BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah perokok di negara berkembang termasuk Indonesia menyebabkan masalah rokok menjadi semakin serius. Rokok membunuh lebih dari 5 juta orang setiap tahunnya, dan pada tahun 2020, diperkirakan terjadi 10 juta kematian dengan 70 % terjadi di negara berkembang (Depkes RI, 2010). Tingginya populasi perokok menempatkan Indonesia di urutan ke-5 tertinggi dunia setelah Cina, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang dengan perkiraan konsumsi 220 milyar batang pada tahun 2005. Persentase perokok di Indonesia sendiri mencapai 24,2% pada orang dewasa dan 25,3% pada remaja di keseluruhan populasi (WHO, 2009). Kandungan kimia rokok yang sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen. Sekitar 1.100 komponen tersebut diturunkan menjadi komponen asap secara langsung dan 1.400 lainnya mengalami dekomposisi atau terpecah, bereaksi dengan komponen lain dan membentuk komponen baru. Sedangkan di dalam asap rokok, terdapat 4.800 macam komponen kimia yang telah teridentifikasi. Komponen kimia rokok yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu: tar, nikotin, gas karbon monoksida (CO), dan nitrit oksida (NO)
(Tirtosastro, 2010). Selain
berbahaya bagi perokok itu sendiri, asap rokok juga berbahaya bagi orang lain yang menghirupnya. Orang yang tidak merokok namun ikut menghirup asap rokok dengan tidak sengaja disebut perokok pasif. Ketika perokok aktif membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap oleh perokok disebut asap utama (mainstream) dan asap yang keluar dari ujung rokok (bagian yang terbakar)
1
2
dinamakan asap sampingan (side steam) Seorang perokok pasif akan menghisap asap rokok sampingan ini (Ariyadin, 2008). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, jumlah perokok aktif di Indonesia pada usia di atas 15 tahun (dewasa muda) adalah 35,4%, di mana 65,3% di antaranya adalah laki-laki (Depkes, 2011). Fakta yang mengkhawatirkan adalah usia dimulainya merokok di mana setiap tahun didapatkan usia perokok semakin muda, dan menjadikan remaja sebagai target yang potensial bagi industri rokok (Radityasari, 2010). Merokok dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah, memekatkan darah sehingga mudah menggumpal, dan menganggu irama jantung. Kandungan nikotin, gas CO, radikal bebas dan zat-zat dalam rokok dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah. Apabila terbentuk plak dalam pembuluh darah, dapat menjadi proses awal terjadinya aterosklerosis yang dapat menyebabkan berbagai penyakit kardiovaskuler (Yunus, 2009). Penelitian Marlina (2010) tentang hubungan antara kebiasaan merokok dengan kadar CO paru pada perokok usia 25-65 tahun, didapatkan hubungan lama merokok, jumlah konsumsi rokok serta merek rokok terhadap kadar CO pada paru. Asap rokok juga dapat menyebabkan hipersekresi mukus pada mukosa bronkus serta destruksi serat elastin sehingga elastisitas rekoil paru turun dan bronkiolus non kartilago menjadi rusak. Gangguan tersebut berakibat pada penurunan kinerja kardiorespirasi. Daya tahan jantung paru ini dapat diukur melalui kadar VO2 maks (Mahler, 2004). VO2 maks merupakan jumlah maksimal O2 yang dapat dikonsumsi selama aktifitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. VO2 maks dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik yang dapat menentukan kapasitas kardiovaskular seseorang (Rodrigues, 2006). Seseorang yang mengalami penurunan
3
VO2 maks maka daya tahan kardiorespirasi akan menurun. Penelitian oleh Tobita dalam Suminski (2009) yang dilakukan pada perokok usia 25-55 tahun menyatakan bahwa semakin banyak jumlah rokok yang dihisap akan semakin menurunkan VO2 maks. Hal ini diperkuat oleh penelitian Suminski (2009), bahwa terjadi penurunan VO2 maks pada perokok berat sebesar 8.0 ml/kg/min (milliliter/kilogram berat badan/menit) dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok. Sejalan dengan hal tersebut, dalam beberapa tahun ini pemerintah juga telah mengupayakan terciptanya lingkungan tanpa asap rokok. Hal ini telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, bahwa yang dimaksud Kawasan Tanpa Rokok salah satunya adalah sarana kesehatan (BPOM, 2007). Pemda DKI juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok dan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, namun implementasinya belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan karena masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat khususnya mahasiswa fakultas kedokteran akan bahaya merokok. Kondisi ini dapat dicegah dengan meningkatkan kesadaran terhadap bahaya merokok terutama mahasiswa fakultas kedokteran yang kelak akan menjadi tenaga kesehatan dan akan bekerja di sarana umum seperti pelayanan kesehatan (BPOM, 2007). Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui pengaruh paparan asap rokok terhadap konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks) pada mahasiswa yang merokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiah Malang.
4
1.2 Rumusan Masalah Adakah pengaruh paparan asap rokok terhadap VO2
maks mahasiswa yang
merokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui pengaruh paparan asap rokok terhadap VO2
maks
mahasiswa yang merokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui karakteristik usia perokok 2. Mengetahui nilai VO2 maks perokok 3. Mengetahui jumlah rokok yang dikonsumsi perhari terhadap nilai VO2 maks 4. Mengetahui lama merokok terhadap nilai VO2 maks 5. Mengetahui derajat perokok terhadap nilai VO2 maks 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Akademis 1. Sebagai bahan kajian bagi pengembangan ilmu kedokteran khususnya mengenai bahaya asap rokok. 2. Sebagai sumber informasi bagi semua pihak terutama dampak asap rokok terhadap kesehatan. 1.4.2 Klinis Nilai VO2 maks merupakan salah satu parameter tingkat kebugaran jasmani seseorang.
5
1.4.3 Bagi masyarakat Memberi pengetahuan kepada masyarakat mengenai bahaya asap rokok terhadap kesehatan kardiorespirasi.