, 2012).
10
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
Keamanan
pangan
dimaksudkan
untuk
mencegah
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan,
dan
membahayakan
kesehatan
manusia
(Republik Indonesia, 2012). Keamanan pangan merupakan prasyarat bagi pangan bermutu dan bergizi baik. Tidak ada artinya berbicara citarasa dan nilai gizi, ataupun mutu dan sifat fungsional yang bagus, tetapi produk tersebut tidak aman untuk dikonsumsi. Karena seseorang untuk bisa hidup memerlukan pangan , maka untuk supaya hidup seseorang bias produktif ia harus mengkonsumsi pangan yang aman dan bermutu. Pangan yang mempunyai tingkat kemananan yang baik adalah produk yang bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menggangu , merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Faktor kemananan pangan terdiri dari keamanan rohani (kehalalan) dan keamanan jasmani (Hariyadi, 2007). 2. Peran Subsektor Tanaman Pangan dalam Ketahanan dan Keamanan Pangan Indonesia mengalami ujian berat dalam menghadapi kelangsungan hidup sebagai negara agraris yakni terancam penurunan ketahanan dan rawan pangan. Bencana beruntun naik nilai minyak dunia yang mendorong kenaikan berbagai harga pangan dunia mempengaruhi fluktuasi harga dan ketersediaan pangan domestic. Selain itu, Indonesia akan menghadapi masalah pangan serius karenan jumlah penduduk yang mencapai 7200 juta orang dan akan terus bertambah seiring dengan tingkat pertambahan
11
penduduk yang tinggi. Semua mengandalkan beras sebagai pangan pokok (Prihtanti,2010). Inti kekuatan pangan dan industri terletak pada diversifikasi yang dapat mengamankan ketersediaan sepanjang tahun dan dalam keadaan iklim yang berbeda-beda, jagung sebagai bahan pangan pokok potensial tidak berdiri sendiri tetapi bersamaan dengan beras dan sumber karbohidrat lain. Biofuel untuk jangka panjang harus berasal dari sumber yang beragam mulai dari jagung, singkong , tebu, aren dan sejenisnya. Kekhawatiran terjadinya persaingan pangan dan industri perlu disikapi dengan diversifikasi dan prioritas. Ketahanan pangan adalah yang paling utama, kemudian biofuel dan produk industri lainya. Sejauh mana masingmasing sektor dapat dikembangkan harus diawali dari perencanaan produksi jagung baik intensifikasi maupun ekstensifikasi berdasarkan kesesuaian, ketersediaan dan alokasi bahan (Bantacut, 2015). Sektor pertanian memainkan peranan penting dalam perekonomian di negara berkembang. Ada beberapa peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi antara lain sebagai penyedia pangan, sebagai sumber tenaga kerja bagi sektor perekonomian lain, sebagai sumber kapital bagi pertumbuhan ekonomi modern khususnya dalam tahap awal pembangunan,
sebagai
sumber
devisa
dan
masyarakat
pedesaan
merupakan pasar bagi produk yang dihasilkan dari sektor industri di perkotaan (Gillis et al, 1992) Kinerja sektor pertanian di Kabupaten Blora selama tahun 20052009
dilihat
dari
kontribusi
dan
laju
pertumbuhan
PDRB-nya
menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan rata-rata kontribusi terbesar (53,99%) di antara sektor perekonomian lainnya namun laju pertumbuhannya menempati urutan ke tujuh di antara sembilan sektor perekonomian di Kabupaten Blora dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 4,26%. Kontribusi dan laju pertumbuhan subsektor pertanian fluktuatif. Subsektor tanaman bahan makanan mempunyai rata-rata
12
kontribusi dan laju pertumbuhan terbesar di antara subsektor pertanian yang lain (Rahayu, 2013). Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan memiliki peranan sangat penting dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan nasional. Kontribusi komoditas tanaman pangan (seperti: padi, jagung, kacangkacangan, umbi-umbian dll) utamanya dalam pemenuhan kebutuhan bahan pokok masyarakat. Upaya pengelolaan tanaman tanaman pangan secara terpadu perlu diterapkan didalam kegiatan bertani masyarakat guna meningkatkan produksi dan produktivitas hasil tanaman pangan mengingat kebutuhan bahan pangan (baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya) dari tahun ke tahun yang semakin tinggi. Menanggapi permasalahan tersebut, upaya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan perlu diupayakan dengan berbagai alternatif kegiatan (Dinas Pertanian Kabupaten Pemekasan, 2015). 3. Peran Penyuluhan dalam Swasembada Pangan Semenjak revolusi hijau diperkenalkan di Indonesia, penyuluhan memegang peranan penting dalam memasyarakatkan tekhnologi baru/ difusi inovasi kepada petani. Kecepatan revolusi hijau tegantung dari proses difusi yaitu proses dimana suatu inovasi disebarkan kepada individu atau kelompok dalam suatu sistem social tertentu melalui penyuluhan (Mudiyanto, 2010). Rogers (1985) dan beberapa ahli lainya mengemukakan bahwa dalam proses difusi inovasi mengandung empat elemen yang saling berkaitan yaitu adanya inovasi, komunikasi, suatu sistem sosial tertentu dan adanya kesenjangan waktu atau overtime. Keempat pengaruh tersebut dipengaruhi oleh karakteristik perilakunya yaitu komunikator dan komunikan. Peran penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai garda terdepan dalam membangun manusia pertanian khususnya petani. Penyuluh berperan sebagai perantara adalah media informasi baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya. Penyuluh menyebarkan informasi teknologi dari balai
13
pengkajian dan perguruan tinggi ke petani dan menyampaikan aspirasi dari petani ke pengambil kebijakan semuanya perlu dukungan andil besar penyuluh. Karena penyuluh langsung terjun ke masyarakat maka tidak bisa dipungkiri penyuluhlah yang tahu apa saja kebutuhan masyarakat tersebut. Penyuluh merupakan mitra kerja pemerintah sekaligus petani (Zuhelmi, 2015). Penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada petani agar mau mengubah cara befikir, cara kerja dan cara hidup yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju. Dengan demikian seorang penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya mempunyai tiga peranan yaitu sebagai pendidik, memberikan pengetahuan atau caracara baru dalam budidaya tanaman agar petani lebih terarah dalam usahataninya, meningkatkan hasil dan mengatasi kegagalan-kegagalan dalam usaha taninya. Sebagai pemimpin, yang dapat membimbing dan memotivasi petani agar mau merubah cara berfikir, cara kerjanya agar timbul keterbukaan dan mau menerima cara-cara bertani baru yang lebih berdaya guna dan berhasil, sehingga tingkat hidupnya lebih sejahtera. Sebagai penasehat, yang dapat melayani, memberikan petunjuk-petunjuk dan membantu para petani baik dalam bentuk peragaan atau contoh-contoh kerja dalam usahatani memecahkan segala masalah yang dihadapi (Kartasapoetra, 1994). Selain menciptakan sesuatu perubahan perilaku bagi masyarakat petani, penyuluhan pertanian pun diharapkan mampu mengarahkan wawasan berfikir dan menumbuhkan karakter sebagai bangsa yang sedang melaksanakan pembangunan. Hal ini ditujukan kepada masyarakat tani yang telah siap untuk membangun hidupnya serta bukan mereka yang senang dengan kemalasan untuk bekerja dan berusaha. Kegiatan penyuluhan merupakan kegiatan yang berkesinambungan, berproses dan mampu menghasilkan umpan balik yang berdampak positif bagi pembangunan pertanian (Sastraatmadja, 1993).
14
Gayatri (2016), mengemukakan dalam jurnal internasional penyuluh pertanian: Extension agents are described as social workers who regularly interact with citizens in the course of their jobs. Lipsky (2010) emphasized that they should respond to the individual needs or characteristics of the people they serve or confront before taking action. In practice, extension agents not only have to deal with government structure and regulations to achieve the policy objectives originating from the political process, but they also need to use their knowledge and experience to deal with farmers and community situations that require improvisation and responsiveness to individual cases. Furthermore, they may face challenges to fulfill the aims of a particular government policy, which could potentially call for a fundamental change in standard practices based on local traditions or local conditions in the community. Untuk mewujudkan swasembada pangan, peranan penyuluh pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Selain itu juga dengan penerapan teknologi, penggunaan varietas unggul, pemupukan berimbang, penerapan jarak tanam jajar, konsisten kalender tanam, mekanisasi serta perluasan areal (Saragih, 2015). Penyuluh memiliki peran strategis dalam UPSUS untuk pencapaian swasembada pangan, juga dalam pengembangan kawasan pangan untuk tujuh komoditas strategis (padi, jagung, kedelai, gula, daging sapi, cabai, dan bawang merah). Oleh karena itu, masingmasing penyuluh harus dapat mengidentifikasi komoditas strategis yang harus dikembangkan dan komoditas potensial lainnya di bidang hortikultura maupun perkebunan (BBP2TP, 2015). 4. Informasi Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerima dan persepsi nilai riil dalam keputusan sekarang atau perspektif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lucas (2000), yaitu: We define information as a tangible or intangible entity that serves to reduce uncertainty about some state or event. As an example, consider a weather forecast predicting clear and sunny skies tomorrow. This information reduces our uncertainty about whether an event such as a baseball game will be held. An information system usually processes the data in some way and presents the results to users .
15
Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya. Sumber informasi adalah data. Data kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata. Kejadian-kejadian (event) adalah kejadian yang terjadi pada saat tertentu. Data yang diolah untuk menghasilkan informasi menggunakan model proses tertentu. Nilai informasi ditentukan oleh dua hal yaitu manfaat dan biaya mendapatkanya (Hutahaean, 2014). Wilson (2006) menyatakan “Information” in the figure may be understood in any of the senses mentioned earlier. Thus, in information exchange, an individual may be looking for facts, advice or opinions, and may receive any of these either in writing or orally. Sometimes the channel itself may be of overriding significance, as when orally given advice may be preferred over anything in writing. Informasi adalah segala sesuatu keterangan yang bermanfaat untuk para pengambil keputusan atau manager dalam rangka mencapai tujuan
organisasi
yang
sudah
ditetapkan
sebelumnya.
Informasi
mempunyai manfaat dan mempunyai manfaat yang sangat dominan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Tanpa tersedianya informasi, para manager tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat dan mencapai tujuan dengan efektif dan efisien (Gaol, 2008). Informasi adalah sekumpulan data atau fakta yang diorganisir atau diolah dengan cara tertentu sehingga mempunyai arti bagi penerimanya. Data yang telah diolah menjadi sesuatu yang berguna bagi penerima, maksudnya adalah data tersebut dapat memberikan keterangan atau pengetahuan. Dengan demikian, yang menjadi sumber informasi adalah data. Informasi dapat juga dikatakan sebuah pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran, pengalaman, dan instruksi (Irwansyah, 2014). Berdasarkan sumber penciptaanya, ada tiga sumber informasi yaitu sumber primer (primary source), sumber sekunder (secondary source) dan sumber tersier (tertiary sources). Sumber primer disebut juga informasi yang berasal dari asalnya, yang dihasilkan penulis atau peneliti. Sumber primer, ada yang diterbitkan seperti laporan penelitian, paten, prosiding, skripsi, tesis, disertasi dan ada yang tidak diterbitkan seperti berkas
16
pribadi, berkas lembaga, buku harian, memo, lukisan. Sumber sekunder merupakan penilaian, ringkasan atau kritikan terhadap suatu karya atau penelitian seseorang. Informasi tentang sumber primer yang disusun secara sistematis supaya mudah diakses seperti buku, jurnal, majalah, ulasan (reviews), essay dan antologi. Sumber tersier merupakan memuat informasi berupa saringan, rangkuman atau kumpulan dari sumber primer dan sekunder seperti indeks, abstrak, almanac, ensiklopedia, bibliografi (Perpustakaan UI, 2013). Informasi hasil penelitian dapat dikelompokan menjadi lima yaitu informasi yang berupa penentuan kebijakan, informasi hasil penelitian yang memerlukan penelitian lebih lanjut, informasi ilmiah untuk pengembangan IPTEK, informasi tekhnologi sarana produksi dan informasi teknis untuk materi penyuluhan (Tjitropranoto 1989). Sistem pengetahuan dan informasi pertanian dapat berperan dalam membantu petani dengan melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan dan membantu petani untuk memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan. Perkembangan jaringan pertukaran informasi di antara pelaku yang terkait, merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan teknologi informasi dan peran aktif institusi bidang pertanian (Departemen Pertanian), upaya untuk mengembangkan jaringan informasi bidang pertanian sampai di tingkat petani diharapkan dapat diwujudkan (Mulyandari, 2005). Menurut Lionberger (1960), ada empat sumber informasi pertanian yaitu petani lain untuk mengevaluasi tahap percobaan, media masa (koran, majalah, radio dan televisi), lembaga pertanian dan sumber-sumber komersial.
Ketersediaan informasi saat ini telah memudahkan semua
kalangan untuk dapat mengakses informasi. Namun kemudahan akses informasi saat ini belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh berbagai pihak. Maraknya penyebaran informasi juga mengharuskan pihak
17
pengakses
untuk
memilah
mana
saja
informasi
yang
dapat
dipertanggungjawabkan kebenaranya dan mana yang tidak. Informasi pertanian adalah segala informasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahatani, baik berupa teknologi budidaya, teknologi pemasaran, manajemen usahatani, kelembagaan sosial maupun informasi lainya. Informasi pertanian merupakan suatu informasi, keterangan, spesifikasi tentang sesuatu baik bersifat teknis maupun non teknis yang dapat mendukung pengembangan usahatani pelakunya (Wijayanti, 2003). 5. Kebutuhan Informasi Kebutuhan informasi merupakan suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi. Kebutuhan ini terbentuk apabila ada kesenjangan antara apa yang dicapainya dengan apa yang diperolehnya tentang suatu hal. Proses pengambilan keputusan apakah seseorang menolak atau menerima inovasi adalah tergantung pada sikap mental dan perbuatan yang dilandasi oleh situasi orang tersebut dan situasi ekstern lingkungan (Soekartawi, 1988). Sedangkan Belkin (1989) yang dikutip oleh Nicholas (2000), menjelaskan bahwa kebutuhan informasi tumbuh ketika seseorang menyadari adanya kesenjangan antara pengetahuan dengan keinginan untuk memecahkan masalah. Wilson (2006) menguraikan terkait kebutuhan manusia sebagai berikut: There is another confusion, possibly more basic, in the association of the two words “information” and “need”. This association imbues the resulting concept with connotations of a basic “need” qualitatively similar to other basic “human needs”. However, if we examine the literature on human needs we find that this concept is divided by psychologists into three categories: Physiological needs, such as the need for food, water, shelter, etc; Affective needs (sometimes called psychological or emotional needs) such as the need for attainment, for domination, etc; Cognitive needs, such as the need to plan, to learn a skill, etc. Penilaian penyuluh terhadap kebutuhan informasi menurut jenis informasi hasil penelitian sebanyak 60% informasi berupa bahan
18
penentuan kebijakan dan informasi yang memerlukan pengujian lebih lanjut, 43,33 % informasi ilmiah untuk pengembangan IPTEK, 60% informasi tekhnologi sarana produksi dan 66,67% informasi teknis materi penyuluhan. Motivasi kognitif penyuluh dalam penggunaan sumber informasi yang paling utama adalah untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan atau untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Urutan presentase penggunaan sumber informasi penyuluh pertanian yaitu sumber informasi interpersonal kepala BIPP dan penyuluh, surat kabar dan pertemuan teknis berupa mimbar sarasehan (Suryantini, 2003). Petani memerlukan beragam informasi untuk mendukung usaha taninya. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya informasi praktis tentang teknologi produksi tanaman, tetapi juga informasi mengenai pascapanen (pengolahan, penyimpanan, dan penanganan) dan pemasaran. Informasi yang paling dibutuhkan petani adalah yang berkaitan dengan teknologi produksi, diikuti informasi pemasaran dan pascapanen. Hal ini dapat dipahami karena petani umumnya membutuhkan informasi tentang cara meningkatkan produktivitas usaha taninya yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan pendapatan (Andriaty, 2011). Kebutuhan
informasi
penyuluh
perlu
diimbangi
dengan
ketersediaan sumber informasi yang memadai. Untuk itu, lembaga penelitian, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pencipta teknologi hendaknya dapat mendiseminasikan hasil penelitianya dalam berbagai bentuk untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut (Suryatini, 2003). Perkembangan informasi sangat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan informasi. Tingkat kebutuhan setiap orang berbeda-beda, semakin tinggi tingkat akan informasi maka perilaku pengguna untuk mencari dan menemukan informasi juga semakin aktif. Tentunya informasi yang dibutuhkan adalah informasi yang relevan dan akurat dan dapat membantu mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Tingkat
19
kebutuhan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan perilaku setiap pengguna informasi dalam pencarian informasi (Rozinah, 2012). 6. Perilaku Pencarian Informasi Perilaku (behavior) adalah tindakan-tindakan (action) atau reaksireaksi (reaction) dari suatu objek atau organism. Perilaku dapat berupa sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), terus terang (overt) atau diam-diam (covert), sukarela (voluntary) atau tidak sukarela (involuntary). Perilaku manusia dapat berupa perilaku umum, tidak umum, dapat diterima atau tidak dapat diterima. Manusia mengevaluasi penerimaan dari perilaku dengan menggunakan suatu standar pembandingan yang disebut norma-norma sosial dan meregulasi perilaku dengan menggunakan kontrol social. Teori- teori keperilakuan merupakan bagian dari ilmu psikologi. Di dalam ilmu psikologi, aliran behaviorisma (behaviorism) adalah aliran psikologi yang mempelajari perilaku yang dapat diobservasi dan dapat di ukur. Behaviorisma menekankan pada respon-respon perilaku yang dapat diobservasi dan diukur (Jogiyanto, 2007). Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya terdapat bentukbentuk perilaku instinktif (species-specifik behavior) yang didasari oleh kodrat mempertahankan kehidupan. Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial. Salah satu karakteristik perilaku manusia adalah sifat diferensial yaitu satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama (Azwar, 2003). Pencarian informasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan informasi. Perilaku pencarian informasi dimuai ketika seseorang merasa bahwa pengetahuan yang dimilikinya saat itu kurang dari pengetahuan yang dibutuhkanya. Untuk memenuhi
20
kebutuhanya maka orang tersebut akan mencari informasi dengan menggunakan
berbagai
menggunakan literature
sumber.
Tindakan
pencarian
informasi
adalah suatu perilaku yang kenyataanya
menggambarkan berbagai tujuan (Rozinah, 2012). Perilaku pencarian informasi berawal dari adanya kebutuhan seseorang terhadap informasi.Pada saat membutuhkan informasi untuk memenuhi
kebutuhan
tertentu
peneliti
dihadapkan
pada
situasi
problematik. Situasi ini muncul akibat adanya kesenjangan (anomalous) antara keadaan pengetahuan yang ada di dalam dirinya dengan kenyataan kebutuhan informasi yang diperlukannya, kesenjangan ini akhirnya melahirkan perilaku tertentu dalam proses pencarian informasi yang oleh Belkin dinyatakan sebagai situasi problematik akibat adanya kondisi anomalous state of knowledge dari si pencari informasi (Kuhlthau dalam Riady, 2013). Model
perilaku
pencarian
informasi
dalam
bentuk
lain
dikembangkan oleh Ellis (1987) kemudian dilanjutkan oleh Cox dan Hall (1991). Model ini merupakan tahapan pencarian informasi di kalangan ilmuwan bidang sosial yang kemudian dibandingkan dengan pola pencarian informasi ilmuwan fisika dan kimia. Hasil penelitian Ellis dalam Riady (2013) adalah pola pencarian yang terdiri dari enam tahap pencarian informasi, yaitu starting, chaining, browsing, differentiating, monitoring dan extracting atau dikenal dengan Ellis’ Model yang merupakan tahapan pencarian informasi. Ellis menegaskan bahwa 6 (enam) elemen ini saling berkaitan untuk membentuk aneka pola pencarian informasi dan seringkali bukan merupakan tahapan-tahapan yang teratur. Starting terdiri dari aktivitas-aktivitas yang memulai terjadinya kegiatan pencarian informasi. Chaining merupakan kegiatan mengikuti rangkaian sitasi, pengutipan atau bentuk-bentuk perujukan antar dokumen yang satu dengan yang lainnya. Browsing atau merawak, mencari tetapi dengan agak terarah, di wilayahwilayah yang dianggap punya potensi terhadap informasi yang dibutuhkan. Differentiating atau pemilahan, menggunakan ciriciri di dalam
21
sumber informasi sebagai acuan dasar untuk memeriksa kualitas ataupun isi informasi. Monitoring yaitu memantau perkembangan dengan memfokuskan diri pada beberapa
sumber terpilih. Extracting dengan
secara sistematis menggali di satu sumber untuk mengambil informasi yang dianggap penting. Perilaku
pencarian
informasi
menggunakan
internet
yang
dilakukan oleh mahasiswa dilatarbelakangi oleh beberapa motif tertentu, dimana motif ini mencakup motif kognitif, pengawasan (surveillance), motif hiburan (entertaiment), motif menghabiskan waktu (passing the time), motif melarikan diri dari kepenatan (escape) dan motif interaksi sosial. Motif kognitif (cognitif needs) dan motif interaksi social merupakan motif terbesar responden Fisip Unair dalam menggunakan internet. Sedangkan motif utama mahasiswa UPN ialah motif untuk kepentingan informasi. Tujuan dari penggunaan internet yang dilakukan oleh mahasiswa adalah terkait dengan kegiatan pencarian informasi untuk menunjang penyelesaian tugas akhir, untuk keperluan mengerjakan tugas, memperkaya sumber belajar, untuk memenuhi rasa keingintahuan terhadap informasi yang sedang berkembang, untuk menyiapkan bahan yang terkait dengan materi materi perkulihaan yang akan dijarakan dalam proses perkulihaan dan dapat memperluas wawasan (Iik, 2011). Motivasi kognitif penggunaan sumber informasi merupakan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri penyuluh untuk menggunakan sumber informasi guna mencapai tujuan yaitu memperoleh pengetahuan tentang tekhnologi pertanian. Terdapat empat alasan utama penyuluh menggunakan sumber informasi yaitu keinginan untuk sekedar ingin mengetahui atau untuk menambah pengalaman, keinginan untuk menambah memperoleh informasi mutakhir, keinginan untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan keinginan untuk mengembangkan diri agar dapat menjadi penyuluh pertanian yang professional (Suryantini, 2013).
22
7. Program Upaya Khusus Peningkatan Padi, Jagung dan Kedelai Padmowihardjo (2000), menyatakan bahwa programa penyuluhan pertanian adalah suatu pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan, dan cara mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk dan sistimatika yang teratur. Programa penyuluhan pertanian menjadi acuan bagi Penyuluh untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan menyusun Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian (RKPP). Progama penyuluhan ini dapat menjadi arah dan pedoman bagi penyelenggaraan penyuluhan pertanian sehingga menjadi acuan dasar bagi para penyuluh pertanian untuk
menyusun
perencanaan penyuluhan. Perencanaan
merupakan Proses pemilihan dan menghubungkan fakta yang digunakan untuk menyusun asumsi, yang diduga akan terjadi di masa datang, yang kemudian merumuskan kegiatan yang diusulkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Perencanaan program merupakan suatu proses yang berkelanjutan, melalui semua warga masyarakat, penyuluh dan para ilmuwan memusatkan pengetahuan dan keputusan-keputusan dalam upaya mencapai pembangunan yang mantap. Di dalam perencanaan program, sedikitnya terdapat tiga pertimbangan yang menyangkut hal-hal, waktu, dan
cara
kegiatan-kegiatan
yang
direncanakan
itu
dilaksanakan
(Mardikanto, 1993). Dalam hal ini Fasilitator merupakan pendamping masyarakat yang berperan memfasilitasi masyarakat dalam setiap proses, tahapan mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian (Adiyanto, 2013). Melalui program Upsus tiga komoditas utama padi jagung kedelai (pajale),
pemerintah
Presiden
Jokowi
sangat
bertekad
untuk
mensukseskan kedaulatan pangan dalam 3 tahun ini, yaitu pada tahun 2017. Pada kegiatan Upsus pajale, segala strategi dan upaya dilakukan untuk peningkatan luas tanam dan produktivitas di daerah-daerah sentra produksi pangan. Operasioanalisasi pencapaian target di lapangan benarbenar dilaksanakan secara all in untuk mensukseskan program yaitu dengan penyediaan dana, pengerahan tenaga, perbaikan jaringan irigasi
23
yang rusak, bantuan pupuk, ketersedian benih unggul yang tepat (jenis/varietas, jumlah, tempat, waktu, mutu, harga), bantuan traktor dan alsintan lainnya yang mendukung persiapan, panen dan pasca panen termasuk
kepastian
pemasarannya.
Program
Upsus
dilaksanakan
serentak di beberapa provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) diminta untuk mengaplikasikan teknologi unggulan yang sudah dimilikinya untuk mendukung suksesnya program Upsus terutama dalam hal penyediaan benih unggul serta teknik-teknik budidaya pajale dan SDM untuk pendampingan produksi (Kurniawan, 2015). Sukses-tidaknya Upsus Pajale mewujudkan target-target yang telah dicanangkannya, pada akhirnya akan ditentukan oleh sejauh mana dan semasif apa terjadi gerakan masyarakat tani di desa-desa. Bagaimana mereka merespon dengan tindakan dan meresonansikan harapannya dengan “tekad dan semangat” Upsus Pajale mengembalikan marwah negeri agraris berupa swasembada padi. Menyadari bahwa pendampingan dan pengawalan di lapangan merupakan faktor kritis bagi keberhasilan Upsus Pajale, sementara kita masih mengalami kekurangan jumlah tenaga penyuluh pertanian, Kementerian Pertanian “menggandeng” TNI-AD dan sejumlah perguruan tinggi untuk memobilisasi “trisula” pendamping dan pengawal Upsus Pajale di desa-desa, yang terdiri atas Penyuluh PertanianBabinsa-Mahasiswa. Selain itu, Kementerian Pertanian juga memfasilitasi ribuan penyuluh pertanian swadaya yang berasal dari kalangan ketua kelompok tani atau gabungan kelompoktani untuk terlibat dalam menggerakan para anggota kelompoktani agar bergairah menanam padi dan bangga mencapai swasembada padi (Julianto, 2015). Penyuluh, mahasiswa dan bintara pembina desa (babinsa) menjadi unsur penting dalam menggerakkan para petani pelaku utama untuk dapat menerapkan teknologi dalam pencapaian swasembada berkelanjutan padi
24
dan jagung serta swasembada kedelai. Penyuluh, mahasiswa dan babinsa merupakan salah satu faktor penggerak bagi para petani (pelaku utama) dan dapat berperan aktif sebagai komunikator, fasilitator, advisor, motivator, edukator, organisator
dan
dinamisator
dalam
rangka
terlaksananya kegiatan Upaya Khusus (UPSUS) peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai dalam pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai (Ismail, 2015). Upaya pemerintah untuk mencapai swasembada Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale) semakin diperkuat pada tahun 2015. Kementerian Pertanian menggerakkan Upaya Khusus (Upsus) agar swasembada ketiga komoditas pangan utama Indonesia tersebut segera tercapai. Mendukung gerakan ini, maka seluruh Direktorat Jenderal dan Badan (eselon I) terkait lingkup Kementerian Pertanian secara terpadu dan bersama-sama bekerja keras mendorong tercapainya sasaran tersebut, termasuk Badan Litbang Pertanian (Hasbianto, 2015). Keberhasilan pelaksanaan Upaya Khusus (UPSUS) swasembada pangan dijadikan indikator kinerja kelembagaan penyuluhan pertanian dan penyuluh pertanian lapangan termasuk penyuluh kontrak. Sebagai salah satu unit eselon I yang ikut bertanggungjawab dalam keberhasilan pencapaian swasembada padi, jagung dan kedelai, BPPSDMP mempunyai tugas dan peran serta cukup besar untuk menanggulangi hambatan dan permasalahan yang dihadapi di lapangan, terutama pada masalah kurangnya tenaga penyuluh pertanian di lapangan. BPPSDMP memiliki kebijakan ke depan yang salah satunya adalah dengan melakukan pemantapan sistem penyelenggaraan penyuluhan dan pemantapan sistem pelatihan yang dilaksanakan melalui beberapa hal, yaitu fasilitasi penguatan 5.232 unit kelembagaan penyuluhan kecamatan (BP3K) sebagai institusi pertanian terdepan dalam pelayanan kepada petani, dan pos simpul koordinasi (POSKO) program dan pelaksanaan kegiatan UPSUS; melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan TNI dalam pengawalan dan pendampingan terpadu; penguatan data base BP3K untuk
25
mendukung UPSUS percepatan peningkatan swasembada padi, jagung dan kedelai; dan pemenuhan kebutuhan jumlah tenaga penyuluh pertanian yang dilakukan dengan pengusulan tambahan formasi penyuluh melalui jalur PNS dan penyediaan formasi pengangkatan THL-TBPP sebanyak 10.000 orang, sebagai Pegawai ASN melalui jalur PPPK. Selain itu mendorong Penyediaan Tenaga Bantu Penyuluh oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota serta penyediaan tenaga Penyuluh Pertanian Swadaya (PPS); meningkatkan kinerja Balai Diklat dalam peningkatan kemampuan dan kapasitas penyuluh pertanian melalui pelatihan bagi penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan THL-TBPP (Chaca, 2015). C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Pendamping UPSUS memiliki masing-masing karakteristik yang berbeda. Mereka mempunyai tantangan tersendiri dalam melaksanakan peran sebagai mahasiswa, alumni maupun Pendamping UPSUS. Segala hal selalu dihadapi dalam melaksanakan aktivitasnya baik dalam menentukan keputusan, melakukan pekerjaan maupun menyelesaikan masalah. Berbagai pihak dan sarana diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan salah satunya dengan tujuan untuk memperoleh informasi. Situasi ini merupakan situasi problematik. Situasi problematik menimbulkan kebutuhan informasi bagi Pendamping UPSUS. Kebutuhan Pendamping UPSUS
akan mendorong
untuk melakukan pencarian informasi (perilaku pencarian informasi). Berbagai kendala tentunya selalu dihadapi dalam proses pencarian informasi. Penelitian ini mendeskripsikan kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi sekaligus menguji hubungan diantara keduanya. Kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Chodbury (2004), yang menyatakan bahwa: Information needs and information seeking have remained a central theme of research among information an computer science. It is commonly agreed that the process of information seeking begin with a users information need. Marchiomini Comment that the information seeking is a fundamental human process that is closely related to learning and problem solving.
26
Kebutuhan informasi dan pencarian informasi merupakan tema pokok penelitian informasi. Hal ini biasanya disepakati bahwa proses pencarian informasi dimulai dengan identifikasi kebutuhan informasi. Marchioini menyatakan bahwa pencarian informasi adalah hal pokok yang berhubungan dengan pembelajaran dan pemecahan masalah. Taylor (1968) menyatakan bahwa kebutuhan informasi merupakan kondisi rumit, merupakan
gabungan
dari
karakteristik
personal
dan
psikologis.
Sedangkan menurut Rogers dan Shoemakers (1981) perilaku adalah wujud dari tindakan dan sikap, sedangkan sikap dipengaruhi oleh persepsi. Persepsi dipengaruhi oleh karakter individu. Maka perilaku berkaitan dengan karakter individu. Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kebutuhan Informasi Pendamping UPSUS: 1. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Teknis 2. Penyediaan Alat Mesin Pertanian 3. Penyediaan dan Penggunaan Benih Unggul 4. Penyediaan dan penggunaan Pupuk berimbang 5. Pengaturan Musim Tanam Menggunakan KATAM 6. Pelaksanaan Program GP-PTT 7. PAT Jagung dan Kedelai 8. Peningkatan Optimasi Lahan 9. Pengujian Tekhnologi
Perilaku Pencarian Informasi 1. Jumlah Sumber Informasi yang digunakan 2. Frekuensi Pencarian Informasi
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga terdapat hubungan yang signifikan positif antara kebutuhan informasi dan perilaku pencarian informasi Pendamping UPSUS di Kabupaten Sragen
27
E. Pembatasan Masalah 1. Kebutuhan informasi Pendamping UPSUS yang diteliti merupakan informasi yang berkaitan dengan kegiatan program pendampingan dalam UPSUS PAJALE 2. Perilaku pencarian informasi merupakan upaya pencarian informasi penunjang profesi Pendamping UPSUS dilihat dari jenis dan frekuensi dalam mengakses informasi tersebut. F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Definisi Operasional a. Pendamping UPSUS adalah Mahasiswa Pendamping Penyuluh Pertanian Lapang yang terlibat dalam program Upaya Khusus Peningkatan Padi Jagung dan Kedelai (UPSUS PAJALE) di Kabupaten Sragen b. Kebutuhan informasi Rehabilitasi Jaringan Irigasi Teknis (RJIT) adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Teknis meliputi jenis irigasi, kriteria pembangunan jaringan irigasi, indeks pertanaman, intensitas pertanaman, pemeliharaan jaringan irigasi, rehabilitasi jaringan irigasi, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya c. Kebutuhan informasi Penyediaan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi Penyediaan Alat Mesin Pertanian meliputi jenisjenis bantuan alsintan, sumber pembiayaan, kriteria lokasi, kriteria penerima bantuan, pengelolaan pemanfaatan alsintan, mekanisme penetapan calon penerima dan calon lokasi, distribusi bantuan alsintan, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya d. Kebutuhan informasi penyediaan dan penggunaan benih unggul adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi penyediaan dan penggunaan Benih Unggul meliputi
28
kebutuhan benih, kelas benih, sebaran varietas, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya e. Kebutuhan informasi penyediaan dan penggunaan pupuk berimbang adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi penyediaan dan penggunaan Pupuk berimbang meliputi jenis pupuk, kebutuhan pupuk, penggunaan pupuk, keaslian pupuk, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya f. Kebutuhan
informasi pengaturan musim tanam menggunakan
KATAM adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi pengaturan musim tanam menggunakan KATAM meliputi estimasi kalender tanam dan luas tanam, prediksi sifat musim dan luas wilayah terkena banjir, kekeringan dan serangan OPT, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya g. Kebutuhan
informasi pelaksanaan program Gerakan Penerapan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi pelaksanaan program GP-PTT meliputi model kawasan tanaman pangan, penentuan calon lokasi, ketentuan pelaksana GP-PTT, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya h. Kebutuhan informasi
Perluasan Areal Tanam (PAT) Jagung dan
Kedelai adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap
informasi
PAT
Jagung
meliputi
optimasi
lahan,
keseimbangan ekosistem, ambang produksi, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya i. Kebutuhan informasi peningkatan optimasi lahan adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi
29
peningkatan optimasi lahan meliputi kebutuhan optimasi lahan, produktivitas hasil, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya j. Kebutuhan informasi pengujian tekhnologi adalah pernyataan butuh atau tidak butuh pendamping UPSUS terhadap informasi pengujian tekhnologi meliputi penentuan lokasi, luas unit pengujian, petani / kelompok tani peserta pengujian, pelaksana pengujian, dan tekhnologi pengujian, yang jika tidak terpenuhi maka akan mengganggu pendamping UPSUS dalam menjalankan peranya k. Perilaku pencarian informasi adalah tindakan yang dilakukan pendamping UPSUS dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan meliputi jumlah sumber informasi yang digunakan dan frekuensi dalam melakukan pencarian informasi 2. Pengukuran Variabel a. Kebutuhan Informasi Pendamping UPSUS Tabel 3. Pengukuran Variabel Kebutuhan Informasi Pendamping UPSUS Variabel Kebutuhan Informasi
Indikator 1. Tingkat Kebutuhan Informasi Rehabilitasi Jaringan Irigasi Teknis a) Jenis irigasi b) Kriteria pembangunan jaringan irigasi c) Indeks pertanaman d) Intensitas pertanaman e) Pemeliharaan jaringan irigasi f) Rehabilitasi jaringan irigasi 2. Tingkat Kebutuhan Informasi Penyediaan Alat Mesin Pertanian a) Jenis-jenis bantuan alsintan b) Sumber pembiayaan
1. 2. 3. 4. 5.
Kategori Sangat membutuhkan Membutuhkan Cukup Kurang membutuhkan Tidak membutuhkan
Skor 5 4 3 2 1
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat membutuhkan Membutuhkan Cukup Kurang membutuhkan Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
30
3.
4.
5.
6.
c) Kriteria lokasi d) Kriteria penerima bantuan e) Pengelolaan pemanfaatan alsintan f) Mekanisme penetapan calon penerima dan calon lokasi g) Distribusi bantuan alsintan Tingkat Kebutuhan Informasi Penyediaan dan Penggunaan Benih Unggul a) Kebutuhan benih b) Kelas benih c) Sebaran varietas Tingkat Kebutuhan Informasi Penyediaan dan penggunaan Pupuk berimbang a) Jenis pupuk b) Kebutuhan pupuk c) Penggunaan pupuk d) Keaslian pupuk Tingkat Kebutuhan Informasi Pengaturan Musim Tanam Menggunakan KATAM a) Estimasi kalender tanam dan luas tanam b) Prediksi sifat musim c) Luas wilayah terkena banjir, kekeringan dan serangan OPT Tingkat Kebutuhan Informasi Pelaksanaan Program GP-PTT a) Model kawasan tanaman pangan b) Penentuan calon lokasi c) Ketentuan
1. Sangat membutuhkan 2. Membutuhkan 3. Cukup 4. Kurang membutuhkan 5. Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat membutuhkan Membutuhkan Cukup Kurang membutuhkan Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat membutuhkan Membutuhkan Cukup Kurang membutuhkan Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
1. Sangat membutuhkan 2. Membutuhkan 3. Cukup 4. Kurang membutuhkan 5. Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
31
pelaksana GPPTT 7. Tingkat Kebutuhan Informasi PAT Jagung dan Kedelai a) Optimasi lahan b) Keseimbangan ekosistem c) Ambang produksi 8. Tingkat Kebutuhan Informasi Peningkatan Optimasi Lahan a) Kebutuhan optimasi lahan b) Produktivitas hasil 9. Tingkat Kebutuhan Informasi Pengujian Tekhnologi a) Penentuan lokasi b) Luas unit pengujian c) Petani / kelompok tani peserta pengujian d) Pelaksana pengujian e) Tekhnologi pengujian
1. Sangat membutuhkan 2. Membutuhkan 3. Cukup 4. Kurang membutuhkan 5. Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
1. 2. 3. 4. 5.
Sangat membutuhkan Membutuhkan Cukup Kurang membutuhkan Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
1. Sangat membutuhkan 2. Membutuhkan 3. Cukup 4. Kurang membutuhkan 5. Tidak membutuhkan
5 4 3 2 1
b. Perilaku Pencarian Informasi Tabel 4. Pengukuran Variabel Perilaku Pencarian Informasi Variabel Sumber Informasi
Indikator 1. Jumlah sumber informasi yang digunakan
1. 2. 3. 4. 5.
2. Kategori sumber informasi 3. Tingkat up to date
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
Kategori Menggunakan 9-10 sumber informasi Menggunakan 7-8 sumber informasi Menggunakan 5-6 sumber infomasi Menggunakan 3-4 sumber infomasi Menggunakan 1-2 sumber infomasi Internasional (tinggi) Nasional (sedang) Lokal (rendah) Setiap jam Setiap hari Setiap minggu Setiap mulan
Skor 5 4 3 2 1 3 2 1 5 4 3 2
32
Frekuensi Pencarian Informasi dan Tingkat Kebaharuanya
1. Frekuensi pencarian informasi dalam 1 minggu
2. Tingkat up to date
5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5.
Setiap tahun Sangat sering Sering Cukup Jarang Tidak Pernah Setiap jam Setiap hari Setiap minggu Setiap mulan Setiap tahun
1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1