BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan informasi di awal era informasi sangat besar, sehingga jaringan Internet diintegrasikan pada Local Area Network (LAN). LAN merupakan jaringan yang menghubungkan perangkat-perangkat di suatu daerah geografis yang terbatas dan jaringan tersebut saling terhubung dengan menggunakan media kabel (Tittel , 2002). Kelebihan LAN adalah kecepatan akses komunikasi yang tinggi sehingga informasi pun dapat segera sampai pada pengguna. Dengan LAN, spot tertentu dipilih dan dibangun sebagai pusat komunikasi antarkomputer (terintegrasi Internet atau tidak terintegrasi Internet), seperti warnet atau laboratorium komputer. Apabila ditinjau kembali mengenai kebutuhan informasi yang besar, pengguna yang ingin mendapatkan informasi melalui jaringan Internet dipaksa untuk mengakses Internet di suatu gedung. Hal yang demikian merupakan isu flexibility LAN. Di sisi lain, apabila jaringan LAN dipaksakan agar flexible berada di luar gedung maka muncul masalah lain, yaitu masalah instalasi kabel yang rumit dan membutuhkan banyak kabel. Hal tersebut berpengaruh pada ketidakmerataan distribusi informasi. Jelas, kebutuhan informasi masyarakat belum terpenuhi mengingat masalah tersebut. Sebagai solusi isu instalasi dan flexibility, pada awal tahun 1990, bentuk jaringan Wireless Local Area Network (WLAN) dirancang. Kemudian, WLANstandard resmi dipublikasikan pada tahun 1997 (Litjens, 2003). Ide rancangan Wireless-LAN adalah pendistribusian informasi melalui radio-frequency (RF) yang ditemukan oleh Nikola Tesla dengan memanfaatkan postulat yang dikonstruksikan James Clerk Maxwell (Litjens, 2003). Pada tahun 1943, RF resmi digunakan dan diintegrasikan pada telegram yang ditemukan Marconi (Daigle , 2005) untuk komunikasi selama Perang Dunia II . Setelah Perang Dunia II, komunikasi dengan
1
2 integrasi RF mulai berkembang di dunia industri. Pada Gambar 1.1 berikut ini, disajikan perkembangan teknologi informasi terintegrasi RF.
Gambar 1.1 (Litjens,2003) Integrasi radio-frequency pada teknologi sistem informasi, Wireless-LAN ditunjukkan oleh IEEE 802.11 dan IEEE 802.11b.
Penemuan wireless-LAN telah memenuhi paradigma: informasi dapat didistribusikan kepada masyarakat dengan cepat dan lebih flexible. Dengan wirelessLAN, pengguna tidak harus berada di dalam gedung untuk berkomunikasi dengan komputer lain atau terhubung pada jaringan Internet. Di daerah publik manapun, pengguna dapat saling terhubung tanpa kabel dalam jangkauan area WLAN. Namun demikian, WLAN memiliki suatu standar yang harus dipenuhi agar kualitas local area network tetap terjaga. Standar tersebut adalah kecepatan transmisi yang tinggi. Salah satu standar WLAN dirancang oleh Institute of Electrical and Electronic Engineers. Kemudahan yang diberikan jaringan Wireless-LAN dan kecepatan transmisi yang tinggi menyebabkan jumlah pengguna WLAN semakin banyak. Network design menjadi tantangan bagi penyedia jaringan Wireless-LAN agar dapat menyediakan koneksi Internet yang baik dan dapat menampung cukup banyak pengguna dalam suatu area jaringan Wireless-LAN. Pada awal kemunculan komunikasi dengan media RF, banyak ahli mengonstruksi network design yang berdasar pada biaya. Paradigma network design ini fokus pada meminimalkan biaya yang berkaitan dengan pemasangan access points (APs).
3 Paradigma network design dengan berdasar pada biaya bukan tidak memunculkan masalah. Tujuan minimalisasi biaya (dan kurang memperhatikan banyaknya pengguna dalam suatu jaringan) berpengaruh pada kesempatan mengakses jaringan dan kecepatan transmisi data. Cheung (2007) memberikan ilustrasi sederhana yang disajikan dalam Gambar 1.2. Jumlah pengguna yang terlalu banyak juga menyebabkan interferensi semakin tinggi, sebab pengguna satu merupakan interferer bagi pengguna lainnya. Tingkat interferensi yang tinggi dapat menyebabkan collision, dengan kata lain pengguna tidak dapat terhubung pada jaringan. Hal ini merupakan masalah baru yang tidak muncul pada jaringan LAN, sehingga perlu diperhatikan masalah interferensi pada network design agar tingkat interferensi rendah.
Gambar 1.2 Ilustrasi sederhana network sharing pada saat tiga pengguna berada dalam satu coverage-area AP yang sama.
Sebuah jaringan Wireless-LAN disusun dari beberapa access points (APs) yang terhubung pada jaringan kabel. Fungsi AP dalam jaringan WLAN adalah untuk mengirim dan menerima data, sebagai buffer antara WLAN, mengubah sinyal radio menjadi sinyal digital agar dapat disalurkan melalui kabel atau sebaliknya (Arifin, 2007). Setiap AP memancarkan gelombang radio dengan radius tertentu, sehingga pengguna yang berada dalam daerah coverage-area AP dapat terhubung dengan komputer lain atau Internet. Isu utama yang akan dibahas pada karya tulis ini adalah masalah optimisasi kinerja jaringan. Optimisasi kinerja jaringan pada WLAN yang dibahas pada karya tulis ini memiliki perbedaan dengan kinerja jaringan pada jaringan Global System for Mobile Communication (GSM). Pertama,
4 perbedaan muncul pada pembiayaan access points WLAN yang jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan biaya pembangunan access points GSM (dikenal sebagai Base Transceiver Station (BTS)) sehingga masalah biaya APs pada WLAN dapat diabaikan. Kedua, protokol pada GSM mengizinkan terjadi interferensi antarpengguna sehingga interferensi akan berakibat pada penurunan kualitas komunikasi, sedangkan protokol pada WLAN tidak mengizinkan interferensi. Dengan kata lain, pengguna tidak dapat berkomunikasi apabila terdapat interferensi. Tidak seperti jaringan GSM yang menggunakan alokasi time-slot untuk berbagi kesempatan mengakses medium RF, wireless-LAN menggunakan protokol Medium Access Control (MAC) Carier Sense Multiple Access with Collsion Avoidance (CSMA/CA) untuk berbagi kesempatan mengakses jaringan. MAC protokol CSMA/CA memiliki sifat listen before talk. Sifat tersebut menyebabkan devices selalu melakukan carier sensing sebelum melakukan transmisi. Penggunaan suatu protokol MAC berpengaruh pada cara sistem menangani interferensi. Kebutuhan pengguna jaringan di suatu wilayah tertentu menuntut pemilihan jenis jaringan yang sesuai, protokol yang tepat. Ketidaktepatan pemilihan protokol dapat menyebabkan penanganan interferensi menjadi berbeda sehingga jaringan tidak efisien. Sebagai contoh, untuk membangun jaringan WLAN tidak dapat menggunakan MAC pada GSM karena GSM mengijinkan pengguna melakukan transmisi secara bersama-sama, sedangkan WLAN tidak. Transmisi secara bergantian dilakukan untuk menjamin WLAN memiliki kecepatan transmisi yang tinggi mendekati LAN. Apabila MAC GSM diaplikasikan pada WLAN, peluang transmisi akan sangat kecil.Setelah penyedia jaringan mengetahui protokol MAC yang tepat untuk suatu WLAN dan dengan memperhatikan masalah interferensi, penyedia layanan dapat membuat jaringan WLAN dengan kinerja yang baik. Kinerja jaringan yang baik dapat dibentuk dengan mengelola pemasangan AP yang baik. Almadi et al. (2011a) memberikan perbandingan dari dua pengelolaan AP di suatu area yang disajikan pada Gambar 1.3. Pada Gambar1.3(a) pengguna−i memiliki interferer sejumlah 5, sedangkan pada Gambar1.3(b) pengguna−i memiliki interferer sejumlah 9.
5
Gambar 1.3 Suatu area dengan pengguna identik: (a) dipasang 5-AP, (b) dipasang 1-AP.
Masalah pengelolaan APs seperti pada Gambar 1.3 merupakan bagian dari riset operasi matematika yang erat kaitannya dengan Facility Location Problem dan Set Covering Problem (SCP). Pada AP−Location Problem ini, diketahui tempattempat strategis untuk pemasangan AP yang disebut candidate sites (CSs). Pemilihan CSs dilakukan oleh human-expert yang lebih mengetahui masalah Radio Network Definition (Tutschku,1998). Dari sejumlah CSs yang ada, akan ditentukan tempat pemasangan AP. Misalkan terdapat sejumlah n CSs, dan hanya akan dipasang sejumlah k APs, dengan k < n, maka akan ada C(n, k) cara memilih tempat pemasangan APs. Masalah ini juga merupakan masalah combinatorial optimization. Dengan SCP tersebut, kendala permasalahan network design dikonstruksi. Pada puncak era informasi, pengguna selalu mengutamakan kualitas jaringan dan selalu dapat dijangkau oleh suatu AP dalam jaringan. Isu kualitas pelayanan jaringan menjadi isu yang banyak diperbincangkan dan menjadi parameter kepuasan pelanggan. Dengan memperhatikan jenis protokol yang digunakan, jumlah pengguna, dan interferensi, suatu network design perlu dikonstruksi untuk menjamin kualitas jaringan demi menjaga kepuasan pengguna. Selanjutnya, berdasarkan uraian tersebut, dapat diidentifikasi sejumlah permasalahan. • Pada area tertentu, koneksi menjadi sulit atau bahkan hilang, padahal berada di sekitar AP. • Harga AP-WLAN jauh lebih murah dari harga AP-GSM (BTS). • Protokol GSM dan protokol WLAN memiliki perbedaan aturan koneksi jaringan.
6 • Kecepatan akses WLAN diharapkan mendekati kecepatan akses LAN. • Interferensi pada WLAN menyebabkan pengguna tidak terhubung pada jaringan. • Network design berdasarkan biaya kurang memperhatikan kualitas jaringan yang diterima pengguna. • Pengelolaan AP dapat memengaruhi kinerja jaringan. Dari hal-hal yang telah diuraikan pada identifikasi, desain jaringan yang berorientasi pada pengguna jaringan perlu dibentuk. Kualitas jaringan menjadi parameter. Dengan memperhatikan setiap pengguna jaringan harus dijangkau RF dari suatu AP, struktur WLAN, dan protokol pada WLAN, model matematika dibentuk sebagai combinatorial optimization. Setelah dibentuk model, dapat dilakukan analisis mengenai solusi dan sifat optimalnya, sehingga pengguna jaringan dapat memperoleh jatah network sharing yang lebih baik. Dengan demikian, setiap pengguna jaringan yang mendapat jangkauan RF APs selalu dapat terhubung jaringan. Dengan kata lain, kualitas jaringan telekomunikasi WLAN menjadi lebih baik.
1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, dibentuk tujuan penelitian sebagai berikut. 1. Menyusun model WLAN-design yang mengoptimalkan total network sharing dengan memperhatikan kesempatan pengguna mengakses jaringan, 2. Menyelesaikan model WLAN-design dengan branch-and-bound termodifikasi dan mendeskripsikan sifat optimal total network sharing.
7
1.3. Manfaat Penelitian Set covering problem (SCP) telah dipelajari secara teoritis dalam matematika, diharapkan karya tulis ini menjadi penghubung teori dan aplikasi SCP dalam bidang telekomunikasi digital. Lebih lanjut, karya tulis ini diharap menjadi rekomendasi bagi pengembang dan penyedia WLAN dalam penyusunan jaringan yang berorientasi pada pengguna jaringan, yaitu mengutamakan kualitas jaringan dan pengguna selalu dapat dijangkau oleh RF dari suatu access point (AP) dalam WLAN. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu pilihan yang tepat dan cepat untuk penentuan candidate states (CSs) yang akan dipasang APs.
1.4. Tinjauan Pustaka Optimisasi wireless network design dikembangkan berdasarkan set covering problem (SCP) (Mannino dan Parrelo.,2006) atau berdasarkan facility location problem (FLP) (Mateus et al.,2001). Secara umum, setting bangunan dan fasilitas yang bersifat publik merupakan bagian dari FLP (ReVelle dan Marianov, 2013). SCP digunakan untuk memilih himpunan bagian dari seluruh CSs untuk dipasang antena radio sedemikian sehingga seluruh tempat yang diekspektasikan muncul pengguna (yang selanjutnya disebut sebagai test points -TPs) selalu dapat dijangkau oleh sinyal radio (Tutschku, 1998). Pada awal penelitian Hills (2001) dan Prasad (2000), dilakukan investigasi mengenai dampak pemilihan bentuk network design. Beberapa model matematika untuk WLAN-design memperhatikan kualitas sinyal sebagai suatu variabel tanpa memperhatikan interferensi antarstasiun. Rodrigues et al. (2000) membentuk model matematika yang berkaitan dengan kuat sinyal tersebut, yaitu menyusun model berbentuk integer linear programming (ILP) yang memaksimalkan kualitas sinyal untuk TPs, sedangkan Lee et al. (2002) membentuk model menggunakan FLP untuk menyeimbangkan kepadatan pengguna yang dijangkau APs.
8 Aspek interferensi perlu diperhatikan pada desain jaringan. Prommak et al. (2002) mengonstruksi model yang memaksimalkan kapasitas WLAN dengan memperhatikan power, interferensi, dan data-rate yang diterima pengguna pada suatu tempat sebagai suatu kendala. Interferensi pada model tersebut mengadopsi bentuk interferensi pada jaringan GSM. Model tersebut kurang tepat apabila diterapkan pada WLAN, sebab interferensi pada jaringan GSM akan melemahkan RF. Dengan protokol pada WLAN, interferensi menyebabkan stasiun-pengguna tidak dapat terhubung pada jaringan−bloking. Lu et al. (2006) menggunakan proses Markov untuk mengukur kinerja WLAN-cell, yaitu suatu area yang dijangkau oleh satu AP. Model tersebut mengukur kinerja WLAN dengan hanya memperhatikan interferensi yang terjadi dalam suatu daerah yang dijangkau oleh satu AP (interferensi intracell) dan mengabaikan interferensi yang terjadi akibat pengguna lain yang berada di AP berbeda namun saling berdekatan (intercell). Dengan biaya pemasangan dan biaya pembelian AP sebagai kendala permasalahan, Eisenbl¨atter et al. (2007) membentuk AP-location problem mengaplikasikan FLP, mengabaikan interferensi, dan memaksimalkan throughput stasiunpengguna. Dalam karya tersebut, ditetapkan frekuensi-frekuensi yang beranalogi seperti alokasi kanal yang saling tumpang tindih di GSM. Model dengan menetapkan frekuensi oleh Siomina dan Yuan (2007) diperluas untuk memperhitungkan daya transmisi AP dan disempurnakan dengan aspek interferensi.
1.5. Metode Penelitian Pada karya tulis ini, peneliti menggunakan metode studi literatur. Pada awal penyusunan desain jaringan WLAN, pemodelan berorientasi pada minimalisasi biaya. Namun, paradigma tersebut kurang tepat pada era informasi saat ini. Kebutuhan informasi menuntut distribusi informasi yang lebih cepat, paradigma desain jaringan WLAN bergeser pada memenuhi kebutuhan informasi pengguna. Model yang berorientasi pada pengguna jaringan adalah paradigma yang tepat pada era informasi saat ini.
9 Pada literatur-literatur sebelumnya, tujuan pemodelan adalah minimalisasi biaya pemasangan APs dengan tanpa memperhatikan protokol MAC yang digunakan. Sementara itu, beberapa literatur lain telah memperhatikan protokol untuk memodelkan masalah desain jaringan telekomunikasi, namun bukan pada jaringan WLAN. Pada tesis ini, fungsi tujuan dibentuk setelah memperlajari sifat-sifat protokol MAC CSMA/CA. Protokol tersebut merupakan protokol yang digunakan pada jaringan publik WLAN secara umum. Dari sifat protokol MAC CSMA/CA tersebut, muncul interferensi yang terjadi antarpengguna jaringan. Interferensi digunakan untuk mendefinisikan network sharing. Pendefinisian matematis network sharing digunakan untuk membentuk fungsi tujuan. Interferensi berbanding terbalik dengan kesempatan pengguna mengakses jaringan, sehingga pembentukan fungsi tujuan model optimisasi dengan memperhatikan interferensi merupakan model yang berorientasi pada pengguna jaringan. Masalah desain jaringan WLAN merupakan masalah pengambilan keputusan, apakah suatu tempat dipasangi APs atau tidak dipasangi APs. Secara matematis, dipasang APs atau tidak dipasang APs dapat direpresentasikan dengan angka satu atau nol, sehingga masalah dalam model ini merupakan masalah binary integer programming. Pemasangan APs merupakan masalah pemasangan fasilitas publik. Literatur-literatur sebelumnya merujuk bahwa pemasangan fasilitas-fasitilas publik merupakan bagian dari masalah set covering. Setiap pengguna harus mendapatkan jangkauan coverage dari suatu APs. Penyelesaian model, selanjutnya, dilakukan dengan branch and bound. Pada literatur-literatur yang telah ada, disebutkan bahwa branch and bound dapat digunakan untuk mendapatkan solusi global masalah integer programming termasuk binary integer programming. Dengan mengkaji literatur yang telah ada dan dengan menyesuaikan dengan masalah, branch and bound dimodifikasi agar waktu eksekusi menjadi lebih cepat. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan membangkitkan lokasi CSs dan TPs untuk diselesaikan, yaitu penempatan APs yang menghasilkan nilai optimal.
10
1.6. Sistematika Penulisan Tesis ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II DASAR TEORI Dalam BAB II, diuraikan istilah-istilah dan materi yang akan digunakan dalam pembahasan. Materi bahasan yang disajikan dalam BAB II meliputi pengertian dan uraian mengenai Wireless Local Area Network (WLAN), jenis Medium Access Control (MAC) yang digunakan, protokol Carier Sensing Multiple Access with Collision Avoidance (CSMA/CA), integer linear programming, algoritma branch and bound, dan uraian mengenai Set Covering Problem (SCP). BAB III MASALAH SET COVERING NONLINEAR PADA SINGLE FREQUENCY WLAN DESIGN Bab ini diuraikan pembentukan fungsi objektif yang berkaitan dengan paradigma mengoptimalkan total network sharing pada WLAN design, kendala permasalahan, dan asumsi penyusunan model matematika. BAB IV MODEL ENUMERATIF UNTUK MASALAH SET COVERING SINGLE FREQUENCY WLAN DESIGN Bab ini membahas mengenai formulasi model enumeratif yang merupakan pendekatan masalah nonlinear. Selain itu, diberikan pula pembahasan mengenai perubahan nilai total network sharing apabila terjadi perubahan jumlah pengguna jaringan. BAB V PENUTUP Bab ini menyajikan hasil penelitian secara singkat sesuai dengan tujuan penelitian, dan saran-saran mengenai permasalahan yang dapat diteliti lebih lanjut.