BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif
bagi
masyarakat, tetapi juga menimbulkan dampak negatif lewat limbah produksi yang dihasilkan, salah satunya adalah limbah cair. Limbah cair adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat atau industri yang mengandung hampir 0,1% benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik (Mahida, 1984). Limbah cair tersebut dihasilkan dari pelepasan zat warna ke lingkungan oleh industri tekstil, makanan, kulit dan kertas. Limbah yang dihasilkan dari industri tekstil kebanyakan limbah cair berwarna yang sukar untuk dihilangkan. Salah satu contoh zat warna yang banyak digunakan industri tekstil adalah metilen biru. Metilen biru digunakan sebagai model pewarna kationik berwarna biru yang banyak digunakan untuk pewarna kapas, kertas dan rambut (Alzaydien, 2009). Senyawa ini hanya digunakan sekitar 5% dalam pewarnaan sedangkan sisanya sebesar 95% akan dibuang sebagai limbah. Senyawa ini cukup stabil di alam dan berbahaya bagi lingkungan terutama dalam konsentrasi yang sangat besar karena dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand). Hal ini tentu saja dapat merusak keseimbangan ekosistem lingkungan yang ditandai dengan matinya organisme perairan di sekitar lokasi pembuangan limbah sehingga perlu pengolahan lebih lanjut agar limbah tekstil ini aman bagi lingkungan (Riyanto et al., 2009). Pengolahan limbah cair yang telah banyak adalah filtrasi, adsorpsi serta degradasi secara biologi (Mahardani et al, 2010). Adsorbsi menggunakan zeolit dan kitosan menghasilkan limbah padat adsorben yang terisi polutan (Hwang et al., 2009). Beberapa penelitian memanfaatkan semikonduktor fotokatalis sebagai cara pengolahan limbah untuk mendegradasi zat warna dengan metode degradasi
1
fotokatalis, elektrokatalis dan fotoelektrokatalis (Rahmawati et al., 2012; Wahyuningsih et al., 2014; Wijaya et al., 2006; Hamadanian et al., 2010). Pada prosesnya, penggunaan material fotokatalis sangat terbatas karena hanya dapat menyerap 5% sinar ultraviolet dari matahari dengan band gap yang lebar yaitu 3,0 – 3,2 eV ( Ni et al., 2007). Sehingga perlu dilakukan modifikasi untuk meningkatkan sifat optik dalam kisaran cahaya tampak (visible). Modifikasi untuk mengurangi band gap dari TiO2 dapat menggunakan cara hidrogenasi (Chen et al., 2011; Xia et al., 2013), doping logam (Chen et al., 2005; Binas et al., 2011; Deng et al., 2011), doping non logam (Chen et al., 2008; Gole et al., 2004), menggunakan material semikonduktor dengan band gap rendah atau dari molekul zat warna (Gratzel et al., 2001). TiO2 dapat dimodifikasi dengan cara mengoptimasi komposisi raw material dan penambahan logam tertentu. Salah satu penambahan yang dapat digunakan untuk modifikasi TiO2 adalah logam transisi. Penambahan logam dengan konsentrasi tinggi juga dapat menjadikan TiO 2 berubah menjadi konduktor dengan ditandai band gapnya lebih kecil daripada band gap minimal untuk semikonduktor TiO2. Penambahan logam Cd ke dalam TiO2 menyebabkan penurunan band gap pada TiO2/CdS (Li et al., 2014) dan meningkatkan aktivitas fotokatalis pada cahaya visible (Shi et al., 2012). Penurunan band gap pada TiO2 dan peningkatan aktivitas fotokatalis pada cahaya visible juga dilaporkan dengan penambahan logam Co (Miao et al., 2014; Yang et al., 2007) dan logam Mn (Papadimitriou et al., 2011; Wang et al., 2015; Binas et al., 2012; Deng et al., 2011). Dilakukan variasi kadar penambahan logam optimal untuk mengetahui pengaruhnya terhadap reaksi degradasi fotokatalis senyawa berwarna metilen biru dan kristalinitasnya.
B. 1.
Perumusan Masalah Identifikasi Masalah
Semikonduktor TiO2 memiliki 3 jenis kristal, yaitu rutil, anatase dan brookit. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh hasil semikonduktor TiO2 fase kristal anatase yang dapat memberikan hasil
2
terbaik dibandingkan dua fase kristal yang lain. TiO2 fase anatase memiliki band gap sebesar 3,2 eV yang setara dengan energi gelombang cahaya UV. Namun menurut Ni et al. (2007), dalam penggunaannya sebagai bahan fotokatalis cahaya visible akan terbatas, karena hanya akan menyerap sekitar 5% dari cahaya matahari yang spektrumnya di daerah UV. Sehingga diperlukan upaya untuk menurunkan band gap untuk meningkatkan sifat optik di kisaran cahaya tampak (visible). Untuk menurunkan band gap tersebut dapat dilakukan dengan penambahan logam pada TiO2. Prekursor Ti yang biasa digunakan dalam sintesis TiO2-M (M= ion logam transisi) antara lain titanium(IV) isopropoxide (Li et al., 2014), tetraethyl orthotitanate (Ti(OC2H5)4) (Dragan et al., 2014), tetrabutyl titanate (Ti(Obu)4) (Deng et al., 2011). Titanium(IV) isopropoxide dipilih sebagai prekursor dalam penelitian ini karena memiliki gugus alkoksi yang banyak dan bercabang seperti iso-propoxides yang akan memperlambat proses hidrolisis dan kondensasi sehingga memberikan kesempatan pembentukan gugus koloid yang kecil dan berujung pada terbentuknya partikel nano dengan ukuran yang seragam (Wang et al., 1999). Telah dibuktikan bahwa Cd, Co, dan Mn dapat digunakan dalam proses fotokatalis karena ketiga logam tersebut dapat menurunkan energi bandgap dari semikonduktor TiO2, mempengaruhi pertumbuhan ukuran kristal dan mempengaruhi volume dan ukuran pori karena logam tersebut memiliki jarijari ion lebih besar dibanding Ti4+ dan memiliki orbital d yang masih kosong sehingga dapat membentuk ikatan dengan TiO2 (Devi et al., 2009; Li et al., 2014; Dragan et al., 2014 dan Deng et al., 2011). Beberapa metode yang digunakan untuk mensintesis TiO2-M (Cd, Co, Mn) yaitu metode sol-gel pada pembuatan TiO2 doping Co (Dragan et al., 2014; Mugundan et al., 2015), pembuatan TiO2 doping Mn (Deng et al., 2011), pembuatan Co/TiO2 (Katarzyna et al., 2014), metode deposition-precipitation (DP) pada pembuatan Mn/TiO2 (Sankar et al., 2015). Dalam penelitian ini digunakan metode sol-gel, metode ini dipilih karena memiliki keuntungan yaitu lebih murah, lebih mudah, tidak memerlukan suhu tinggi, memberikan kemurnian kristal yang tinggi dan diperoleh pencampuran yang sempurna dan homogen (Liqun et al., 2005)
3
Proses pembentukan TiO2 dipengaruhi temperatur, waktu pemanasan dan pH. Proses sintesis dengan variasi temperatur dapat menghasilkan ukuran partikel yang berbeda-beda, hal tersebut dilakukan untuk membentuk inti-inti dari bidang kristal. Pada sintesis TiO2 didapatkan hasil bahwa semakin tinggi temperatur dan waktu pemanasan, maka ukuran partikel yang dihasilkan akan semakin kecil (Rahman, 2008). Aktivitas katalitik dari TiO2-M (M =Cd, Co, Mn) akan dipengaruhi oleh rasio perbandingan komposisi dari bahan penyusunnya. Sehingga dilakukan pembuatan TiO2 dengan perbandingan yang berbeda antara rasio mol Ti dan mol M untuk menentukan aktivitas katalitik. TiO2 dengan variasi penambahan konsentrasi Mn memberikan hasil yang berbeda-beda pada proses degradasi metilen biru menggunakan sinar UV (Binas, et al., 2011). Degradasi fotokatalitik merupakan proses degradasi yang melibatkan aktivitas katalis dengan bantuan cahaya. Proses fotokatalis dekomposisi senyawa organik dan anorganik adalah melalui pertukaran pasangan elektron-hole. Ketika fotokatalis semikonduktor diterangi dengan cahaya dari energi yang lebih tinggi dari band gap-nya, elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi, meninggalkan lubang di pita valensi. Foto-eksitasi elektron dan lubang bisa membantu untuk menghilangkan oksigen atau mengoksidasi adsorbates pada permukaan katalis. Metilen biru cenderung lebih baik dilakukan proses degradasi fotokatalis pada pH larutan basa karena metilen biru yang memiliki ikatan S+ akan mudah berinteraksi dengan TiO2 yang bermuatan negatif. Interaksi elektrostatik akan meningkat antara metilen biru dengan TiO2, kemudian dengan ditambahkan energi cahaya (foton) molekul MB akan dipecah oleh radikal hidroksil (OH•) yang terdapat dalam larutan. Proses degradasi fotokatalis pada penelitian ini dilakukan selama 150 menit dengan hasil akhir penurunan konsentrasi MB sebesar 61,50%. Hal ini tidak efektif karena membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan proses degradasi terhadap senyawa MB (Palupi, 2006).
4
2.
Batasan Masalah
a. Sintesis TiO2 dilakukan dengan metode sol-gel dengan prekursor titanium(IV) isopropoksida (TTIP). b. Metode pembuatan TiO2-M (M = Cd, Co, Mn) adalah metode sol-gel yang dilakukan pada suhu 90 oC dengan variasi perbandingan mol Ti : M (M = Cd, Co, Mn) masing-masing adalah 3:1 ; 2:1 ; 1:1 ; 1:2 ; 1:3 dengan suhu kalsinasi 400 oC. c. TiO2-M (M = Cd, Co, Mn) dilakukan untuk degradasi fotokatalitik metilen biru dengan waktu penyinaran selama 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit.
3.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh perbedaan penambahan logam (Cd, Co, Mn) pada TiO2 terhadap semikonduktor TiO2 ? b. Bagaimana pengaruh perbedaan komposisi dan lama waktu penyinaran terhadap degradasi zat warna metilen biru menggunakan TiO2-M (M = Cd, Co, Mn)?
C.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh perbedaan penambahan logam (Cd, Co, Mn) pada TiO2 terhadap semikonduktor TiO2 2. Mempelajari pengaruh perbedaan komposisi dan lama waktu penyinaran terhadap degradasi senyawa berwarna metilen biru menggunakan TiO2-M (M = Cd, Co, Mn)
D.
Manfaat Penelitian
Memberikan metode alternatif lain untuk pengembangan sintesis TiO2 dalam menangani masalah limbah cair industri tekstil dengan menggunakan penambahan logam (Cd, Co, Mn) dengan metode sol-gel dan diaplikasikan terhadap senyawa berwarna metilen biru untuk mengetahui aktivitas fotokatalis pada daerah visible.
5