1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, tercermin dalam masyarakat yang mengusung kebebasan dalam penyelenggaraan pemerintah berbasis kedaulatan rakyat.Pemilihan umum merupakan sarana yang dipergunakan oleh Negara demokratis untuk menyalurkan aspirasi rakyat dalam pemilihan anggota atau birokrasi.Di Indonesia sendiri yang merupakan Negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum pertama kali tahun 1955 dan merupakan pemilihan umum yang demokratis. Pada pelaksanaan pemilihan umum tahun 1955 bisa dikatakan keadaan Negara pada saat itu keamanannya masih kurang kondusif. Ditinjau dari aspek politik, pelaksanaan pemilihan umum tahun 1955 berlangsung ketika Indonesia berada pada masa yang disebut sebagai masa percobaan demokrasi. Pemilihan umum tahun 1955 merupakan masa kompetisi yang bebas untuk mendapatkan dukungan dan berlaku sebagai pertanda untuk mengukur perkembangan-perkembangan selanjutnya. Pada pemilihan umum tahun 1955 perolehan suara dimenangkan oleh PNI, pada pemilihan umum partai ini merupakan partai yang dibesarkan oleh Soekarno. Partai Komunis Indonesia (PKI) juga muncul kembali sebagai partai yang ikut serta dalam pemilu tahun 1955 dan kemudian mendapatkan suara yang lumayan besar dalam pemilihan ini.Perolehan suara ini menjadikan partai-partai lain merasa tidak senang apabila nantinya PKI masuk kedalam jajaran birokrasi pemerintah. Banyak yang menentang dengan kemunculan partai ini, sehingga banyak pihak yang khawatir Soekarno akan memihak dan condong ke komunis. 1
2
Dari beberapa alasan tersebut melatarbelakangi usaha untuk menyapu bersih golongan PKI. Periode pasca-1965 persoalan partisipasi rakyat dalam politik juga muncul kembali, ketika sejumlah besar kelompok dan individu saling berebut posisi dalam rezim baru dan berusaha menerapkan konsepsi-konsepsi mereka tentang tata politik yang tepat untuk Indonesia.1Persoalan tersebut juga menimbulkan banyak protes dari kalangan masyarakat, salah satunya adalah aksi yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), mereka meminta agar srtuktur politik pemerintah segera dirombak.Unsur-unsur Pemerintah Orde Baru dan Pemerintah Orde Lama duduk bersama-sama dalam pemerintahan. Konsesus-konsesus yang tidak di musyawarahkan diantara kedua kekuatan politik tersebut sering dilakukan.2 Pemerintah Orde Lama menunjukkan tanda-tanda bahwa ia tidak akan melaksanakan pemilihan umum lagi dan ingin menjadi Presiden seumur hidup. Permasalahan ini memunculkan banyak rekasi yang kurang setuju dengan cara yang diambil oleh Pemerintah Orde Lama sehingga menginginkan segera diadakannya pemilihan umum berikutnya. Pemerintah Orde Baru kental dengan kekuasaan Soeharto dan mencoba untuk menggeser Pemerintahan rezim Orde Lama dengan merubah tatanan politik yang baru dan melaksanakan pemilihan umum berikutnya. Soeharto menjadikan Sekber Golongan Karya yang kemudian berubah nama menjadi Golkar sebagai mesin politiknya. Strategi yang dilakukan tidak tanggung-tanggung dan mengakibatkan situasi politik itu sendiri semakin tidak stabil. Salah satu strategi yang dilakukan R. William Liddle., Pemilu – Pemilu Orde Baru Pasang Surut Kekuasaan Politik., (Jakarta: LP3ES,1992)., hlm.3. 2 Ikatan Pers Mahasiswa., Seri Berita dan Pendapat Pemilihan Umum 1971., (Jakarta:LPKP,1972)., hlm3. 1
3
Golkar yaitu dengan mengancam jika tidak mendukung Golkar akan dicap tidak mendukung militer atau dianggap bersimpati terhadap PKI.3 Pemerintah Orde Baru menginginkan untuk segera diadakannya pemilihan umum karena sudah terlalu lama banyak kemunduran dan akhirnya dapat dilaksanakan pada tahun 1971. Permasalahan lain yang melatarbelakangi pelaksanaan pemilihan umum ini dilaksanakan pada tahun 1971 adalah karena Soekarno masih hidup, sehingga jika pemilihan umum dilaksanakan sesuai waktunya akan dimenangkan oleh PNI dan dapat mengalahkan Golkar. Pelaksanaan pemilu pada tahun 1971 itu sendiri juga memunculkan beberapa respon yang berbeda-beda dari kalangan masyarakat itu sendiri. Diantaranya meminta agar pelaksanaan pemilu tersebut diundur karena dirasa situasi politik pada saat itu masih belum stabil. Pemerintah Orde Baru tetap melaksanakan pemilihah umum sesegera mungkin karena jika diundur lagi pemilihan umum tersebut akan mengalami kemunduran terus. Sebelum Golkar menguasai dan menggeser Pemerintahan Orde Lama, beberapa partai mempunyai saingan sendiri khususnya di wilayah Jawa Tengah. Partai Nasional Indonesia (PNI) yang merupakan partai terbesar pada era Pemerintah Orde Lama bersaing ketat dengan tiga partai besar lainnya, salah satunya adalah PKI yang memenangkan pemilihan umum tahun 1955 di wilayah Surakarta. Pengahancuran PKI yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru juga merupakan suatu harapan baru bagi PNI sendiri agar menjadi satu-satunya partai besar abangan. Abangan sendiri didefinisikan sebagai kelompok budaya yang mempunyai ciri-ciri tersendiri dengan seperangkat keyakinan dan praktek agama Arif Zulkifli dkk., Rahasia-Rahasia Ali Moertopo., (Jakarta: Kepustakaan Populer Graamedia, 2014)., hlm., 27. 3
4
yang menggambarkan unsur-unsur Hindu, agama Jawa Kuno dan Islam yang cukup memberikan tanda bahwa mereka berbeda dengan para tetangganya yang santri. 4 Di Surakarta sendiri PKI merupakan partai yang mempunyai massa terbanyak dan masuk dalam empat partai besar (PNI, PKI, Masyumi dan NU) pada pemilihan umum tahun 1955. Partai Komunis Indonesia (PKI) dapat mengalahkan peserta pemilu yang lain pada pemilihan umum tahun 1955 ditandai dengan perolehan suara mencapai 67.537 mengalahkan PNI dengan perolehan suara 31.788 pada pemilu tahun 1955.5 Di sisi lain, Pemerintah Orde Baru merupakan bentuk pemerintahan yang sangat anti sekali terhadap komunis, oleh karena itu beberapa upaya untuk meleburkan PKI dilakukan. Surakarta menjadi salah satu wilayah yang menjadi sorotan Pemerintah Orde Baru karena kemenangan PKI pada pemilu tahun 1955. Pada pemilihan umum Orde Baru, Golkar selalu menang tetapi di Surakarta Golkar tidak pernah menang dengan perolehan suara diatas rata-rata nasional. Sikap Pemerintah Orde Baru yang menentang komunis di Surakarta juga terlihat pada usaha pemberhentian masa jabatan Oetomo Ramelan sebagai Walikota Surakarta (1965) yang merupakan satu-satunya Walikota dari Partai Politik. Pemberhentian Oetomo Ramelan dilakukan dengan tidak hormat karena iaberasal dari PKI. Setelah pemberhentian Oetomo Ramelan sebagai walikota, kedudukan selanjutnya digantikan oleh orang-orang militer semua. Di Surakarta beberapa masyarakat juga masih banyak yang belum paham tentang fungsi partai itu sendiri. Masyarakat memilih dan ikut serta dalam
R. William Liddle., Pemilu – Pemilu Orde Baru Pasang Surut Kekuasaan Politik.,(Jakarta:LP3ES,1992)., hlm.7. 5 Suluh Indonesia., 1 Oktober 1955. 4
5
pemilihan umum bukan karena program yang dikampanyekan masing-masing partai. Mereka memilih karena mengikuti mayoritas suara terbanyak dan arahan dari masyarakat itu sendiri. Pelaksanaan kampanye setiap partai politik memerlukan
media
untuk
mensosialisasikan
partainya
salah
satunya
menggunakan peran para pemuda di masing-masing wilayah. Peran para pemuda itu juga digunakan oleh PKI yang biasa disebut dengan Pemuda Rakyat. Pemuda Rakyat mempunyai fungsi sebagai kemanan kampung dan menjadi penyalur aspirasi setiap partai. Pada masa Pemerintahan Orde Lama, di Surakarta PKI memiliki massa yang cukup banyak dan mereka juga menggunakan Pemuda Rakyat untuk membantu kampanye guna merebut perolehan suara dalam pemilu yang berlangsung. Pada tahun 1966 an muncul permasalah baru dalam peraturan politik di Indonesia. Tuntutan mengenai perombakan struktur politik menginginkan segera diperbaharui dan struktur politik pada saat itu menghalangi pembangunan. Struktur politik pada masa itu masih mencerminkan Nasakom (NasionalisAgama-Komunis) hanya saja dikurangi PKI dan Soekarno. Situasi politik yang semakin tidak menentu semakin tidak teratur diantaranya adalah perebutan kekuasaan antar golongan, partai-partai politik dan antar pemimpin-pemimpin. Situasi tersebut mempengaruhi pembangunan yang semakin terbengkalai dan mekanisme demokrasi semakin rusak.6 Perombakan tersebut menginginkan untuk segera dilakukan yaitu melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak bisa dilaksanakan begitu saja, banyak permasalahan yang belum dapat diselesaikan dan akhirnya pemilihan umum tersebut baru bisa dilaksanakan pada tahun 1971.
6
Op.Cit., Ikatan Pers Mahasiswa., hlm.5.
6
Pemilihan Umum tahun 1971 di Surakarta banyak memunculkan situasi politik yang tidak menentu. Perubahan itu meliputi larangan terhadap partai yang mempunyai masalah untuk ikut menjadi peserta pada pemilihan umum tahun 1971, sehingga banyak partai yang tidak ikut lagi dalam pemilihan umum tahun 1971. Salah satu partai yang tidak ikut dalam pemilihan umum tahun 1971 adalah PKI dan Masyumi, dimana partai ini sempat masuk dalam empat partai besar pada pemilihan umum sebelumnya. Partai yang ikut menjadi peserta pada pemilihan umum tahun 1971 hanya sepuluh partai saja, yakni Partai Katolik, PSII, NU, Parmusi, Golkar, Parkindo, PNI, Perti, IPKI dan Murba. Bentuk pengaruh lain juga terjadi pada struktur lapisan masyarakat Jawa seperti abangan, santri dan priyayi yang juga dianut oleh masyarakat Surakarta menjadi tidak lazim lagi. Proses nasionalisasi menjadikan lapisan tersebut juga tergeser fungsinya dan tidak digunakan lagi. Perubahan rezim baru ini juga memunculkan reaksi yang berbedabeda di setiap daerah. Pemilihan umum juga tidak lepas dari proses kampanye yang diikuti oleh partai politik peserta pemilihan umum tahun 1971. Pelaksanaan kampanye ini lebih banyak aturan dibandingkan kampanye pemilihan umum sebelumnya yakni tahun 1955. Tujuan dari kampanye adalah menyampaikan pesan-pesan politik berupa program dan pandangan partai kepada masyarakat agar mereka mengetahuinya dan tertarik.7 Pada pelaksanaan kampanye diharapkan agar massa yang mengikuti dapat memberikan suaranya dan tertarik pada program partai tersebut. Strategi kampanye partai yang bersangkutan didukung oleh sarana dan keamanan yang tertib. 7Azizah
Apriani., Dinamika Kampanye Pemilihan Umum Legislatif Di Surakarta Tahun 1997 s.d. 2004., hlm. 3.
7
B. Rumusan Masalah Dalam uraian yang sudah dipaparkan pada latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi sosial politik Kota Surakarta sebelum masa Pemerintahan Orde Baru pada tahun 1971? 2. Bagaimana bentuk konstelasi politik di Surakarta pada pemilu tahun 1971? 3. Apadampak pemilu tahun 1971 terhadap sosial politik masyarakat Kota Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi sosial politik Kota Surakarta sebelum masa Pemerintahan Orde Baru tahun 1971. 2. Untuk mengetahui bentuk konstelasi politik di Surakarta pada pemilu tahun 1971. 3. Untuk mengetahui dampak pemilu tahun 1971 terhadap sosial politik masyarakat Kota Surakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai situasi politik di bawah Orde Baru pertama kali dan bagaimana situasi sosial politik pada saat pemilihan umum tahun 1971 di
8
Surakarta. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan manfaat bagi kepentingan dan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai perkembangan setiap pemilu yang terjadi di Surakarta, bahwa pemilu yang terjadi dari tahun ketahun tidak pernah lepas dari peran pemilu dari masamasa sebelumnya sehingga penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengkaji setiap perkembangan tatanan kehidupan masyarakat Kota Surakarta. E. Tinjauan Pustaka Buku karya Herberth Feith Pemilian Umum 1955 di Indonesia diterbitan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (1999).Buku ini mengulas gambaran mengenai kondisi politik di Indonesia dalam menghadapi pemilu pertama kali yang dilaksanakan secara nasional. Buku ini juga menjelaskan bagaimana menujukkan pola gerak dan faktor-faktor yang menentukan percaturan politik di Indonesia. Partai-partai memulai perang demokrasi dengan cara berkampanye sesuai dengan strategi sendiri. Metode dan teknik kampanye yang digunakan dan ramuannya berbedabeda dari partai ke partai dan dari daerah-ke daerah. Pertemuan diselenggarakan di semua tingkat di alun-alun kota atau balai desa, dengan para pembicara dari Jakarta atau tokoh partai setempat. Pertemuan tersebut meliputi rapat umum atau rapat anggota, pertemuan perempuan atau pertemuan pemuda, ceramah umum, pemutaran film dan pertunjukan yang diramaikan dengan pertunjukan teater rakyat.
9
Strategi yang digunakan oleh semua partai memiliki cara sendiri, selain itu juga ada perbedaan penekanan. Pada tahap kampanye, semua partai besar semakin menyadari betapa pentingnya mempunyai anggota sebanyak mungkin. Kartu anggota yang diperoleh tanpa uang pendaftaran atau iuran wajib juga menciptakan ikatan yang efektif. Dukungan dari penduduk desa terhadap suatu partai berhasil diperoleh dan betapa besarnya kerelaan penduduk ituyang mendukung setiap partai politik akan dibuat lebih kukuh lagi dengan memberinya kartu anggota. Penerimaan anggota baru jarang disertai dengan pengambilan sumpah, tetapi khasiat kartu anggota serupa dengan sumpah. Jadi, hampir semua partai bekerja keras mencari anggota baru sebanyak mungkin. Jumlah anggota yang dikemukakan partai politik pasti ada yang dilebih-lebihkan. Tetapi angka yang diberikan pengurus partai di tingkat kabupaten cukup dapat dipercaya. Angka ini menunjukkan jumlah anggota yang terdaftar.Buku ini memberikan relevansi terhadap penulisan skripsi mengenai fenomena situasi politik pada pemilu pertama era orde baru. Respon dari berbagai masyarakat dan strategi yang digunakan setiap partai memiliki strategi senidiri. Buku ini bisa dijadikan pedoman untuk mengetahui beberapa model kampanye yang digunakan setiap partai dan membandingkan model kampanye pada pemilihan umum berikutnya. Buku karya R. William Liddle dalam Pemilu-pemilu Orde Baru Pasang Surut Kekuasaan Politik diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) tahun 1992 menuliskan serangkaian artikel dalam kurun waktu 1971 – 1990 tentang
10
pemilu-pemilu Indonesia semasa Orde Baru. Buku ini memberikan penjelasan mengenai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan Golkar dalam mengambil alih kekuasaan Orde Baru.Buku ini menjelaskan mengenai lapisan msyarakat seperti santri dan abangan ikut berperan dalam situasi poitik menjelang pemilu tahun 1971. Lapisan-lapisan masyarakat tersebut sangat mempengaruhi kehidupan poitik Indonesia. PNI yang menginginkan menjadi satu-satunya partai terbesar abangan setelah ada usaha dari orde baru yang menghapuskan PKI. Kampanye Golkar tidak banyak menyinggung partai-partai Islam karena status non-pemerintahannya. Oposisi bersama terhadap Golkar oleh pemimpin-pemimpin
yang
wajib
masuk
Golkar
setidak-tidaknya
menimbulkan dua konsekuensi penting, yang pertama berhubungan dengan pengambilan sikap atau persepsual, tang kedua struktural. Tidak ada pemimpin lokal seperti abangan maupun santri merasa Golkar dalam pengertian-pengertian ideologis resminya sebagai organisasi yang akan membantu pemerintah dalam artikulasi gagasan dan pelaksanaan programprogram modernisasi dan pembangunan. Secara
struktural
ketidakmampuan
Golkar
untuk
menarik
dukungan sukarela dari tiap segmen penduduk Golkar tidak bisa menjadi organisasi koheren yang mampu menciptakan mobilisasi dukungan populer jangka panjang demi kepentingan pemerintah. Dari kalangan pejabat militer dan sipil tingkat tertinggi yang diberi tanggungjawab atas kampanye lokal Golkar dan menganggap Golkar hanya menjadi kerangka untuk penerusan perebutan kekuasaan lama antara individu-individu dan
11
lembaga-lembaga, suatu pengingkit yang jika dimanipulasi dengan tepat biasa memberikan keuntungan menentukan.Relevansi buku ini teradap skripsi ini adalahmengenai strategi yang digunakan Orde Baru dan pendekatan yang dilakukan terhadap beberapa lapisan masyarakat.Buku ini juga memberikan gambaran mengenai peran para priyayi, santri dan abangan yang dapat mempengaruhi massa peserta partai dalam memperoleh suara. Peran masyarakat ini pada nantinya mempengaruhi strategi setiap partai dalam mendekati dan memperoleh suara rakyat. Buku karya Clifford GreetzAbangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa diterbitkan oleh Pustaka Jaya tahun 1981 menjelaskan mengenai struktur sosial masyarakat itu sendiri sehingga dalam penulisan skripsi ini sangat membantu dalam mendefinisikan perbedaan mengenai struktur sosial masyarakat itu sendiri. Struktur-struktur sosial yang dimaksud adalah abangan (yang intinya berpusat di pedesaan). Santri (yang intinya berpusat di tempat perdagangan atau pasar), dan priyayi (yang intinya berpusat di kantor pemerintah, di kota). Tiga lingkungan berbeda yaitu pedesaan, pasar dan kantor bersamaan dengan latar belakang sejarah kebudayaan yang berbeda yang berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan Islam di Jawa telah mewujudkan adannya abangan yang menekanakan pentingnya aspek-aspek animistik, santri yang menekankan aspek-aspek islam, priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu. Perwujudan citra agama masng-masing struktur sosial tersebut adalah pesta-pesta ritual yang berkaitan dengan usaha-usaha untuh menghalau berbagai makhluk halus
12
jahat
yang
dianggap
sebagai
penyebab
dari
ketidakaturan
dan
kesengsaraan dalam masyarakat agar ekuilibrium dalam masyarakat yang dicapai kembali (abangan); penekanan pada tindakan-tindakan keagamaan dan upacara-upacara sebagaimana digariskan dalam islam (santri); dan suatu
kompleks
keagamaan
keagamaan
yang
menekankan
pada
pentingnya hakikat alus sebagai lawan dari kasar (kasar dianggap sebagai ciri-ciri utama abangan), yang perwujudannya tampak dalam berbagai sistem simbol yang berkaitan dengan etiket, tari-tarian dan berbagai bentuk kesenian, bahasa, dan pakaian (priyayi). Skripsi yang ditulis oleh Wagiyanto dengan judul Pengaruh Golkar Terhadap Massa Politik Pada Masa Orde Baru dengan studi kasus mengenai pemilu 1971 – 1977 di Galur Kulon Progomenjelaskan mengenai situasi politik pada pemilu pertama ( 1971 ) dan pemilu kedua ( 1977 ) pada massa Orde Baru. Pemilu kali ini memperlihatkan seberapa besar partisipasi masyarakat yang dapat dicapai setelah 16 tahun terbengkalai. Pada pemilu 1971 terlihat bahwa Golkar cukup berhasil dalam mengumpulkan suara, disisi lain Golkar baru pertama kali mengikuti pemilu ini. Golkar berhasil memasuki wilayah Galur dengan pendekatan budaya yaitu budaya paternalistik ( patron client ). Pendekatan ini digunakan berdasarkan daerah Galur, yang terletak dekat dengan Pantai Selatan dan termasuk wilayah Daerah Istiewa Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat Yogya masih memegang budaya patuh ( tradisi menghormat ). Mereka sudah terbiasa menghormat kepaa atasan pemimpin, sehingga
13
kesetiaan rakyat kepada pemimpin cukup besar. Sosialisasi ide politik Golkar pada pemilu 1971 terpusat pada dua kepemimpinan yaitu pemimpin informal ( para kyai ) dan pemimpin formal ( camat dan bawahannya ). Golkar merupakan organisasi peserta pemilu yang awal pada masa Orde Baru. Kehadiran Golkar dalam pemilu 1971 masih merupakan barang baru bagi masyarakat Galur. Pada pemilu 1971 yang ada hanya kepatuhan bawahan terhadap atasan. Kedudukan camat, kepala desa dan para pamong lainnya hanya sebagai alat bagi penguasa tingkat atas untuk meraih suara mayoritas bagi Golkar. Bentuk kampanye dengan door to door (dari pintu ke pintu ), lebih sering dilakukan oleh kepala dusun (dukuh). Biasanya Pak Lurah (kepala desa) yang mendapat perintah dari camat, langsung memberikan mandat kepada para dukuh untuk mengkampanyekan Golkar. Kampanye Golkar yang disponsori para kepala desa. Golkar mendapat bantuan yang besar dari mereka dan masyarakat merasa tertarik dengan adanya janji-janji pembangunan. Pada akhirnya kampanye ini berdampak pada perolehan suara pada pemilu 1971, dimana Golkar meraih suara mayoritas. Pada pemilu 1971 camat, lurah, dan pamong desa lainnya masih ditarget. Seorang camat harus menyuruh bawahannya, yakni kepala desa untuk mengadakan kampanye dari pintu ke pintu. Janji-janji Golkar yang diucapkan pada saat kampanye pemilu 1971, lebih mengarah pada kemakmuran rakyat Galur. Kampanye pada pemilu 1971 memiliki dampak positif, yakni akan tercapai sebuah kemakmuran bagi rakyat Galur. Golkar
14
sendiri mengharapkan adanya dukungan politik dari rakyat Galur, namun pada pemilu 1971 ternyata Golkar meraih suara minoritas.Relevansi dalam penulisan skripsi ini adalah dapat dijadikan sebagai pembanding untuk mengetahui strategi yang digunakan pemerintah Orde Baru masuk kewilayah tersebut. Skripsi yang ditulis oleh Kanifan Kusuma Putra dengan judul Perang Wacana Kampanye Partai Politik Di Media Massa Pada Pemilihan Umum Tahun 1955 ( Studi Kasus PNI, PKI, Masyumi, Dan NU Di Jawa Tengah)menjelaskan mnegenai perolehan suara rakyat, partaipartai politik melakukan upaya upaya-upaya untuk memenangkan pemilihan umum tahun 1955. Upaya tersebut diiplementasikan dalam pelaksanaan kampanye
untuk
menarik perhatian. Wacana-wacana
berhamburan sebagai upaya untuk mengambil hati rakyat. Empat besar partai pemenang pemilihan umum, yakni PNI, Masyumi, Nu, dan PKI juga terlibat
secara
aktif
dalam
kampanye.
Masing-masing
memiliki
pendekatan dan sasaran yang telah dipetakan sedemikian rupa. Wacana utama yang diangkat oleh PNI adalah menekankan pada kemandirian. Sementara itu Masyumi mengangkat wacana utama tentang partai Islam yang membawa kebenaran Tuhan. Sementara itu NU yang juga partai Islam membawa konsep tentang Islam keindonesiaan. Dan PKI membawa wacana tentang kerakyatan dalam bingkai Marxixme. Kampanye untuk menarik simpati masyarakat, tidak jarang partaipartai tersebut mengalami pertarungan wacana. Hal ini terjadi pula pada partai empat besar pemenang pemilu 1955. Pertarungan wacana terutama
15
terjadi antara PNI-Masyumi, PKI-Masyumi. Di jawa Tengah, wacanawacana partai dan pertarungannya juga mewarnai proses kampanye menjelang hari pemungutan suara. Partai-partai lain menganggap Masyumi sebagai rival, sehingga serangan bertubi-tubi datang menyerang Masyumi. Relevansi skripsi ini pada penulisan ini adalah memberikan gambaran mengenai situasi politik pada pemilihan umum sebelumnya, sehingga dapat dijadikan pembanding pada pemilihan umum tahun 1971. F. Metode Penelitian Nugroho Susanto memaparkan, metode sejarah adalah kumpulan prinsip-prinsip
atau
aturan
yang
sistematis,
dimaksudkan
untuk
memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahanbahan untuk penulisan sejarah, menilai secara kritis dan menyajikan suatu sintesa dalam bentuk tulisan.8 Metode yang dipakai dalam penulisan ini adalah metode historis untuk melihat sosial politik dari permasalahan yang dikaji. Metode historis merupakan metode kegiatan mungumpulkan, menguji, dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, kemudian merekonstruksi data-data yang diperoleh tersebut sehingga menghasilkan suatu historiografi (penulisan sejarah)9 Dalam hal ini menggunakan pendekatan sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan guna untuk mengungkapkan Dampak Sosial Politik Pemilihan Umum Tahun 1971 di Surakarta.
Nugroho Notosusanto., Masalah Penelitian Sejarah, Suatu Pengalaman.,(jakarta: Yayasan Idayu, 1978).,hlm.1. 9 Gottshalk Louis., Mengerti Sejarah., (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986)., hlm. 32. 8
16
Adapun metode sejarah yang digunakan dalam penelitian ini meliputi empat langkah, yaitu: 1. Heuristik Tahap ini merupakan usaha mencari dan mengumpulkan data sebagai sumber bagi penelitian sejarah. Penelitian dilakukan dengan penelusuran sumber-sumber data di berbagai tempat yang diketahui menyimpan sumber-sumber yang diperlukan dalam penelitian. Tahap ini terdiri dari: a. Sumber Tertulis Dokumen yang digunakan berupa arsip-arsip berkenaan dengan Pemilu Tahun 1971 di beberapa lembaga yaitu Monumen Pers, Arsip Golkar, Arsip Daerah, Arsip Nasional Indonesia (ANRI) dan Perpustakaan Nasional. Sumber lain yaitu berupa literatur dan buku referensi yang berhubungan dengan pemilihan umum tahun 1971. Referensi ini diperoleh dari Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Lab. Sejarah FIB, media online dan koleksi pribadi. b. Wawancara Wawancara ini juga sangat diperlukan untuk mengungkap aspek aspek yang berkaitan dengan Proses Pemilihan Umum tahun 1971 di Surakarta. Wawancara mendalam dilakukan secara bebas dan terbuka terhadap narasumber yang dipilih secara representative, yaitu Bapak Hadiyono (pelaku sejarah dan ketua TPS pada masa Orde Baru), Ibu Samiah (pelaku sejarah), Bapak Budi (seorang aktivis angkatan 80-an) dan narasumber yang dianggap mampu memberikan penjelasan mengenai situasi yang terjadi saat proses pemilu tahun 1971 di Surakarta.
17
Wawancara akan dilakukan kepada masyarakat yang mengalami masa itu untuk memperoleh data yang akan mewakili respon masyarakat itu sendiri terhadap pemilihan umum tahun 1971. Narasumber lain juga akan dilakukan untuk melengkapi data yang dibutuhkan. 2. Kritik Sumber Kritik sumber bertujuan untuk mencari keaslian sumber-sumber yang diperoleh melalui kritik intern dan ekstern. Kritik ekstern bertujuan mencari keaslian data bentuk fisik sumber tersebut. Ktitik intern digunakan untuk mengkritisi data yang terkandung dalam sumber tertulis atau menguji kredibilitas sumber. Suatu sumber disebut kredib apabila sumber itu paling mendekati dengan apa yang sebenarnya terjadi, sejauh yang dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan secara kritis terhadap sumber-sumber pertama agar terjaring fakta terpilih. Pada tahap ini, kritik sumber dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh untuk mendapatkan data yang bisa dipercaya untuk penulisan ini. 3. Interpretasi Interpretasi yaitu usaha-usaha untuk menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh dari data-data yang telah diseleksi pada tahapan sebelumnya untuk selanjutnya dianalisa untuk menemukan makna sejarah. Interpretasi data ini akan menghasilkan fakta dari data sumber tentang informasi yang terkandung di dalamnya. Jadi, proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari
18
wawancara mendalam, dokumen, tulisan media massa dan foto.10 Fakta yang berhasil dikumpulkan melalui proses analisis, kemudian dilakukan pengolahan data yaitu membuat penjabaran, menyusunnya dalam satuansatuan, kemudian pengelompokan. Ide-ide yang diperoleh dalam bentuk fakta itu dituangkan pada suatu karya penulisan sejarah ilmiah. Pada tahap ini, penulis dituntut menganalisis lebih lanjut dengan berbagai teori dan pendekatan yang diambil dari ilmu banu terkait. 4. Historiografi Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, dan pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Laporan disusun corak deskriptif-analitis. G. Sistematika Penulisan Penulisan sistematika ini berdasarkan bab demi bab. Penyusunan ini diharapkan dapat memberikan gambaran peristiwa yang menunjukan kontinuitas perkembangan kejadian yang beruntun. Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan dari beberapa studi pustaka, metode penelitian dan analisis data. Bab II berisikan tentang tinjauan demografis wilayah Kota Surakarta, gambaran mengenai keanekaragaman penduduk di Surakarta, gambaran sosial politik kota Surakarta pada saat menjelang masa Pemerintahan Orde Baru. Kondisi sosial masyarakat mencakup portrait
Kasijanto,et.al., Pedoman Sejarah Kebudayaan dan Pariwisata.2005).,hlm.33-34. 10
Lokal.,(Jakarta:
Kementerian
19
masyarakatnya dan kondisi politik meliputi strategi pemerintahan orde baru dalam menerapkan politiknya. Bab III menjelaskan mengenai proses pemilihan umum tahun 1971 di Surakarta serta strategi pelaksanaan pemilihan umum itu sendiri. Strategi pelaksanaan pemilihan umum mencakup beberapa hal antara lain; peraturan perundang-undangan, sistem pemungutan suara, persaingan kampanye antar partai, daftar partai yang mengikuti pemilu tahun 1971 dan bentuk kecurangan yang dipakai dalam menarik massa. Bab IV menjelaskan mengenai dampak yang ditimbulkan dari pemilihan umumtahun 1971. Pada bagian ini menjelaskan mengenai hasil dari pemilihan itu sendiri,dampak Orde Baru terhadap partai politik dan fungsi militer sebagai kekuatan politik pemerintah, dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat mencakup kehidupan sosial masyarakat Surakarta dan Peran Keraton Surakarta terhadap pelaksanaan pemilihan umum tahun 1971. Bab V berisikan tentang kesimpulan dari penulisan dan merupakan jawaban atas pertanyaan dan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini.