BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi paling umum di dunia dengan perkiraan sepertiga populasi terinfeksi dan 2,5 juta orang meninggal setiap tahun. Penyakit
tuberkulosis
berdasarkan
letaknya
tuberkulosis
tulang,
terdiri yaitu
dari
beberapa
tuberkulosis
tuberkulosis
paru,
jenis
meningeal, tuberkulosis
bronkus, tuberkulosis ginjal, tuberkulosis perikardial dan abdominal. Tuberkulosis yang paling sering terjadi dan menjadi penyebab kematian terbesar adalah tuberkulosis paru/TB Paru (Mandal dkk., 2006). TB Paru merupakan penyakit kedua yang berbahaya dan menyebabkan kematian setelah HIV dan AIDS. Pada tahun 2009, terdapat sekitar 9,4 juta insiden kasus TB Paru secara global di dunia. Prevalensi TB Paru di dunia mencapai 14 juta kasus atau sama dengan 200 kasus per 100.000 penduduk (WHO, 2010).
Pada tahun 2011 sebanyak
8,7 juta orang
menderita TB Paru dan 1,4 juta meninggal karenanya. Lebih dari 95% kematian akibat TB Paru terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 10 juta anak yatim piatu akibat kematian TB Paru orang tuanya (WHO, 2011). Menurut WHO (World Health Organization), sampai dengan tahun 2006 diperkirakan setiap tahun terjadi 539.000 kasus TB Paru dengan kematian sekitar 101.000. Secara kasar diperkirakan dari setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 110 penderita TB Paru BTA positif yang sebagian besar menyerang kelompok usia produktif. TB Paru merupakan salah satu jenis penyakit generatif yang telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah kelompok
masyarakat
usia
produktif
Indonesia, maupun
menyerang
anak-anak,
dan
merupakan penyakit menular pembunuh nomor satu (Depkes RI, 2007). Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat penderita TB Paru tertinggi dan menempati urutan ketiga setelah Cina dan India. Pada tahun 2009, Indonesia menempati posisi kelima setelah India, Cina, Afrika
2
Selatan dan Nigeria (Depkes RI, 2007). Menurut hasil penelitian
Sreeramareddy
dkk.
(2013),
pengetahuan
masyarakat di India tentang penularan TB Paru masih minim
dan
masih
ada
kesalahpahaman.
Beberapa
partisipan mengatakan bahwa cara penularan TB Paru adalah
melalui
bersentuhan
makanan,
dengan
peralatan
pasien
TB
makanan Paru.
dan
Sebagian
merahasiakan dari orang lain (tetangga) jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit TB Paru. Orang-orang terdekat penderita TB Paru terutama keluarga sangat rawan untuk tertular penyakit TB Paru sehingga perlu adanya upaya untuk mencegah penularan ke anggota keluarga lainnya. Seorang penderita TB Paru BTA (+) berpotensi menularkan kepada 10-15 orang di sekitarnya per tahun, sehingga kemungkinan setiap kontak akan tertular TB Paru adalah 17%. Tanpa pengobatan yang efektif, 50-60% penderita TB Paru akan meninggal dunia. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih beresiko
dibandingkan
kontak
(Widoyono, 2008).
3
biasa/tidak
serumah
Berdasarkan laporan dari survei prevalen nasional tahun 2009, tingkat prevalensi TB Paru adalah 244 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk tahun yang sama tingkat kematian karena tuberkulosis sebanyak 39 per 100.000 penduduk. Penemuan kasus TB Paru BTA positif di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah sebanyak 23.922 kasus (69,04%), sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 16.716 (48,15%) (Kemenkes RI, 2011). Penelitian Ngapiyem (2007), menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi TB Paru pada anak yang kontak serumah dengan penderita TB Paru BTA (+) dewasa di kabupaten Magelang sebanyak 68,8% (99 dari 144 orang) dengan tuberkulin positif. Studi pendahuluan yang
peneliti lakukan di
RSPAW Salatiga menunjukkan jumlah pasien TB Paru BTA (+) pada tahun 2012 sebanyak 116 orang yang terdiri dari 67 orang laki-laki dan 49 orang perempuan. Tahun 2013 terdapat sebanyak 180 orang, yaitu
113 orang
laki-laki dan 67 orang perempuan. Sedangkan jumlah pasien TB Paru yang masih aktif melakukan pengobatan atau rawat jalan sejak bulan Januari hingga bulan Mei 2014 sebanyak 34 orang dengan laki-laki sebanyak 21
4
orang dan perempuan sebanyak 13 orang. Sejumlah orang ini akan sangat berpotensi untuk menularkan penyakitnya
kepada
anggota
keluarganya.
Hal
ini
membuat peneliti ingin mencari tahu dan menggali lebih dalam
pengetahuan
keluarga
mengenai
upaya
pencegahan penularan penyakit TB Paru di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan keluarga mengenai upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan
keluarga
mengenai
pencegahan penularan penyakit TB Paru.
5
upaya
1.4
Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, sebagai bahan ajar, dan acuan bagi ilmu pengetahuan. 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan dalam membuat perencanaan dan program pencegahan penularan untuk kasus TB Paru dimasa mendatang bagi dokter, perawat maupun unit pelayanan kesehatan khususnya TB Paru dan sebagai bahan
pendidikan
kesehatan
bagi
pasien
atau
keluarga. 3. Bagi Profesi Keperawatan Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta memberikan kontribusi untuk mengevaluasi program pendidikan
kesehatan
tentang
penyakit
menular
khususnya penyakit TB Paru. 4. Bagi Keluarga dan Masyarakat Umum a. Bagi keluarga dapat menambah informasi tentang penyakit TB Paru, cara penularan dan pencegahan penularannya.
6
b. Keluarga dapat menjadi role mode untuk membagi informasi kepada keluarga lainnya (masyarakat umum). 5. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan/wawasan secara luas dan memperoleh pengalaman dalam proses penelitian di lapangan dengan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama berkuliah di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana.
7