BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Negara Indonesia jika ditinjau dari ketersediaan air termasuk dalam 10 negara kaya air, walaupun demikian hasil kajian tentang kondisi air global pada forum air dunia ke II di Denhaag Belanda pada tahun 2000 menyatakan bahwa akan terjadi krisis air pada tahun 2025 termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan salah satunya adalah tidak atau belum diterapkannya konsep konservasi air dan tanah yang menekankan efisiensi pengelolaan air khususnya di bidang pertanian dimana kebutuhan air utntuk irigasi mencapai 85% dari total kebutuhan air di segala sektor kegiatan (Mawardi, 2012). Salah satu cara untuk melakukan upaya konservasi air (penghematan dan pendayagunaan air) dalam bidang pertanian adalah dengan mengelola tingkat kebutuhan pemberiaan air atau irigasi pada lahan pertanian. Pemilihan yang tepat terhadap sistem irigasi akan menentukan produktivitas tanaman. Hal ini karena jenis irigasi akan menentukan masukan nutrisi dan kebutuhan air untuk tanaman. Kelebihan dan kekurangan air dan nutrisi dapat menghambat pertumbuhan tanaman sehingga hasil produksi tanaman tidak optimal. Penggunaan irigasi tetes lebih akurat karena hanya zona perakaran tanaman yang diberi air, dan dengan pengelolaan yang tepat kehilangan perkolasi dalam menjadi minimal. Evaporasi dari tanah bisa lebih rendah karena hanya sebagian dari luasan permukaan tanah yang basah. Pada sistem irigasi ini diterapkan
1
penggunaan microtubing dan emitter yang secara langsung terhubung ke dasar tanaman. Air yang dilepaskan melalui emitter akan langsung menuju ke dasar tanaman di tempat yang dapat diakses oleh akar sehingga mengurangi risiko terbuangnya air maupun nutrisi yang diberikan (Schwab, dkk., 1992). Irigasi tetes diberikan berdasarkan tingkat kebutuhan air pada tanaman, salah satu pendekatannya adalah dengan berdasarkan ketersediaan lengas di dalam tanah. Beberapa ahli menyebutkan ketersediaan lengas (available moisture) merupakan selisih antara kapasitas lapang dan titik layu dimana lengas yang benar-benar dapat digunakan hanya 75% - 80%. Sedangkan sisanya tidak mampu dimanfaatkan lagi oleh tumbuhan karena lengas berada dalam tegangan tinggi sehingga akar tanaman tak mampu melawan tegangan tersebut (Mawardi, 2012). Irigasi tetes di negara Indonesia telah diterapkembangkan di beberapa perusahaan baik milik negara ataupun swasta. Salah satu di antaranya PTPN X Tembakau Klaten, Jawa Tengah, pemberian tingkat kebutuhan air dengan sistem irigasi tetes pada tanaman tembakau di lahan dilakukan berdasarkan waktu. Sumber air yang digunakan diambil dari sumur bor yang diangkat naik menggunakan mesin diesel yang dioperasikan secara manual oleh tenaga operator untuk selanjutnya didistribusikan ke lahan tembakau melalui pipa dan emitter sebagai satu kesatuan sistem instalasi irigasi tetes. Irigasi tetes berdasarkan waktu memiliki kelemahan karena air yang diberikan kepada tanaman berdasarkan jadwal dan durasi waktu tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan air pada tanaman itu sendiri. Kelemahan ini dapat diatasi dengan adanya teknologi pengukuran dan instrumentasi dibidang
2
pertanian. Teknologi tersebut adalah penggunaan sensor lengas tanah untuk mengukur tingkat kebutuhan air pada tanaman berdasarkan ketersediaan lengas di dalam tanah secara tidak langsung (indirect methode). Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui tingkat ketersediaan lengas di dalam tanah secara tidak langsung adalah dengan mengukur nilai konduktivitas elektrik tanah (electrical
conductivity).
Nilai
konduktivitas
elektrik
tanah
merupakan
kemampuan tanah untuk menghantarkan suatu arus listrik per satuan milli siemens per meter (mS/m) (Grisso, dkk., 2009). Salah satu jenis sensor lengas tanah dengan pendekatan konduktivitas elektrik di dalam tanah adalah sensor lengas yang bersinggungan langsung dengan tanah (contact sensor) yang diukur dengan cara menancapkan sepasang atau dua keping elektroda yang dipasang sejajar pada jarak tertentu (probe). Salah satu elektroda bertindak sebagai pembangkit gelombang listrik yang digunakan untuk mengalirkan arus listrik pada tanah, sedangkan elektroda yang lain menerima hantaran listrik yang dialirkan oleh elektroda pembangkit gelombang listrik menuju ke tanah. Arus listrik yang mengalir pada tanah di antara kedua keping elektroda tersebut, kemudian dihitung nilai penurunan tegangan yang terjadi diantaranya (Barbosa, 2009). Pada kebanyakan aplikasi sistem irigasi tetes otomatis, sensor lengas tanah digunakan sebagai umpan balik untuk membandingkan hasil pengukuran lengas tanah aktual dengan lengas tanah yang diinginkan (setting point). Hasil perbandingan antara lengas tanah aktual pengukuran sensor dengan lengas tanah yang diinginkan (setting point), digunakan sebagai dasar pemicu (trigger) hidup
3
dan matinya aktuator kendali. Aktuator kendali inilah yang digunakan sebagai alat untuk mendistribusikan air dari sumber air menuju ke emiiter yang dipasang di lahan pertanian melalui sistem perpipaan sebagai satu kesatuan instalasi irigasi tetes. Aktuator kendali yang biasa digunakan untuk mendistribusikan air menuju ke lahan adalah pompa air dan solenoid valve. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang sistem kendali proses industri atau otomasi industri yang memberikan kemudahan dalam melakukan pengendalian pada suatu variabel berdasarkan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para ahli, dalam penelitian ini akan dikembangkan suatu sistem irigasi tetes terkendali berdasarkan ketersediaan lengas di dalam tanah (available moisture) dengan pendekatan nilai konduktivitas elektrik di dalam tanah. Kendali irigasi tetes otomatis yang dirancang dalam penelitian ini diatur oleh perangkat cerdas berbasis mikrokontroler
yang sangat fleksibel dalam
penggunaannya khususnya dalam bidang pengendalian proses.
1.2. Tujuan 1.
Merancang sistem irigasi tetes terkendali berdasarkan ketersediaan lengas di dalam tanah yang terdiri dari model fisik instalasi irigasi tetes dan sistem kendali elektronik irigasi tetes secara otomatis.
2.
Menganalisis rancangan instalasi irigasi yang meliputi keseragaman debit emitter, volume air yang diberikan dan lama waktu penyiraman
4
3.
Menganalisis unjuk kerja keseluruhan komponen sistem kendali baik sensor ataupun aktuator kendali (solenoid valve), yaitu keakuratan sistem dan kecepatan pengendalian
4.
Menganalisis pengaruh perlakuan tinggi muka air terhadap parameter pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun
1.3. Batasan Masalah 1.
Kajian sistem kendali dibatasi hanya pada karaktersitik sistem kendali yaitu keakuratan dan kecepatan pengendalian.
2.
Kajian irigasi tetes yang dianalisis berupa keseragaman emitter, lama waktu penyiraman dan volume pemberian air pada tanaman.
3.
Percobaan dilakukan pada skala laboratorium.
4.
Sistem kendali irigasi tetes yang digunakan adalah sistem kendali on-off berbasis mikrokontroler.
5.
Media yang digunakan adalah tanah yang ditaruh di dalam tabung plastik.
6.
Perlakuan yang digunakan untuk menguji pengaruhnya (uji statitistik) terhadap pertumbuhan tanaman adalah hanya perlakuan tinggi muka air
7.
Tanaman yang digunakan adalah bibit cabai usia tiga minggu yang ditanam selama ±15 hari untuk masing – masing perlakuan (tinggi muka air penuh, tinggi muka air ½ dan tinggi muka air ¾).
5
1.4. Manfaat 1. Menggalakkan upaya konservasi air di dunia yaitu salah satu metode untuk mengurangi terjadinya penggunaan air yang berlebih (pemborosan). 2. Sistem irigasi tetes yang diterapkembangkan dapat membantu petani dalam ketepatan pemberian volume air pada tanaman saat tanaman benar – benar membutuhkan air atau sesuai dengan tingkat kebutuhan air pada tanaman (Precision Agriculture), sehingga penjadwalan irigasi dapat dilakukan secara akurat dan cermat. 3. Menjadi salah satu sumber pustaka dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pertanian khususnya bidang pengendalian irigasi tetes yang dilakukan secara otomatis.
6