BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Dalam konteks pendidikan, guru dianggap sebagai ”tokoh sentral” yang berperan penting dalam melahirkan generasi yang berkualitas. Karenanya, yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana maksimalisasi peran dan tugas guru dalam pendidikan terus dievaluasi dan dikembangkan seiring dengan aturan perundang-undangan. Tugas guru yang paling utama sebagaimana dijelaskan oleh S. Nasution menjadi tiga bagian. Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugasnya ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkannya. Sebagai tindak lanjutnya dari tugas ini, maka seorang guru tidak boleh berhenti belajar, karena pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu harus ia pelajari. Kedua, guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkan merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga guru tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran tersebut. Hal ini lebih nampak pada pelajaran bidang studi akhlak, keimanan, kebersihan, dan sebagainya. Jika guru sendiri tidak memperlihatkan keindahan dan manfaat mata pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkan bahwa anak-anak akan menunjukan antusias untuk mata pelajaran itu. Guru yang tidak menunjukan keberanian untuk berpikir intuitif, tidak akan dapat membina anak-anak yang mempunyai keberanian itu. Ketiga, guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin,
cermat
berpikir,
mencintai
pelajarannya,
atau
yang
Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 1
mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya. (S. Nasution, 1989: 14) Tugas dan peran guru tersebut yang kemudian mengantarkan pada satu istilah ”pendidik profesional” dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.1 Istilah ”profesi” sendiri berasal dari kata profession yang berarti ”pekerjaan”. Profesi juga dipandang sebagai keseluruhan pengetahuan dan keterampilan teknis yang harus dikuasai untuk melakukan suatu pekerjaan, dan tidak ada hubungannya dengan persoalan etika yang melekat pada pekerjaan itu.2
Dalam bahasa Arab, kata profesi sering
dihubungkan dengan kata ahll yang dapat mengandung arti keluarga, penduduk asli (domestik)3, alamat (resident), asal usul tempat tinggal yang asli (indegenious, home), dan asal usul kewarganegaraan (nationality), dan ahliyah yang berarti attitude (sikap dan kepribadian), fitnes (kesiapan) suitableness (kelayakan untuk digunakan), competence (kecakapan), dan qualification (kemampaun tertentu).4 Dengan demikian, profesi adalah bidang kecakapan atau keahlian dalam melakukan suatu pekerjaan yang ditopang oleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan sikap mental yang baik, sehingga keahlian tersebut tidak disalah-gunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak baik.
1
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Depdiknas, 2005), hal. 3-5. 2 Lihat Mochtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, (Yogyakarta:Kanisius, 2001), cet. I, hal. 104. 3 Kata ahl dalam arti penduduk, di dalam al-Qur’an misalnya digunakan pada ayat yang artinya: Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustai (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S. Al-A’raf, 7:96). Lihat pula ayat yang artinya: Dan (juga) di antara penduduk Madikan mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. (Q.S. Al-Taubah, 9:101); Lihat pula Q.S. Yusuf, 12:109; al-Hijr, 15:67, dan lainnya. 4 Lihat Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (edited) by J.Milton Cowan, (Beirut:Libraries du Liban dan London:Macdonald & Evans LTD, 1974), hal. 33. Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 2
Sementara Istilah profesional sendiri berarti ”sebutan” bagi mereka (baca: guru) yang bekerja sesuai bidang keahlian, didukung dengan segenap kemampuan yang ditunjukan melalui proses pembejaran, tanggung jawab akademik, serta integritas moral yang tinggi. Di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab IV, Pasal 8 dinyatakan, bahwa guru wajb memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya pasal 9 Bab tersebut menyatakan, bahwa kualifikasi akadeik sebagaimana dimaksud pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Selanjutnya pada pasal 10 ayat 1 dinyatakan, bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosil dan kompetensi yang diperoleh melalui profesi.5 Dalam
pandangan
Islam,
sebagaimana
diwakili
pemikir
pendidikan Islam, seperti Imam al-Ghazali, menyebutkan bahwa ciri-ciri guru profesional adalah ketika guru memiliki sifat-sifat antara lain: 1) menerima segala problema peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah; 2) Bersikap penyantun dan penyayang (Q.S. Ali Imran, 3:15); 3) Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak; 4) Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama (Q.S. alNajm, 53: 32); 5). Bersikap rendah hati ketika menyatu dengan kelompok masyarakat, (Q.S. al-Hijr, 15:88); 6) Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia; 7) Bersikap lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat kecerdasannya rendah, erta membinanya sampai pada
5
Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta:Depdiknas, 2005), hal. 9-10. Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 3
tarap maksimal; 8) Meninggalkan sifat marah dalam menghadapi problema peserta didik; 9) Memperbaiki sikap peserta didiknya, dan bersikap lembut terhadap peserta didik yang kurang lancar bicaranya; 10) Meninggalkan sifat yang menakutkan pada peserta didik, terutama pada peserta didik yang belum mengerti dan tidak sesuai dengan masalah yang dipertanyakan itu tidak bermutu dan tidak sesuai dengan masalah yang diajarkan; 12) Menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didiknya; 13) Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu datangnya dari peserta didik; 14)Mencegah dan mengontrol peserta didik yang mempelajari ilmu yang membahayakan (Q.S. al-Baqarah, 2:195); 15) Menanamkan sfat ikhlas pada peserta didik, serta terus menerus mencari informasi guna disampaikan kepada peserta didik yang akhirnya mencapai tingkat taqarrub (kedekatan) dengan Allah SWT. (Q.S. al-Bayyinah, 98:5); 16) Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardlu kifayah (kewajiban kolektif), seperti ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi dan sebagainya, sebelum mempelajari ilmu fardlu a’in (kewajiban individual, seperti akidah, syari’ah dan akhlak), serta 17) Mengaktualisasikan informasi yang diajarkan kepada peserta didik (Q.S. al-Baqarah, 2:44, dan al-Shaaf, 61:2-3).6 Lebih lanjut, Muhammad Athiyah al-Abrasyi berpendapat, bahwa seorang guru profesional seharusnya: 1) Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik, sehingga ia menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anaknya sendiri; 2) Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik; 3) Memperhatikan kemampuan dan kondisi peserta didiknya; 4) Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfikus pada sebagian peserta didik saja; 5) Mempunyai
6
Lihat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2006), cet. I, hal. 94-95. Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 4
sifat-sifat keadilan, kesucian dan kesempurnaan; 6) Ikhlas dalam menjalankan akvititasnya, tidak banyak menuntut hal yang di luar kewajibannya; 7) Dalam mengajar supaya mengaitkan materi yang dengan materi yang lainnya (menggunakan pola integrated curriculum); 8) Memberi bekal peserta didik dengan bekal ilmu yang dibutuhkan masa depan; dan 9) Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggung jwaba, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.7 Bagi Oemar Hamalik, guru profesional harus memiliki persyaratan yang meliputi: 1) memiliki bakat sebagai guru, 2) memliki keahlian sebagai guru, 3) memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi, 4) memiliki mental yang sehat, 5) berbadan sehat, 6) memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, 7) guru adalah manusia berjiwa pancasila, dan 8) guru adalah seorang warga negara yang baik. (Oemar Hamalik: 2001, h. 118) Berkaitan dengan kompetensi, ada sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yakni: a. b. c. d. e. f. g. h.
Kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. Kemampuan mengelola program belajar mengajar. Kemampuan mengelola kelas. Kemampuan menggunakan media / sumber belajar. Kemampuan menguasai landasan-landasan pendidikan. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar. Kemampuan menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran. Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan. i. Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan.
7
Lihat Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Fulasifatuha, (Mesir:al-Halabi, 1969), hal. 225. Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 5
j.
Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan mengajar (Kunandar, 2007: 58). Berbagai pendapat tersebut menunjukan bahwa profesionalisme
guru dapat ditunjukan dengan wawasan keilmuan, sikap, perilaku, dan ketrampilan; satu kompetensi yang erat kaitannya dengan kepribadian (performance),
kemampuannya
dalam
proses
pembelajaran,
serta
kemampuannya dalam berkomunikasi dengan institusi yang bertanggung jawab terhadap pendidikan (baca: masyarakat, guru, siswa, dan orangtua). Dengan kata lain, istilah profesional atau ahli selain ditujukan dengan kecakapan dalam melakukan pekerjaan, berpengatahuan, dan berpengalaman juga terkait dengan sikap mental yang lurus, jujur, adil, manusiawi, terbuka, objektif, berpandangan jauh ke depan, dewasa, mampu mengendalikan diri, dan berfikir sebelum berbuat. Penyebutan seorang profesional sangat bergantung pada kemampuan (competency) khusus yang dimilikinya, seperti seseorang yang memiliki kemampuan mendiagnosa, memberikan obat sesuai penyakit yang diderita, maka dengan kemampuannya tersebut masyarakat menyebutnya seorang ”dokter”, termasuk pada profesi yang lainnya (sebut saja akuntan, konseler, jurnalis/wartawan, guru dan lainnya). Dalam konteks pendidikan nasional, tuntutan terhadap adanya guru professional menjadi satu keharusan. Bukan semata-mata karena tuntutan peraturan perundang-undangan (UU Sisdiknas, PP tentang Standar Nasional,
UU
Guru dan Dosen,
Permendiknas tentang
Kompetensi dan Kualifikasi), tapi lebih karena adanya dorongan riil, fakta adanya kebutuhan terhadap esensinya mutu pendidikan itu sendiri. Hal ini karena dengan guru professional, kebutuhan lulusan dengan daya saing tinggi dapat terwujud.
Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 6
Namun demikian, tuntutan terhadap adanya mutu pendidikan yang baik, tentu saja harus dibarengi dengan sebuah kebijakan (political will) yang nyata. Salah satunya adalah Program SERGUR. SERGUR merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru, serta berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran. Dengan terlaksananya SERGUR, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Pelaksanaan SERGUR telah ditunggu-tunggu oleh para guru, dan menjadi topik pembicaraan utama setelah rencana pelaksanaan tahun 2006 tidak dilaksanakan karena peraturan pemerintah sebagai landasan hukum belum ditetapkan. Dengan diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, dan Peraturan Mendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan, maka SERGUR tahap pertama dilaksanakan. Tahun 2008 merupakan tahun kedua pelaksanaan SERGUR. Tahun 2009 ini merupakan tahun ketiga pelaksanaan SERGUR dalam jabatan. Tahun 2010 merupakan tahun keempat pelaksanaan SERGUR dalam jabatan. Tahun 2011 merupakan tahun kelima pelaksanaan SERGUR dalam jabatan. Landasan yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan SERGUR tahun 2009, 2010 dan 2011 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Oleh karena itu, ada beberapa perubahan mendasar dalam proses penetapan peserta SERGUR hingga tahun 2011. Pelaksanaan SERGUR fokus pada 2 kegiatan besar, yakni: 1) penilaian portofolio, dan 2) Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Namun dalam teknis pelakasanaanya ada beberapa perbedaan mendasar. Tahun 2007 misalnya, pelaksanaan SERGUR lebih terfokus pada penilaian portofolio. Hal ini sebagaimana dilihat dalam grafik berikut: Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 7
Grafik 1 Alur Pelkasanaan SERGUR Tahun 2007
Pelaksanaan SERGUR dilaksanakan melalui penilaian 2 cara, yakni melalui penilaian portofolio atau melalui jalur pendidikan (PLPG). Penilaian portofolio dilakukan berdasarkan Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007. Model atau pola SERGUR tersebut terus berlangsung hingga tahun 2009. Ada sedikit perubahan pelaksanaan SERGUR pada tahun 2010. Pelaksanaan Sergur dilaksanakan tetap dengan 2 model, yakni (1) uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio, dan (2) pemberian sertifikat pendidik secara langsung. Penilaian portofolio dilakukan melalui penilaian terhadap kumpulan berkas yang mencerminkan kompetensi
guru.
Komponen penilaian portofolio
mencakup:
(1)
kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian
Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 8
dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Pemberian sertifikat pendidik secara langsung dilakukan melalui verifikasi dokumen. Kegiatan PLPG dilakukan ketika uji kompetensi portofolio tidak memenuhi kriteria lulus. Lihat grafik alur Sergur sebagai berikut: Grafik 2 Alur Sertifikasi Guru tahun 2010
Sumber: Buku I Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2010
Perubahan pola pelaksanaan SERGUR terjadi pada tahun 2011. Ada 3 pola yang ditawarkan pemerintah, yaitu: (1) penilaian portofolio, hanya diperuntukkan bagi guru dan guru yang menjadi pengawas di sekolah berprestasi; (2) pemberian sertfikat Pendidik secara langsung (PSPL) diperuntukkan bagi guru yang memiliki kualifikasi S2 dan S3; dan (3) Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), diperuntukan bagi guru yang memilih PLPG, guru yang tidak lulus penilaian portofolio dan guru yang tidak memenuhi PSPL.
Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 9
Grafik 2 Alur Sertifikasi Guru tahun 2010
Sumber: Buku I Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2011
Tahapan pelaksanaan sertifikasi dimulai dengan pemberian kuota kepada dinas pendidikan provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota, serta Kanwil Departemen Agama dan Kandepag kabupaten/Kota, pembentukan panitia pelaksanaan SERGUR di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,
dan
penetapan
peserta
oleh
dinas
pendidikan
kabupaten/kota dan dinas pendidikan provinsi, Kanwil Depag dan kandepag kabupaten/Kota. Sambutannya memang luar biasa, para guru sangat anthusias untuk mengikuti kegiatan seleksi ini, bahkan para guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah pun ramai-ramai ikut mendaftarkan diri sebagai calon peserta, terlepas apakah yang bersangkutan masih aktif atau tidak aktif menjalankan profesi keguruannya. Barangkali, motivasi yang sangat kuat untuk ikut serta dalam ajang ini adalah disamping keinginan memperoleh legitimasi sebagai guru profesional atau guru yang kompeten, tentunya daya tarik dari disediakannya tunjangan profesi dan fasilitas lainnya yang lumayan menggiurkan. Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 10
Dalam Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio alias penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru, dengan mencakup 10 (sepuluh) komponen yaitu: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Permasalahan tidak hanya dirasakan oleh para guru yang belum memiliki kualifikasi D4/S1 saja, yang jelas-jelas tidak bisa diikutsertakan, tetapi bagi para guru yang sudah berkualifikasi D4/S1 pun tetap akan menjumpai sejumlah persoalan, terutama kesulitan guna memenuhi empat komponen lainnya, yaitu komponen: (1) pendidikan dan pelatihan, (2) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (3) prestasi akademik, dan (4) karya pengembangan profesi. Saat ini, keempat komponen tersebut belum sepenuhnya dapat diakses dan dikuasai oleh setiap guru, khususnya oleh guru-guru yang berada jauh dari pusat kota. Frekuensi kegiatan pelatihan dan pendidikan, forum ilmiah, dan momen-momen lomba akademik relatif masih terbatas. Begitu juga budaya menulis, budaya meneliti dan berinovasi belum sepenuhnya berkembang di kalangan guru. Semua ini tentu akan menyebabkan kesulitan tersendiri bagi para guru untuk meraih poin dari komponen-komponen tersebut. Oleh karena itu, jika ke depannya kegiatan SERGUR masih menggunakan pola yang sama, yaitu dalam bentuk penilaian portofolio dengan mencakup 10 (sepuluh komponen) seperti di atas, maka perlu dipikirkan upaya-upaya agar setiap guru dapat Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 11
memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk meraih poin dari komponen-komponen tersebut, diantaranya melalui beberapa upaya berikut ini: 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta forum ilmiah di setiap daerah dan para guru perlu terus-menerus
dimotivasi
dan
difasilitasi
untuk
dapat
berpartisipasi di dalamnya. 2. Meningkatkan frekuensi
moment
lomba-lomba,
baik
untuk
kalangan guru maupun siswa (guru akan diperhitungan dalam perannya sebagai pembimbing) di daerah-daerah, secara berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kecamatan sampai dengan tingkat kabupaten dan bahkan bila memungkinkan bisa diikutsertakan pada tingkat yang lebih tinggi. 3. Untuk menumbuhkan budaya menulis, kiranya perlu dipikirkan agar di setiap sekolah diterbitkan bulletin, majalah sekolah atau media lainnya (publikasi melalui internet atau majalah dinding, misalnya), yang beberapa materinya berasal dari para guru secara bergiliran. 4. Untuk menanamkan budaya meneliti di kalangan guru, sekolahsekolah dapat memfasilitasi dan memberikan motivasi kepada guru untuk melaksanakan kegiatan Penelitian Tindakan Kelas, bisa saja dalam bentuk lomba Penelitian Tindakan Kelas atau bahkan bila perlu dengan cara mewajibkan para guru untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas, minimal dalam satu tahun satu kali.
Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pelatihan, forum ilmiah dan aneka lomba akademik bagi guru, sudah pasti harus menjadi tanggung jawab pemerintah, khususnya pemerintah daerah melalui sekolah atau Dinas Pendidikan setempat. Akan tetapi, organisasi profesi, Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 12
perguruan tinggi dan masyarakat setempat pun seyogyanya dapat turut ambil bagian untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatankegiatan tersebut, sebagai wujud nyata dari tanggung jawab dan kepeduliannya terhadap pendidikan. Dengan semakin terbukanya peluang-peluang untuk mengikuti berbagai kegiatan di atas, maka kesempatan guru untuk memperoleh poin penilaian dalam rangka mengikuti program sertifikasi pun semakin terbuka lebar. Bersamaan itu pula, niscaya kualitas guru dapat menjadi lebih baik dalam mengantarkan pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia menuju ke arah yang lebih berkualitas. Artinya kalaupun masih “dipaksakan” pelaksanaan Sergur melalui uji kompetensi portofolio, maka yang ada hanya mempersulit guru untuk mengadakan dokumen yang diperlukan, bahkan banyak terjadi upaya pembohongan dalam pembuatan dokumen, “kejujuran” akan banyak digadaikan demi selembar “sertifikat” yang akan mengubah nasib para guru. Belum lagi terjadinya disorientasi dari “sebagian guru” yang menganggap Sergur hanya sebatas pada upaya mensejahterakan guru melalui
tambahan “tunjangan sergur”.
Padahal
dalam
peraturan
perundang-undangan jelas-jelas disebutkan bahwa sergur bertujuan agar ada peningkatan mutu guru dalam proses pendidikan. Ada peningkatan kompetensi (baca: pedagogik, kepribadian, professional, dan social) setelah sertifikasi diberikan. Permasalahan lain yang timbul di masyarakat sebagai imbas dari kebijakan ini adalah disharmoni atar guru menjadi sering terjadi. Ambil contoh, seorang guru tua yang telah lama mengabdi hanya karena hanya berbekal ijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dia tidak lolos dalam sertifikasi. Sebaliknya ada seorang guru muda yang baru lulus dari pendidikan
kesarjanaannya
dengan
mudah
lulus
sertifikasi
dan
Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 13
memperoleh keuntungan ekonomi yang lebih daripada guru yang tua tentunya. Dari sini bisa dilihat bahwa aspek keadilan masih belum terasa. Belum lagi persoalan “pengawasan” atau monitoring yang seharusnya dilakukan demi menjaga mutu pendidikan. Ada kesan “pembiaran” setelah sergur dilakukan, sehingga kompetensi yang seharusnya terjaga atau meningkat justeru malah menurun. Satu sisi, bagi seorang guru yang disertifikasi, kebijakan tersebut membawa berkah yang begitu besar. Tapi pada saat yang lain, banyak kritikan yang selanjutnya bermunculan pada guru-guru yang tersertifikasi, di antaranya yaitu: banyak di antara guru-guru yang tersertifikasi yang tanpa prestasi, tak punya kualitas, dan tak punya loyalitas dalam mendidik muridmuridnya. Ringkasnya, banyak guru-guru yang tersertifikasi yang hanya mau menerima uang sergur tapi tak diiringi dengan usaha mereka dalam meningkatkan kualitasnya sebagai seorang guru. Mereka, guru-guru yang sudah lolos sertifikasi banyak yang tidak menunjukkan kemajuan, baik dari sisi pedagogis, kepribadian, profesional, maupun sosial. Guru hanya aktif menjelang sertifikasi, tetapi setelah dinyatakan lolos, kualitas mereka justru semakin menurun. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, yang mendorong penulis melakukan penelitian tentang: “PROFESIONALISME GURU PASCA SERTIFIKASI (Studi Evaluasi Atas Pelaksanaan Sertifikasi Guru Madrasah di Tangerang Selatan)”.
Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, banyak sekali permasalahan yang terkait dengan penelitian ini, antara lain: 1) Peningkatan kompetensi guru pasca sertifikasi guru masih banyak menyisakan persoalan; Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 14
2) Adanya disorientasi antara guru yang mengikuti sertifikasi guru; 3) Adanya pandangan yang salah dari guru bahwa pelaksanaan sertifikasi hanya sebatas pada upaya “mensejahterakan” kehidupan guru saja; 4) Belum adanya konsep yang jelas tentang pelaksanaan tugas profesi guru pasca sertfikasi guru; 5) Kurangnya
monitoring
atau
pengawasan
terkait
dengan
peningkatan kompetensi yang harus dimiliki guru pasca sertifikasi. Merujuk pada permasalahan tersebut, pertanyaan penelitian difokuskan sebagai berikut: 1) Adakah peningkatan kompetensi guru Madrasah Ibtidaiyah pasca sertifikasi guru? 2) Bagaimana pelaksanaan tugas profesi guru Madrasah Ibtidaiyah pasca sertifikasi guru? 3) Bagaimana pelaksanaan beban kerja guru Madrasah Ibtidaiyah pasca sertifikasi guru?
Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui apakah Ada peningkatan kompetensi guru Madrasah Ibtidaiyah pasca sertifikasi guru? 2) Memahami pelaksanaan tugas profesi guru pasca sertifikasi guru? 3) Memahami pelaksanaan beban kerja guru pasca sertifikasi guru?
Manfaat dan Kegunaan Penelitian Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut: 1) Bagi guru yang disertifikasi, penelitian ini dapat membantu guru bekerja secara profesional,
Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 15
2) Bagi LPTK, penelitian ini dapat memberi informasi tentang efektifitas pelaksanaan sertifikasi guru; 3) Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan pertimbangan dalam pelaksanaan sertifikasi guru ke depan.
Hasil Penelitian Kolektif: Profesionalisme Guru Pasca Sertifikasi …..| 16