1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPA memuat materi Biologi dan Fisika. Melalui mata pelajaran IPA, peserta didik diarahkan untuk dapat memliki kemampuan memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat
dan
dapat
diterapkan
dalam
kehidupan
sehari-hari,
mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat dan memperoleh bekal pengetahuan konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Tujuan IPA dalam pendidikan adalah untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperoleh untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. UUSPN.1989. (Srini.M.Iskandar,1996). Untuk mencapai tujuan itu semua tentu tidak jauh dari peran seorang pendidik/guru, bagaimana seorang guru mampu menyampaikan dan menyajikan
pelajaran
dengan
menarik.
Pembelajaran
yang
tidak
membosankan ini tergantung bagaimana kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran dikelas. Maka dari itu guru saat ini dituntut harus mampu menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa. Diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, agama, kesenian dan keterampilan. Ilmu Pengetahuan Alam diperlukan oleh siswa Sekolah Dasar karena IPA memberikan iuran untuk tercapainya sebagian dari tujuan pendidikan di Sekolah Dasar. (Srini.M.Iskandar,1996). Kelemahan tersebut
juga terjadi pada
mata pelajaran
ilmu
pengetahuan alam yang secara khusus bertanggung jawab bagi kehidupan
1
2
atau pekerjaan anak dikemudian hari, dan melatih anak berpikir kritis. Kendala tersebut adalah muatan materi IPA yang begitu padat, karena materi ipa dibagi menjadi biologi, fisika, dan kimia. Oleh sebab itu para guru mengalami kesulitan dalam membagi waktu untuk mengajarkan konsepkonsep ipa. Walaupun beberapa guru sudah menerapkan pembelajaran inovatif, namun masih banyak guru menerapkan strategi pembelajaran yang berpusat pada guru. Kendala lainya juga dirasakan guru yaitu tumpang tindihnya materi, serta kurang memadainya sarana dan prasarana sekolah yang diperlukan untuk mengembangkan dan menerapkan pembelajaran inovatif. (Srini.M.Iskandar,1996). Eka Deny Wahyu Saputra, 2010 mengatakan realitas pembelajaran IPA dalam proses belajar di kelas secara umum masih bersifat tradisional/konvensional,
dalam
arti
sangat
terstruktur,
guru
lebih
mendominasi, guru banyak menggunakan metode ceramah dan sangat sedikit tuntutan aktif dari anak, berakibat banyaknya hasil belajar siswa rendah. Oleh karena itu pembelajaran yang monoton dalam hal penyajian sangat mempengaruhi tingkat penguasaan materi yang diajarkan. Berbeda dengan pembelajaran yang melibatkan potensi anak akan memberi pengalaman tersendiri bagi anak. Permasalahan-permasalahan yang telah diungkapkan juga ditemukan pada saat observasi di Gugus Perkutut tepatnya di SD Negeri Watu Agung 01 dan Watu Agung 02 Tuntang, pembelajaran IPA kebanyakan masih menggunakan model pembelajaran Konvensional, dimana guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru mengajar dengan metode konvensional yaitu metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, mendengar, mencatat dan menghafal. Sehingga Kegiatan Belajaran Mengajar (KBM) menjadi monoton dan kurang menarik perhatian siswa. guru banyak menggunakan metode ceramah dan sangat sedikit tuntutan aktif dari anak, berakibat banyaknya hasil belajar siswa rendah. Oleh karena itu pembelajaran yang monoton dalam hal penyajian sangat mempengaruhi tingkat penguasaan materi yang diajarkan. Berbeda dengan pembelajaran yang melibatkan
3
potensi anak akan memberi pengalaman tersendiri bagi anak. Gagne dalam Edgar Dale (1985) mengemukakan bahwa kerucut pengalaman dimulai dengan siswa sebagai peserta dalam pengalaman langsung, kemudian bergerak sebagai pengamat kejadian yang nyata, terus ke siswa sebagai pengamat benda tiruan atau dimediakan dan berakhir ke siswa yang mengamati simbol-simbol yang menghadirkan suatu peristiwa tertentu, dengan demikian makin ke bawah letak suatu jenis pengalaman dalam kerucut pengalaman itu makin besar derajat kekongretannya. Model yang dimaksud
dalam
kerucut
pengalaman
adalah
pengalaman
terbatas,
pengalaman yang diperankan, demontrasi, karyawisata, sajian, televisi, gambar gerak, rekaman radio, gambar diam,visual verbal. Berdasarkan pendapat Dale tersebut tergambar jelas bahwa kemampuan siswa akan cepat diperoleh melalui kegiatan dimana siswa sendiri yang terlibat di dalamnya.. Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA dan kompetensinya, diperlukan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, baik dalam bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru. Pembelajaran dapat berlangsung secara aktif jika disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa mengalami apa yang dipelajarinya sehingga menemukan sendiri
konsep-konsep
pengetahuannya
yang
berdasarkan
dipelajarinya, pengalaman
dan yang
siswa
membangun
dimilikinya
dengan
berinteraksi dengan teman atau gurunya, serta menggunakan berbagai sumber atau media. Oleh karena itu dari permasalahan yang telah diungkapkan di atas untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA bermaksud menerapkan model pembelajaran tipe STAD (Student team achievement division). Model pembelajaran ini diterapkan dengan tujuan agar dapat membantu guru IPA dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu agar penyajian bahan ajar IPA menjadi lebih menarik sehingga diharapkan siswa tidak lagi merasa bosan dan jenuh dengan materi pelajaran khususnya IPA.
4
1.2.Pembatasan Masalah Supaya penelitian ini lebih terarah, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada : pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achivemen division terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA SD kelas V dengan melihat dari hasil belajar kognitifnya. 1.3.Rumusan Masalah Adakah
pengaruh
perbedaan
penerapan
model
pembelajaran
kooperatif tipe student teams achivemen division terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA SD kelas V semester 2? 1.4.Tujuan Penelitian Tujuan kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achivemen Division Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA SD. 1.5.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan member sumbangan ilmu yang positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan secara umum.
2. Manfaat praktis 1). Bagi peneliti Dengan adanya penelitian ini maka akan mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achivemen Division Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA SD. 2). Bagi Siswa 1. Agar siswa lebih suka terhadap pelajaran IPA, dan senang mempelajari IPA.
5
2. Agar siswa lebih menyadari bahwa sebenarnya dalam pelajaran IPA dapat bisa bekerjasama atau kelompok. 3. Dengan menerapkan pengajaran STAD diharapkan prestasi atau hasil belajar siswa meningkat. 3). Bagi Guru 1. Untuk meningkatkan ketrampilan guru dalam melaksanakan inovasi pembelajaran di kelas 2. Menjadi masukan bagi guru untuk dapat memilih media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran dan kondisi siswa. 4). Manfaat bagi sekolah 1.
Dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik lagi
2.
Memperoleh kualitas pendidikan yang baik bagi siswa-siswinya.
3.
Tercipta iklim belajar yang kondusif di sekolah.