BAB I PENDAHULUAN I.1
Lingkungan Bisnis Umum Lingkungan eksternal merupakan suatu kondisi yang terjadi di luar
perusahaan atau organisasi dalam menjalankan bisnisnya. Menurut Thompson et al. (2012:98), terdapat beberapa komponen yang termasuk di dalam lingkungan makro atau lingkungan eksternal perusahaan. Komponen-komponen tersebut adalah faktor demografi, sosial, politik, peraturan pemerintah, dan teknologi yang sedang berkembang. Beberapa hal tersebut sangat mempengaruhi kegiatan bisnis, khususnya di Indonesia. Kegiatan bisnis dituntut untuk mendapatkan keuntungan dan dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. Keinginan manusia yang semakin beragam menyebabkan alat pemuas kebutuhan ikut meningkat. Perusahaan yang mempunyai produk sejenis ataupun tidak sejenis dalam aktivitas usahanya selalu bersaing untuk mendapatkan pasar yang potensial. Hal tersebut didasarkan pada pemenuhan kebutuhan, menurut Teori Hierarki Kebutuhan Maslow terdapat lima tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah kebutuhan fisiologi, keselamatan dan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan esteem, kebutuhan aktualisasi diri (Kreitner dan Kinicki, 2011:213). Kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan yang paling dasar untuk dipenuhi oleh seorang individu. Kebutuhan tersebut mencangkup sandang, papan, dan pangan. Sebagai contohnya yaitu kebutuhan akan makan, minum, perumahan, seks, dan istirahat (Fahmi, 2013:17). Terkait dengan kebutuhan beristirahat,
1
menurut Weiss dan Corkum (2012), tidur dengan baik merupakan hal yang terpenting karena dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan masa anak-anak hingga dewasa. Melihat dari kebutuhan fisiologi akan kebutuhan istirahat, beberapa pengusaha atau perusahaan memfokuskan usahanya di bidang bedding guna mempercantik ruang tidur. Menurut Ambarwati (2008), ketertarikan manusia akan menghias ruang hunian maupun lingkungan kerjanya sudah sering terjadi. Hal ini melibatkan desainer interior, dimana desainer dapat memilih fokus pada setiap kamar, seperti kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Kecenderungan manusia dalam mempercantik ruang menimbulkan suatu peluang bisnis bagi para pelaku usaha khususnya bagi produk sprei, bed cover, dan spring bed. Di sisi lain, mereka berusaha menonjolkan kelebihan produknya, baik dari segi merek, kualitas, motif, hingga keleluasaan pelanggan dalam menentukan bentuk yang diinginkan. Dengan kata lain, gaya hidup merupakan hal yang akan mendorong konsumen dalam penciptaan kebutuhan (Widjaja, 2009:43). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dikenal sebagai kota pelajar dengan kultur budaya Jawa yang masih kental adalah salah satu icon yang mampu menarik bagi para pelajar atau wisatawan. Menurut Zamroni (2007), budaya yang telah melekat di Yogyakarta telah terkikis dan berkiblat pada barat. Merebaknya budaya konsumerisme, perilaku sosial, mode berpakaian, dan gaya hidup merupakan salah satu contoh efek dari perubahan sosial di masyarakat DIY. Selain itu, adanya pengaruh emosional dalam pembelian menyebabkan kurangnya
2
memperhatikan kebutuhan. Hal tersebut merupakan pemantik bagi para unit bisnis kreatif untuk menghasilkan produk yang unik dan berbeda dari pesaingnya. Dalam penelitian ini, studi awal dilakukan dengan metode observasi untuk mengetahui pelaku usaha bedding di Yogyakarta. Observasi dilakukan pada tanggal 24 April 2014 di berbagai tempat yang berpotensi tinggi dalam pemasaran, mudah dijangkau, dan padat penduduk seperti kawasan kampus dan pusat perbelanjaan. Observasi di kawasan kampus dilakukan di kawasan Universitas Gadjah Mada (Klebengan, Karanggayam, Jalan Kaliurang), Universitas Pembangunan Negara (sepanjang Jalan Selokan Mataram), dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Sementara itu, untuk kawasan perbelanjaan bertempat di Plasa Ambarukmo yang berlokasi di Jalan Solo yang dijadikan rujukan pembeli di Yogyakarta. Carrefour, Leaves Bedding, Rama Istana Gordyn, dan Ambarukmo Decor merupakan empat pelaku yang menjalankan bisnis bedding di dalam bisnisnya. Keempat pelaku tersebut bertempat di Plasa Ambarukmo. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan salah satu pemilik toko bed cover, di Yogyakarta sudah banyak pelaku usaha yang menjalankan usaha bisnis bedding dan mereka membuka cabang. Salah satunya adalah Leaves Bedding yang mempunyai outlet penjualan di Plasa Ambarukmo dan Jalan Kaliurang Km.5. Berdasarkan pencarian data dari Internet pada tanggal 24 April 2014, terdapat beberapa toko yang menggunakan website (online store) sebagai pemasarannya, walaupun tidak menutup kemungkinan mereka juga mempunyai
3
toko (offline store). Terdapat banyak sekali pelaku bisnis bedding yang menggunakan media online di dalam penjualannya. Namun, hanya lima pelaku bisnis tersebut yang ditampilkan pada Tabel 1. Hal tersebut dikarenakan kelima pelaku bisnis bedding terfokus pada produk bed covernya dan mempunyai testimoni pada websitenya dari pelanggan-pelanggan. Kelima pelaku bisnis bedding adalah Bed Cover Indonesia, Leaves Bedding, Jogja Sprei Bed Cover, Bedcoverku.com, dan Tanaya. Kelima pelaku bisnis tersebut lebih mengandalkan bed covernya dan dijelaskan lebih lanjut pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Pelaku Bisnis Bed Cover di Yogyakarta Nama Toko Tanaya
Jenis Toko Offline & Online
Alamat Website http://tanayast ore.ueuo.com/ profilkami.html
Bentuk Produk&harga
Deskripsi Produk Target pasar : umum (anak kecil-dewasa) Harga (dalam satuan rupiah) : 180.000 sampai 345.000 Motif gambar: Standar (batik,bunga, dll) Bentuk : persegi panjang dengan ukuran 120x200 cm 160x200 dan 180x200 cm
4
Tabel 1.1 Pelaku Bisnis Bed Cover di Yogyakarta (lanjutan) Nama Toko Bed Cover Indonesia
Jenis Toko Offline & Online
Alamat Website http://bedcover indonesia.com/ pages/index/18 /Tentang-Kami
Leaves Bedding
Offline & Online
http://www.be ddingdepo.com /
Bentuk Produk&harga
Deskripsi Produk Target pasar : umum (anak kecil-dewasa) Harga (dalam satuan rupiah): sekitar 239.000 Motif gambar: Standar (batik,bunga, dll) Bentuk : persegi panjang dengan ukuran 120x200 cm 160x200 dan 180x200 cm Target pasar : umum (anak kecil-dewasa) Harga (dalam satuan rupiah) : 295.000 sampai 950.000 Motif gambar: Standar (batik,bunga, dll) Bentuk : persegi panjang dengan ukuran 120x200 cm 160x200 dan 180x200 cm
5
Tabel. 1.1 Pelaku Bisnis Bed Cover di Yogyakarta (lanjutan) Nama Toko Jogja Sprei Bed Cover
Jenis Toko Offline & Online
Alamat Website http://www.jogj asprei.com/#
Bedcoverk u.com
Offline & Online
http://www.bed coverku.com/
Bentuk Produk&harga
Deskripsi Produk Target pasar : umum (anak kecil-dewasa) Harga (dalam satuan rupiah) : 234.000 sampai 325.000 Motif gambar: Standar (batik,bunga, dll) Bentuk : persegi panjang dengan ukuran 120x200 cm 160x200 dan 180x200 cm
Target pasar : umum (anak kecil-dewasa) Harga (dalam satuan rupiah) : >235.000 sampai 455.000 Motif gambar: Standar (batik,bunga,ca rtoon dll) Bentuk : persegi panjang dengan ukuran 120x200 cm 160x200 dan 180x200 cm
6
Berdasarkan hasil observasi yang ditampilkan pada Tabel 1.1, didapatkan hasil bahwa pelaku usaha yang terfokus pada produk bed cover menggunakan website untuk memberikan informasi kepada pembeli mengenai alamat toko, jenis produk, harga, dan nomor telepon untuk mempermudah pemesanan produk. Menurut Indrawan (2014), banyak pelaku usaha bedding yang bermunculan saat ini. Mereka dapat menggunakan media sosial seperti website, Facebook, Instagram, dan Lazada sebagai media promosi. Kelima pelaku usaha bed cover berdasarkan hasil observasi didapatkan hasil bahwa mereka menyasar segmen umum. Segmen yang tidak membatasi target pasarnya, baik dari segi usia ataupun tema produk. Selain itu pula, tidak satupun dari kelima pelaku usaha yang hanya terfokus pada domain anak-anak, baik secara individu ataupun institusi sekolah seperti playgroup atau fullday school. Produk bedding yang dijual oleh kelima pelaku usaha (Tabel 1.1) adalah sebuah satu set bed cover beserta spreinya dengan bentuk kain persegi panjang yang tebal dan empuk pada bagian bed covernya. Hal tersebut dikarenakan di dalam bed cover berisi dakron atau silikon. Dengan demikian, untuk menggebrak pasar bedding dari bentuk bed cover yang jenuh dengan ukuran kain persegi panjang 120x200 cm, 160x200, dan 180x200 cm saja, dan motif yang kurang bervariasi, maka diperlukan sebuah inovasi produk dari perusahaan bedding. Beberapa hal yang telah disebutkan pada analisis lingkungan bisnis umum, mengindikasikan adanya peluang untuk merambah dan membuka bisnis baru produk bedding yang menyasar pada domain anak di instansi sekolah. Selain itu, motif yang ada di pasaran belum terdapat jenis motif berbentuk makanan, produk
7
bedding dengan tema tertentu belum menyasar pada spesifik domain anak di instansi fullday school/playgroup. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Tixie bedding hadir dengan produk inovatif yang menawarkan motif dan tema baru bagi para konsumennya dengan bentuk dan ukuran lain dari pada yang lain dari produk bedding di pasaran saat ini.
1.2
Usaha Bed Cover Setelah mengetahui faktor bisnis umum yang menghasilkan peluang akan
pembuatan produk bedding dengan tema makanan, maka perlu dilakukan analisis tambahan pada usaha bedding khususnya bed cover yang telah eksis di pasaran. Hal tersebut menggambarkan kekuatan ataupun kelemahan yang ada pada lingkungan internal usaha bedding. Salah satu cara untuk mendapatkan informasi mengenai karateristik bed cover adalah dengan melakukan wawancara dengan pelaku usaha bedding. Wawancara secara mendalam dilakukan pada tanggal 24 Mei 2014 dengan narasumber Bapak Dedi Indrawan pemilik Jaxine Sprei dan Bed Cover. Berdasarkan
hasil
wawancara,
Beliau
memberikan
informasi
mengenai
karateristik bed cover. Karateristik bed cover menurut Indrawan (2014) adalah berukuran 120x200 cm, 160x200 cm, dan 180x200 cm; berbentuk persegi panjang dan empuk; serta dibandrol dengan harga Rp.180.000,00 ke atas. Selain itu pula, Indrawan menambahkan bahwa motif ataupun jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan bed cover dapat menggunakan kain katun, kain jepang, dan kain
8
chiffon. Beliau juga menambahkan bahwa jenis usaha bed cover yang Ia jalankan termasuk jenis usaha kecil menengah. Menurut Marla (2011), terdapat beberapa kriteria sebuah usaha dikatakan sebagai usaha kecil menengah yaitu berdasarkan UU No. 9 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Selain itu, Badan Pusat Statistik menggolongkan kegiatan industri kecil menengah menjadi tiga kriteria yaitu industri rumah tangga yang memiliki tenaga kerja satu sampai empat orang; industri kecil yang memiliki tenaga kerja lima hingga 19 orang dan industri menengah memiliki tenaga kerja 20 hingga 99 orang. Menurut Indrawan (2014), jenis usaha bed cover merupakan jenis usaha yang menguntungkan, terlebih lagi di Yogyakarta yang merupakan kota pelajar. Banyak pelajar khususnya mahasiswa yang datang untuk membeli keperluan tidur, terutama pada tahun ajaran baru yang memberikan efek pada peningkatan penjualan. Dengan demikian, muncul ketertarikan pelaku bisnis lain untuk memulai usahanya di dalam industri bedding. Hal tersebut juga dikarenakan bahwa produk dari industri bedding yaitu bed cover dan sejenisnya merupakan jenis produk yang mudah ditiru. Kemudahan
dalam
memasuki
usaha
bisnis
bedding
memberikan
pemahaman tersendiri kepada Indrawan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pemilik Jaxine tersebut, terdapat strategi untuk dapat eksis di pasaran. Salah satunya adalah menggunakan website merek Lazada dalam promosi.
9
Dengan menggunakan website terkenal seperti Lazada, maka produk dapat terjual lebih mahal daripada produk yang dijual melalui Facebook ataupun offline shop. Ditambahkan pula oleh Indrawan (2014), untuk dapat bersaing di dalam industri bedding, diperlukan hasil keluaran produk yang berkualitas. Kualitas dapat memberikan nilai lebih bagi pelaku usaha bisnis bed cover untuk bersaing dengan pelaku bisnis bed cover lainnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas adalah pemasok bahan baku. Memiliki pemasok yang tepat, baik dari segi kualitas bahan pembuat bed cover merupakan hal yang paling penting. Selain itu pula, dapat memperkecil biaya produksi sehingga pada saat produk dijual, margin yang diambil cukup besar. Kebutuhan modal merupakan hal penting untuk memulai bisnis. Tanpa modal yang memadai, bisnis tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Khususnya pada usaha bisnis bedding yang tergolong pada jenis usaha kecil menengah. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Tambunan (2002), permasalahan umum yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah antara lain adanya keterbatasan modal, kesulitan memperoleh bahan baku dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, keterbatasan sumber daya manusia serta kesulitan dalam pemasaran termasuk dalam distribusi. Perusahaan pembuat bedding stuff yang nantinya diberi nama Tixie bedding stuff di dalam menjalankan usahanya mempunyai proposisi nilai yang berbeda dengan pelaku usaha bedding lainnya. Keunikan dan nuansa inovatif pada produk keluaran Tixie bertema menyerupai bentuk makanan. Hal tersebut menjadikan
10
pembeda dari produk bedding yang ada di pasaran. Menurut Lundin (2009), inovasi merupakan penciptaan sesuatu yang baru dan menciptakan nilai potensial dari sebuah gagasan baru. Hal tersebut selaras dengan bisnis yang dilakukan oleh Tixie bedding stuff yang belum pernah dilaksanakan oleh wirausaha manapun di Indonesia. Faktor lokasi merupakan hal penting, menurut Indrawan (2014), lokasi perusahaan yang dekat dengan konsumen merupakan suatu peluang tersendiri dalam keberlangsungan bisnis. Hal tersebut merupakan alasan mengapa Jaxine Sprei dan Bed Cover menetapkan kawasan kampus di Yogyakarta sebagai tempat produksi saat ini. Pada awalnya, Jaxine berlokasi di Kutoasem namun sekarang sekarang berlokasi di Pogung Kidul. Menurut Utomo (2009), Yogyakarta merupakan kota pendidikan yang setiap tahun terjadi mobilitas pelajar atau mahasiswa. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa Kota Yogyakarta adalah pilihan yang tepat untuk produksi dan pemasaran dari bisnis Tixie bedding stuff. Walaupun produk beding seperti bed cover tidak termasuk ke dalam kebutuhan primer seperti halnya pangan, namun pada golongan tertentu, memiliki produk tersebut merupakan suatu keharusan guna mempercantik ruang tidur. Sehingga, dengan melihat kebutuhan tersebut, target pasar yang nantinya akan dilayani oleh Tixie bedding stuff adalah ibu-ibu yang mempunyai putra atau putri yang bersekolah, keluarga muda, mahasiswa, bahkan para pekerja yang menginginkan nuansa lain dari aktifitas tidur mereka. Sesuai dengan pernyataan Indrawan (2014) bahwa dengan melayani segmen kelas menengah bagian atas,
11
maka pasar yang dapat dilayani jauh lebih besar daripada hanya menyasar pada kelas premium. Menurut Medwin (2014) yang menegaskan bahwa pemilihan target pasar yang akan dilayani adalah suatu hal yang penting, apakah mahasiswa atau pekerja dengan tingkat perekonomian tertentu. Maka, kelengkapan fasilitas merupakan suatu hal yang perlu dipikirkan, salah satunya dengan memberikan fasilitas mebel yang lengkap. Dengan melihat kondisi tersebut, Tixie bedding stuff juga menyasar pada kos-kosan eklusif, sehingga untuk mendapatkan data terkait kos-kosan eksklusif maka dilakukan wawancara dengan manajemen D’Paragon untuk mendapatkan gambaran umum kebutuhan perlengkapan bedding mereka. Oleh karena itu, dengan dilakukannya penulisan mengenai model bisnis pembuatan Tixie bedding stuff, diharapkan mampu memberikan prospek yang baik. Hal tersebut diawali dengan menggali pemahaman akan produk bed cover melalui metode atau teknik empathy map.
I.3
Rumusan Masalah Berdasarkan faktor bisnis umum dan faktor bisnis internal dari pelaku usaha
di bidang bedding khususnya produk bed cover yang telah eksis di pasaran, dapat dilihat bahwa belum adanya segmentasi khusus pada pembelinya. Selain itu, kondisi masyarakat saat ini yang dipengaruhi oleh gaya hidup akan memberikan peluang bagi usaha bedding khususnya bed cover untuk tetap berkembang di pasaran. Dengan melihat beberapa kondisi tersebut, maka peluang untuk membuat
12
suatu usaha yang menekankan pada inovasi produk merupakan jawaban dari kebutuhan yang belum terpenuhi. Oleh karena itu, untuk menangani permasalahan yang ada, perlu dilakukan perancangan model bisnis Tixie bedding stuff. Perancangan model bisnis yang berinovasi pada pengembangan produk bedding yaitu dengan bentuk motif yang menyerupai makanan. Hal ini diharapkan dapat menangani permasalahan jenuhnya bentuk produk bedding saat ini.
I.4
Tujuan Riset Tujuan utama dari penulisan adalah merancang model bisnis Tixie bedding
stuff yang berbasis dengan teknik empathy map.
I.5
Manfaat Riset Manfaat dari penulisan rancangan model bisnis adalah sebagai berikut: 1. Wirausaha, diharapkan dapat menjadi pedoman terhadap usaha bisnis baru di bidang bedding khususnya pembuatan bed cover yang unik dan menarik. 2. Akademisi, memberikan gambaran model bisnis pada industri yang terkait dalam bidang pembuatan produk bedding khususnya bed cover.
I.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis terdiri dari lima bab. Bab I menjelaskan
mengenai kondisi bisnis umum maupun kondisi internal perusahaan bedding, serta
13
gambaran umum mengenai produk bedding khususnya bed cover di pasaran. Bab II menjelaskan mengenai beberapa kajian literatur yang terkait dengan penulisan, komponen dalam model bisnis dan Empathy map. Bab III menjelaskan metode yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian serta bagaimana cara menganalisisnya. Bab IV menjelaskan hasil analisis dari Empathy map yang berdasarkan pemahaman responden. Setelah itu, hasil dari empathy map digunakan untuk merumuskan rancangan model bisnis Tixie bedding stuff yang digambarkan dengan kanvas model bisnis. Bab V menjelaskan mengenai rencana aksi yang mencakup waktu kegiatan dari penerapan model bisnis tersebut.
14