1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Lingkungan merupakan jumlah semua benda, kondisi yang ada ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.Lingkungan hidup dengan segala komponen yang ada didalamnya sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia.Manusia senantiasa bergantung dengan lingkungan sekitarnya.Membahas mengenai manusia harus pula membahas mengenai lingkungan hidupnya, demikian pula sebaliknya membahas mengenai lingkungan juga membahas manusia.Manusia tanpa lingkungan adalah abstraksi belaka.1 Manusia dengan segala aktivitasnya mempengaruhi lingkungan hidupnya. Manusia dengan kelebihannya memberikan pengaruh dominan terhadap makhluk lain dan lingkungannya. Demikian pula sebaliknya, dengan segala apa yang dimilikinya dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar 1945) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk menjalankan amanat dari ketentuan Pasal tersebut Pemerintah telah mengeluarkan dan menetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk menjamin
1
Otto Soemarwoto, 2001, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, UGM Press, Yogyakarta, h.18
1
2
pemenuhan dan perlindungan atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Negara Indonesia dengan segala keragaman sumber daya alam memiliki pula suku, ras, budaya, adat, istiadat, pulau-pulau, dan daerah-daerah, salah satu Provinsi yang memiliki kebudayaan yang khas yaitu Provinsi Bali.Provinsi Bali memiliki keragaman budaya yang kental dan dimasing-masing kabupatennya memiliki ciri khas budayanya masing-masing termasuk Kabupaten Klungkung. Kabupaten Klungkung terdiri atas 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Klungkung, Kecamatan Dawan, Kecamatan Banjarangkan dan Kecamatan Nusa Penida. Khusus di Satria, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan terdapat suatu kerajinan tedungyang bisa dikatakan“pabriknya” tedung di Kabupaten Klungkung, hal ini dibuktikan dengan banyaknya di sepanjang jalan Desa Paksebali yang memiliki usaha kerajinan tedung dan berdasarkan data yang diperoleh melalui Kepala Desa Paksebali yaitu Bapak I Putu Ariadi dimana jumlah pengrajin tedung yaitu sekitar 25 pengrajin serta pemilik usaha bisa dengan mudah mendapat pesanan tedung yang banyak dari pelanggan mengingat industri kecil di Klungkung sangat terkait dengan sarana prasarana upacara keagamaan yang menjadi keperluan mayoritas masyarakat Bali dan berimplikasi pada peningkatan aset usaha.Tedung atau pajeng (payung)merupakan salah satu sarana yang penting yang sangat diperlukan dalam upacara keagamaan di Bali khususnya umat Hindu, namun dalam perkembangannya selain digunakan dalam upacara adat atau keagamaan, tedung makin banyak digunakan di hotel-hotel, taman maupun tempat pariwisata lain atau
3
bahkan perumahan untuk memperkuat element Bali yang menjadi thema tempat tersebut. Dengan meningkatnya kebutuhan akantedung, pemilik usaha kerajinan tedungsering mengabaikan limbah yang diakibatkan oleh pembuatan tedung itu sendiri. Hal ini jelas berdampak terhadap lingkungan sekitar yang dapat mengganggu
masyarakat
setempat
dan
menyebabkan
kerusakan
lingkungan.Adapun kegiatan dari produksi tedung yang dapat berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yaitu proses pemotongan dan penghalusan kayu dimana menghasilkan adanya serpihan-sepihan kayu yang berterbangan hingga menutupi saluran air dan menutupi badan jalan. Kegiatan tersebut apabila dibiarkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar karena proses produksi tedung tersebut dilakukan secara berulang-ulang.Kegiatan pemotongan dan penghalusan kayu tersebut juga menimbulkan kebisingan dimana dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku KerusakanLingkungan Hidupmengatur bahwa baku mutu tingkat kebisingan untuk industri 70 desibel dimana proses produksi tedung yaitu pemotongan dan penghalusan kayu melebihi 70 desibel. Untuk meminimalisir sekaligus melakukan pencegahan atas kegiatan produksi tedung yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan tersebut diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat sekitar untuk melakukan pengaduan kepada instansi lingkungan dikarenakan sampai saat ini masyarakat sekitar belum melakukan pengaduan atas kegiatan produksi tedung yang dapat berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan.Tujuan pengaduan disini bukan untuk menghukum pelaku
4
usaha namun untuk meningkatkan kepedulian masyarakat sekitar dan juga pelaku usaha yaitu pengrajin tedung untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan
sebagai
sumber
daya
merupakan
asset
yang
dapat
mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2Selain itu faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan ialah besarnya populasi manusia. Dengan pertumbuhan populasi manusia yang cepat, kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman danlain kebutuhan serta limbah juga akan bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi ini telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam lingkungan hidup.3 Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut Perda Kabupaten Klungkung No. 2 Tahun 2010) pada Pasal 9 ayat (1) dan (2) disebutkan : (1)Kerusakan lingkungandapat diklasifikasikan : a. kerusakan lingkungan disebabkan oleh usaha dan/atau kegiatan manusia; dan b. kerusakan lingkungan disebabkan oleh bencana alam. (2)Pencemaran lingkungan yang dimaksud dalam pasal ini : a.pencemarandisebabkan oleh usaha dan/atau kegiatan manusia; dan b.pencemaran terhadap media lingkungan, tanah, air, dan udara. Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 12 yaitu : 2Supriadi, 2005, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, h.4 3 Otto Soemarwoto, 2001, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta. h.9
5
(1) Setiap Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbahhasil usaha dan/atau kegiatannya sebelum dibuang ke media lingkungan hidup. (2) Pembuangan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan ke media lingkungan hidupwajib memenuhi syarat kualitas fisik, kimia, dan biologi sebagaimana diatur dalam Baku Mutu Lingkungan Hidupdan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. (3) Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2),diatur dengan Peraturan Bupatisetelah mendapat Rekomendasi DPRD.
Berdasarkan ketentuan tersebut khususnya pada Pasal 12 ayat (1) dapat dilihat bahwa setiap kegiatan usaha apapun wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatannya sebelum dibuang ke media lingkungan hidup, hal ini pelaksanaannya belum terealisasikan dengan baik dalam realitanya. Masih banyak pemilik usaha seperti usaha kerajinan tedung mengabaikan hal-hal penting tersebut yang dampaknya akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitar yang menyebabkan turunnya kualitas lingkungan hidup, selain itu dapat dikatakan bahwa penerapan dari Pasal 12 tersebut belum berjalan sepenuhnya secara efektif. Melihat permasalahan-permasalahan tersebut diperlukan adanya suatu pengawasan oleh lembaga yang khusus menangani permasalahan-permasalahan pencemaran lingkungan hidup. Di Kabupaten Klungkung terdapat suatu lembaga yang menangani permasalahan pengelolaan limbah ataupun pencemaran lingkungan yaitu Kantor Lingkungan Hidup, tetapi pengawasan oleh Kantor Lingkungan Hidup tersebut khususnya pengawasan terhadap usaha kerajinan tedung belum pernah diawasi oleh Kantor Lingkungan Hidup dikarenakan usaha kerajinan tedung dikategorikan sebagai industri rumah tangga. Padahal seharusnya walaupun usaha kerajinan tedung termasuk industri rumah tangga harus tetap
6
melakukan pengawasan karena yang namanya suatu industri tetap menghasilkan suatu limbah.Selain kurangnya pengawasan dari lembaga tersebut kurangnya sosialisasi mengenai pemanfaatan limbah hasil usaha industri juga belum dilakukan secara optimal oleh Pemerintah setempat. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam bentuk skripsi dengan judul“Upaya Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup di Kabupaten Klungkung (Studi Kasus Pengrajin Tedung di Desa Paksebali)”. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup terkait
dengan
usaha
kerajinan
tedung
di
Kabupaten
Klungkung? 2. Apakah
kendala-kendala
yang
dihadapi
oleh
Kantor
Lingkungan Hidup terhadap pengawasan usaha kerajinan tedung di Kabupaten Klungkung? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Dalam penelitian ini, sangatlah penting untuk menegaskan materi yang akan dibahas. Hal ini guna menghindari adanya penyimpangan pembahasan sehingga tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut :
7
1. Untuk menjawab rumusan masalah pertama, penulis akan mencoba mengkaji bentuk upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup terhadap usaha kerajinan tedung di Kabupaten Klungkung dari sudut pandang peraturan-peraturan yang terkait dengan judul skripsi dan bahanbahan kepustakaan lainnya. 2. Sementara dalam menjawab rumusan masalah kedua penulis akan mencoba melakukan pengkajian bagaimana kendala-kendala yang dihadapi
oleh
Kantor
Lingkungan
Hidup
terkait
dengan
pengawasan usaha kerajinan tedungyang menghasilkan limbah di Kabupaten Klungkung. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut : 1.4.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan ini yaitu berupaya untuk dapat melakukan pengembangan ilmu hukum yang ada sejalan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses). Dengan paradigma ini, ilmu tidak akan pernah final dalam panggilannya atas kebenaran di bidang obyeknya masing-masing. Melalui penulisan ini turut diupayakan untuk melakukan pengembangan pada ilmu Hukum Administrasi Negara, khususnya dalam bidang hukum lingkungan dengan peran serta masyarakat.
8
1.4.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana bentuk upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup terhadap usaha kerajinan tedung untuk meminimalisir
kerusakan
lingkungan
hidup di
Kabupaten
Klungkung dan kendala-kendala apa saja yang dihadapioleh Kantor Lingkungan Hidup untuk mengatasi limbah-limbah hasil kerajinan tedung tersebut apakah telah dilaksanakan secara optimal atau belum. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Praktis Manfaat Praktis dari penulisan ini adalah dapat mengetahui bagaimana bentuk upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup terhadap usaha kerajinan tedung oleh kantor Lingkungan Hidup untuk meminimalisir kerusakan lingkungan hidup dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh kantor Lingkungan Hidup untuk mengolah dan mencegah kerusakan lingkungan hidup akibat dari limbah usaha tersebut dengan peningkatan peran serta dari pemilik usaha kerajinan tedung sendiri dan masyarakat setempat di Kabupaten Klungkung. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Klungkung agar lebih memperhatikan usaha-usaha kerajinan
kecil
yang
menghasilkan
limbah
tersebut
yang
tetap
mempertimbangkan aspek lingkungan hidup sebagai wujud pembangunan yang berkelanjutan.
9
1.5.2. Manfaat Teoritis Penulisan karya tulis ini diharapkan dari penulisan ini dapat dijadikan bahan penelitian atau penulisan selanjutnya bagi Lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan pengembangan Hukum Administrasi Negara terkait dengan hukum lingkungan.Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan pada penegakan hukum positif bidang lingkungan hidup pada penyelenggaraan pemerintahan era desentralisasi. 1.6. Landasan Teoritis Landasan teoritis merupakan dasar pemikiran teoritis yang digunakan untuk menjelaskan fenomena hukum yang sering terjadi.Landasan teoritis dapat memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu penelitian ilmiah.Sehubungan dengan penelitian ini, maka dipandang perlu untuk membahas mengenai landasan teoritis yang digunakan. Adapun beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1.6.1 Konsep Negara Hukum Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas Hukum.Menurut Friedrich Julius Stahl menyatakan bahwa negara hukum harus memenuhi empat unsur penting, yaitu4 : 1. Adanya jaminan atas hak-hak dasar manusia 2. Adanya pembagian kekuasaan 3. Pemerintah haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum 4Abu Daud Busroh dan Abubakar Busroh, 1999, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta h. 133.
10
4. Adanya peradilan administrasi. Berdasarkan konsep negara hukum tersebut, maka negara Indonesia sebagai negara hukum segala proses penyelenggaraan pemerintahan dan semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi baik itu hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan
memiliki
wewenang
untuk
membuat
suatu
aturan
yang
mencerminkan budaya bangsanya sendiri dengan memperhatikan kondisi dan cita masyarakat, termasuk juga Pemerintah Daerah dengan menggunakan asas desentralisasi
dalam
membentuk
suatu
aturan
di
daerahnya
masing.Dengan adanya asas desentralisasi Pemerintah Daerah
masingtermasuk
Kabupaten Klungkung memiliki kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya. Wewenang Pemerintah Kabupaten Klungkung dalam pengawasan terhadap usaha kerajinan tedung sebagai upaya pengendalian kerusakan lingkungan hidup, sesuai dengan amanat dari UndangUndang yang mengatur ketentuan tersebut, yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UU No.32 Tahun 2009) dimana salah satu tujuannya adalah untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Negara Hukum yang dianut Negara Indonesia tidaklah dalam artian formal, namun Negara hukum dalam artian material, yang juga diistilahkan dengan Negara kesejahteraan (welfare state). Implementasi konsep Negara Hukum pada zaman modern menghasilkan paham dimana pemegang komando tertinggi penyelenggaraan negara adalah
11
Hukum.Untuk menjamin hal demikian diperlukan jaminan berupa prinsip-prinsip yang menopang dibangunnya dan tegaknya hukum yaitu prinsip-prinsip demokrasi. Negara Indonesia sesuai dengan apa yang di tuangkan di dalam UndangUndang Dasar 1945 menganut teori Negara Hukum (rechtsstaat) ini, hal tersebut telah tercermin pada Pasal 1 ayat (3) yang menentukan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang memiliki ciri adanya pemisahan dan pembatasan kekuasaan agar tidak adanya kekuasaan yang absolute (tidak terbatas). 1.6.2 Teori Pengawasan Menurut George R. Terry, pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan menilai pelaksanaan, dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaran dengan standard (ukuran).5 Sedangkan menurut David Granick mengemukakan tiga fase dalam pengawasan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Fase legislatif 2. Fase administratif 3. Fase dukungan6 Muchasan berpendapat bahwa pengawasan yaitu kegiatan untuk menilai secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbatas pada pencocokan
5
Inu Kencana Syafiie, 2011, Manajemen Pemerintahan, Pustaka Reka Cipta, Bandung, h.
6
Ibid, h. 110
109.
12
apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud suatu rencana). Pengawasan merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pemerintahan demokrasi.Dari hasil pengawasan tersebut dapat diperoleh apakah rencana yang telah ditetapkan dapat memperoleh hasil yang diinginkan pula. Demi mewujudkan pemerintahan yang bersih yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), maka pemerintah seharusnya diselenggarakan atau dilaksanakan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).Salah satu karakteristik atau prinsip yang dianut yaitu adanya suatu Pengawasan. Dari
pemaparan
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
pengawasan
merupakan suatu proses untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan yang telah ditetapkan dan pemngambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan dengan tujuan menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Ada jenis-jenis pengawasan yang ada, yaitu : 1. Pengawasan Langsung dan Tidak Langsung. a. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pemimpin atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di
13
tempat pekerjaan, dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi.7 b. Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan yang diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tulisan, dan mempelajari pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa “on the spot”8. 2. Pengawasan Preventif Dan Represif. a. Pengawasan preventif yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum tindakan
untuk
menghindari
terjadinya
penyimpangan-
penyimpangan yang akan terjadi sebelum suatu hal ditetapkan atau disahkan. Ini berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang masih sifatnya rencana. b. Pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang terjadi atau apa yang seharusnya terjadi. Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari pengawasan preventif. Ada pula yang menyebutkan sebagai pengawasan negatif represif dan negatif preventif. Pengawasan negatif represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah tindakan dilakukan, sedangkan pengawasan negatif preventif yaitu badan pemerintah yang lebih tinggi menghalangi terjadinya kelalaian pemerintah yang lebih rendah. 3. Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern. 7
Viktor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, 1998, Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, (cetakan II), Rineka Cipta, Jakarta, h. 28 8 Ibid.
14
a. Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau organ yang secara struktural adalah masih termasuk organisasi dalam lingkungan pemerintah. Misalnya pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara hierarkhis (pengawasan melekat). Pengawasan intern lebih dikenal dengan pengawasan fungsional. Pengawasan fungsional adalah pengawasan terhadap pemerintah daerah, yang dilakukan secara fungsional oleh lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan fungsional, yang kedudukannya merupakan bagian dari lembaga yang diawasi seperti Inspektorat Jendral, Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota. b. Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau organ secara struktur organisasi berada di luar pemerintahan dalam arti eksekutif. Misalnya kontrol yang dilakukan secara langsung, seperti keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Badan Pengawasan
Keuangan dan
Pembangunan(BPKP), kontrol sosial yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM), termasuk media cetak dan elektronik dan kelompok masyarakat yang berminat dalam bidang tertentu. Kontrol politis yang dilakukan oleh MPR dan DPR terhadap pemerintah.
15
1.6.3 Teori Kewenangan Organ pemerintah dalam kajian Hukum Administrasi Negara sangatlah penting dalam mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang. Hal tersebut disebabkan karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam penggunaan
wewenang
tersebut.Tidak
ada
kewenangan
tanpa
pertanggungjawaban merupakan salah satu prinsip hukum. Sumber kekuasasaan dan wewenang bagi Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Kekuasaan dan kewenangan pemerintah yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, baik pada pemerintahan pusat maupun daerah dapat diperoleh melalui atribusi, delegasi dan mandat. Pembentuk undangundang menentukan suatu organ pemerintahan berikut wewenangnya baik kepada organ yang sudah ada maupun yang baru dibentuk. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan terdiri dari tiga bentuk yaitupelimpahan kewenangan dengan atribusi, pelimpahan kewenangan dengan delegasi dan pelimpahan kewenangan dengan mandat. Artibusi merupakan wewenang yang berasal dari peraturan perundangundangan atau wewenang yang bersifat asli.Organ pemerintah memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan.Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintah yang baru oleh pembuat undang-undang (dalam artian material) kepada organ administrasi Negara. Delegasi adalah penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Penyerahan ini tidak bisa dilakukan tanpa adanya
16
kekuatan hukum seperti undang-undang atau peraturan hukum lainnya. Delegasi tidak ada penciptaan wewenang namun hanya ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lainnya.Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi beralih pada penerima (delegataris). Wewenang yang didapat melalui artibusi dan delegasi bisa dimandatkan kepada badan atau pegawai bawahan jika pejabat yang memperoleh wewenang itu tidak sanggup untuk melakukannya sendiri. Penerimaan mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris berada pada mandat. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan atau pemberian suatu wewenang baru sehingga tidak terjadi suatu perubahan pada wewenang yang telah ada. 1.6.4 Konsep Lingkungan Lingkungan hidup berasal dari kata lingkungan dan hidup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan, lingkungan diartikan sebagai daerah (kawasan dan sebagainya), yang termasuk didalamnya ; sedang lingkungan alam diartikan sebagai keadaan (kondisi, kekuatan) sekitar, yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta, lingkungan diartikan sebagai bulatan yang melingkungi (melingkari); lingkaran; sekalian yang terlingkung dalam suatu daerah atau alam sekitarnya,
bekerja
sebagaimana
mestinya
yang
dapat
mempengaruhi
17
penghidupan dan kehidupan manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan ataupun makhluk lainnya. Menurut NHT. Siahaan dalam Harun M. Husein, merumuskan unsurunsur lingkungan sebagai berikut:9 1. Semua benda, berupa : manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, organisme, tanah, air, udara, rumah, sampah, mobil, angin dan lain-lain. Keseluruhan yang disebut ini digolongkan sebagai materi. Sedangkan satuan-satuannya disebut sebagai komonen; 2. Daya, disebut juga dengan energi; 3. Keadaan, disebut juga dengan kondisi atau situasi; 4. Perilaku atau tabiat; 5. Ruang, yaitu wadah berbagai komponen berada; 6. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula disebut dengan jaringan kehidupan. Mengenai pencemaran lingkungan hidup dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun 2009, pada Pasal 1 ayat (14) mengatur yang dimaksud pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Selanjutnya disebutkan didalam Perda Kabupaten Klungkung No. 2 Tahun 2010 pada Pasal 1 ayat (5), yang dimaksud pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam 9Harun M. Husein, 1993, Lingkungan Hidup (Masalah, Pengelolaan, dan Penegakan Hukumnya), PT. Bumi Aksara, Jakarta, h.8
18
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Ada 5 faktor yang mempengaruhi kondisi suatu lingkungan yaitu : 1. Faktor Manusia. 2. Faktor Kebutuhan/Keinginan. 3. Faktor Budaya/Teknologi/Kemajuan. 4. Faktor Kebijaksanaan Pengelolaan. 5. Faktor Lingkungan/Daya Toleransi10 Melihat dari faktor tersebut masalah pencemaran lingkungan hidup akibat manusia dengan segala aktivitasnya bukan merupakan hal yang baru, maka dari itu sangat diperlukan adanya kesadaran dari masing-masing individu untuk menjaga dan memelihara lingkungan sekitar. Terkait dengan usaha kerajinan tedung yang menimbulkan limbah tersebut sudah seyogyanya pemilik usaha kerajinan tedung memilihara lingkungan akibat limbah yang dihasilkan, hal ini tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa lingkungan harus dijaga dengan salah satu asasnya yaitu asas Pencemar Membayar, yang artinya adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidupwajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.Dengan adanya asas ini diharapkan setiap pemilik usaha lebih memperhatikan kondisi lingkungan apabila usahanya menghasilkan suatu limbah. 10
Hamdan, 2000, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, CV. Mandar Maju, Bandung, h.5
19
Selain itu adanya peran dan koordinasi antara Pemerintah Daerah dengan pemilik usaha juga sangat diperlukan untuk mengontrol segala kegiatan yang menimbulkan kerusakan lingkungan.Koordinasi merupakan suatu upaya tanggung jawab seorang pemimpin untuk menyamakan persepsi, pemikiran, gerak langkah baik dengan para staf atau bawahannya dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, maupun dengan orang, badan atau pejabat yang berkaitan dengan permasalahan
yang
dihadapinya.Koordinasi
ini
dilakukan
secara
berkesinambungan dan dikembangkan agar tujuan dapat dicapai dengan baik, berdaya guna dan berhasil guna. 1.7. Metode Penelitian Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut metode yang digunakan dalam penelitian ini, akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari metode. Metode adalah suatu prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu.11 Selain itu metode juga mempunyai beberapa pengertian, yaitu (a) logika dari penelitian ilmiah, (b) studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan (c) suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian.12 Jadi dapat diartikan Metode Penelitian adalah rangkaian proses yang menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus di tempuh, waktu penelitian, sumber data serta dengan cara apa data tersebut diperoleh atau dianalisis. Jadi dengan menggunakan suatu metode penelitian, maka obyek yang menjadi sasaran penelitian akan menjadi jelas dan bisa mendapatkan data 11Komarudin, 12
1974,Kamus Istilah Skripsi dan Thesis, Angkasa Bandung, h.36. Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 17
20
yang valid, sehingga dengan demikian diharapkan kesimpulannya lebih baik. Metode tersebut meliputi : 1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dan das sein yaitu kesenjangan antara peraturan dengan realita serta kesenjangan antara peraturan dengan fakta hukum. Penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris merupakan suatu usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang terjadi.13Penelitian ini lebih memfokuskan pada Pengawasan Terhadap Usaha Kerajinan Tedung Oleh Kantor Lingkungan Hidup Sebagai Upaya Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup di Kabupaten Klungkung. 1.7.2. Jenis Pendekatan Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang – undangan dan pendekatan fakta. Dalam pembahasan ini permasalahan yang dikemukakan didasarkan pada Peraturan Daerah yang berlaku yang terkait dengan masalah penelitian. 1.7.3. Sifat Penelitian Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisa permasalahan yang ada saat ini berkaitan dengan pencegahan kerusakan lingkungan 13
Hilman Adikusuma, 1995, Kertas Kerja dan Skripsi Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm.62.
21
hidup. Dimana penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifatsifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 1.7.4. Data dan Sumber Data Sumber data adalah sumber dari mana data diperoleh.Pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (Data Primer) dan data-data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka (Data Sekunder). 1. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan (Field Research) yaitu melalui wawancara yang dilakukan dengan para responden dan informan khususnya di Kabupaten Klungkung yang berkaitan dengan judul skripsi ini. 2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk menggali data dari buku-buku yang terkait dengan masalah Hukum Lingkungan, Pengawasan terhadap Usaha Kerajinan Tedung, Pencemaran Lingkungan Hidup, Undang-Undang maupun data-data lainnya. Adapun data sekunder yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 2005 tentang
22
Pengendalian
Pencemaran
dan
Perusakan
Lingkungan,
Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung No. 2 Tahun 2010 tentang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Klungkung. 1.7.5. Teknik Pengumpulan Data Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.14Metode pengumpulan data yang digunakan dalam karya tulis ini ialah teknik observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. a) Teknik Observasi Langkah pertama di dalam usaha pengumpulan data, penulis melakukan observasi.Observasi ini dilakukan dengan harapan
dapat
dipakai
sebagai
dasar
penerimaan
dan
pengumpulan data berikutnya. Masri Singarimbun mengatakan “Metode Observasi” adalah sebagai
tehnik
pengumpulan data dengan cara
pengamatan dan pencatatan secara sistematis dari fenomena atau gejala-gejala yang diselidiki”.
14
Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Cet,I. INDHILL-CO, Jakarta, Jakarta, h.114
23
Dalam penulisan ini guna mendapatkan data observasi dilakukakan
dengan
pengumpulan
data
dengan
cara
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis obyek penelitian atau gejala obyek penelitian atau segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian. b) Teknik Wawancara. Teknik wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya kepada seseorang melainkan juga dibarengi dengan pertanyaanpertanyaan yang ditujukan informan, pertanyaan tersebut dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, hal tersebut dilakukan agar hasil wawancara nantinya memiliki nilai validitas. c) Metode Kepustakaan dan Dokumentasi Metode kepustakaan menurut Joko Subagyo adalah: Metode untuk memperkaya pembendaharaan pengetahuan, konsep dan juga teori yang bersangkut paut dengan pokok permasalahan yang akan diteliti, juga akan bisa memperjelas hal-hal yang telah ditemukan jawabannya melalui penelitianpenelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya, menghimpun, memeriksa, mencatat dokumen - dokumen yang menjadi sumber data penelitian.15 Metode Dokomentasi Sedangkan yang dimaksud dengan metode dokumentasi adalah
sebagai
suatu sumber data yang berupa catatan
15Joko Subagyo, 1991, Methode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, h.15.
24
statistik dan laporan - laporan
tertulis. Menurut
Winarno
Surachmad memberi pengertian sebagai berikut : “Sebagai laporan tertulis dari peristiwa yang isinya terdiri dari suatu penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa itu dan ditulis dengan sengaja untuk menyimpan atau meneruskan keterangan mengenai peristiwa tersebut”. 1.7.6. Pengolahan dan Analisis Data. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data kualitatif, dimana data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, dikategorikan, dan dihubungkan antara satu data dengan data lainnya. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara dekriptif kualitatif dan sistematis. Berdasarkan analisa
tersebut
kemudian
disajikan
secara
deskriptif,
yaitu
mendeskripsikan atau memaparkan permasalahan-permasalahan yang ada lalu dihubungkan dengan teori-teori hukum.