BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Kebanyakan orang pada umumnya mengenal video game hanya sebagai
sebuah sarana hiburan semata. Namun dalam ranah studi ilmu komunikasi, video game dipahami sebagai salah satu media komunikasi baru atau new media. Hal ini disebabkan karena adanya interaktivitas dalam bentuk komunikasi interpersonal maupun komunikasi massa di dalam penggunaan sebuah video game. Tidak hanya itu saja, video game juga memiliki sebuah karakteristik yang juga terdapat dalam media komunikasi pada umumnya, yaitu adanya proses produksi konten dalam sebuah video game. Melihat hal tersebut, maka industri video game juga menjadi salah satu industri media dimana konten menjadi komoditas utama di dalamnya. Sejarah video game dimulai pada tahun 1958 ketika Tennis for Two pertama kali selesai dikembangkan dan kemudian dipresentasikan di Brookhaven National Laboratory, sebuah badan riset pemerintah Amerika. Video game pertama ini pada dasarnya diciptakan untuk kepentingan hiburan (Malliet dan de Meyer dalam Raessens dan Goldstein, 2005: 23). Sejak saat itu video game terus dikembangkan beriringan dengan perkembangan teknologi. Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri video game, maka berkembang pula peran video game sebagai sebuah new media. Video game sebagai sebuah media komunikasi memungkinkan untuk terjadinya komunikasi interpersonal maupun komunikasi massal dengan teknologinya. Selain itu, video game juga berkembang menjadi media komunikasi yang dapat mengkomunikasikan nilai-nilai budaya dan hubungan antar manusia (Anonim, 2012). Perkembangan industri video game ini tidak dilepaskan dari perkembangan teknologi yang mengiringinya. Esposito (2005) menjelaskan definisi dari video game: ... a video game is a game which we play thanks to an audiovisual apparatus and which can be based on a story. Dalam pernyataannya, Esposito menekankan pada bagaimana teknologi yang digunakan dalam aktivitas bermain sebuah video game. Teknologi tersebut berupa piranti elektronik dengan
1
kapabilitas teknologi komputer dan digital maupun perangkat lunak berupa program yang kemudian membentuk gameplay 1 maupun alur cerita dalam sebuah video game. Teknologi dalam video game didesain sedemikian rupa tidak hanya untuk meningkatkan kualitas pengalaman bermain dari penggunanya namun juga meningkatkan interaktivitas antara pengguna dan perangkat video game itu sendiri maupun antar pengguna. Perkembangan video game sebagai sebuah new media secara khusus dipengaruhi oleh teknologi komunikasi yang berintegrasi dengan video game itu sendiri. Seperti halnya teknologi internet yang memungkinkan terjadinya fenomena tren online gaming. Dalam online gaming, para pemain dapat saling berinteraksi satu sama lain secara langsung dalam sebuah video game yang dimainkan melalui berbagai macam platform 2. Video game tidak lagi hanya dapat dimainkan melalui perangkat khusus seperti konsol maupun personal computer (PC), namun saat ini dapat jua dimainkan juga di perangkat-perangkat komunikasi mobile seperti smartphone, tablet PC, pad, dan sebagainya. Komunikasi yang terjalin melalui video game pun menjadi bersifat langsung dan interaktif. Industri video game kini menjadi salah satu industri dengan skala besar. Perkembangan industri video game dari tahun ke tahun cukup signifikan dan terus mengalami peningkatan. Tercatat pendapatan dalam industri video game di seluruh dunia pada tahun 2012 mencapai angka 63 milyar USD 3, dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan pendapatan hingga 76 milyar USD. Angka tersebut diproyeksikan akan terus bertambah dan akan mencapai di atas angka 86 milyar USD pada 2016 (Galarneau, 2014). Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini video game dan budaya gaming sudah menjadi budaya populer di masyarakat. Berbagai macam jenis video game diciptakan dan juga kemudahan untuk mengaksesnya membuat hal tersebut memungkinkan. Industri video game global memang sudah berjalan puluhan tahun, dan tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia, industri ini memiliki potensi yang besar, 1
Gameplay adalah sebuah terminologi dalam konteks video game yang menjelaskan sebuah cara spesifik bagaimana pemain berinteraksi dalam sebuah video game. 2 Platform adalah terminologi dalam konteks video game yang merujuk pada sebuah sistem yang digunakan untuk bermain video game. 3 Data berdasarkan informasi di situs http://vgsales.wikia.com/wiki/Video_game_industry #cite_ref-26, diakses pada tanggal 13 Februari 2014.
2
dapat dilihat dari pendapatan yang mencapai tidak kurang dari 190 juta USD pada tahun 2013, meningkat sekitar 30% dari tahun 2012 dengan catatan pendapatan mencapai 150 juta USD 4. Meskipun industri video game sudah menjadi salah satu industri besar di Indonesia, namun industri ini masih terbilang cukup muda jika dilihat dari bagaimana para pelaku industri dalam negeri mulai terlibat dalam kegiatan produksi sebuah video game. Industri video game di Indonesia saat ini dapat dikatakan sedang dalam masa peralihan. Sejak tahun 1980, dimana video game masuk dan dikenal masyarakat Indonesia pada umumnya, jika berbicara mengenai industri video game lokal Indonesia, maka yang menjadi perhatian adalah
bagaimana
perusahaan
distributor
video
game
mendistribusikan
permainan-permainan konsol di Indonesia, maupun publisher-publisher 5 yang melokalisasi judul-judul video game asal luar negeri dengan konten buatan mereka sendiri untuk pasar lokal Indonesia. Namun beberapa tahun belakangan ini, perhatian tersebut mulai bergeser kepada developer-developer 6 lokal Indonesia. Perkembangan industri video game di Indonesia yang terus mengalami peningkatan tentu menjadi magnet tersendiri bagi developer lokal untuk ikut terjun dalam industri ini. Meskipun developer pertama di Indonesia, Matahari Studio, berdiri pada tahun 1998, namun pertumbuhan developer lokal meningkat cukup signifikan baru sejak tahun 2006 dimana saat itu banyak peluang terbuka bagi developer lokal melalui potensi pasar flash game 7. Hingga 2012, tidak kurang dari 80 developer lokal yang sudah berkiprah di industri video game (Priguna, 2012) dan angka tersebut dipastikan akan terus bertambah tiap tahunnya. Yang menarik dari pertumbuhan developer-developer lokal di Indonesia adalah mereka tidak hanya menargetkan pada pasar dalam negeri, namun 4
Data diakses melalui situs halaman web http://merdekasempurna.blogspot.com /2014/02/perkembangan-dan-prospek-games-di.html 5 Publisher dalam konteks industri video game adalah perusahaan yang menerbitkan judul video game, bertanggungjawab atas proses distribusi, pemasaran, dan juga maintenance dari judul-judul video game yang diterbitkan. 6 Developer adalah pihak yang mengembangkan perangkat lunak video game. Tidak terbatas jumlah, dapat terdiri dari hanya satu orang saja sampai sebuah perusahaan besar dengan pekerjapekerja dengan tugas masing-masing seperti pemrograman, desain, testing, dll. 7 Flash game adalah video game yang dibuat untuk platform aplikasi mobile maupun aplikasi online menggunakan program Macromedia Flash milik perusahaan Adobe Systems, Inc.
3
langsung pada pasar internasional. Kemudahan pada akses dan distribusi video game yang dikembangkan untuk pasar internasional menjadi salah satu faktor penyebab hal ini. Selain itu, minimnya apresiasi dan juga awareness tentang industri video game dari berbagai pihak dalam negeri juga menjadi faktor penyebab mengapa developer memilih untuk langsung menargetkan produknya pada pasar internasional. Industri video game di Indonesia memang masih muda dan masih membutuhkan banyak perbaikan dalam berbagai macam aspek, seperti dalam segi infrastruktur, pendidikan, dan khususnya dukungan dari pemerintah. Peningkatan industri video game dalam negeri dapat dilihat dari prestasiprestasi yang diraih oleh developer-delevoper Indonesia di tingkat internasional. Nama-nama seperti Altermyth Studio, Tinker Games, Digital Happiness, dan Toge Production adalah beberapa studio developer asal Indonesia yang mampu bersaing dengan studio developer beranggaran tinggi dari negara lain. Di samping nama-nama tersebut ada pula Agate Studio yang sejak didirikan pada tahun 2009 di kota Bandung mengalami peningkatan signifikan tiap tahunnya dengan meraih berbagai macam prestasi baik itu nasional maupun internasional. Berawal dari 15 orang founder dan hingga kini mencapai tidak kurang dari 70 orang karyawan yang dapat mengerjakan lebih dari 20 proyek pengembangan video game sekaligus secara paralel. Begitu banyak prestasi diraih Agate Studio hingga akhirnya menarik perusahaan video game global, Square Enix, untuk menjalin kerjasama dalam perilisan Sengoku IXA di Indonesia. Menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia tidak membuat mereka berhenti untuk mencari dan mengembangkan talenta-talenta dalam negeri untuk perkembangan industri video game Indonesia. Hal tersebut terlihat dari bagaimana Agate Studio melebarkan jaringan studionya ke kota Yogyakarta, dan pada 1 Januari 2012 mendirikan Agate Jogja. Agate Jogja dapat dikatakan sebagai perpanjangan tangan dari Agate Studio, namun Agate Jogja berjalan dengan manajemennya sendiri yang terpisah dan independen dari Agate Studio. Yogyakarta dipilih karena memiliki banyak talent yang berkualitas dalam pengembangan video game. Dengan itu, Agate Jogja diproyeksikan menjadi studio developer yang dapat bersaing dalam industri video
4
game di Indonesia maupun internasional. Sudah dua tahun berjalan dengan delapan orang anggota di dalamnya, sudah ada banyak judul video game yang dikembangkan dan dirilis oleh Agate Jogja, namun belum ada satupun yang benar-benar booming di pasaran. Meskipun begitu, Agate Jogja dapat terus bertahan dan terus mengembangkan usahanya dengan mengerjakan proyek-proyek kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar. Agate Jogja menyediakan servis atau layanan dalam pembuatan berbagai macam jenis video game yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan klien. Perusahaan maupun brand yang sudah menjalin kerjasama dengan Agate Jogja sejauh ini adalah XL, BNI, CIMB Niaga, Hydro Coco, dan juga Allianz. Dengan kembali melihat konsep video game sebagai sebuah media komunikasi massa dan new media, maka dapat diterapkan pula konsep-konsep media massa lainnya dalam industri video game. Dalam konteks industri video game, institusi media massa mengacu pada studio developer video game, dan dalam sebuah institusi media massa terdapat manajemen media. Manajemen media pada umumnya melihat bagaimana pengelolaan yang dilakukan oleh institusi media dalam aktivitas menjual informasi kepada khalayak. Dalam industri media, informasi adalah komoditas yang dikemas dalam bentuk konten media dan didistribusikan kepada khalayak. Berdasarkan pemahaman tersebut, konten dalam video game juga menjadi komoditas utama. Sebagai sebuah institusi media massa, studio developer video game juga menerapkan manajemen produksi konten media dalam proses development. Dengan proses development ini, konstruksi konten media dalam video game dapat terbentuk. Proses kerja development meliputi tahap-tahap mulai dari pra-produksi, produksi, hingga distribusi yang dilakukan oleh studio developer video game. Sebagai sebuah studio developer video game, tentu Agate Jogja juga menerapkan manajemen media, yang di dalamnya juga termasuk pengelolaan dalam proses produksi konten media dalam aktivitas development video game. Tidak hanya sekadar membuat video game, namun dengan tagline yang berbunyi “Live the Fun Way”, Agate Jogja ingin memberikan kontribusi pada dunia untuk menjalani hidup dengan cara yang menyenangkan, tentu saja melalui judul-judul
5
video game yang mereka kembangkan. Tidak hanya itu pula, Agate Jogja juga menyediakan layanan pembuatan video game bagi pihak manapun yang membutuhkan video game sebagai alat untuk menjalin komunikasi dengan khalayak. Tentunya bagi sebuah studio developer video game di Indonesia, tidak mudah untuk bertahan dan terus meningkatkan usahanya. Untuk itu, tentunya menarik untuk melihat lebih dalam mengenai bagaimana manajemen media yang diterapkan di Agate Jogja untuk dapat bertahan dalam industri video game.
B.
Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut: Bagaimana manajemen media yang diterapkan Agate Jogja dalam upaya untuk bersaing dalam industri video game di Indonesia?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen media
video game yang dilaksanakan oleh Agate Jogja. Secara spesifik dapat dirinci sebagai berikut: a.
Menambah pemahaman tentang manajemen media yang dilakukan oleh studio developer video game dan aplikasinya.
b.
Mengetahui bagaimana hubungan setiap bagian atau aspek dalam organisasi yang kemudian membentuk pola manajemen media studio developer video game Agate Jogja
D.
Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, penulis memiliki pengharapan agar penelitian ini dapat
bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain: a.
Bagi institusi media video game, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan referensi dalam menjalankan aktivitas di industri video game.
6
b.
Bagi para peneliti dan pembelajar studi video game dalam ranah ilmu komunikasi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam melihat studio developer video game sebagai sebuah institusi media massa, juga penerapan prinsip-prinsip manajemen media di dalamnya
c.
Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini dapat menjadi salah satu sarana untuk menambah sedikit wawasan mengenai dunia video game, khususnya dalam ranah ilmu sosial. Selama ini video game dianggap hanya sebagai sarana hiburan saja, tanpa melihat adanya aspek-aspek penting di dalamnya seperti aspek ekonomi, politik, dan juga sosial.
E.
Kerangka Pemikiran Video game kini tidak lagi menjadi sebuah perangkat teknologi sarana
hiburan semata, namun setidaknya dalam ranah ilmu komunikasi video game menjadi salah satu kajian di dalamnya sebagai sebuah new media. Video game dianggap sebagai sebuah media komunikasi yang memungkinkan terjadinya interaksi tidak hanya dalam bentuk komunikasi interpersonal, namun juga dalam bentuk komunikasi massa (Kline, Dyer-Withford, dan de Peuter dalam Yuwono, 2009). Artinya, video game juga adalah salah satu bentuk dari media massa. Untuk itu, penting untuk lebih dulu mengetahui dasar-dasar yang menjadi penjelasan bagaimana video game menjadi sebuah media komunikasi khususnya new media, dan juga bagaimana video game sebagai salah satu bentuk dari sebuah media massa. a.
Video Game dalam Ranah Ilmu Komunikasi Studi mengenai media terus berkembang seiring dengan berjalannya
waktu. Salah satu bentuk perluasan studi mengenai media tersebut adalah munculnya konsep new media. Dinamika perkembangan teknologi komunikasi dan informasi menjadi faktor penyebab munculnya konsep new media, khususnya bagaimana teknologi komunikasi berbasis komputer dan digital mulai menjadi elemen penting dalam kegiatan produksi, distribusi,
7
dan juga konsumsi media. Teknologi itu sendiri diciptakan dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia untuk mendapatkan kemudahan dalam berkomunikasi. Dengan berkembanganya teknologi komunikasi dan informasi
membuat
media
mengalami
perubahan
menjadi
subyek
komunikasi yang interaktif dan semakin dekat dengan manusia, dan kemudian membentuk pola interaksi sosial yang baru (Hadi, 2009).
1.
Video game sebagai New Media Kajian studi media mengkategorikan berbagai bentuk media
komunikasi yang termasuk dalam new media. Seperti yang diungkapkan oleh Manovich (2001: 30), yang termasuk dalam kategori new media antara lain seperti internet, website, multimedia, CD-ROM dan DVD, perangkat virtual reality, dan juga video game. Dilihat dari fungsinya secara umum, video game yang merupakan sebuah sarana hiburan, memang seperti bukan merupakan media komunikasi. Dari sudut pandang ilmu komunikasi, video game dipahami sebagai sebuah media yang di dalamnya terdapar unsurunsur interaksi, yang sesungguhnya jika hanya dilihat dari pemahaman tersebut saja video game sudah dapat dikategorikan ke dalam media komunikasi secara umum. Lebih spesifik, para pengkaji studi media memasukkan videogame ke dalam kategori new media. Video game dikategorikan ke dalam new media karena waktu kemunculannya dan juga perkembangan teknologi yang digunakan. Melihat video game sebagai sebuah new media dapat kita mulai dari pendapat yang diungkapkan oleh Gane dan Beer (2008) yang mengatakan bahwa media lama atau media konvensional dipahami sebagai media-media yang masih menggunakan teknologi analog sedangkan media baru atau new media dipahami sebagai media-media berbasis komputer dan teknologi digital. Pernyataan tersebut berarti mengarahkan kita pada video game sebagai sebuah media yang menggunakan teknologi berbasis komputer dan digital dalam
8
penggunaannya. Kemudian dapat kita lihat dari definisi awal dari video game seperti yang diungkapkan oleh Esposito (2005)... a video game is a game which we play thanks to an audiovisual apparatus and which can be based on a story. Salah satu kata kunci dari pernyataan tersebut adalah audiovisual apparatus yang mengarah pada perangkat sistem elektronik dan komputer. Hal ini cukup menjelaskan bagaimana video game adalah sebuah media yang berbasis teknologi komputer dan digital dan perkembangan video game secara signifikan dipengaruhi oleh unsur-unsur teknologi yang menjadi perangkat utama di dalamnya untuk dapat digunakan atau dimainkan. Memahami karakteristik new media dapat membantu kita untuk melihat video game sebagai sebuah new media. New media mempunyai karakteristik yang menjadi pembeda antara new media dengan media-media konvensional. Lister (2004) dalam Nahason (2013: 28-29) memaparkan beberapa faktor yang menjadi karakteristik new media: Digital. Dalam new media, konten media disimpan dalam bentuk digital. Konten tersebut dapat diolah dan diakses dengan perangkat yang memiliki kapabilitas dalam teknologi komputer dan digital. Dalam konteks video game, sebuah permainan disebut sebagai video game ketika dalam penggunaannya menggunakan perangkat komputer dan digital yang khusus seperti konsol, maupun yang umum seperti PC, perangkat komunikasi mobile, dsb., dan dipresentasikan melalui sebuah layar monitor. Hypertext. New media menyediakan hypertext dalam konten medianya. Hypertext sendiri adalah konten yang merujuk atau menyediakan tautan kepada konten yang lainnya. Dengan kata lain, konten-konten dalam new media terhubung satu dengan yang lainnya. Dalam konteks video game, hypertext lebih kepada bagaimana pilihanpilihan keputusan pemain merujuk kepada informasi tertentu maupun hasil tertentu yang akan didapatkan.
9
Virtual. Dalam jaringan komunikasi new media, segala bentuk interaksi terjadi dan tergambarkan secara virtual dan tersimulasi melalui perangkat teknologi komunikasi digital tertentu yang digunakan. Selain itu, interaksi yang terjadi berada di ruang maya atau disebut cyberspace. Video game menyajikan sebuah dunia virtual dimana pemain dapat berinteraksi dengan objek virtual di dalamnya maupun dengan pemain lainnya. Dispersal. Proses produksi dan distribusi informasi dalam new media terjadi secara desentralisasi dan sangat individual. Disini berarti akses terhadap konten media melalui new media berada di tangan pengguna sepenuhnya, dan new media memungkinkan penggunanya untuk menjadi pembuat sekaligus penerima informasi. Dalam konteks video game, konsep dispersal ini merujuk pada bagaimana pemain memiliki preferensi pribadi mengenai video game yang dimainkannya. Interactive. Pada dasarnya, Lister (2004) mengungkapkan bahwa new media membuat penggunanya untuk tidak lagi pasif dalam mengkonsumsi informasi atau konten media dan menjadi pengguna yang aktif untuk memberikan feedback terhadap konten tersebut. New media memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah yang terjadi antar penggunanya. Berbeda dengan media konvensional yang hanya menjadikan khalayak sebagai komunikan pasif, yang hanya menerima pesan yang ditransmisikan searah dari komunikator. Dalam konteks video game, konsep interaktivitas tersebut dapat dipahami dengan pernyataan berikut ini: “...a deeper at the content and user interaction reveals that video games are creating culture through gameplay. ... Thus, video games easily demonstrate their provenance as a communications media through the interaction offered between the player and the game, the player and other players, and the resulting culture that forms from the shared meaning players find through video games.” (Sukkau, 2012)
10
Secara teknis dapat dilihat bagaimana interaksi menjadi unsur utama dalam video game. Unsur interaksi dalam video game terdiri dari interaksi player atau pemain 8 dengan konten video game dan juga interaksi pemain dengan pemain lainnya ketika bermain. Yang pertama adalah interaksi yang terjadi antara pemain dengan konten video game. Sebuah video game memiliki konten-konten yang terkemas dalam game design 9, antara lain seperti storyline, gameplay, hingga unsurunsur art di dalamnya. Dengan konten-konten tersebutlah pemain berinteraksi, tentunya untuk dapat memainkan video game dengan baik. Yang kedua adalah interaksi yang terjadi antar pemain dalam sebuah permainan video game. Kucklich (2003) menyatakan: ... games can be seen as a media, i.e. as devices that enable players to interact meaningfully with each other. Sebuah video game yang memiliki fitur multiplayer 10 menjadi sarana komunikasi yang lebih mendalam melalui pesan-pesan yang terdapat dalam interaksi antar pemain. Sesuai dengan genre, alur cerita, dan juga gameplay dari sebuah video game, para pemain berinteraksi dengan pemain lain dengan berbagai macam cara. Misalnya para pemain bisa saling bekerjasama untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan sebuah task atau quest 11 dalam sebuah video game, atau dapat saling berkompetisi satu sama lain untuk menjadi yang terbaik di antara mereka.
8
Player atau pemain adalah sebutan untuk konsumen yang memainkan sebuah video game. Dalam konteks penelitian ini, posisi pemain sama dengan audiens dalam media massa, maupun user atau pengguna dalam new media. 9 Game design adalah bentuk struktur pola video game yang meliputi gameplay, game mechanic, art-style, dsb. 10 Multiplayer adalah fitur dalam sebuah video game, dimana videogame tersebut dimainkan oleh minimal dua pemain atau lebih. 11 Task dan quest adalah serangkaian tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemain dalam video game untuk mendapatkan upah atau hasil yang berupa poin pengalaman (experience point) dan atau mata uang dalam video game yang berguna dalam meningkatkan kualitas dan kapasitas bermain menuju tingkatan yang lebih tinggi.
11
2.
Video Game sebagai Media Massa Tidak hanya sebagai sebuah new media, dalam ranah ilmu
komunikasi, video game juga termasuk sebagai sebuah media massa. Media massa, menurut Lule (2013), adalah sarana transmisi informasi yang dirancang untuk menjangkau khalayak luas. Informasi dikemas dalam bentuk konten media yang kemudian ditransmisikan melalui alat perantara atau medium. Contoh media massa pada umumnya seperti radio, televisi, surat kabar, buku, film, dsb. Video game juga dapat dilihat sebagai sebuah media massa, karena jika melihat bagaimana praktik dalam industrinya, video game juga digunakan untuk mentrasmisikan suatu informasi tertentu melalui konten-konten di dalamnya yang ditujukan untuk khalayak luas pengguna video game. Penting untuk dilihat bahwa saat ini video game menjadi semakin tidak eksklusif untuk pecinta video game saja. Saat ini video game sudah berada dekat dengan segala jenis demografis pengggunanya seiring dengan berkembangnya era budaya mobile. Perkembangan industri video game mengarah pada tren konvergensi teknologi, dimana hampir semua outlet media konvensional digabungkan dan berintegrasi satu sama lain melalui sebuah perangkat presentasi digital, seperti pada perangkat mobile misalnya. Video game dapat diakses dengan mudah melalui perangkat mobile, yang notabene sangat dekat dengan penggunanya, membuat hal tersebut memungkinkan. Video game kemudian menjadi salah satu media yang dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk berkomunikasi dengan khalayak luas. Video game memiliki beberapa karakteristik yang mendekati karakteristik media massa pada umumnya. Karakteristik media massa, seperti yang diungkapkan oleh Cangara (2006) antara lain adalah: Bersifat melembaga; artinya media massa dikelola oleh suatu pihak yang berupa lembaga masyarakat atau organisasi mulai dari produksi hingga distribusi konten media. Video game sendiri dikelola
12
oleh organisasi atau perusahaan terkait seperti studio developer, publisher, dsb. dalam aktivitas industrinya. Bersifat satu arah. Komunikasi pada media massa bersifat satu arah dan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara komunikator dan komunikan secara langsung. Reaksi atau tanggapan komunikan terhadap komunikator memerlukan waktu yang lama atau tertunda. Dalam konteks video game, merujuk pada saat perilisan video game. Video game dirilis dan didistribusikan dengan konten-konten yang berisi muatan informasi tertentu kepada khalayak. Reaksi atau tanggapan terhadap konten dalam video game tersebut baru dapat terjadi setelah pemain memainkannya. Meluas dan serempak. Media massa memiliki kecepatan dan jangkauan yang cepat dan luas, bergerak secara simultan dimana informasi diterima oleh khalayak dalam waktu yang bersamaan. Melihat skalanya yang besar, distribusi video game mencapai jangkauan yang luas. Perkembangan teknologi komunikasi dan digital semakin memudahkan proses distribusi video game. Distribusi video game secara online dan digital dilakukan dengan melalui portal-portal video game yang dapat dengan mudah oleh semua orang yang terhubung dalam jaringan internet. Memakai peralatan mekanis khusus. Seperti halnya dengan radio, televisi, surat kabar, dll., video game dalam penggunaanya juga membutuhkan perangkat khusus. Perangkat tersebut antara lain seperti konsol, PC, maupun perangkat apapun yang memiliki kapabilitas dan kompatibilitas untuk memainkan sebuah video game tertentu. Bersifat terbuka. Terbuka di sini berarti pesan atau informasi yang ditransmisikan dapat diterima siapa saja. Begitu pula dengan video game, dimana saat ini video game dapat diakses oleh siapa saja. Hanya kemudian yang menjadi perhatian khusus adalah bagaimana mengontrol konten media dalam video game agar sesuai dengan target pasarnya.
13
Fungsi media massa menurut Harold D. Laswell (dalam Romli, 2012) antara lain adalah untuk menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), dan menghibur (to entertain). Sedangkan menurut Wright (dalam Romli, 2012), media massa juga memiliki fungsi untuk menghubungkan (correlation) dan transmisi kultural. Melihat fungsi-fungsi tersebut, tentu saja media massa dimanfaatkan oleh berbagai macam pihak untuk berkomunikasi dengan masyarakat, entah
itu
untuk
kepentingan
sosialisasi,
publikasi,
promosi,
propaganda, atau lainnya. Begitu pula dengan video game. Banyak perusahaan, brand, maupun lembaga masyarakat yang menggunakan video game sebagai media untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Contoh yang terjadi adalah video game digunakan untuk media promosi suatu brand atau perusahaan profit tertentu, atau badan pemerintah menggunakan video game seuntuk sosialisasi pemilu, bahkan lembaga masyarakat yang non-profit juga memanfaatkan video game untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan lingkungan. Video game yang pada dasarnya memiliki nilai hiburan menjadi cara revolusioner
bagi
berbagai
pihak
untuk
berinteraksi
dengan
konsumennya maupun khalayaknya dan menjadi lebih kompetitif sebagai hasilnya (Edery & Mollick, 2009: 1). Pesan atau informasi yang akan disampaikan melalui video game dikemas menjadi sebuah konten media video game yang berupa segala aspek dalam video game yang meliputi storyline, gameplay, art, dan sebagainya melalui proses development. Konten media video game, seperti halnya dengan media lainnya, tidak dapat lepas dari pengaruh maupun kepentingan suatu pihak, dimana industri media tidak dapat dilepaskan dari pengiklan atau sponsor. Untuk itu, penting untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi konstruksi konten media video game, dan bagaimana peran manajemen yang diterapkan studio developer sebagai institusi medianya.
14
b.
Konstruksi Konten Media dalam Video Game: Ideologi, Produksi, dan Peran Manajemen Media Industri media menjadi industri yang unik dan berbeda dari industri
pada umumnya. Salah satu penyebabnya adalah sifat dual product marketplace. Sifat tersebut menjelaskan bahwa industri media memasarkan sekaligus dua jenis produk yang berbeda kepada dua jenis konsumennya. Industri media menjual konten kepada khalayak dan menjual khalayak kepada pengiklan secara simultan (Owen & Wildman dalam Holt & Perren, 2009). Untuk dapat terus bertahan dalam industri video game, tentu saja studio developer membutuhkan dukungan dana, yang didapatkan dari pengiklan atau sponsor. Sedangkan untuk mendapatkan pengiklan, video game yang dikembangkan juga harus memiliki konsumen. Meraih perhatian konsumen di industri video game yang penuh dengan banyak saingan membutuhkan suatu keunggulan dalam konten video game
yang
dikembangkan sebagai komoditasnya. Konten adalah komoditas utama dalam industri video game. Konten dalam suatu media dibentuk atau diproduksi dengan dasar sebuah ideologi yang dominan dari suatu wilayah kompetensi tertentu. Ideologi di sini yang dimaksud adalah ide atau gagasan yang terkandung dalam konten media. Ide dan gagasan yang terkandung dalam konten media berasal dari pihak-pihak yang terkait dalam proses produksi konten media tersebut. Dengan kata lain, konten media dipengaruhi oleh ideologi pihak-pihak yang terkait dalam proses produksi konten media (Kieran, 1997). Dalam konteks produksi konten media video game, para pekerja dalam tim development dari sebuah studio developer tidak dapat mengembangkan sebuah video game tanpa memuat ideologi dan kepentingan pihak-pihak yang terkait di dalam sebuah proses development video game. Altschull (dalam Fandia, 2013) mengatakan bahwa pihak pengiklan atau sponsor dapat menentukan produksi konten media, sedangkan Entman dan Meyer (dalam Fandia, 2013) menyatakan bahwa konsumen memiliki peranan penting dalam produksi konten media. Dari kedua pernyataan
15
tersebut, konsumen adalah pasar yang menjadi target kepentingan pihak sponsor yang menggunakan video game sebagai medianya. Dari situ kemudian mengarah kepada ideologi berupa ide dan gagasan yang bersumber dari pihak sponsor. Pihak sponsor memiliki pengaruh dalam proses development yang dilakukan oleh studio developer. Misal, pihak pengiklan memiliki pengaruh untuk memutuskan konsep game design seperti apa yang nantinya akan dikembangkan oleh studio developer, karena pada dasarnya pihak pengiklan ingin kepentingan mereka tersampaikan melalui pesan-pesan maupun informasi yang terkandung dalam konten video game yang dimainkan oleh konsumen. Dalam dunia jurnalisme, Birowo (dalam Fandia, 2013) menyatakan bahwa proses jurnalisme terdapat upaya menceritakan kembali suasana atau keadaan, orang, dan benda, bahkan pendapat yang ada dan mengenai sebuah peristiwa yang adalah upaya untuk mengkonstruksi realtias. Informasi atau berita yang menjadi konten media dalam jurnalisme diproses dalam sebuah proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh perangkat-perangkat redaksional institusi medianya. Pernyataan ini menekankan kepada bagaimana pengaruh ideologi dari perangkat institusi media sebagai produsen konten media. Konten media yang diproduksi akan sangat dipengaruhi juga oleh pengetahuan maupun perspektif yang dimiliki oleh perangkat institusi media dalam mengkonstruksi konten media. Dalam proses development video game, tim development memiliki pengaruh juga di dalamnya. Sudah menjadi tugas tim development untuk mengkonstruksi konten media sesuai dengan brief yang diberikan oleh pihak sponsor, namun sebagai pihak yang berkompetensi dalam development video game, tentu saja ada hal-hal yang tidak sesuai atau tidak mungkin untuk dilaksanakan jika benar-benar harus menyesuaikan dengan kepentingan sponsor. Seperti misalnya permintaan sponsor untuk gameplay yang unik dan selsesai dalam waktu cepat, tapi ternyata membutuhkan pemrograman yang rumit dan waktu yang lama. Maka tim development dapat menyampaikan kepada pihak sponsor dengan memberikan opsi mengenai konsep gameplay lainnya yang
16
tidak kalah menarik namun dapat selesai dalam waktu singkat. Interaksi dalam bentuk diskusi antara sponsor dengan tim development kemudian menjadi proses pembentukan konstruksi konten media dalam video game.
c.
Manajemen Media dalam Studio Developer Video game Di dalam ranah ilmu komunikasi, konsep manajemen dapat diterapkan
dalam konteks industri media, khususnya di dalam institusi media. Institusi media dipahami sebagai sebuah entitas bisnis, entitas budaya, entitas sosial, dan juga entitas politik di dalam sebuah lingkungan masyarakat (Rahayu dalam Sadasari, 2009: 12). Institusi media adalah bagian dari lingkungan masyarakat, yang kemudian menimbulkan hubungan timbal balik antar keduanya. Dinamika aspek sosial, budaya, politik, dan ekonomi dapat terjadi dalam masyarakat. Untuk itu, institusi media perlu untuk melakukan adaptasi agar dapat terus menjalankan aktivitas industrinya, dengan menerapkan konsep manajemen pada level organisasinya. Manajemen secara umum dipahami sebagai sebuah ilmu dan seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 1985). Berdasarkan pemahaman tersebut, sama seperti institusi-institusi di dalam industri bidang lainnya, prinsip-prinsip manajemen secara umum juga berlaku dalam aktivitas institusi media. Bidang-bidang atau bagian dalam institusi media dan sumber daya yang dimiliki perlu dikelola dan diberdayakan kemampuan dan fungsinya agar mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Setiap unsur-unsur dapat dijadikan parameter dalam pengawasan mutu terpadu (total quality control) karena kejelasan proses dan output yang dihasilkan (Fink, 1996). Industri media memiliki karakteristik yang spesifik dan berbeda dengan industri di bidang lain. Karakteristik tersebut adalah komoditas dari industri media, yaitu konten media. Oleh karena itu, penerapan konsep manajemen dalam sebuah institusi media membagi struktur kerja institusi media menjadi dua bagian besar, yaitu bagian bisnis, dan juga bagian
17
produksi konten media. Studio developer video game adalah institusi media yang berperan sebagai produsen dalam industri video game, dan secara umum dipahami sebagai perusahaan pembuat video game. Pemahaman dasar mengenai manajemen yang mengatakan bahwa manajemen diterapkan untuk meraih tujuan perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan tepat sasaran serta efektik dan efisien juga berlaku bagi studio developer. Aplikasi konsep manajemen tampak pada tiap tahapannya yang melibatkan anggota dalam tim dengan posisi dan peran khususnya masing-masing dan fokus pada tujuan-tujuan yang spesifik. Sebagai sebuah perusahaan profit, tentunya studio developer juga menerapkan konsep manajemen dalam segala aktivitasnya dalam industri ini untuk meraih tujuan perusahaan. Penerapan manajemen dalam studio developer dapat berbeda-beda praktiknya dari satu studio dengan studio lainnya. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya sebuah video game dapat dibuat dengan hanya kemampuan seorang programmer dan seorang artist, namun butuh lebih dari kemampuan dalam hal-hal tersebut untuk membentuk sebuah pola kerja yang dapat menjadi dasar video game yang sukses (Bethke, 2012: 319). Jumlah pekerja dan workflow dalam proses development yang dimiliki setiap studio pun berbeda-beda, namun pada dasarnya, terdapat pola yang sama dalam manajemen yang diterapkan pada studio developer, yaitu penerapan manajemen dalam studio developer video game yang terletak pada kedua bagian besar dari struktur organisasinya. Dua bagian tersebut adalah bagian bisnis dan bagian development. Penerapan manajemen pada bagian bisnis dari studio developer adalah untuk mengelola aspek-aspek di dalamnya dilihat dari perspektif bisnisnya. Aspek-aspek tersebut antara lain meliputi pengelolaan pemasaran, administrasi, human resources, hubungan masyarakat, dan lain-lain. Sedangkan untuk bagian lain yang terpisah, adalah divisi development. Divisi development mengurusi segala keperluan pembuatan atau produksi video game melalui proses yang biasa disebut dengan development. Proses development adalah sebuah proses produksi video game bertahap yang harus
18
dilakukan untuk menghasilkan sebuah produk video game. Tahapan-tahapan dalam proses ini dimulai dari tahap konsep, pra-produksi, prototype, produksi, alpha, beta, gold, dan juga pasca-produksi (Novak, 2012: 352 – 265). Penerapan konsep manajemen dalam aktivitas pengembangan ini dapat dilihat dari bagaimana tim development dalam studio developer mengelola sumber daya manusia, sumber daya informasi, sumber daya finansial, dan juga sumber daya teknologi yang dimilikinya pada tiap-tiap tahap proses produksi.
F.
Kerangka Konseptual Untuk dapat menjawab rumusan masalah dari penelitian ini maka diperlukan
kerangka konsep yang menjadi pisau analisis dalam mengkaji objek penelitian. Bagian ini akan menjelaskan konsep manajemen media yang diterapkan dalam sebuah institusi media studio developer video game dan juga aspek-aspek penting di dalamnya secara umum. Kajian manajemen yang diterapkan ke dalam institusi media memiliki dasardasar yang serupa dengan manajemen organisasi pada umumnya. Manajemen sendiri menurut Hasibuan (1985) secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah ilmu dan seni dalam mengatur proses pemanfaatan sumber daya organisasi secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Pemahaman tersebut kemudian dapat ditarik ke dalam konteks manajemen media. Menurut Siregar (2010), manajemen media dipahami sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana pengelolaan media dengan prinsip-prinsip dan seluruh proses manajemennya dilakukan, baik terhadap media sebagai industri yang bersifat komersial maupun sosial, dan juga media sebagai institusi komersial maupun sebagai institusi sosial. Secara lebih spesifik, manajemen media diterapkan untuk mengelola segala sumber daya yang dimiliki institusi media untuk meraih tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Konsep manajemen yang diterapkan di dalam institusi media membagi stuktur organisasinya menjadi dua bagian besar, yaitu bagian bisnis, dan juga bagian produksi konten media. Hal ini menjadi salah satu faktor pembeda antara
19
institusi media massa dengan institusi atau perusahaan di bidang lainnya. Sebuah institusi media massa, termasuk juga studio developer video game, memiliki dua bagian di dalamnya. Kedua bagian tersebut antara lain adalah bagian bisnis yang mengatur semua aspek bisnis seperti administrasi, human resource, public relation, dsb. Dan bagian yang lain adalah bagian produksi konten, dalam konteks studio developer video game, adalah bagian development yang mengurusi segala aspek yang berhubungan dengan proses development mulai dari praproduksi, produksi, dan paska-produksi. Konten media yang menjadi komoditas utama dalam industri media. Konten media dibentuk atau dikonstruksi melalui sebuah proses produksi konten. Proses produksi ini dilaksanakan di bawah pengelolaan atau manajemen yang diterapkan oleh institusi media terkait. Dalam konteks media cetak, terdapat konsep manajemen redaksional, sedangkan dalam konteks media penyiaran, terdapat pula konsep manajemen penyiaran. Masing-masing jenis media memiliki sistem pengelolaan proses produksi konten medianya. Dalam konteks institusi media video game, yaitu sebuah studio developer, proses produksi konten media terdapat dalam proses development video game. Dalam proses development, video game yang diproduksi ini dikembangkan dan dibentuk sedemikian rupa untuk dapat menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dalam aktivitas bermain video game tersebut. Proses development ini juga dilaksanakan dengan sistem pengelolaan atau manajemen produksi yang berfungsi untuk mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki studio developer secara efektif dan efisien untuk memproduksi sebuah video game. Proses produksi atau development video game dikelola oleh studio developer dengan menerapkan konsep manajemen di dalamnya, tentu dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah produk video game. Konsep kunci manajemen yaitu prinsip POAC atau fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling) seperti yang diutarakan oleh Handoko (2005), diterapkan sedemikian rupa dalam proses development untuk mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki studio developer video game. Fungsi-fungsi tersebut kemudian diterapkan menjadi tahapan-tahapan proses
20
development video game, yang meliputi tahap praproduksi, produksi, dan juga paskaproduksi. Adapun yang menjadi indikator pelaksanaan manajemen dalam proses development video game antara lain adalah bagaimana pengelolaan sumber data organisasi yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya informasi, sumber daya teknologi, dan juga sumber daya finansial.
G.
Metodologi Penelitian a.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Seperti yang
diungkapkan oleh Umar Husein (2002), bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian dimana dilakukan sebuah eksplorasi dan analisa secara rinci, mendalam, dan menyeluruh mengenai suatu objek tertentu dalam sebuah lingkungan sosial, dalam kurun waktu tertentu. Ditambahi pula dalam bukunya, bahwa melakukan riset dengan menggunakan metode studi kasus, maka peneliti akan menemukan faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan permasalahan penelitiannya, dan juga akan menemukan hubunganhubungan yang tadinya tidak terpikirkan atau belum direncanakan sebelumnya. Sedangkan menurut Robert K. Yin seperti dikutip Therese L. Baker (1999) dalam bukunya, menjelaskan bahwa studi kasus menginvestigasi sebuah fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata, dimana batasan antara fenomena dan konteks yang ada tidaklah terlihat dengan jelas, dan dengan menggunakan banyak sumber untuk mendapatkan bukti-bukti yang dibutuhkan dalam pemecahan sebuah kasus. Tujuan dari penelitian dengan metode studi kasus adalah tidak hanya menjelaskan objek apa yang dikaji namun lebih kritis dan mendalam mengenai bagaimana dan mengapa objek tersebut. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kasus, seperti sifat alamiah kasus, kegiatan, fungsi, kesejarahan, kondisi lingkungan fisik kasus, dan berbagai hal lain yang berkaitan dan mempengaruhi kasus harus diteliti, agar tujuan untuk menjelaskan dan memahami keberadaan kasus tersebut dapat tercapai secara menyeluruh dan komprehensif. Selain itu, seperti apa
21
yang diungkapkan oleh Stake (2005), studi kasus bertujuan untuk mengungkapkan kekhasan atau keunikan yang melingkupi objek atau kasus yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti juga mencoba untuk melihat kekhasan atau keunikan tersebut, antara lain seperti bagaimana Agate Jogja sebagai independent developer yang merupakan anak cabang dari Agate Studio, yang notabene adalah sebuah studio developer lokal Indonesia yang sudah memiliki skala, reputasi, dan presatasi
yang cukup luas secara
nasional. Bahkan Agate Studio sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan video game internasional, Square Enix, untuk merilis webbrowser video game berjudul Sengokuixa di Indonesia 12. Pemilihan tempat pendirian anak cabang di kota Yogyakarta pun menjadi salah satu nilai keunikan lain dari objek penelitan ini. Melalui penggunaan metode penelitian studi kasus ini, diharapkan dapat menjawab rumusan masalah dan mencapai tujuan-tujuan dari penelitian ini, seperti mengidentifikasi dan mendeskripsikan praktek manajemen media video game yang dilakukan Agate Jogja, faktor-faktor, elemen-elemen, peran dan fungsi dari manajemen media tersebut.
b.
Objek dan Narasumber Penelitian Objek penelitian yang akan dikaji adalah manajemen media yang
diterapkan dalam studio developer Agate Jogja. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki hubungan atau berpartisipasi secara langsung dalam objek penelitian. Dengan begitu, informan dapat memberikan informasi yang utuh dan objektif sehingga dapat menjadi data penelitian yang benar. Informan-informan tersebut antara lain adalah anggota-anggota dari Agate Jogja yang menjalankan kegiatan development video game. Teknik purposive sampling digunakan untuk menentukan informan dari penelitian ini. Penentuan informan dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. 12
Seperti informasi yang tertera pada situs web http://agatestudio.com/company/history. Homepage dari video game Sengokuixa bisa diakses melalui alamat http://sengokuixa.co.id/lp/
22
Informan utama dalam penelitian ini adalah Studio Manager Agate Jogja, Frida Dwi Iswantoro. Selain informan utama, penelitian ini juga melibatkan informan-informan lain untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Informan-informan tersebut antara lain adalah para anggota yang masing-masing memiliki peran yang berbeda dalam organisasi studio developer video game Agate Jogja; Estu Galih (Project Manager, game designer, & artist), Lafran Pane (Project Manager & programmer), dan Agung Andrian (artist).
c.
Teknik Pengumpulan Data 1.
Observasi Observasi dilakukan dengan mendatangi lokasi kantor atau studio
Agate Jogja dan melalukan pengamatan aktivitas di dalamnya. Observasi ini tidak bersifat partisipatoris agar tidak mengganggu jalannya aktivitas yang biasanya berjalan dan dapat mempengaruhi data-data acuan dan bukti-bukti yang berguna bagi penelitian. Peneliti akan melakukan observasi pada kegiatan di Agate Jogja berjalan, seperti pada kegiatan-kegiatan rapat anggota, kegiatan pengembangan dan produksi, dan sebagainya. Melalui observasi langsung peneliti dapat mengamati dan diharapkan dapat menambah informasi. Hasil dari pengamatan akan dikumpulkan dan digunakan sesuai dengan kebutuhan penulisan laporan penelitian.
2.
Wawancara Melalui wawancara, peneliti dapat mendapatkan data yang lebih
mendalam mengenai objek penelitian. Wawancara dilakukan secara tatap muka antara peneliti dengan informan. Metode wawancara yang digunakan adalah metode depth interview, yang berfungsi untuk menggali lebih dalam informasi yang dibutuhkan sebagai data penelitian. Informan dipilih berdasarkan relevansinya dengan topik penelitian.
23
3.
Studi Dokumen Data dan acuan analisis didapatkan melalui buku-nuku, makalah
seminar, newsletter, maupun sumber-sumber dari internet. Selain itu pula bahan-bahan tertulis lainnya yang juga berkaitan dengan penelitian antara lain arsip-arsip dokumen, laporan, notulensi, dan lainlain.
d.
Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan untuk mengolah data-data kualitatif yang
sudah didapatkan dari lapangan. Data yang didapat kemudian dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Bungin (2003:70), yaitu data collection, data reduction, display data, conclution drawing & verification. Secara rinci, tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis data penelitian ini adalah yang pertama, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan juga studi dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian. Data yang sudah didapatkan kemudian disusun dan diorganisasikan, dengan melakukan proses seleksi data berdasarkan pedoman-pedoman yang dimaksudkan untuk membatasi dan menyisihkan data-data maupun informasi yang tidak relevan dengan penelitian. Setelah itu, data akan dijabarkan secara tersusun dan sistematis untuk mempermudah pengambilan kesimpulan. Deskripsi data dilakukan dalam bentuk teks naratif dan juga dalam bentuk penyajian lainnya seperti diagram, tabel, maupun bagan yang informatif. Langkah terakhir adalah dengan mengintepretasi makna dari deskripsi data-data tersebut.
24