BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Setiap satuan pendidikan menyelenggarakan proses belajar mengajar menggunakan ruang kelas untuk memfasilitasi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Proses belajar mengajar dalam ruang kelas akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh kondisi ruang yang memadai. Ruang kelas dalam lingkup pendidikan formal disebut memadai apabila memenuhi standar minimum sarana prasarana baik aspek luas, tata bangunan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan sebagaimana tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 24 Tahun 2007. Data statistik pendidikan dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan (PDSP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012/2013 menunjukkan bahwa jumlah sekolah jenjang sekolah dasar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia mencapai 148.272 lembaga, dengan jumlah ruang kelas sebanyak 945.073 ruang, kondisi ruang kelas kategori baik sejumlah 630.050 (66,67%), ruang kelas rusak ringan 189.407 (20,04%) dan ruang kelas rusak berat sebanyak 125.616 (13,29%). Terkait dengan masih adanya ruang kelas rusak tersebut di atas, dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 45 ayat (3) diamanatkan bahwa: “Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B”. Untuk memenuhi amanat peraturan perundang-undangan tersebut, Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar dengan salah satu tugas pokok dan fungsi yaitu: perumusan kebijakan dalam bidang sarana prasarana satuan pendidikan di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memrogramkan bantuan rehabilitasi ruang kelas.
1
2 Dana bantuan rehabilitasi ruang kelas disalurkan secara langsung ke rekening satuan pendidikan, dan pengelolaannya dilakukan dengan cara swakelola oleh tim pelaksana rehabilitasi ruang kelas di tingkat sekolah, mengacu pada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Ruang Kelas dan prinsip-prinsip dasar Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 tentang Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga juncto Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menentukan bahwa belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang yang digunakan oleh penerima bantuan sosial untuk pengadaan barang/jasa, dikerjakan/dihasilkan sendiri oleh penerima bantuan sosial secara swakelola. Mekanisme pemberian bantuan rehabilitasi ruang kelas ini, mengikuti norma, standar, prosedur dan kriteria yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis pelaksanaan rehabilitasi ruang kelas yang dapat diilustrasikan sebagaimana gambar berikut. Analisa Kebutuhan
Pelaporan
Usulan
Realisasi
Quota
Verifikasi
Gambar 1. 1 Siklus Bantuan Rehabilitasi Ruang Kelas
3 Pada tahap perencanaan dan penganggaran Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar melakukan analisa kebutuhan dengan memperhitungkan jumlah sasaran ruang kelas dan secara proporsional menetapkan quota ruang kelas sesuai alokasi anggaran kementerian untuk output rehabilitasi, kemudian diinformasikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Permasalahan mendasar pada saat proses perencanaan adalah belum adanya jaminan ketersediaan data riil kondisi ruang kelas yang dapat digunakan sebagai bahan referensi perencanaan rehabilitasi secara makro sehingga sebagai alternatif digunakan daftar usulan sekolah sebagai dasar perencanaan awal. Sementara jumlah lembaga/sekolah yang mengusulkan bantuan rehabilitasi ke Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar sangat banyak dengan berbagai macam format. Variasi format yang tidak memiliki standar baku kenyataanya sangat menyulitkan dalam proses rekapitulasi. Hal ini menimbulkan inkonsistensi baik numenklatur, lokus sekolah dan besarnya kemungkinan duplikasi data usulan dari sumber dan tahun anggaran yang belum bisa terdeteksi secara sistemik. Padahal rekapitulasi usulan tersebut akan diberikan ke Kabupaten/Kota untuk proses verifikasi. Proses verifikasi dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota berdasarkan daftar usulan sekolah dan quota ruang kelas yang diberikan oleh Direktorat Pembinan Sekolah Dasar. Secara khusus tujuan dari verifikasi ini adalah untuk menyeleksi dan memverifikasi apakah tingkat kerusakan ruang kelas pada sekolah terverifikasi memenuhi kriteria dan persyaratan untuk mendapatkan bantuan rehabilitasi. Pelaksanaan verifikasi dilakukan menggunakan pedoman instrumen verifikasi, selanjutnya hasil verifikasi sekolah tersebut dikirimkan ke Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar untuk ditetapkan sebagai penerima bantuan oleh Direktur Pembinaan Sekolah Dasar. Pada proses verifikasi ini hal terpenting yang harus dijaga adalah konsistensi alokasi biaya yang didasarkan pada quota ruang yang diberikan oleh Direktorat. Kekeliruan dalam perhitungan pembiayaan baik pada tahap verifikasi maupun pada saat rekapitulasi oleh Direktorat akan berakibat pada selisih alokasi anggaran.
4 Banyaknya usulan sekolah yang tidak sebanding dengan quota jumlah ruang yang dialokasikan menyisakan masalah tersendiri untuk Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. Karena sebagai lembaga layanan publik harus menjawab berbagai pertanyaan dari stakeholder ataupun langsung dari sekolah-sekolah yang tidak lolos verifikasi dan/atau tidak diverifikasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, padahal seleksi dan verifikasi sepenuhnya adalah kewenangan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Dalam penyelenggaraan progam rehabilitasi ruang kelas, Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar memberikan sosialisasi dan melakukan penandatangan kesepakatan bersama dengan sekolah-sekolah penerima bantuan sebelum melakukan pengajuan pencairan dana bantuan. Proses sosialisasi sekaligus digunakan untuk revalidasi dokumen-dokumen pencairan dana, terutama berkaitan dengan kebenaran input rekening sekolah. Hal ini juga dipengaruhi oleh beragamnya bank yang digunakan oleh sekolah. Sementara Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar tidak memiliki kewenangan untuk mengharuskan sekolah agar membuka rekening pada bank tertentu meskipun dengan tujuan untuk penyeragaman dan meminalisir kesalahan. Kewenangan Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar dalam proses pencairan sebatas mengirimkan surat permohonan pencairan kepada Satuan Kerja Direktorat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran untuk diterbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dilanjutkan penerbitan SP2D ke Bank Penyalur oleh KPPN Jakarta III. Keterbatasan karena lintas instansi ini menyebabkan tidak ada jaminan kepastian kapan dana bantuan dapat diterima oleh sekolah. Dan sekolah tidak bisa mengetahui secara pasti kapan dana bantuan masuk ke rekening. Satu-satunya sumber yang dapat memberikan informasi dana bantuan masuk ke rekening sekolah adalah laporan pemberitahuan dari sekolah melalui surat, telepon atau fax ke Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. Kondisi ini menyulitkan ketika terjadi kegagalan pengiriman oleh Bank Penyalur dikarenakan faktor-faktor tertentu, karena sekolah tidak menerima informasi dan Direktorat harus bisa mengetahui penyebab retur setelah menerima surat pemberitahuan dari KPPN dan bukan dari Bank Penyalur langsung. Masalah
5 lain adalah belum adanya proses administrasi yang teratur terhadap pengelolaan dokumen-dokumen SPM, SP2D, surat pemberitahuan dana masuk dan surat pemberitahuan retur, sehingga menyulitkan untuk penelusuran ketika akan melakukan ralat pengajuan pencairan. Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar memprogramkan bantuan rehabilitasi ini secara simultan mulai tahun 2005 dengan menggunakan mekanisme yang relatif tidak berubah hingga penelitian ini dilakukan.
Meskipun bantuan
rehabilitasi ruang kelas bersifat situasional dan insidentil, tetapi peluang keberlanjutan program ini sangat besar mengingat kondisi kerusakan ruang kelas dari tahun ke tahun terus berkembang. Sementara pengelolaan data-data sekolah sebagai sasaran program, baik data usulan, data kondisi ruang kelas, data realisasi, pelaporan dan data-data yang berkorelasi dengan bantuan rehabilitasi belum melekat kepada lembaga dan masih bergantung kepada personal seperti pegawai, pengelola atau penanggung jawab kegiatan. Sehingga ketika terjadi mutasi pegawai, reorganisasi lembaga ataupun faktor-faktor tertentu yang menyebabkan peralihan tanggung jawab pengelolaan data rehabilitasi akan mengakibatkan sulitnya penelusuran data-data tersebut. Di sisi lain, Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar harus menyediakan informasi yang relevan, transparan dan akuntabel terkait dengan pelaksanaan rehabilitasi ruang kelas baik dari perencanaan, quota, alokasi anggaran, usulan, realisasi dan laporan-laporan lainnya yang terkait dengan proses pelaksanaan pada tahun berjalan ataupun tahun-tahun sebelumnya. Utamanya pada saat proses evaluasi internal dan pemeriksaan oleh lembaga eksternal berlangsung. Dengan belum melekatnya data-data pelaksanaan rehabilitasi dengan lembaga akan memperlambat proses penyiapan data-data tersebut, bahkan kemungkinan kehilangan data bisa terjadi.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
6 1. Bagaimana membangun sistem administrasi yang dapat menjamin konsistensi numenklatur usulan sekolah dan terhindar dari duplikasi? 2. Bagaimana formulasi pembiayaan rehabilasi ruang kelas masing-masing kabupaten/kota dapat diterapkan secara efektif dalam sistem aplikasi? 3. Bagaimana pencatatan dokumen-dokumen yang berkorelasi dengan proses penyelenggaraan rehabilitasi dilakukan secara efektif dan efisien, sehingga mempermudah dalam proses penelusuran, pelaporan, dan pertanggung jawaban? 4. Bagaimana perekaman data-data pengelolaan bantuan rehabilitasi secara simultan dari tahun ke tahun, sehingga Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar dapat dengan cepat melayani permintaan laporan-laporan yang berhubungan dengan bantuan rehabilitasi, sekaligus melepaskan ketergantungan data-data pengelolaan rehabilitasi dari sifat personal ke lembaga?
1.3. Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas dan kerangka pembahasan selanjutnya tetap dalam ruang lingkup permasalahan yang terarah, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Batasan-batasan masalah yang tidak di bahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mekanisme perencanaan, penetapan quota dan penentuan alokasi anggaran yang didistribusikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai dasar pelaksanaan seleksi dan verifikasi. 2. Mekanisme pencairan rehabilitasi ruang kelas yang dilakukan oleh Satuan Kerja Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar sebagai lembaga penerbit Surat Perintah Membayar (SPM), Kantor Pusat Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai penerbit Surat Perintah Penyaluran Dana (SP2D) dan Bank Penyalur sebagai lembaga yang memiliki otoritas penyaluran dana langsung ke rekening sekolah. 3. Mekanisme pemberitahuan yang dapat memberikan jawaban komprehensif terhadap pertanyaan seputar penyelenggaraan rehabilitasi ruang kelas oleh
7 sekolah yang mengusulkan dan tidak lolos atau tidak diverifikasi oleh Dinas Kabupaten/Kota. 4. Mekanisme penyampaian informasi tentang kepastian kapan dana masuk ke rekenenig sekolah setelah penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) oleh Satuan Kerja Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar dan SP2D oleh KPPN Jakarta III.
1.4. Tujuan dan Manfaat 1.4.1. Tujuan Tujuan penulisan skripsi ini adalah membangun aplikasi administrasi pengelolaan bantuan rehabilitasi ruang kelas sekolah dasar berbasis desktop di lingkungan Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar untuk membantu proses pengendalian internal pelaksanaan rehabilitasi bagi pengelola kegiatan. 1.4.2. Manfaat Adapun manfaat yang diharapkan dari pembangunan sistem aplikasi pengelolaan bantuan rehabilitasi ruang kelas tersebut adalah: 1.
Memudahkan dalam pencatatan dan perekaman data-data usulan bantuan rehabilitasi sekolah;
2.
Memudahkan pencatatan dan merekam data-data verifikasi terhadap sekolah calon penerima bantuan rehabilitasi;
3.
Memudahkan perhitungan pembiayaan rehabilitasi ruang kelas per sekolah.
4.
Memudahkan dalam mempersiapkan dokumen-dokumen pengajuan pencairan dana bantuan rehabilitasi ruang kelas dan penyajian laporan penyaluran dana bantuan, pencatatan dana masuk, pencatatan dokumen retur dan pengajuan dana ulang;
5.
Memudahkan pencatatan dan perekaman laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rehabilitasi ruang kelas yang dikirim oleh sekolah; dan
6.
Memudahkan penyajian laporan-laporan pengelolaan rehabilitasi ruang kelas.
8 1.5. Metodologi Penelitian Metode penelitian dalam pembangunan sistem administrasi pengelolaan bantuan rehabilitasi ini menggunakan metodologi rekayasa perangkat lunak Agile Development dengan berkonsentrasi pada pendekatan extrem programming process, sedangkan pemodelan rancangan aplikasi digunakan pemodelan berorientasi objek yang diimplementasikan
menggunakan alat bantu UML
(Unified Modeling Language). Dalam dalam tahap implementasi pemrograman digunakan bahasa pemrograman java, dengan menggunakan sistem manajemen basis data MySQL untuk pengelolaan basis data rehabilitasi. Selanjutnya pada tahapan testing digunakan model blackbox testing. Metode pengumpulan data dalam rangka mendukung pembangunan sistem administrasi pengelolaan bantuan rehabilitasi dilakukan dengan metode tindakan (action research) yang berkonsentrasi pada penelitian terapan (applied research), yang merupakan teknik pengumpulan data yang bertujuan mencari cara efektif yang menghasilkan perubahan dalam suatu lingkungan (Guritno, dkk., 2011). Pengumpulan data primer dalam rangka pembangunan sistem administrasi rehabilitasi dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
1.
Tinjauan Pustaka Melakukan studi literatur dengan membaca teori-teori tentang pembangunan
sistem aplikasi, teori-teori yang berkaitan dengan analisa perancangan sistem informasi dan membaca contoh-contoh skripsi yang terkait dengan pembangunan sistem aplikasi . 2.
Observasi Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung untuk
mendapatkan data-data yang akurat yang sesuai dengan kebutuhan rancang bangun sistem administrasi pengelolaan bantuan rehabilitasi ruang kelas sekolah dasar dan melibatkan diri secara langsung ke dalam proses penyelenggaraan rehabilitasi ruang kelas di Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar.
9 3.
Wawancara Wawancara dengan pegawai-pegawai di lingkungan Direktorat Pembinaan
Sekolah Dasar yang terkait dengan proses administrasi pelaksanaan rehabilitasi ruang kelas sekolah dasar untuk mendapatkan gambaran sistem berjalan. Selain itu untuk melengkapi data-data pokok yang didapatkan dari data-data primer dilakukan pengumpulan data dan informasi yang memiliki korelasi dengan masalah rehabilitasi ruang kelas di lingkungan Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar.
1.6. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I
: PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
: TINJAUAN PUSTAKA Berisi kajian pustaka kajian pustaka tentang bantuan sosial bidang pendidikan, adminstrasi, perangkat lunak, proses perangkat lunak, pengembangan sistem, basis data, perancangan berorientasi objek, UML, DAO Pattern dan alat bantu pengembangan sistem.
Bab III : ANALISA DAN PERANCANGAN APLIKASI Berisi pembahasan singkat tentang tinjauan organisasi, tugas pokok dan fungsi organisasi, prosedur pemberian bantuan rehabilitasi ruang kelas sekolah dasar pada sistem berjalan. Pada bab ini dibahas secara detail rancangan aplikasi secara menyeluruh. BAB V : IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN APLIKASI Membahas rancangan yang dibuat yang akan diimplementasikan dan diuji apakah sesuai dengan hasil rancangan pada bab sebelumnya, meliputi kebutuhan aplikasi, implementasi basis data, implementasi program, implementasi tampilan layar, skenario pengujian, dan hasil pengujian.
10 BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dari analisa perancangan aplikasi, hal-hal apa saja yang sudah dilakukan sistem dan hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan sebagai saran untuk pengembangan selanjutnya.