1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah satu
bagian dari lembaga keuangan yang menitikberatkan pada kegiatan
menghimpun
dana
dari
masyarakat
dalam
bentuk
simpanan
dan
menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman. Kegiatan bank tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dengan cara menjembatani antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana, atau lebih dikenal sebagai fungsi bank sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary)1. Pada dasarnya fungsi intermediasi tidak hanya dimiliki oleh Lembaga Keuangan Bank, tapi juga dimiliki oleh Perusahaan Asuransi dan dana pensiun. Namun yang membedakan antara fungsi intermediasi pada lembaga keuangan bank adalah bentuk dari fungsi intermediasi itu sendiri. Pada perusahaan asuransi dan dana pensiun bentuk intermediasinya adalah intermediasi
kontrak
(contractual
intermediaries),
yakni
kegiatan
memperoleh sumber dana dengan cara melakukan kontrak-kontrak dengan nasabah
dalam
usahanya
menarik
dana/tabungan
atau
memberikan
perlindungan finansial terhadap timbulnya kerugian harta atau jiwa. Sedangkan pada lembaga perbankan, fungsi intermediasinya berbentuk 1
Muhammad Djumhana, 2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1.
2
simpanan (depository intermediaries), yakni sumber dana yang berasal dari sekuritas sekunder seperti giro, deposito berjangka, dan tabungan, sehingga lembaga perbankan dikenal juga dengan lembaga penghimpun dana.2 Fungsi intermediasi tentunya tidak akan berjalan jika bank hanya menghimpun dana saja, bank juga diharuskan untuk mengedarkan kembali dana yang berhasil dihumpunnya ke masyarakat. Untuk itu dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ditekankan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Melalui Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perbankan tersebutlah kedua fungsi utama bank dapat dijelaskan yakni: 1. Sebagai penghimpun dana dari masyarakat, artinya bank berperan sebagai tempat penyimpanan dana yang aman bagi masyarakat untuk menabung ataupun untuk berinvestasi.3 2. Sebagai penyalur dana untuk masyarakat, artinya bank berperan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan industri keuangan, dan kemajuan industri yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat, bukan hanya nasabahnya.
2
3
Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Mumiati, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 16. Ismail, 2010, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana Pernada Media Grup, Jakarta, hlm. 4.
3
Kedua fungsi tersebut tentunya tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan satu kesatuan dari apa yang disebut sebagai fungsi intermediasi. Tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi, penyaluran kredit yang dilakukan bank kepada masyarakat juga dapat memicu terjadinya peningkatan tingkat inflasi. Sebagaimana yang telah diketahui, tingkat inflasi dipengaruhi oleh seberapa banyak dan berapa harga nilai tukar rupiah yang beredar di masyarakat. Jika tingkat inflasi terus melambung tinggi dan tidak dapat terkendali hal tersebut akan berdampak pada nilai rupiah yang semakin melemah dan meningkatnya harga-harga barang dan jasa, termasuk biaya operasional dan bahan bakar. Namun apabila sebaliknya uang yang beredar di masyarakat sedikit nantinya malah akan menimbulkan deflasi yang beresiko menahan pertumbuhan ekonomi dikarenakan masyarakat kesulitan mendapatkan dana untuk melakukan transaksi dan menjalankan kegiatan usahanya. Untuk itu, kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.4 Guna menciptakan kestabilan tingkat inflasi serta kelancaran pembayaran dalam sistem perbankan diperlukanlah suatu lembaga independen yang berperan sebagai urat nadi perekonomian baik secara makro maupun mikro 4
Pengendalian Inflasi, http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/, diakses tanggal 13 Januari 2016, pukul16.00.
4
yang dikenal dengan sebutan bank sentral. Bank Sentral berperan sebagai lembaga yang mengatur, mengawasi, dan membantu kelancaran setiap kegiatan usaha perbankan agar nantinya sektor perbankan dapat menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi maju mundurnya perekonomian suatu negara. Disisi lain, bank sentral juga berperan dalam meminimalisir resiko di dunia perbankan guna melindung masyarakat yang telah mempercayakan dananya pada lembaga-lembaga perbankan5. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, dinyatakan bahwa Bank Indonesia merupakan bank sentral di Indonesia yang memiliki tugas utama untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Guna
mencapai tujuan tersebut, sesuai dengan Pasal 8 Undantg-Undang Bank Indonesia, Bank Indonesia berperan sebagai: 1.
Pembuat dan pelaksana kebijakan moneter
2.
Pengatur dan Penjaga kelancaran sistem pembayaran
3.
Pengatur dan pengawas bank. Melalui ketiga fungs tersebuti Bank Indonesia sebagai bank sentral
memberlakukan berbagai macam kebijakan yang mengharuskan seluruh bank di Indonesia untuk memenuhi kriteria dan standar tertentu demi terciptanya kegiatan usaha perbankan yang stabil, berkelanjutan, dan meminim resiko. Disisi lain Bank Indonesia juga dapat memberikan bantuan dana bagi bank 5
Munir Fuady, 1999, Hukum Perbankan Moderen Buku Kesatu, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.118
5
yang mengalami kesulitan pendanaan, contohnya melalui, Lending Facility¸ Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)6. Dari sudut pandang pemerintahan, Bank Indonesia menitikberatkan pada tujuan untuk mencegah kegagalan pembayaran bank, menjaga kestabilan tingkat harga, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi7. Meskipun ruang lingkup tugas Bank Indonesia dipersempit dengan dialihkannya fungsi pengaturan dan pengawasan bank sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 8 huruf c Undang-Undang Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan,
Bank Indonesia masih berperan penting dalam
mengatur dan menetapkan kebijakan yang wajib dipatuhi oleh seluruh lembaga perbankan di Indonesia guna terciptanya kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dituju oleh Bank Indonesia memiliki dua aspek, yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang asing. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain8. Tugas Bank Indonesia yang tertera pada Pasal 8 huruf a yakni menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
moneter
pada
dasarnya
dimaksudkan untuk menjaga kestabilan inflasi guna menciptakan kestabilan nilai rupiah. Melalui penetapan kebijakan moneternya, Bank Indonesia
6
7
8
Hermansyah, 2013, Hukum Perbankan Nasional Indonesia¸ Pernadamedia, Jakarta, hlm. 55 56 Subagyo, 2005, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Yogyakarta, hlm. 61 http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/, Pengenalan Inflasi, diakses tanggal 13 Januari 2016, pukul16.00
6
diberikan wewenang untuk menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi. Sasaran laju inflasi ini Bank Indonesia tetapkan dengan melihat pada perkembangan dan prospek ekonomi makro dan perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Banyak cara yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan inflasi, salah satunya dengan caramenaikkan atau menurunkan Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik9. Penentuan tingkat Suku Bunga Bank Indonesia ditentukan dengan cara mempertimbangkan perkiraan inflasi kedepan. Apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan10. BI Rate pada kenyataannya berpengaruh pada suku bunga di bank-bank umum dimana masyarakat melakukan simpanan ataupun kredit, sehingga apabila BI Rate naik, maka bunga pinjaman maupun simpanan di bank dan lembaga keuangan lainnya juga naik. Hal tersebut tentunya dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat berupa pembebanan biaya bunga kredit yang semakin tinggi. Dampak lain dari kenaikan BI Rate adalah Indeks Harga Saham Gabungan yang cenderung menurun dan sulitnya 9 10
Subagyo Op Cit, hlm. 69 Penjelasan BI Rate Sebagai Suku Bunga Acuan, http://www.bi.go.id/id/moneter/birate/penjelasan¸ diakses pada tanggal 13 Januari 2016, pukul 17.00 WIB.
7
mendapatkan modal dan dana bantuan dari bank dikarenakan bank-bank umum lebih tertarik untuk menanamkan dananya di Bank Indonesia11. Banyaknya efek samping dari perubahan Suku Bunga Bank Indonesia membuat Bank Indonesia terkadang memilih untuk menerapkan kebijakan moneter yang tidak memiliki dampak langsung dan meluas bagi masyarakat, seperti kebijakan moneter Giro Wajib Minimum. Jika BI Rate menargetkan pada suku bunga perbankan, kebijakan moneter GWM menargetkan pada tingkat likuiditas yang dimiliki bank. Dengan kata lain Giro Wajib Minimum mengatur laju inflasi dengan cara mengendalikan jumlah kredit yang dapat disalurkan bank kepada masyarakat. Sebagai contoh pada akhir 2015 misalnya, Bank Indonesia menetapkan suku bunga Bank Indonesia masih tetap berada pada angka 7,5% dengan suku buga deposit facility 5,5% dan lending facility 8%12, namun disisi lain Bank Indonesia menurunkan GWM Primer dalam rupiah sebesar 0,5% menjadi 7,5%.13. Kebijakan GWM diterapkan kepada seluruh bank umum baik konvensional maupun syariah. Bagi Bank Umum konvensional ketentuan GWM diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/21/PBI/2015 tentang perubahan
11
12
13
BI Rate, Inflasi, dan IHSG, http://www.teguhhidayat.com, diakses pada tanggal 13 Januari 2016, pukul 18.18 WIB. BI Rate Tetap 7,5%, http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers, diakses pada tanggal 13 Januri 2016, pada pukul 18.28 WIB. BI Rate Tetap 7,5%, GWM Primer dalam Rupiah Turun 0.5%, http://www.bi.go.id/id/ruangmedia/siaran-pers, ¸diakses pada tanggal 13 Januari 2016, pada pukul 18.37 WIB.
8
pertama, Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/21/PBI/2015 tentang perubahan kedua, dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 18/3/PBI/2016
tentang Perubahan Ketiga. Sedangkan untuk bank umum syariah ketentuan GWMnya diatur dalam PBI Nomor 15/16/PBI/2013. Dalam kurun waktu 2 tahun belakangan ini, ketentuan GWM Bank Umum Konvensional telah mengalami perubahan sebanyak 3 kali dan pada bulan agustus mendatang perubahan keempat GWM bagi Bank Umum Konvensional akan diberlakukan. Bank Indonesia melihat penurunan tingkat inflasi pada tahun 2015 dan 2016 sebagai peluang untuk menerapkan penurunan tingkat GWM sebagai kebijakan ekonomi longgar. Tingkat GWM Bank Umum Konvensional dipilih karena Bank Konvensional lebih banyak menyerap dana masyarakat dibandingkan Bank Syariah. Ketentuan GWM pada Bank Konvensional juga lebih banyak dan beragam, ditambah lagi sistem bunga kredit dan deposit yang diterapkan oleh Bank Konvensional dinilai Bank Indonesia lebih dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat dibandingkan sistem bagi hasil yang diterapkan Bank Syariah. Itulah sebabnya Bank Indonesia lebih mengutamakan perubahan ketentuan GWM pada Bank Konvensional sebagai bentuk penerapan kebijakan ekonomi longgar maupun ketat Seiring dengan perubahan ketentuan Giro Wajib Minimum tentunya kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank umum konvensional terkait GWM juga berubah. Tak hanya perubahan presentase yang mengikuti perkembangan tingkat inflasi, dalam perubahan Peraturan Bank Indonesia
9
mengenai Giro Wajib Minimum juga ditambahkan beberapa kewajiban serta sanksi perbankan seperti peneydiaan modal minimum, penyaluran kredit kepada UMKM, dan pelaporan surat berharga. Perubahan dan penambahan kewajiban serta konsekuensi perbankan terkait dengan Giro Wajib Minimum merupakan alasan dasar penulis mengangkat tema ini sebagai objek penelitian dalam Penulisan Hukum. Hal lain yang menarik Penulis untuk mengangkat tema ini adalah terdapatnya perbenturan antara sudut pandang ilmu hukum dan ilmu ekonomi mengenai dapatkah dana Giro yang disimpan bank di Bank Indonesia disita untuk kepentingan penyidikan ataupun sebagai amar dalam putusan hakim. Sebagaimana yang telah kita ketahui, penyidik memiliki wewenang untuk memblokir rekening ataupun menyita uang dan dokumen guna kepentingan penyidikan. Hakim juga memiliki kewenangan dan independensi dalam menentukan putusan yang akan dijatuhkan, termasuk menyita harta dan aset yang dimiliki seseorang untuk mengganti kerugian yang timbul. Namun dari sudut pandang ekonomi, Giro Wajib Minimum merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 huruf a jo. Pasal 10 ayat (1) huruf b Undang-Undang Bank Indonesia. Penyitaan atas rekening Giro bank di Bank Indonesia merupakan bentuk pelanggaran pasal 9 Undang-Undang Bank Indonesia yakni mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung kebijakan dan pelaksaan tugas Bank Indonesia.
10
Berdasarkan uraian di atas, melalui Penulisan Hukum ini Penulis tertarik untuk meninjau aspek hukum dari kewajiban Giro Wajib Minimum khususnya pada Bank Umum Konvensional. Selain itu Penulis juga akan membahas dampak kebijakan Giro Wajib Minimum terhadap laju inflasi di Indonesia serta bagaimana kebijakan tersebut ditransmisikan. Tinjauan mengenai perihal tersebut penulis tuangkan dalam penulisan hukum berjudul “Tinjauan Hukum Mengenai Kewajiban Giro Wajib Minimum Bagi Bank Umum Konvensional Sebagai Salah Satu Kebijakan Moneter Bank Indonesia Dalam Mengatur Laju Inflasi.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, Penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Apa saja kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bank umum konvensional terkait dengan pemeliharaan dana giro wajib minimum di Bank
Indonesia
menurut
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor
17/11/PBI/2015 tentang perubahan pertama PBI 15/15/PBI/2013, Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/21/PBI/2015 tentang perubahan kedua PBI 15/15/PBI/2013, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/3/2016 tentang Perubahan Ketiga PBI 15/15/2013?
11
2.
Bagaimana pengaturan mengenai dana Giro Wajib Minimum sebagai objek sita dalam perkara di pengadilan?
3.
Bagaimana pengaruh perubahan presentase giro wajib
minimum
terhadap laju inflasi di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Tujuan Subjektif a. Agar penulis dapat memahami secara jelas aspek-aspek yang wajib dipenuhi oleh lembaga perbankan
terkait
dengan kewajiban
pemeliharaan giro wajib minimum, status hukum dana Giro Wajib Minimum apabila terjadi sengketa, serta dampaknya terhadap laju inflasi dan tingkat likuiditas bank. b. Penelitian ini dilakukan Penulis dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.). 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi serta hak-hak yang diperoleh oleh Bank Umum Konvensional terkait dengan giro wajib minimum menurut Perarturan Bank Indonesia tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional.
12
c. Untuk memahami apakah dana giro wajib minimum yang terdapat pada rekening bank di Bank Indonesia dapat dijadikan objek sita apabila terjadi sengketa. b. Untuk mengetahui bagaimana dampak perubahan presentase Giro Wajib Minimum terhadap laju inflasi di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dari segi teoritis dan juga praktis. 1.
Kegunaan Teoritis. Penulisan Hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan tentang hukum kebanksentralan, khususnya mengenai kebijakan moneter Bank Indonesia berupa Giro Wajib Minimum, pengaturannya, latar belakang diberlakukannya, serta bagaimana kebijakan tersebut ditransminiskan. Penulisan ini juga diharapkan dapat memperkaya dan menjadi sarana dalam mengembangkan keilmuan, terutama di bidang hukum ekonomi moneter dan perbankan.
2.
Kegunaan Praktis a.
Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para akademisi dan praktisi dalam bidang ilmu hukum, khususnya Hukum Ekonomi Moneter dan Perbankan tentang kewajiban perbankan
13
terkait Giro Wajib Minimum dan status hukum dari dana Giro Wajib Minumum tersebut apabila terjadi sengketa. b.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku usaha di dunia perbankan dalam memenuhi kewajiban giro minimumnya sehingga terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku. Tak hanya itu penulisan hukum ini juga diharapkan mampu mengedukasi dan memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan kebijakankebijakan moneter Bank Indonesia guna menjaga stabilitas nilai rupiah.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustkaan yang dilakukan, terdapat penelitian yang objek penelitiannya sama dengan penelitian ini yakni mengenai peran dan fungsi Bank Indonesia. Tetapi penelitian-penelitian tersebut menekankan pada hal yang berbeda dengan yang penulis teliti. Penelitian berkaitan dengan peran dan fungsi Bank Indonesia yang pernah diteliti adalah sebagai berikut : 1.
TINJAUAN
YURIDIS
BANK
INDONESIA
SEBAGAI
BANK
SENTRAL DALAM MENJALANKAN FUNGSI PENGAWASAN SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG BANK INDONESIA, yang ditulis oleh Reza Krisnadi pada tahun 2011.
14
2.
PERAN BANK INDONESIA SEBAGAI LENDER OF THE LAST RESORT DALAM PEMBERIAN BANTUAN LIKUIDITAS BANK INDONESIA (BLBI), yang ditulis oleh Verry Iskandar pada tahun 2002. Penelitian pertama lebih menitik beratkan pada peran bank sentral
sebagai pengawas perbankan menurut perubahan pertama Undang-Undang Bank Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 setelah adanya krisis ekonomi ditahun 1998. Penelitian tersebut ingin menelaah mengenai apasaja perbedaan fungsi pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan bagaimana pembagian kewenangan dengan lembaga pengawas yang didalam undang-undang tersebut disebutkan akan bentuk selambat-lambatnya tahun 2010, atau yang sekarang ini kita kendal dengan Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan pada penelitian kedua, objek yang diteliti lebih menekankan pada peran Bank Indonesia sebagai Lender of Last Resort saat terdapat bank yang mengalami likuiditas rendah sehingga sulit untuk memenuhi kewajibankewajibannya terhadap pihak ketiga. Objek utama yang diteliti oleh Penulis dalam penulisan hukum ini lebih menitikberatkan pada peran Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai rupiah dan laju inflasi melalui kebijakan moneter Giro Wajib Minimum. Penulis lebih memfokuskan kepada apa saja kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank-bank umum terkait dengan kewajiban giro wajib minimum, sanksinya, serta bagaimana perlindungan hukumnya. Penulis juga ingin
15
meneliti bagaimana keterkaitan antara kebijakan moneter Giro Wajib Minimum dengan Kebijakan moneter perubahan tingkat Suku Bunga Bank Indonesia dalam mengendalikan tingkat inflasi . Bahwa berdasarkan uraian dari ketiga penelitian tersebut di atas dapat ditemukan secara jelas letak perbedaan antara penulisan hukum ini dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penelitian dan penulisan ini asli dan layak untuk diteliti. Namun demikian, sebagai seorang akademisi yang mencoba tetap menjunjung tinggi etika akademis dalam penulisan karya ilmiah dan menghindari plagiasi, maka dalam penelitian ini penulis mencantumkan setiap pemikiran atau gagasan orang lain dengan mencantumkannya dalam bentuk kutipan dan/atau catatan kaki dengan menyebutkan sumbernya secara jelas. Jika nantinya terdapat penelitian serupa di luar pengetahuan penulis, diharapkan dapat saling melengkapi.